Kemal, Tirta, dan Suhendra langsung merasa gembira karena mengira Raja Bakir sudah menerima nasihat mereka.Tak disangka, Raja Bakir malah berkata dengan tegas, “Perintahkan kepada Chandika dan Raditya untuk mempertahankan Perbatasan Loko dengan sekuat tenaga. Suruh mereka bertahan hingga puncak musim dingin agar bangsa Agrel mundur dengan sendirinya.”Kemal berusaha membujuk, “Yang Mulia, Chandika itu keturunan keluarga pejabat kaya. Dengar-dengar, dia belum pernah pergi ke Perbatasan Loko sekali pun sejak bertanggung jawab atas tempat itu. Biarpun Raditya memiliki pengalaman perang, kemampuannya dalam menghadapi perubahan situasi masih kurang bagus. Dia nggak mungkin bisa menghadapi Raja Tanuwi yang licik. Harap Yang Mulia membiarkan Yudha memimpin pasukan untuk menyerang musuh!”Raja Bakir melambaikan tangannya dan berkata dengan tidak senang, “Aku nggak percaya bangsa Agrel mampu menembus pertahanan Perbatasan Loko. Kita bicarakan saja lagi tentang pengangkatan Yudha menjadi pangli
Di Kediaman Yumandi.Banyu bertanya dengan cemberut, “Apa kalian sudah selesai menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pergi ke selatan?”“Sudah!” Seorang pengurus rumah Keluarga Yumandi menjawab, “Kami sudah menyiapkan 100 kereta kuda dan 200 pengawal. Dalam waktu dua hari ini, kami akan memindahkan semua harta dari rumah leluhur kemari. Setelah itu, kita sudah bisa berangkat!”Banyu memberi pesan, “Jangan lupa bawa dokter dan juga obat-obatan!”Pengurus rumah itu menangkupkan tangannya, lalu pergi.“Uhuk, uhuk!” Sanur yang mengenakan pakaian tebal dan terlihat pucat berjalan masuk sambil mengamati sekelilingnya. Kemudian, dia berkata, “Kita mau nggak mau harus meninggalkan fondasi Keluarga Yumandi yang sudah dibangun selama 100 tahun.”Banyu menjawab, “Aku sudah menyuruh beberapa keluarga cabang dan pelayan untuk menjaga rumah. Kalau bangsa Agrel gagal menembus pertahanan Perbatasan Loko, kita masih bisa kembali begitu mereka menarik kembali pasukan mereka. Kalau mereka berha
Gadis berpakaian ungu merasa marah, tetapi tidak menunjukkannya. Dia memaki dalam hati, ‘Berani sekali pesolek ini memperlakukan Panglima Yudha seperti wanita penghibur!’“Komandan, orangnya sudah sampai!”Rumah mereka sama-sama berada di sisi selatan Jalan Wubi. Tidak lama kemudian, seorang pemuda berpakaian putih pun masuk ke aula. Meskipun hanya berdiri dalam diam, dia memancarkan kegagahan yang sangat memukau.Gadis berpakaian ungu langsung gemetar. Dia menatap sosok Yudha sambil berlinang air mata.Saat menyadari keberadaan gadis berpakaian ungu, Yudha sedikit terkejut. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah Chandika dan bertanya tanpa ekspresi, “Ada apa kamu mencariku?”“Kemarin, aku berhasil mendapatkan sebilah pedang ajaib yang bisa menembus 60 lapis baju zirah kulit.” Chandika mengambil Pedang Treksha, lalu melemparnya ke arah Yudha dan berkata, “Dengar-dengar, Teknik Pedang Seratus Keluarga Wutari adalah teknik pedang terhebat di dunia. Hari ini, aku sudah mengundang
Baru saja Chandika menghela napas lega ....Plak! Plak! Plak!Yudha mencengkeram kerah baju Chandika, lalu menamparnya beberapa kali sambil berkata, “Memangnya kamu itu siapa? Beraninya kamu menggunakan ibu dan adik-adikku untuk mengancamku. Biarpun aku memenggal kepalamu , aku jamin nggak akan ada yang berani menyentuh mereka!”“Ka ... kamu ....” Chandika menatap Yudha dengan tatapan membunuh.Bruk! Yudha mengempaskan Chandika kembali ke tempat duduknya. Kemudian, dia menancapkan Pedang Treksha ke samping lehernya dan berbalik sambil berkata, “Jangan menguji batas kesabaranku lagi. Aku takut suatu hari nanti, aku nggak akan mampu mengendalikan diri dan melakukan hal yang berbahaya.”“Bajingan! Beraninya kamu bersikap seperti itu terhadapku! Pengawal, tangkap dia!” Chandika berdiri, lalu berteriak sambil menunjuk ke arah Yudha dengan Pedang Treksha. Ekspresinya terlihat sangat garang dan murka. Tahanan ini sudah berani mempermalukan dirinya di hadapan orang luar.Sekelompok prajurit pu
