Ekspresi Wulan berubah drastis, dia diam-diam melirik Wira sambil merasa gelisah.Setiap kali suaminya datang, pelayan di rumah mereka tidak pernah memanggilnya "Tuan Muda", melainkan selalu memanggilnya "orang itu".Suaminya selalu merasa murka setiap kali. Wira menghela napas diam-diam. Sudah tiga tahun sejak pernikahan mereka, tetapi Keluarga Linardi masih memanggilnya seperti itu. Tidak heran pemilik tubuh sebelumnya ini jengkel.Tidak lama kemudian, seorang wanita muda dengan dua pelayan perempuan keluar dari pintu dengan buru-buru.Pelayan perempuan itu mengenakan pakaian katun, sedangkan wanita muda itu mengenakan gaun satin panjang dipadukan dengan sedikit perhiasan.Sikapnya lembut dan tenang, seperti seorang gadis yang terdidik dengan baik. Wanita muda itu memeluk Wulan dan air mata mengalir di pipinya."Wulan, Kakak Ipar tahu kamu telah banyak menderita."Dua pelayan perempuan itu menatap marah kepada Wira, sementara dua pelayan laki-laki lainnya memegang tongkat kayu dengan
Perempuan itu terkejut dan berkata, "Kamu sama cerdasnya dengan kakakmu, dia juga mengatakan hal yang sama tentang Mahendra."Wulan mengernyit dan berkata, "Kalau begitu, kenapa kalian masih berusaha meyakinkanku?"Perempuan itu menghela napas ringan, lalu menjelaskan, "Pertama, demi kebaikanmu. Pemboros itu sering kali memukulmu dan bahkan menggadaikanmu. Bagaimana kakakmu bisa merasa tenang?""Suamiku benar-benar telah berubah dan memperlakukanku dengan baik sekarang, dia bahkan tidak pernah memukulku lagi!" Wulan menjelaskan lagi.Namun, dia juga tahu sulit bagi kakak dan kakak iparnya untuk percaya dengan ucapannya, bahkan Wulan sendiri pun merasa seperti sedang bermimpi."Kedua, demi Ayah!"Perempuan itu berkata dengan wajah muram, "Ayah memiliki peluang untuk bangkit kembali, tetapi kondisi di ibu kota sangat sulit. Dunia politik penuh dengan intrik dan segala hal membutuhkan perencanaan yang baik. Kalau tidak, kita akan terkekang di setiap langkah. Ayah menjalankan tugasnya deng
Kedua pelayan itu maju untuk memukul kedua kaki Wira dengan tongkat kayu, sama sekali tidak mengingat uang yang telah diberikan oleh Wira sebelumnya.Kontrak jual diri mereka masih berada di Keluarga Linardi. Jadi, mereka adalah orang-orang Keluarga Linardi dan tidak diperbolehkan membangkang sama sekali.Wira juga tidak menghindar dari serangan mereka. Wajar saja, siapa yang tidak marah kalau adiknya digadaikan?Bruk! Bruk!Di saat-saat kritis, Danu langsung memelesat ke hadapan Wira untuk mengadang. Tongkat kayu yang diayunkan itu mengenai kedua kakinya!Tongkat kayu itu patah!Danu terlihat baik-baik saja. Dia berjalan ke belakang Wira dengan kakinya yang masih kokoh.Kedua pelayan itu sontak terperangah sambil memegang tongkat kayu yang telah patah di tangan mereka.Mahendra menatap Danu lekat-lekat dengan sorot mata berbinar. Entah apa yang sedang dipikirkannya."Pantas saja kamu berani datang untuk berbuat onar di sini. Ternyata kamu bawa pengawal ya!"Harsa tertawa sinis, lalu b
Dalam beberapa hari terakhir, banyak sekali hal yang telah dilakukan suamiku. Mulai dari mendirikan tim penangkap ikan, mengambil alih jabatan kepala desa, mengadakan rapat dengan warga desa, membuka kantin, dan mendirikan tim pembuat sabun.Dia telah menggunakan cara-cara untuk mendapatkan dukungan rakyat dan telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang luar biasa. Bagaimana seorang kutu buku yang hanya tahu teori bisa dibandingkan dengan semua itu?Namun, Wira malah menginterupsi, "Wulan, apa yang dikatakan kakakmu memang benar. Mereka semua lebih unggul daripada aku! Aku hanya seorang pelajar desa yang kecil, tidak bisa dibandingkan dengan mereka."Mahendra dengan bangga mengangkat kepalanya, "Dik Wulan, lihatlah, untung saja dia tahu diri!""Sudah belajar selama ini kamu masih belum mengerti arti 'lapang dada'?"Wulan berkata dengan wajah serius, "Selain itu, tolong panggil namaku, jangan lagi memanggilku 'adik', kita tidak sedekat itu."Wajah Mahendra memerah, lalu menjadi pucat.
