Salah seorang pelayannya berlari ke sebuah toko kelontong di pinggir jalan dan mengambil sebaskom air ke dalam kereta itu.Syur ....Suara air yang membasuh tangannya terdengar ke luar kereta.Danu menahan napas karena gugup. Entah wanita di dalam kereta itu akan membeli sabun Wira atau tidak?Kalaupun dia membelinya, memangnya bisa seberapa banyak yang sanggup dibeli oleh seorang pelanggan? Wira juga menjadi panik.Dia sudah mengatakan khasiat untuk meremajakan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan keriput, dan mewangikan tubuh. Dia sangat yakin bahwa wanita bertangan putih halus ini pasti akan membelinya. Tidak ada seorang wanita pun yang bisa menolak iklan seperti itu.Hanya saja, entah berapa banyak sabun yang akan dibelinya. Apakah wanita ini akan menyebarkan sabun ini ke kalangan sahabat-sahabatnya?Sebenarnya, pasar utama yang diincar untuk penjualan sabun ini adalah kalangan wanita kaya. Orang biasa juga tidak akan sanggup membelinya.Tidak lama kemudian, dari dalam kereta ter
Adegan ini juga menarik perhatian banyak orang di jalanan. Hendra menghampiri Wira dan berkata, "Dik Wira, tidak boleh menyentuh wanita sial itu, kamu bisa mati!"Wira kebingungan, lalu bertanya, "Wanita sial apanya?""Nona Besar Keluarga Wibowo!"Sambil menunjuk ke arah kereta kuda, Hendra berkata dengan suara pelan, "Dia sudah pernah menikah tiga kali. Usia pernikahannya tidak pernah lewat dari sebulan. Suaminya selalu meninggal dengan cara yang misterius. Ada yang mengatakan dia adalah wanita setan yang menghisap energi vital pria. Setiap pria yang bersentuhan dengannya akan mati."Wira tidak percaya. "Sesial itu?""Jangan pernah menyentuhnya. Di luar sana banyak wanita lainnya. Kalau punya uang, wanita mana yang tidak mau mendekat!"Ekspresi Hendra sangat khawatir. Dia memperingatkan Wira karena takut setelah Wira meninggal, dia tidak akan bisa membeli gula kristal lagi.Selain itu, dia juga takut Wira akan bekerja sama dengan Keluarga Wibowo. Jika bisnis gula kristal sampai direbu
"Ayo saja kalau mau berkelahi, kami tidak takut! Bunuh semua orang kampungan ini!"Begitu perintah Handoko dilontarkan, belasan anak buahnya langsung maju seakan-akan telah lupa seberapa mengenaskannya mereka dipukuli Doddy waktu itu."Cari mati!"Seketika, Doddy menyerbu ke arah para kerumunan itu."Ah!" Handoko yang menjadi sasaran pertama, terjatuh setelah terkena pukulannya.Meskipun terlihat ketakutan, anak buah Handoko tetap saja nekat menyerang Doddy."Berani-beraninya menyerang orang Dusun Darmadi. Ayo, semuanya hajar perusuh ini!"Anggota tim penjual ikan beserta Gabrata tiga bersaudara mengambil tongkat dan menerjang ke arah lawan."Hentikan!"Sony mencegah mereka semua, "Kelihatannya ada yang tidak beres dengan mereka. Jangan bertindak gegabah. Mereka tidak membawa senjata, jadi pasti tidak akan bisa melukai Doddy.""Ya, ada yang tidak beres dengan mereka. Mari kita tahan diri dulu dan lihat apa yang akan terjadi nanti!" saran Gavin. Dia juga menyadari bahwa perusuh-perusuh
Bilah pisau yang berkilauan membuat seluruh anggota tim penangkap ikan menjadi pucat. Mereka semua menatap Sony dan bersiap-siap untuk bertindak jika dia memberi aba-aba."Coba saja turun tangan, Tuan Eko akan menangkap kalian semua dan memenjarakan kalian!" Handoko yang tergeletak di tanah melihat mereka dengan penuh harap."Jangan ada yang menyerang!"Sony menggertakkan giginya dan mengepalkan tinju. Jika mereka menyerang aparat hukum, kejadian ini akan menjadi masalah besar.Huh!Doddy terdesak hingga tidak bisa mundur lagi. Danur yang usianya paling muda di antara semuanya, melemparkan sebuah tongkat ke arah itu.Syut!Doddy mendengar suara angin dan menangkap tongkat yang dilemparkan kepadanya dengan gesit.Klontang!Delapan orang polisi yang memegang pisau itu terpaksa menghindar. Salah satu petugas berteriak dengan marah, "Siapa yang melemparkan tongkat itu!"Danur bersembunyi di antara kerumunan tim penangkap ikan, karena dia adalah yang paling kecil di antara mereka dan tidak
"Ah!" jerit tim penangkap ikan dengan kaget.Tidak ada yang menyangka bahwa Danur begitu nekat. Dia bahkan berani mengadukan Pak Erik. "Gandi, cari Kak Wira. Aku akan pergi ke pengadilan untuk mengatur agar penjaganya bisa memberi keringanan pukulan!"Gavin memberikan instruksi sebelum mengejar Danur. Penjaga pintu pengadilan akan memperlakukan orang dengan berbeda sesuai dengan imbalan yang diterima. Jika diberi sogokan, mereka hanya akan berpura-pura memukul orang yang mengadu. Namun, jika tidak diberi sogokan, mereka akan memukul pengadu dengan keras.Danur berlari sepanjang jalan ke pengadilan dan langsung menuju ke gendang pengaduan! Ekspresi dua penjaga gerbang pengadilan sontak berubah. Mereka langsung menahan Danur dengan pedang mereka.Namun, sebelum mereka sempat bergerak, Gavin menghalangi dan menahan tangan mereka. "Tuan, mohon pengertiannya. Kami benar-benar dizalimi. Adikku masih muda dan tidak sanggup menahan pukulan. Tolong kalian bantu sampaikan kepada penjaga di dalam
Melihat kayu putih yang dilempar oleh Bupati, tatapan kedua penjaga yang bertugas memukul pengadu menjadi berbinar. Mereka mengayunkan papan pemukul secara bergantian.Kayu yang dilempar oleh Bupati ada 3 macam, yaitu kayu putih, kayu merah, dan kayu hitam.Warna putih menandakan hukuman seadanya, warna merah menandakan harus dihukum berat, dan warna hitam berarti harus dipukul sampai mati. Ini adalah peraturan untuk pukulan di pengadilan.Jika Bupati telah mengeluarkan kayu berwarna hitam, bahkan diberikan sogokan sekalipun, para penjaga itu tetap harus menghukumnya dengan berat.Plak! Plak!Suara papan pemukul terdengar nyaring.Namun, Danur yang berbaring di tanah tampak sangat heran, "Kenapa rasanya tidak sakit? Padahal pukulan itu terdengar begitu keras, tapi bokongku tidak terkena pukulannya!""Tuan Bupati sangat murah hati karena melemparkan tongkat putih, ditambah lagi ada yang memberi uang sogokan!""Tapi, anak ini benar-benar bodoh. Kalaupun tidak terasa sakit, seharusnya dia
"Ah, mohon ampun, Tuan! Itu hanya panggilan orang-orang, nama asliku adalah Oman!"Handoko memohon ampun, menyadari bahwa dipukul dengan tanda hitam berarti nyawanya terancam.Plak!Kayu hitam dijatuhkan di lantai!Brak brak brak!Kedua penjaga pengadilan langsung memukulnya tanpa ampun."Ah!"Setelah dipukul belasan kali, kulit Handoko juga sudah terluka, dia berteriak, "Tuan Eko, tolonglah aku! Aku tidak mau mati!""Makanya jangan bicara sembarangan, kamu memang pantas dihukum. Kalau benar-benar sampai mati, suruh keluargamu datang untuk mengurus jenazahmu," ujar Eko seraya berbalik dengan tatapan yang menggelap.Jika saat ini dia membela Handoko, Bupati pasti akan ikut menghukumnya.Bahkan Tuan Rangga dan Radit saja tidak bicara sama sekali."Keluarga!"Ini jelas adalah ancaman. Handoko memejamkan matanya sambil menggertakkan gigi. Setelah menahan 10 kali pukulan lagi, dia langsung pingsan."Regan, pergilah ke pasar ikan dan temui beberapa pedagang ikan. Tanyakan keadaan sebenarnya!
Kini, Doddy dan kakaknya bisa membangun rumah besar. Tentu saja menikah juga bukan lagi hal yang sulit.Ketika Doddy keluar bersama ayah dan kakaknya, semua penduduk desa akan menyambut mereka dengan wajah tersenyum. Ekspresi mereka bahkan terlihat lebih tulus dan senang daripada saat bertemu dengan kepala desa.Dusun mereka juga mengalami perubahan yang luar biasa.Setiap keluarga pasti ada yang bergabung ke tim penangkap ikan, penjual ikan, ataupun tim pembuat sabun. Makanan di kantin juga diperbolehkan untuk dibawa pulang. Hampir tidak ada lagi yang kelaparan di dusun mereka ini.Semua orang juga bisa membersihkan diri dengan menggunakan sabun hasil produksi mereka. Kini, Dusun Darmadi tampak penuh dengan harapan.Doddy tidak berani membayangkan bagaimana jadinya kalau Wira dipenjara.Maka dari itu, mereka tidak boleh membiarkan Budi naik banding dan Kak Wira juga tidak boleh dipenjara. Tuan tanah yang licik ini harus mati!"Doddy, tenang dulu, Kak Wira tidak akan dipenjara. Dia ora
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala
Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot
Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den
Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini
Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi