Di kamp utara, tenda prajurit Perbatasan Loko yang kembali dikelilingi oleh penghalang. Puluhan ribu prajurit kabur saat Perbatasan Loko diterobos. Senjata dan baju zirah mereka dilucuti.Katanya para prajurit ini ditahan, tetapi sebenarnya tidak ada bedanya dengan kamp pada masa peperangan. Mereka tidak perlu berlatih perang dan diberi makan 3 kali sehari. Hidup mereka lebih nyaman dari sebelumnya. Ini adalah pemikiran normal dari prajurit yang kalah.Sementara itu, prajurit yang menyerah pada bangsa Agrel malah hidup tidak tenang, bagaikan dikurung di dalam sangkar. Jenderal pendamping, Raka Gondo, mendapat makanan enak setiap hari, tetapi dia malah kesulitan memakannya.Malam itu, ketika prajurit Perbatasan Loko kalah, bangsa Agrel menyuruh prajurit-prajurit ini untuk membunuh atasan mereka. Prajurit yang menolak akan dibunuh oleh bangsa Agrel secara sadis di tempat.Raka yang takut mati menikam atasannya. Kemudian, dia menerima tugas dari bangsa Agrel untuk memimpin sebagian prajur
Prajurit lain ikut berseru, "Kami mau bertemu dengan komandan. Kami nggak terima ditahan seperti ini!" Puluhan ribu prajurit yang membuat keributan makin menjadi-jadi.Tiba-tiba, pasukan dari 2 kamp menyerbu. Satu kamp terdiri dari eksekutor dan satu lagi terdiri dari pemanah. Orang yang memimpin adalah seorang pemuda."Tuan Wahyudi sudah datang!" ujar salah seorang prajurit penjaga kamp. Akhirnya, mereka merasa lega.Raut wajah Raka menjadi muram saat melihat pemuda yang tampan itu. Dia pernah mendengar tentang penasihat militer ini. Begitu menduduki posisinya, Wira membagi upah tentara untuk meningkatkan semangat pasukan.Salah satu tentara membawa bangku, lalu Wira berdiri di atasnya. Sosoknya yang terlihat jelas oleh semua orang mengambil pengeras suara dari kayu, lalu berteriak, "Semuanya diam!"Ribuan orang yang berasal dari 2 kamp berdiri di belakang Wira. Ada yang mengeluarkan pisau panjang dan ada yang siap-siap memanah.Wah! Banyak prajurit merasa gugup dan menjadi diam. Mere
Jika Raka dipukul 50 kali dengan tongkat, dia pasti akan terbaring beberapa bulan kalaupun tidak mati. Mana mungkin dia bisa bekerja sama lagi dengan bangsa Agrel?Namun, para prajurit yang menyerah di sekeliling Raka tidak ada yang berani membantunya. Mereka hanya melihat Raka yang dibawa oleh pengawal."Ah ... ah …," jerit Raka. Suara jeritannya yang histeris membuat semua prajurit terdiam.Wira memerintah dengan ekspresi muram, "Siapa yang bertanggung jawab atas kamp ini? Tingkatkan kualitas makanan mereka dan samakan dengan standar prajurit penjaga gerbang!"Jenderal batalion kamp yang bernama Satya Tandian mengangguk dan semua prajurit pun merasa senang.Kemudian, Wira berkata lagi, "Pergi ke bagian intendans untuk mengambil 100 juta gabak. Aku mau membagi upah kepada mereka!"Satya yang terkejut menyahut, "Tuan Wahyudi, mereka gagal menjaga Perbatasan Loko. Kenapa masih memberi mereka upah?"Wira menjawab dengan tegas, "Pemerintah yang belum membayar mereka upah ini sebelumnya. K
"Ha?" Begitu mendengar Wira mengingat namanya, Abian Tanomo terharu sampai berlinang air mata. Dia bercerita, "Tuan Wahyudi, aku berasal dari Provinsi Cindera. Keluargaku punya rumah dan sawah. Bangsa Agrel yang membunuh orang tuaku, menodai istriku, dan membunuh anakku.""Putraku baru berusia 8 tahun dan bangsa Agrel menebas kepalanya beberapa kali .... Ah .... Putraku. Dasar bangsa Agrel sialan!"Salah satu prajurit berkomentar, "Mereka bahkan tega membunuh anak 8 tahun. Bangsa Agrel memang berengsek. Benar-benar keterlaluan!"Para prajurit merasa geram. Mereka makin berang ketika teringat dengan dendam keluarga mereka!Kemudian, Wira berkata dengan serius, "Kelak, dendam ini pasti terbalaskan. Simpan air mata kalian dan pendam kebencian ini di dalam hati. Lampiaskan semuanya di medan perang nanti!"Abian menahan air mata sambil berjalan kembali ke tempatnya. Wira menunjuk seorang pria paruh baya dan berkata, "Benjamin, aku lihat kamu sangat marah. Apa kamu juga punya dendam dengan b
Wira mengerucutkan bibirnya dan berkata, "Kalau begitu, persiapkan sesuai dengan rencana awal!" Banyak prajurit yang sudah tertidur! Kevin Gunawan berbaring di lantai. Dia terus berbolak-balik, tetapi tidak bisa tidur! Bangsa Agrel membunuh keluarganya. Kini, dia juga menjadi tawanan mereka. Lantaran takut mati, Kevin menikam atasannya dan mendekati bangsa Agrel. Kemudian, dia kembali ke Kota Pusat Pemerintahan untuk melakukan pengintaian. Awalnya, Kevin merasa cemas. Namun, setelah "pertemuan propaganda" diadakan, dia merasa sangat bersalah dengan leluhurnya dan ingin sekali mengakhiri hidupnya. Ketika sedang memikirkannya, sekelompok orang tiba-tiba menerobos masuk. Leher Kevin tiba-tiba ditodong dengan pisau panjang. Kemudian, orang itu berkata, "Tuan Wahyudi ingin bertemu denganmu. Ikut dengan kami dan jangan berteriak!"Orang-orang lainnya juga ditahan. Kevin pergi ke sebuah ruangan yang cukup jauh, lalu berlutut dan berkata, "Hor ... hormat kepada Tuan Wahyudi!""Bangunlah!" u
Semua hal sudah jauh berbeda saat Harsa datang ke Dusun Darmadi tiga tahun lalu. Suara tawa, suara orang berlatih silat, suara membaca, suara memasak, segala macam suara bercampur menjadi satu. Harsa tertegun dan mengeluh, "Pemandangan indah seperti ini, sayangnya akan segera hancur!"Kebanyakan penduduk dusun menyadari kedatangan Harsa. Mereka yang mengingatnya sontak pergi memanggil Wulan. Tak lama kemudian, suara seseorang yang terkejut dan gembira pun terdengar. "Kak, kenapa kamu ke sini?""Wulan!" ucap Harsa. Melihat kondisi adiknya yang kian membaik, Harsa pun tersenyum dan berkata, "Aku sudah pulang dari Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Kakak iparmu sudah rindu denganmu, jadi aku sekalian membawanya pulang!""Oh!" Wulan mengalihkan topik pembicaraan dengan berkata, "Kalau begitu, apa Kakak sudah bertemu dengan suamiku? Bagaimana keadaannya sekarang?""Sudah!" Harsa berkata sambil tersenyum, "Dia sudah menyelesaikan semua masalah garam dan menjual 3 bilah Pedang Treksha seharga le
Kemal, sang penasihat kiri, melangkah maju dan berkata, "Yang Mulia, tindakan Wira memiliki tujuan yang jelas, baik menginstruksikan prajurit pengirim pesan untuk menyampaikan informasi ataupun mengadakan 'pertemuan propaganda'."Kemal melanjutkan, "Semuanya bertujuan untuk membangkitkan semangat dan dukungan dari prajurit maupun rakyat. Mengenai pertempuran besar dalam setengah bulan mendatang, itu pasti strategi untuk mengalahkan musuh yang dibuatnya bersama Panglima Yudha!"Raja Bakir tampak mengernyit. Jelas, dia tidak percaya bahwa kedua orang itu memiliki cara untuk mengalahkan musuh!Heri Leonardo, sang menteri keadilan, berujar, "Yang Mulia, meskipun Yudha memahami strategi militer, pasukannya hanya pasukan kelas 2. Bagaimana mungkin mereka bisa melawan pasukan elite dari bangsa Agrel?""Apabila dia bertahan di dalam kota dan menunggu bala bantuan, itu bukan masalah. Sekarang, dia justru mengambil inisiatif untuk keluar dari kota dan menghadapi bangsa Agrel. Selain mencari mati
Fandi berbalik badan dan menatap dengan dingin seraya berkata, "Telulas, sejak kapan kamu menjadi antek istana lagi? Apa kamu lupa bagaimana cara mereka memperlakukan Panglima Dirga?""Kalaupun bangsa Agrel menyerang ibu kota kerajaan dan membunuh si raja sialan, itu bisa dianggap sebagai pembalasan dendam untuk Panglima Dirga. Aku akan sangat berterima kasih kepada mereka," lanjut Fandi.Telulas tampak menggertakkan giginya dan berkata, "Teluwolu, kamu kira aku mau menjadi antek istana? Istana menunjuk Panglima Yudha untuk memimpin pasukan. Kalau dia kalah, apakah istana akan melepaskannya? Apakah kita nggak merasa bersalah dengan Panglima Dirga?""Panglima Yudha masih hidup?" tanya Fandi yang tampak terkejut. Kemudian, dia bergegas berlari menuruni gunung.Telulas segera mengikutinya. Dia berkata, "Teluwolu, kamu mau pergi ke mana?"Fandi sama sekali tidak menoleh dan hanya berkata, "Tentu saja pergi ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu untuk membantu Panglima Yudha memenangkan pertempu