Wira tidak tahan lagi, dia langsung memaki, "Atas dasar apa kamu mewakiliku? Kalau di zaman kuno, ada anak yang masuk ke kemiliteran untuk menggantikan ayah mereka dan melunasi utang ayah. Kalau kamu mau mewakiliku minta maaf, bagaimana kalau kamu bersujud padaku dan memanggilku ayah?"Mahendra marah besar, "Kamu!"Tuan Indra tersenyum ringan, "Tuan Harsa, orang ini cukup menarik. Kamu tidak mau memperkenalkannya?"Sebagai orang yang sudah lama berkecimpung dalam dunia politik, Indra sangat jelas bahwa Mahendra sedang mencari kesempatan untuk menghina orang.Indra sendiri juga tidak menyukai perilaku orang yang menghina dan memuja seseorang secara berlebihan."Orang ini ... haeh!"Setelah melirik Wira, Harsa menggelengkan kepala. Dia tidak bisa mengucapkan kata "adik ipar" secara terang-terangan.Mahendra melanjutkan, "Tuan Indra, dia ini seorang pemalas. Dia tidak masuk sekolah selama tiga tahun dan menghabiskan semua harta keluarganya. Baru-baru ini, dia bahkan menggadaikan istrinya,
Tuan Indra mengarahkan pandangannya kembali kepada Wira, "Anak Muda, mari kita bicara tentang hal lain!""Sepertinya, kalau aku tidak mengatakan sesuatu hari ini, Tuan Indra tidak akan membiarkanku pergi!"Wira berkata dengan putus asa, "Aku memang tidak mengerti tentang pajak, tapi aku bisa membahas tentang menghasilkan uang!""Menghasilkan uang!" Tatapan Tuan Indra menjadi berbinar ketika berkata, "Silakan ceritakan!"Mengumpulkan pajak memang berarti menghasilkan uang. Cara Wira menyebut hal ini sangat unik!Harsa memandang tajam ke arah Wira dan membatin, 'Dia menganggap urusan negara seperti urusan biasa!'Mahendra menghela napas ringan. Dia tidak akan percaya bahwa seorang petani desa bisa memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pajak.Wira mengangkat alisnya, lalu melanjutkan, "Kalau mau menghasilkan uang, tentu saja harus dari orang yang kaya. Kalau targetnya cuma rakyat biasa yang hidupnya menderita, malah menghabiskan waktu dan tenaga saja, tapi tidak bisa dapat banyak unt
Bum! Perkataan Wira yang sederhana itu memberi dampak yang sangat kuat, mengguncangkan hati dan menggetarkan jiwa ketiga orang tersebut.Dia mengungkapkan misi para sarjana di seluruh dunia, memungkinkan setiap orang yang berhasrat menemukan tempat yang tepat!Dengan empat baris kalimat ini, kita dapat mencapai ketenaran di seluruh dunia, dikenang selama berabad-abad, dan meninggalkan jejak dalam sejarah!Mahendra merasa iri. "Kenapa kalimat-kalimat ini bisa keluar dari mulutnya!"Ekspresi Harsa tampak rumit. Meskipun empat baris kalimat ini dapat membuat mereka memperoleh ketenaran, tanpa gelar kehormatan dalam ujian negara, Wira tidak akan mendapatkan pengakuan sosial dan tidak dapat menjadi menantu Keluarga Linardi."Mendedikasikan hati untuk negara, menetapkan tujuan hidup untuk rakyat, melanjutkan warisan para bijak terdahulu, dan membawa perdamaian ke seluruh dunia!"Dengan suara gemetar dan air mata mengalir di pipinya, Tuan Indra bangkit dari kursinya dan mengejar keluar. Dia b
Wira tersenyum tipis dan bergumam, "Tuan Indra, menarik juga!"Kereta kudanya tiba di Pasar Barat. Setelah menemukan sebuah toko kelontong yang cukup besar, Wira berjalan masuk ke toko itu."Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"Melihat pakaian dan aura Wira yang luar biasa, penjaga toko itu keluar menyambutnya dengan tersenyum."Bawakan sebaskom air, aku akan menunjukkan sebuah kesempatan mendapatkan uang untukmu!" ucap Wira dengan nada sombong seraya meletakkan kedua tangannya di belakang punggung.Dalam menjalankan bisnis, tidak hanya melulu soal keuntungan, tetapi juga harus mengandalkan aura. Jika tidak, kita malah akan jadi yang dikendalikan!Penjaga toko itu ragu-ragu sejenak. Namun, melihat penampilan Wira yang mewah, dia menyuruh pelayan untuk membawakan air untuk Wira.Wira mengeluarkan sabun itu dan mengajari pelayannya mencuci tangan. Dalam seketika, tangannya yang kotor itu langsung menjadi bersih!Mata penjaga toko itu langsung berbinar. Dia mengambil sabun itu dan mencobanya,
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala