Yudha menggeleng dengan ekspresi sedih dan menjawab, “Aku melakukannya bukan demi istana, melainkan demi menghormati Ayah. Ayah pernah bilang, selama perang belum berakhir, yang akan mati adalah rakyat jelata. Selama Nuala bisa berjaya kembali, peperangan akan berakhir, rakyat jelata juga bisa hidup aman dan tenteram. Ini adalah harapan Ayah dan satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuknya!”...Setelah langit gelap, para tukang besi pun pulang. Mereka sudah menyiapkan setumpuk komponen yang diminta Wira.Wira mengeluarkan sketsa gambar dan alat ukur yang dibuatnya sendiri, lalu mengukur setiap komponen. Keuntungan memiliki uang adalah, ada orang yang akan mengerjakan apa pun yang dia minta. Baik tukang besi maupun bahan yang digunakan, semuanya adalah yang terbaik di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu.Wira pun mulai memasang komponen-komponen itu dengan bantuan Dian. Setelah sibuk hingga larut malam, mereka akhirnya berhasil merakit sebuah alat.“Ah!” Tiba-tiba, terdengar jeritan kesaki
“Iya!” Bisma dan Cahyo mengangguk.“Ah!” Tiba-tiba, terdengar jeritan kesakitan dari halaman.“Sudah terjadi sesuatu!” Yudha menunggang kudanya ke samping dinding, lalu langsung melompat masuk ke dalam dengan bertumpu pada punggung kuda.Bisma dan Cahyo juga buru-buru mengikuti Yudha melompat masuk.Kemudian, seluruh lentera di dalam rumah pun dinyalakan.“Bos, aku rasa ada yang nggak beres. Sebaiknya kita jangan rampok rumah ini lagi!” ujar seorang pria paruh baya yang menggenggam golok hitam lecet. Dia menatap sekeliling dengan waspada.“Sialan! Andi, jangan jadi pengecut kamu! Mereka memang kaya dan mampu menyalakan banyak lentera. Tapi, memangnya kenapa? Kita sudah sampai di sini. Pokoknya, aksi kali ini harus berhasil!” seru pemimpin bertopeng itu sambil menghunuskan pedangnya.Perampok bertopeng lainnya juga terlihat sangat yakin dan garang.Andi berkata dengan cemberut, “Jangan salahkan aku nggak memperingati kalian. Aku merasa ada yang nggak beres, seperti jatuh ke dalam perang
Pemimpin bertopeng itu menggertakkan giginya dan bertanya, “Apa kamu punya cara untuk menghadapinya?”Andi mengamati sekelilingnya, lalu menjawab, “Padamkan dulu lenteranya. Habis itu, semua orang boleh menyebar. Kalau mereka nggak bisa lihat jelas, bidikannya juga nggak akan akurat.”“Kamu memang benar-benar orang yang pernah berperang, otakmu sangat encer! Semuanya, padamkan lenteranya!” Pemimpin bertopeng itu menebaskan pedangnya ke arah sebuah lentera. Kemudian, perampok bertopeng lainnya juga mengikuti tindakannya. Dalam sekejap, seluruh halaman sudah gelap gulita.“Mundur!” Meskipun tidak bisa membidik lagi, Gandi juga tidak panik. Dia melambaikan tangannya dan menyuruh semua orang untuk mundur.“Kejar!” Sekelompok perampok bertopeng mengejar ke halaman dalam dan bertemu dengan kelompok lainnya. Situasi kelompok itu jauh lebih tragis. Kelompok yang awalnya beranggotakan 30 orang itu hanya tinggal setengahnya. Kedua kelompok yang jumlahnya hanya tinggal 35 orang itu mengelilingi
Danu dan Doddy merasa orang ini sangat berbahaya. Aura membunuh yang dipancarkannya bahkan lebih menakutkan daripada ayah mereka.Andi buru-buru berkata, “Danu, Doddy, jangan nggak sopan! Dia itu Panglima Yudha, panglima muda Pasukan Zirah Hitam.”Yudha tersenyum pada Danu dan Doddy, lalu berjalan ke hadapan Wira. Kemudian, dia berkata sambil memberi hormat, “Aku Yudha, putra Dirga. Hormat, Tuan Wahyudi. Terima kasih sudah menciptakan puisi untuk mengenang ayahku di Kompetisi Puisi Naga!”Wira juga ikut memberi hormat dan menjawab, “Panglima Yudha, kamu nggak perlu memberi hormat kepadaku. Sejujurnya, aku memang sangat kagum pada Panglima Dirga. Tapi, puisi itu bukan diciptakan untuk mengenang Panglima Dirga.”Yudha menggeleng dan berkata dengan serius, “Tidak peduli siapa yang Tuan pikirkan saat menciptakan puisi itu, dengan judul ‘Mengenang Dirga’, orang-orang akan mengingat Ayah saat membaca puisi itu. Kamu pantas menerima penghormatan dariku!”Wira pun mengalihkan pembicaraan denga
Di tengah ruangan, ada sebuah bingkai besar. Di atasnya, ada tiga buah busur raksasa, berbagai jenis tali busur, tali, dan roda. Bentuknya terlihat sangat unik.Wira menjawab dengan jujur, “Namanya misil tiga busur. Ini adalah senjata yang kuciptakan untuk para prajurit di Perbatasan Loko dengan harapan bisa membantu mereka mengalahkan bangsa Agrel.”Yudha langsung bertanya dengan bersemangat, “Aku nggak nyangka Tuan juga mahir dalam menciptakan senjata. Berapa banyak orang yang diperlukan untuk mengoperasikan misil tiga busur ini? Seberapa jauh jangkauan tembakannya?”Wira berpikir sejenak, lalu menjawab, “Kira-kira satu kilometer. Alat ini cukup dioperasikan oleh satu orang!”Yudha pun terkejut dan bertanya, “Apa alat ini boleh dicoba?”Nuala juga memiliki busur raksasa yang bisa memanah satu anak panah besar. Jangkauan tembakannya sekitar 300 meter, tetapi harus ada 20 orang yang menarik busur. Setelah tiga kali, semua penarik busur akan kehilangan seluruh tenaga dan tidak mampu men
Yudha bertanya dengan heran, “Kesalahan informasi?”Wira menjawab, “Iya, ketidakseimbangan informasi. Aku mengerti soal kekuatan mereka, tapi mereka nggak tahu apa-apa tentang kemampuanku. Aku mengumpulkan seluruh tenagaku, sedangkan mereka menyebarkan kekuatan mereka.”“Ketidakseimbangan informasi. Aku sudah mengerti, Tuan. Maksudmu, saat berperang, kita nggak boleh membiarkan musuh mengetahui situasi kita. Saat kita kuat, kita bisa berpura-pura lemah untuk memancing musuh masuk ke jebakan kita. Saat lemah, kita boleh berpura-pura kuat dan mengintimidasi musuh agar mereka nggak berani bertindak sembarangan,” ujar Yudha dengan bersemangat.“Intinya, kita harus selalu mengumpulkan kekuatan dan menciptakan situasi yang menguntungkan diri sendiri. Selain itu, kita juga harus berusaha melenyapkan musuh sebanyak mungkin dan melindungi diri sendiri!”Wira tertegun sejenak, lalu menjawab sambil mengangguk, “Emm, benar!”Yudha menangkupkan tangannya dan berkata, “Terima kasih atas bimbingannya
Raditya menepuk-nepuk bahu Raharja, lalu berkata, “Entah apa yang dipikirkan Raja Tanuwi saat ini. Saat berjaga malam nanti, kamu harus lebih waspada. Jangan sampai pria licik itu punya kesempatan untuk menyerang!”“Wakil Komandan tenang saja. Kalau terjadi sedikit pun kesalahan, aku akan membayarnya dengan nyawaku!” ujar Raharja dengan suara lantang.Raditya mengangguk, lalu berbalik sambil berkata, “Emm, aku sudah te .... Ah!” Bruk! Sebelum Raditya selesai berbicara, Raharja sudah menghunuskan pedangnya dan menikam perut Raditya.“Beraninya sekali kamu!” Kedelapan pengawal pribadi Raditya langsung murka dan hendak menghunuskan pedang mereka. Namun, sebelum mereka sempat melakukannya, dada mereka sudah ditembus pedang.Adegan ini tidak menarik perhatian banyak orang. Sebab, semua yang ada di atas tembok kota itu adalah prajurit Raharja.“Ah! Ka ... kamu .... Kenapa?” Raharja menarik pedangnya, lalu Raditya pun terjatuh ke lantai dengan lemas.Raharja menyeka bekas darah dari pedangny
Raja Tanuwi menunduk untuk menatap jenderal itu, lalu bertanya dengan datar, “Seberapa tinggi jabatanmu di Nuala?”Raharja menjawab dengan hormat, “Lapor Raja, aku merupakan seorang jenderal tingkat kelima atas.”Raja Tanuwi berkata dengan suara berat, “Kamu sudah berjasa karena mempersembahkan kota ini kepadaku. Aku akan mengangkatmu menjadi komandan tingkat ketiga atas di Kerajaan Agrel Selatan. Selain itu, aku akan memberimu sebidang tanah luas, gelar bangsawan rendah, dan pendapatan 3.000 penduduk yang bisa kamu wariskan secara turun-menurun!”Kerajaan Agrel terbagi menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Kerajaan Agrel Utara memimpin para bangsawan tinggi bangsa Agrel, sedangkan Kerajaan Agrel selatan memerintah rakyat jelata wilayah Nuala.“Terima kasih, Raja. Aku bersedia mempersembahkan hidupku untuk melayani Kerajaan Agrel!” ujar Raharja dengan gembira sambil bersujud. Dia merasa pengkhianatan yang dilakukannya kali ini sudah mendapatkan hasil yang sangat sepadan.Di Nual
"Jaran sudah bertemu dengan kami. Tapi, sekarang dia bukan hanya nggak muncul di hadapanmu, dia juga nggak ada di sampingku. Jadi, kamu rasa dia pasti ada di mana sekarang?" kata Wira sambil terus memikirkan langkah selanjutnya karena dia tidak bisa terus terjebak di sana.Jumlah di pihak lawannya begitu banyak, Wira merasa dia pasti akan rugi jika bertarung dengan mereka di sana. Ditambah dengan banyaknya orang di sekitarnya, satu-satunya caranya untuk keluar dari sana adalah menggunakan taktik melarikan diri.Pada saat itu, pandangan Wira pun tertuju pada Wendi. Saat mereka dikepung Saka sebelumnya, Wendi mengeluarkan dua tabung bambu dari sakunya. Setelah menyebarkan isi tabungnya, bahkan orang-orang yang berdiri jauh dari mereka pun merasa matanya sakit. Sementara itu, orang yang berdiri lebih dekat dengan mereka, kebanyakan yang langsung kehilangan nyawanya.Jika bukan karena begitu, Wira juga tidak akan membiarkan Wendi ikut bersamanya. Wanita ini jauh lebih mengerikan dari yang
Wira dan lainnya berhasil segera melintasi Provinsi Tengah tanpa menarik perhatian siapa pun karena Wira memiliki peta. Namun, dia melihat beberapa pengumuman tentang mereka di luar tembok kota. Sepertinya, Saka merasa tidak cukup hanya dengan membakar gunung, sekarang Saka juga mengatur penjagaan di sana dan membuat banyak pengumuman. Sungguh menyebalkan.Wira mengepalkan tinjunya, tetapi dia juga hanya bisa menahan amarahnya. Jika sekarang bahkan dia pun tidak bisa tenang, bagaimana dengan yang lainnya? Dia tidak ingin melihat mereka ikut menderita karena tindakannya. Jika dia membuat keputusan yang salah, orang-orang di sekitarnya akan kehilangan nyawa mereka dan ini bukan transaksi yang menguntungkan.Saat hampir tiba di pintu masuk gurun, Wira dan yang lainnya juga merasa lega. Jika sudah sampai di sini, mereka sudah hampir aman. Selama mereka bisa melewati gurun putih di hadapan mereka, berarti mereka sudah berhasil.Saat Wira hendak memimpin yang lainnya untuk memasuki gurun, di
Selama bertahun-tahun ini, Agha juga selalu mengikuti Wira berperang dari selatan ke utara dan sudah mengalami banyak hal. Namun, ini pertama kalinya dia merasa begitu menyedihkan. Saat ini, dia merasa sangat kesal karena harus terjebak di sini, sehingga dia tidak akan melepaskan Saka ini. Meskipun harus mengorbankan banyak hal, dia juga harus membalas tindakan Saka.Wira memelototi Agha dan berkata dengan kesal, "Omong kosong. Kita nggak boleh gegabah, kamu sudah bosan hidup ya? Selama kita muncul di Provinsi Tengah yang dikuasai Saka ini, orang-orangnya pasti akan menyadari keberadaan kita. Aku tahu suasana hati kalian buruk karena sekarang kita terjebak di sini, tapi kita juga nggak boleh terlalu gegabah. Kalau nggak, kita akan sulit keluar dari sini."Mendengar perkataan Wira, Agha akhirnya terdiam."Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Fikri.Wira menatap api yang masih memenuhi langit dan perlahan-lahan berkata dengan nada dingin, "Aku lihat apinya sudah perlahan-la
"Berikan aku waktu dua hari untuk memikirkannya dengan baik dulu," kata Caraka yang tidak menolak kebaikan Saka. Namun, dia juga tidak langsung menyetujuinya, setidaknya ini bisa menjadi jalan lain untuknya. Jika dia bisa bertemu dengan Jaran lagi dalam dua hari ini, dia tentu saja tidak akan memilih untuk tetap tinggal di wilayah barat. Tidak ada yang ingin meninggalkan kampung halamannya.Namun, jika benar-benar terjadi sesuatu dengan Jaran, Caraka tentu tidak akan berani kembali ke wilayah tandus di utara lagi. Pada saat itu, Senia pasti akan menginginkan nyawanya. Lebih baik dia mengikuti Saka, setidaknya bisa menyelamatkan nyawanya dan hidup dengan tenang."Baiklah. Kamu memang cukup berbakat dan aku ini sangat toleran pada orang-orang yang berbakat, jadi aku akan memberimu waktu untuk berpikir. Aku tahu kamu ini orang pintar, pasti bisa membuat keputusan yang tepat," kata Saka sambil tersenyum puas dan menepuk bahu Caraka.Namun, Caraka tidak mengatakan apa-apa.....Satu jam kem
Saka merasa ini adalah penipuan dan dia tidak bisa menerimanya."Nggak mungkin, pasti ada yang salah di sini. Apa mungkin temanku itu sudah dikalahkan Wira dan kelompoknya dan mereka membawanya pergi? Mereka pasti sedang bersembunyi di suatu tempat. Asalkan kita terus memeriksa tempat ini, kita pasti bisa menemukan jejak Wira," kata Caraka dengan tegas.Saat ini, hanya ini satu-satunya cara yang terpikirkan oleh Caraka. Meskipun cara ini belum tentu berhasil, setidaknya ini satu-satunya cara yang ada.Setelah ragu sejenak, Saka bertanya, "Bagaimana kalau kita tetap nggak menemukan jejak mereka?""Mudah saja, aku serahkan nyawaku padamu," kata Caraka dengan tegas. Lagi pula, jika dia tidak bisa membawa Jaran kembali Kerajaan Agrel dengan selamat, dia juga tidak akan bertahan hidup lagi. Lebih baik dia pasrah saja.Saka tertawa dingin dan berkata, "Aku sama sekali nggak tertarik dengan nyawamu, tapi aku punya ide bagus. Melihat kamu begitu teguh, ini membuktikan Wira dan kelompoknya bena
Caraka khawatir dengan keselamatan Jaran segera berkata, "Kenapa begitu? Temanku masih ...."Namun, sebelum Caraka selesai berbicara, Saka langsung berkata, "Apa hubungannya denganku? Aku harus memastikan semuanya berjalan dengan lancar. Kamu harus ingat kini kita sedang menghadapi musuh yang sama, jadi rencana kita harus selaras. Kalau kamu merasa ada masalah dengan rencanaku, kamu boleh langsung keluar sekarang juga. Aku juga nggak kekurangan orang."Sikap Saka terlihat sangat tegas. Sebagai penguasa Provinsi Tengah, dia tidak akan membiarkan Caraka memerintahnya. Caraka ini hanya orang yang memberikan informasi saja, sama sekali tidak berarti apa-apa baginya. Dia hanya menganggap sebagai sebuah bidak saja.Caraka terbatuk-batuk, lalu perlahan-lahan berkata, "Baiklah. Kita jalankan semuanya sesuai dengan rencana Jenderal saja, aku nggak akan mengatur lagi ...."Saat ini, Caraka sudah merasa sangat cemas, tetapi dia juga hanya bisa berharap Jaran tidak berada dalam bahaya. Jika benar-
Setelah mendengar penjelasan Fikri, Agha baru mengubah pemikirannya."Kalau Tuan Wira juga merasa cara ini bisa dicoba, aku akan turun untuk melihat situasinya dulu," kata Fikri. Orang-orang dari Lembah Duka memiliki kemampuan mereka masing-masing, jauh lebih kuat daripada musuh-musuh Wira. Oleh karena itu, hanya dia saja yang bisa menjalankan tugas penting ini.Wira menganggukkan kepala, lalu mendekati Fikri dan berkata sambil menepuk pundak Fikri, "Kamu harus hati-hati, kami akan menunggu kabarmu di sini."Fikri menganggukkan kepala, lalu segera turun ke kedalaman jurang menggunakan tanaman yang merambat di tebing.Sementara itu, Wira dan yang lainnya terus mengawasi situasi di sekeliling dengan cermat untuk memastikan semuanya tetap aman.....Di kaki gunung.Orang yang memberikan informasi pada Saka adalah Caraka dan saat ini dia sudah berdiri bersama dengan Saka. Sebelum datang ke sini, dia sudah mendiskusikan rencananya dengan Jaran. Sepanjang perjalanan ke sini, mereka mengikuti
Agha merasa jurang itu sangat dalam, siapa pun yang melompat ke dalamnya akan langsung kehilangan nyawanya. Meskipun mereka memiliki kemampuan, mereka juga tidak akan sanggup menahan dampak dari lompatan itu. Hasil akhirnya sudah bisa ditebak.Wira mengernyitkan alis dan berkata dengan nada yang muram, "Tapi, ini cara terakhir kita. Sekarang kita nggak mungkin langsung menerobos begitu saja dan melawan mereka. Kita sudah jelas kalah jumlah dan ditambah lagi ini adalah wilayah barat. Kalau kita bersikeras melawan mereka, pada akhirnya kita yang pasti akan rugi.""Jadi, satu-satunya cara yang paling aman sekarang adalah mencari jalan dari jurang ini. Kita lihat apa kita bisa bersembunyi di sekitar sini untuk sementara. Kalau mereka sudah mencari kita di sini selama beberapa hari dan tetap nggak menemukan kita, aku yakin mereka pasti akan pergi. Meskipun nggak pergi, penjagaan mereka juga akan berkurang. Pada saat itulah, kita baru melarikan diri."Wendi dan Dwija tidak mengatakan apa-apa
Jaran berpikir saat Wira sendiri yang ingin menceritakannya, semua kebenarannya pun akan terungkap.Wira tersenyum dan berkata, "Nggak bisa dibilang seperti ini juga. Aku mencari kalian bukan hanya untuk menghadapi dia, aku sebenarnya punya alasan lain juga. Aku juga ...."Saat mengatakan itu, Wira melirik bungkusan yang berisi abu jenazah di punggung Agha.Saat baru bertemu dengan Wira dan yang lainnya, Fikri kebetulan melihat adegan itu. Dia pun langsung mengerti, ternyata begitu kejadiannya. Sepertinya, Wira adalah orang yang sangat menghargai hubungannya dengan yang lainnya juga hingga rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk mencari jasad teman-temannya. Bisa memiliki teman seperti ini termasuk keberuntungan seumur hidup.Saat keduanya sedang berbicara, Dwija tiba-tiba mendekati Wira dan berkata sambil menunjuk ke arah kaki gunung, "Ada orang yang datang."Wira dan yang lainnya segera berjalan ke tepi tebing gunung dan melihat saat ini seluruh gunung sudah dikepung dengan rapat.