"Pagi makan ikan, sore makan telur, bahkan Bupati pun tidak bisa makan semewah ini!""Omong kosong, Bupati selalu makan dengan delapan lauk dan empat sup setiap hari, tentu saja jauh lebih mewah daripada makanan kita!""Benar, Bupati mengurus satu kabupaten, jadi sudah pasti makanan kita tidak semewah makanan Bupati. Tapi, ini sudah pasti lebih mewah daripada tuan tanah dan pemilik desa!""Pasti, Pak Agus juga tuan tanah, tapi mereka hanya makan daging sebulan sekali. Sebelumnya, keluarga Budi juga kaya, tapi hanya makan daging 10 hari sekali, mereka kalah jauh dari kita.""Wira benar-benar murah hati!""Apa yang sedang dilakukan oleh keluarga Wira? Kenapa Danu dan Doddy berjaga di pintu?""Jangan tanya pertanyaan yang bukan urusanmu, fokuslah pada pekerjaan kita. Wira tidak akan merugikan kita."Ketika malam tiba, makan malam tim penjual ikan telah disajikan. Semua anggota tim penangkap ikan menikmati roti kukus yang berisi daging.Beberapa orang hanya memakan dua buah roti dan menyis
Namun, dibutuhkan peralatan untuk melakukan pemurnian!"Sayang, ini sabun, ya?"Wulan keluar dari dalam rumah. Dia terkejut saat mencium wangi sabun di tangan Wira dan berkata, "Wanginya harum sekali!""Apa gunanya wangi? Tidak bisa dimakan!" Herman dan Hamid menundukkan kepala, merasa bersalah karena telah menyia-nyiakan barang-barang tersebut.Wira tersenyum dan berkata, "Sabun ini lebih bersih daripada produk pembersih lainnya!"Di zaman ini, juga terdapat beberapa produk pembersih, yaitu biji luffa dan akar soapwort. Biji luffa digunakan oleh rakyat jelata untuk mencuci pakaian. Akar soapwort adalah bahan mewah yang digunakan oleh orang kaya."Ah, benar juga, lebih bersih daripada biji luffa dan akar soapwort!" Wulan mencoba mencuci tangannya, lalu memperlihatkannya pada Wira."Tanganmu sendiri sudah putih, tidak ada perbedaan yang signifikan!" Wira meraih tangan putih Wulan dan menggelitik telapak tangannya."Masih ada orang lain di sini!"Setelah memelotot kepada suaminya sekilas
Di pasar ikan timur kota, ada seorang pria bernama Handoko yang berusia sekitar 27 atau 28 tahun dan baru saja menjabat menjadi penguasa pasar ikan terbaru. Dia memiliki wajah yang gemuk dengan bekas luka dan mata yang penuh dengan keserakahan dan kekejaman!Setelah mengambil alih posisi Iwan di pasar ikan, awalnya dia ingin menuruti perintah Eko untuk tidak mengambil komisi dari mereka.Namun, melihat warga Dusun Darmadi yang menjual begitu banyak ikan setiap hari, dia jadi tidak tahan.Eko mengernyitkan alisnya. Awalnya, Eko mengira orang Dusun Darmadi itu tidak akan mungkin bisa menjual begitu banyak ikan setiap hari. Kini setelah melihat penjualan harian mereka yang mencapai 250 sampai 300 kilogram per hari, Eko menjadi agak menyesal!Sebenarnya, uang 70% yang diberikan oleh penguasa pasar ikan ini kepadanya, harus disetorkan kembali ke kepala kepolisian sebesar 60%.Bahkan hanya 10% sekalipun, nominalnya sudah mencapai 20.000 gabak. Ini bukan jumlah kecil bagi Eko."Ayolah, Tuan E
Tim pembuat sabun telah bertambah menjadi 10 orang. Mereka menggunakan tiga panci besar sekaligus dan meningkatkan produksi dari 100 potong sabun per hari menjadi 300 potong.Produksi lilin juga telah mencapai 300 batang dalam sehari, tetapi Wira tidak berniat menjualnya! Lampu minyak menghasilkan banyak asap yang dapat merusak mata, sedangkan lilin menghasilkan asap yang sedikit dan cahayanya terang.Wira memberikan sejumlah sabun dan lilin kepada anggota tim penangkap ikan sebagai tunjangan.Setelah tiga hari produksi berturut-turut, mereka berhasil mengumpulkan 1.000 potong sabun. Pada saat ini, Wira baru berangkat ke kabupaten.Wira terpaksa harus pergi ke kabupaten. Sebab, dia telah membeli kereta kuda kemarin dengan biaya 20.000 gabak. Setelah menjual gula putih seharga 600.000 gabak, dia hanya memiliki beberapa puluh gabak yang tersisa. Nominal itu jauh dari cukup untuk membangun rumah seluas 6.000-an meter persegi, bahkan tidak cukup untuk membeli bahan bangunan.Situasi di pas
Ekspresi Wulan berubah drastis, dia diam-diam melirik Wira sambil merasa gelisah.Setiap kali suaminya datang, pelayan di rumah mereka tidak pernah memanggilnya "Tuan Muda", melainkan selalu memanggilnya "orang itu".Suaminya selalu merasa murka setiap kali. Wira menghela napas diam-diam. Sudah tiga tahun sejak pernikahan mereka, tetapi Keluarga Linardi masih memanggilnya seperti itu. Tidak heran pemilik tubuh sebelumnya ini jengkel.Tidak lama kemudian, seorang wanita muda dengan dua pelayan perempuan keluar dari pintu dengan buru-buru.Pelayan perempuan itu mengenakan pakaian katun, sedangkan wanita muda itu mengenakan gaun satin panjang dipadukan dengan sedikit perhiasan.Sikapnya lembut dan tenang, seperti seorang gadis yang terdidik dengan baik. Wanita muda itu memeluk Wulan dan air mata mengalir di pipinya."Wulan, Kakak Ipar tahu kamu telah banyak menderita."Dua pelayan perempuan itu menatap marah kepada Wira, sementara dua pelayan laki-laki lainnya memegang tongkat kayu dengan
Perempuan itu terkejut dan berkata, "Kamu sama cerdasnya dengan kakakmu, dia juga mengatakan hal yang sama tentang Mahendra."Wulan mengernyit dan berkata, "Kalau begitu, kenapa kalian masih berusaha meyakinkanku?"Perempuan itu menghela napas ringan, lalu menjelaskan, "Pertama, demi kebaikanmu. Pemboros itu sering kali memukulmu dan bahkan menggadaikanmu. Bagaimana kakakmu bisa merasa tenang?""Suamiku benar-benar telah berubah dan memperlakukanku dengan baik sekarang, dia bahkan tidak pernah memukulku lagi!" Wulan menjelaskan lagi.Namun, dia juga tahu sulit bagi kakak dan kakak iparnya untuk percaya dengan ucapannya, bahkan Wulan sendiri pun merasa seperti sedang bermimpi."Kedua, demi Ayah!"Perempuan itu berkata dengan wajah muram, "Ayah memiliki peluang untuk bangkit kembali, tetapi kondisi di ibu kota sangat sulit. Dunia politik penuh dengan intrik dan segala hal membutuhkan perencanaan yang baik. Kalau tidak, kita akan terkekang di setiap langkah. Ayah menjalankan tugasnya deng
Kedua pelayan itu maju untuk memukul kedua kaki Wira dengan tongkat kayu, sama sekali tidak mengingat uang yang telah diberikan oleh Wira sebelumnya.Kontrak jual diri mereka masih berada di Keluarga Linardi. Jadi, mereka adalah orang-orang Keluarga Linardi dan tidak diperbolehkan membangkang sama sekali.Wira juga tidak menghindar dari serangan mereka. Wajar saja, siapa yang tidak marah kalau adiknya digadaikan?Bruk! Bruk!Di saat-saat kritis, Danu langsung memelesat ke hadapan Wira untuk mengadang. Tongkat kayu yang diayunkan itu mengenai kedua kakinya!Tongkat kayu itu patah!Danu terlihat baik-baik saja. Dia berjalan ke belakang Wira dengan kakinya yang masih kokoh.Kedua pelayan itu sontak terperangah sambil memegang tongkat kayu yang telah patah di tangan mereka.Mahendra menatap Danu lekat-lekat dengan sorot mata berbinar. Entah apa yang sedang dipikirkannya."Pantas saja kamu berani datang untuk berbuat onar di sini. Ternyata kamu bawa pengawal ya!"Harsa tertawa sinis, lalu b
Dalam beberapa hari terakhir, banyak sekali hal yang telah dilakukan suamiku. Mulai dari mendirikan tim penangkap ikan, mengambil alih jabatan kepala desa, mengadakan rapat dengan warga desa, membuka kantin, dan mendirikan tim pembuat sabun.Dia telah menggunakan cara-cara untuk mendapatkan dukungan rakyat dan telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang luar biasa. Bagaimana seorang kutu buku yang hanya tahu teori bisa dibandingkan dengan semua itu?Namun, Wira malah menginterupsi, "Wulan, apa yang dikatakan kakakmu memang benar. Mereka semua lebih unggul daripada aku! Aku hanya seorang pelajar desa yang kecil, tidak bisa dibandingkan dengan mereka."Mahendra dengan bangga mengangkat kepalanya, "Dik Wulan, lihatlah, untung saja dia tahu diri!""Sudah belajar selama ini kamu masih belum mengerti arti 'lapang dada'?"Wulan berkata dengan wajah serius, "Selain itu, tolong panggil namaku, jangan lagi memanggilku 'adik', kita tidak sedekat itu."Wajah Mahendra memerah, lalu menjadi pucat.
Hayam menganggukkan kepala setelah mendengar Adjie berkata seperti itu, lalu segera berbalik dan memimpin pasukannya mendekati Wira.Saat melihat Agha juga memimpin pasukan untuk datang mengepung, Darsa yang berada di dalam tenda langsung terkejut. Dia selalu mengira bala bantuan dari pihak musuh hanya pasukan kavaleri yang bersembunyi di kegelapan, tetapi ternyata masih ada begitu banyak infanteri.Ekspresi Darsa langsung menjadi muram saat teringat dengan banjir yang tiba-tiba terjadi sebelumnya. Setelah tertegun sesaat, dia akhirnya menyadari semua itu adalah bagian dari jebakan yang sudah direncanakan musuh. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, bantu Zaki untuk mundur, sekarang bukan saatnya untuk menyerang."Ekspresi Joko berubah, lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Baik, kita akan segera menerobos keluar."Namun, saat melihat pasukan musuh, seseorang yang berada di samping Joko berkata, "Sialan. Kita benar-benar nggak menyangka hal ini, tapi kekuatan mereka memang lu
Adegan ini benar-benar sama dengan situasi saat pasukan utara disergap sebelumnya, bahkan Zaki sendiri pun tidak menyangka hal ini akan menjadi seperti ini. Setelah terdiam beberapa saat, dia langsung berteriak agar semuanya mundur. Namun, para prajurit di bagian belakang tidak bisa mendengar suaranya, sehingga para kavaleri pun bertabrakan.Melihat adegan itu, Darsa yang merupakan komandan pasukan utara juga tercengang. Dia tidak menyangka para kavaleri yang tiba-tiba muncul ini begitu ganas, pasukan utara jelas tidak bisa menandingi kekuatan mereka. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, cepat pergi bantu Zaki, jangan biarkan dia jatuh ke tangan musuh."Joko yang terus mengamati situasi di medan perang pun langsung menyadari ada yang tidak beres dan segera maju ke depan.Melihat pasukan utara dikepung pasukan besar, Wira tersenyum dan langsung berteriak, "Semuanya, cepat serang mereka sekarang juga dan pastikan untuk menghabisi mereka semuanya."Semua orang merasa sangat berse
Begitu para pemanah menghentikan serangan mereka, banyak orang yang terkejut. Beberapa saat kemudian, seseorang berkata, "Jenderal, waktunya sudah hampir tiba."Mendengar ini, Zaki mengangguk dan berseru dengan penuh antusiasme, "Kavaleri, serbu!"Gelombang besar pasukan berkuda langsung melesat ke depan, menyerbu dengan kekuatan penuh. Melihat ini, Wira tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Di sisinya, Nafis dan Arhan tampak agak heran. Menurut mereka, jika kavaleri musuh sudah mulai menyerang, ini adalah waktu terbaik untuk menumpas mereka.Namun, ketika melihat Wira tetap tenang dan tidak segera menurunkan perintah, keduanya sempat tertegun.Beberapa saat kemudian, seolah-olah telah memperhitungkan sesuatu, Wira tersenyum tipis dan berkata dengan suara pelan, "Kalian berdua jangan terburu-buru. Tunggu sebentar lagi. Biarkan mereka mencapai puncak semangat mereka terlebih dahulu."Awalnya, Nafis dan Arhan masih kebingungan. Namun, mereka segera memahami maksud Wira. Tidak heran W
Tak jauh dari Pulau Hulu, Wira bersama pasukannya menunggu dengan sabar. Saat ini, seorang mata-mata yang dikirim sebelumnya berlari kembali dan melaporkan dengan hormat, "Tuan, pasukan utara sedang berkumpul. Sepertinya kali ini mereka akan melakukan serangan kavaleri."Mendengar laporan itu, wajah Wira langsung berseri-seri. Dia mengangguk paham. Akhirnya kavaleri pasukan utara mulai bergerak. Jika mereka sudah mengambil langkah ini, sisanya akan lebih mudah ditangani.Segera, dia melambaikan tangannya dan berseru, "Kavaleri, bersiap!"Di barisan belakang, Arhan dan Nafis langsung mengepalkan tangan mereka sebagai tanda hormat dan merespons dengan lantang.Meskipun Wira membawa pasukan dalam jumlah besar, kavaleri yang dimilikinya sebenarnya tidak terlalu banyak. Selain 3.000 kavaleri dari Pasukan Harimau, dia hanya memiliki 5.000 kavaleri di bawah komando Nafis, sementara sebagian besar adalah pasukan infanteri.Itu sebabnya, Wira begitu menantikan pertempuran ini.Setelah beberapa
Bahkan, ada yang begitu bersemangat hingga berkata, "Kita sendiri pun nggak nyangka kekuatan kita kali ini akan begitu luar biasa. Kalau kita bisa menyelesaikan ini, yang lainnya pun pasti bisa kita atasi juga."Mendengar itu, para prajurit pasukan utara mengangguk setuju. Setelah berhasil menumpas musuh, wajah para bandit yang masih bertahan di garis depan pun berubah drastis, menjadi pucat.Beberapa dari mereka pun mulai bersuara, "Ini benar-benar di luar dugaan! Ternyata pasukan utara sekuat ini!"Ada yang tetap tenang, tetapi ada yang sangat bersemangat. Mereka merasa bahwa kemenangan sudah pasti di tangan pasukan utara.Melihat situasi ini, para prajurit tersenyum. Setelah menyelesaikan gelombang serangan ini, mereka mengangguk puas. Seseorang bahkan berkata dengan penuh semangat, "Ternyata para bandit ini nggak sekuat yang kita kira. Mereka bisa dilenyapkan secepat ini? Lemah sekali!"Di sisi pasukan utara, sorak-sorai kemenangan bergema. Menurut mereka, kekuatan mereka kali ini
Setelah Hayam tiba di bawah, dia segera melihat Adjie yang tengah bertempur sengit. Tanpa ragu, Hayam langsung mendekat.Saat itu, Adjie baru saja menebas seorang lawan, lalu menoleh ke arah Hayam. Karena situasi yang kacau, dia tidak langsung mengenali siapa yang datang. Mengira itu adalah musuh, Adjie pun mengayunkan pedangnya ke arah leher Hayam.Melihat itu, ekspresi Hayam langsung berubah. Dia buru-buru berteriak, "Ini aku! Kawan sendiri!"Mendengar suara itu, Adjie langsung tersadar. Setelah beberapa saat, dia terpikir akan sesuatu dan berkata, "Kenapa kamu kemari? Kalau sampai mereka mengetahui identitas kita, semua usaha yang telah dilakukan oleh Tuan Wira akan sia-sia!"Hayam hanya tersenyum dan berucap, "Tenang saja, situasi sekarang sudah kacau balau. Nggak akan ada yang menyadari apa pun. Lagi pula, lihatlah. Mereka bahkan nggak punya waktu untuk memikirkan hal lain."Setelah bersama-sama menebas beberapa prajurit pasukan utara, Hayam yang berada di samping berkata, "Tuan W
Prajurit yang sebelumnya melaporkan berita itu segera berkata, "Jumlah mereka nggak banyak, kira-kira hanya sekitar 1.000 orang. Mereka datang dari arah timur, selatan, dan utara. Tapi yang aneh, pakaian mereka bukan seperti pasukan kavaleri biasa!"Mendengar hal itu, Zaki tertegun sejenak, lalu langsung berjalan keluar. Begitu melihat pasukan yang menyerbu masuk, dia tertawa dingin dan berkata, "Sungguh di luar dugaan! Aku nggak nyangka mereka akan seberani ini.""Sialan, segerombolan bandit saja berani menyerang kita pada saat seperti ini? Mereka memang sudah bosan hidup!"Joko dan Darsa yang berdiri di sebelahnya juga tampak terkejut. Bahkan, beberapa orang di belakang mereka tampak tertegun. Mereka tidak menyangka bahwa hanya dengan 1.000 orang, para bandit itu berani menyerang pasukan utara yang jumlahnya jauh lebih besar.Saat ini, Darsa segera memberi perintah, "Joko, bawa pasukanmu dan hadapi mereka di garis depan! Jangan biarkan mereka bergerak lebih jauh!"Mendengar perintah
Saat ini, pasukan utara belum menyadari bahwa para bandit dari Desa Riwut telah mengepung mereka. Setelah mengatur semuanya, Adjie segera memimpin anak buahnya untuk menyerbu ke depan. Dalam pandangan mereka, kali ini benar-benar adalah kesempatan emas.Saat ini, seseorang berujar, "Sebelumnya aku nggak nyangka melawan pasukan utara bisa semudah ini!"Begitu ucapan itu dilontarkan, suara sorakan dari belakang semakin menggema. Detik berikutnya, pasukan utara yang berada di bawah langsung tersapu oleh arus air yang deras. Melihat kejadian ini, banyak orang tersenyum puas, merasa bahwa serangan ini telah melampaui ekspektasi mereka.Para prajurit yang berjaga di kamp pasukan utara terkejut bukan main. Mereka sama sekali tidak menyangka situasi bisa berubah secepat ini.Ketika mereka melihat air bah tiba-tiba menerjang, salah satu penjaga berseru panik, "Banjir! Banjir datang!"Teriakan itu segera membangkitkan kepanikan di seluruh kamp. Banyak orang tidak bisa memahami bagaimana hal ini
Semua orang mengangguk setuju. Setelah urusan ini diselesaikan, langkah selanjutnya adalah menghadapi pasukan utara.....Di sisi lain, Adjie masih menunggu kabar dari Wira. Setelah beberapa kali menenangkan bawahannya agar tetap bersabar, tiba-tiba terdengar suara kucing mengeong dari luar. Itu adalah tanda yang telah disepakati sebelumnya.Mendengar suara itu, Adjie langsung bersemangat. Dia segera keluar dari tenda karena tahu bahwa utusannya pasti telah kembali, yang berarti perintah dari Wira juga sudah sampai.Saat melihat sosok yang berdiri di luar, Adjie langsung maju dan bertanya dengan penuh antusiasme, "Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?"Orang yang datang itu bergegas memberi hormat dan menjawab, "Jenderal Adjie, perintah dari Tuan sudah datang. Kita bisa mulai menyerang!""Apa?" Adjie menyeringai mendengar kabar itu. Tanpa membuang waktu, dia langsung berjalan ke arah saluran air di mana para anak buahnya sudah menunggu dengan gelisah. Mereka sudah lama menunggu perin