Nayara dan Ahmad adalah saudara kembar. Namun, bertahun-tahun lalu, mereka sudah putus hubungan.Sebenarnya sejak Ahmad masih kecil, penduduk desa sudah menyadari niat jahatnya. Setiap gerak-gerik dan tatapannya menunjukkan dengan jelas bahwa dia bukan anak kecil biasa.Tidak berselang lama, Ahmad diam-diam mempelajari teknik rahasia desa. Dia menjadi kejam dan akhirnya diusir dari desa.Kemudian, Ahmad bergabung dengan Aliran Kegelapan dan berkomplot dengan Bhurek. Akhirnya, Ahmad mati tragis.Sementara itu, karakter saudara kembarnya ini justru jauh berbeda. Ketika Ahmad kembali ke desa, sebagai saudara kembarnya, Nayara sama sekali tidak menghiraukannya. Nayara tidak bersedia memberikannya tempat tinggal sehingga Ahmad terpaksa bersembunyi di pegunungan.Menurut Nayara, kekacauan sebesar itu bisa terjadi di Desa Damaro karena hubungannya dengan adiknya. Ahmad memang sudah mati, tetapi yang mereka pelajari adalah ilmu sihir. Ilmu sihir adalah sesuatu yang menentang hukum alam dan me
Setelah melarikan diri dari musibah, Nayara tidak hanya memikirkan kehidupannya sendiri, melainkan ingin membalas dendam untuk Desa Damaro. Bisa dilihat betapa Nayara menjunjung keadilan. Jika dibandingkan dengan Ahmad, perbedaan ini seperti langit dan bumi.Nayara mengangguk. "Terima kasih, Tuan.""Sama-sama." Wira melambaikan tangan. Sesaat kemudian, Nayara dibawa pergi oleh dua penduduk desa.Wira tidak punya hubungan dekat dengan penduduk Desa Damaro. Namun, ketika dia tiba di Desa Damaro waktu itu, penduduk di sana termasuk cukup baik padanya, bahkan membantunya.Ketika mendengar Desa Damaro diserang, Wira tentu merasa tidak nyaman. Dia harus membalaskan dendam para penduduk supaya mereka bisa pergi dengan tenang."Tuan, sepertinya kamu harus kembali ke Provinsi Yonggu?" tanya Anang yang berdiri di samping.Kondisi Fadela sudah stabil, apalagi ada begitu banyak masalah yang terjadi. Wira tentu tidak bisa berlama-lama di desa lagi. Dia harus mengendalikan situasi."Belakangan ini a
Bam! Anang menggebrak meja saking kesalnya. Dia menggertakkan gigi dan menegur, "Semua ini demi kebaikanmu! Kalau kamu bisa memahami niat baikku, sebaiknya turuti perkataanku!""Sekarang kamu telah kehilangan kesucianmu. Kamu tahu betapa pentingnya kesucian untuk wanita, 'kan? Mau kamu setuju atau nggak, kamu harus menikah dengan Agha!""Sejak zaman dulu, pernikahan diatur oleh orang tua. Kalau kamu berani menentang ucapanku, aku bakal pergi mencari ibumu!"Jelas sekali, ini adalah ancaman! Sekujur tubuh Fadela bergetar mendengarnya. Pada akhirnya, dia tidak mengatakan apa pun lagi.Meskipun demikian, dari sorot matanya, terlihat jelas bahwa Fadela menentang pernikahan ini. Dia tidak akan pernah menyetujuinya sekalipun ditodong pisau! Untuk sekarang, Fadela hanya bisa mengamati situasi."Oh ya." Sebelum keluar, Anang menoleh untuk berkata, "Tuan Wira ada urusan penting, jadi malam ini dia bakal meninggalkan desa. Kita harus berkemas dan ikut ke Provinsi Yonggu."Bagaimanapun, tempat in
Danu segera mengangguk dan mengikuti Wira. Tiba-tiba, Agha menarik ujung bajunya dan berujar sambil menangis, "Kak, kamu harus memberiku keadilan. Kak Wira menyiksaku selama kamu nggak ada. Dia mau aku menikahi Fadela!"Danu tergelak dan menyahut, "Nona Fadela cantik dan pemberani. Dia wanita hebat. Tuan Wira juga sudah memberinya posisi di pasukan. Kalau suatu hari terjadi perang, Nona Fadela bisa membuat prestasi gemilang lho. Kalian serasi kok. Kenapa kamu malah sedih?"Agha merasa makin pusing. Dia berkata, "Kamu benar. Aku juga tahu dia wanita hebat. Tapi, ada satu hal yang aku nggak setuju. Wanita ini galak sekali! Dia nggak ada bedanya dengan harimau betina! Kalau kami nikah, bukannya aku bakal diterkamnya?"Danu dan beberapa orang di samping tak kuasa tertawa mendengarnya, termasuk Anang. Untung, Fadela tidak mendengar perkataan Agha. Jika tidak, Agha pasti sudah dihajar habis-habisan.Pada akhirnya, tidak ada kemungkinan mereka berdua bisa bersama. Tentunya, Anang memegang per