Yudha menggeleng dengan ekspresi sedih dan menjawab, “Aku melakukannya bukan demi istana, melainkan demi menghormati Ayah. Ayah pernah bilang, selama perang belum berakhir, yang akan mati adalah rakyat jelata. Selama Nuala bisa berjaya kembali, peperangan akan berakhir, rakyat jelata juga bisa hidup aman dan tenteram. Ini adalah harapan Ayah dan satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuknya!”...Setelah langit gelap, para tukang besi pun pulang. Mereka sudah menyiapkan setumpuk komponen yang diminta Wira.Wira mengeluarkan sketsa gambar dan alat ukur yang dibuatnya sendiri, lalu mengukur setiap komponen. Keuntungan memiliki uang adalah, ada orang yang akan mengerjakan apa pun yang dia minta. Baik tukang besi maupun bahan yang digunakan, semuanya adalah yang terbaik di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.Wira pun mulai memasang komponen-komponen itu dengan bantuan Dian. Setelah sibuk hingga larut malam, mereka akhirnya berhasil merakit sebuah alat.“Ah!” Tiba-tiba, terdengar jeritan kesaki
“Iya!” Bisma dan Cahyo mengangguk.“Ah!” Tiba-tiba, terdengar jeritan kesakitan dari halaman.“Sudah terjadi sesuatu!” Yudha menunggang kudanya ke samping dinding, lalu langsung melompat masuk ke dalam dengan bertumpu pada punggung kuda.Bisma dan Cahyo juga buru-buru mengikuti Yudha melompat masuk.Kemudian, seluruh lentera di dalam rumah pun dinyalakan.“Bos, aku rasa ada yang nggak beres. Sebaiknya kita jangan rampok rumah ini lagi!” ujar seorang pria paruh baya yang menggenggam golok hitam lecet. Dia menatap sekeliling dengan waspada.“Sialan! Andi, jangan jadi pengecut kamu! Mereka memang kaya dan mampu menyalakan banyak lentera. Tapi, memangnya kenapa? Kita sudah sampai di sini. Pokoknya, aksi kali ini harus berhasil!” seru pemimpin bertopeng itu sambil menghunuskan pedangnya.Perampok bertopeng lainnya juga terlihat sangat yakin dan garang.Andi berkata dengan cemberut, “Jangan salahkan aku nggak memperingati kalian. Aku merasa ada yang nggak beres, seperti jatuh ke dalam perang
Pemimpin bertopeng itu menggertakkan giginya dan bertanya, “Apa kamu punya cara untuk menghadapinya?”Andi mengamati sekelilingnya, lalu menjawab, “Padamkan dulu lenteranya. Habis itu, semua orang boleh menyebar. Kalau mereka nggak bisa lihat jelas, bidikannya juga nggak akan akurat.”“Kamu memang benar-benar orang yang pernah berperang, otakmu sangat encer! Semuanya, padamkan lenteranya!” Pemimpin bertopeng itu menebaskan pedangnya ke arah sebuah lentera. Kemudian, perampok bertopeng lainnya juga mengikuti tindakannya. Dalam sekejap, seluruh halaman sudah gelap gulita.“Mundur!” Meskipun tidak bisa membidik lagi, Gandi juga tidak panik. Dia melambaikan tangannya dan menyuruh semua orang untuk mundur.“Kejar!” Sekelompok perampok bertopeng mengejar ke halaman dalam dan bertemu dengan kelompok lainnya. Situasi kelompok itu jauh lebih tragis. Kelompok yang awalnya beranggotakan 30 orang itu hanya tinggal setengahnya. Kedua kelompok yang jumlahnya hanya tinggal 35 orang itu mengelilingi
Danu dan Doddy merasa orang ini sangat berbahaya. Aura membunuh yang dipancarkannya bahkan lebih menakutkan daripada ayah mereka.Andi buru-buru berkata, “Danu, Doddy, jangan nggak sopan! Dia itu Panglima Yudha, panglima muda Pasukan Zirah Hitam.”Yudha tersenyum pada Danu dan Doddy, lalu berjalan ke hadapan Wira. Kemudian, dia berkata sambil memberi hormat, “Aku Yudha, putra Dirga. Hormat, Tuan Wahyudi. Terima kasih sudah menciptakan puisi untuk mengenang ayahku di Kompetisi Puisi Naga!”Wira juga ikut memberi hormat dan menjawab, “Panglima Yudha, kamu nggak perlu memberi hormat kepadaku. Sejujurnya, aku memang sangat kagum pada Panglima Dirga. Tapi, puisi itu bukan diciptakan untuk mengenang Panglima Dirga.”Yudha menggeleng dan berkata dengan serius, “Tidak peduli siapa yang Tuan pikirkan saat menciptakan puisi itu, dengan judul ‘Mengenang Dirga’, orang-orang akan mengingat Ayah saat membaca puisi itu. Kamu pantas menerima penghormatan dariku!”Wira pun mengalihkan pembicaraan denga