"Semua ini adalah ganjaran yang harus kamu terima. Memangnya kamu sudah lupa apa yang kamu lakukan di Dusun Darmadi waktu itu?" balas Wira dengan murka.Wira bukan orang yang pemaaf, tetapi tidak akan menindas orang dengan kekuasaannya. Jika tidak, mana mungkin para rakyat mengaguminya?Hanya saja, pria di depan ini terlalu jahat. Wira mengetahui semua perbuatannya. Itu sebabnya, Wira tidak akan melepaskannya begitu saja.Ekspresi Wira berangsur makin dingin. Dia berkata, "Aku mencarimu bukan untuk membahas kejadian sebelumnya. Aku nggak punya waktu basa-basi denganmu. Sekarang hukuman yang kamu dapatkan adalah karma burukmu sendiri. Aku datang untuk tanya tentang Desa Damaro."Begitu mendengarnya, ekspresi Ahmad menjadi sangat suram. "Memangnya ada apa dengan Desa Damaro?"Wira pun terkekeh-kekeh, lalu menggeleng dan menyahut, "Jangan pura-pura bodoh. Orang lain mungkin nggak tahu niat jahatmu, tapi aku tahu betul semuanya.""Kemarin malam, adik kandungmu mencariku. Dia yang memberita
"Aku benaran nggak nyangka kamu bakal segila ini. Kamu membunuh seluruh keluargamu! Kamu nggak merasa bersalah kepada orang tuamu dan para penduduk desa?""Jangan lupa. Kamu tumbuh besar dengan bantuan mereka. Mereka yang memberimu makan. Air yang kamu minum juga air Desa Damaro. Gimana bisa kamu melakukan hal sekejam ini?"Jelas sekali, Nayara telah menganggap Ahmad sebagai penjahatnya. Meskipun keduanya punya hubungan darah, mereka sudah lama putus hubungan. Bagi Nayara, Ahmad tidak ada bedanya dengan siluman!Danu berdiri di samping dan menyaksikan semuanya dengan ekspresi gusar. Dia paling benci orang yang tidak tahu balas budi. Jika Wira memerintahkannya untuk membunuh Ahmad sejak awal, Danu pasti sudah membunuhnya. Namun, Danu masih punya akal sehat. Dia tahu mempertahankan nyawa Ahmad akan lebih berguna bagi mereka.Di sisi lain, perbuatan Ahmad memang membuatnya pantas untuk disiksa habis-habisan. Dengan cara ini, dia baru bisa tahu betapa fatalnya kesalahan yang telah dibuatny
"Tuan, jangan tertipu oleh penampilannya! Desa Damaro selalu damai. Nggak pernah ada masalah ataupun musibah seperti ini.""Tapi, setelah Ahmad pulang, situasi mulai berubah. Kini, Desa Damaro bahkan lenyap. Masalah ini pasti berkaitan dengannya.""Tuan, gimana kalau kamu menyerahkannya kepadaku saja? Biar aku yang menginterogasinya! Aku pasti bisa mengorek informasi dari mulutnya! Apalagi, metode dari Desa Damaro bisa membuatnya setengah mati!" usul Nayara sambil menggertakkan giginya. Tatapannya dipenuhi dengan kebencian dan amarah.Nayara terus terbayang akan kematian tragis para penduduk desa. Dia merasa hatinya tersayat-sayat. Sayangnya, dia belum bisa melakukan apa pun untuk sekarang. Dia tidak tahu siapa pembunuhnya sehingga dia tidak bisa membalas dendam.Kalaupun masalah ini tidak berkaitan dengan Ahmad, Ahmad tetap pembawa sialnya! Nayara tidak akan melepaskannya."Sudahlah. Kamu terlalu emosional. Sebaiknya kamu istirahat. Lukamu juga belum sembuh," bujuk Wira sambil menepuk
Wira bertanya dengan santai sambil tersenyum. Ekspresi Danu terlihat sangat marah. Dia memandang dingin semua orang di sekitarnya.Ini adalah kediaman jenderal, simbol kota Provinsi Yonggu, dan juga wilayah kekuasaannya. Padahal Wira masih berada di sini. Keributan seperti ini benar-benar memalukan!Ini sama seperti menampar wajahnya sendiri. Berhubung Wira ada di sisinya, Danu tidak berani bicara sembarangan meski sangat kesal. Dia hanya bisa menyerahkan keputusan kepada Wira.Seorang prajurit segera berucap, "Tuan Agha dan Nona Fadela lagi bersiap untuk bertarung, jadi kami datang untuk menonton ....""Bertarung?" Wira menjadi tertarik. Pandangannya beralih kepada orang-orang di hadapannya. Di depan, memang ada sebuah arena dengan Fadela dan Agha berdiri di tengahnya.Namun, Agha tidak memegang palu seperti biasanya. Itu memang masuk akal karena ini bukan pertempuran sungguhan. Hanya sekadar adu kekuatan biasa, jadi tidak wajar jika menggunakan senjata.Selain itu, meski Fadela punya
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala
Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot
Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den
Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini
Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi