"Aku nggak peduli, pokoknya aku mau belajar," kata Agha dengan penuh percaya diri. Setelah mendapat tatapan tajam dari Wira, dia baru tidak berani berbicara lagi. Namun, dari tatapannya, terlihat jelas dia masih belum menghapus niatnya itu."Bagus. Sekarang hanya butuh pakaiannya saja, tapi itu hanya hal sepele saja. Kita saja sudah begitu terkejut, apalagi para prajurit yang mengejar di luar sana," kata Wira.Wira membersihkan debu di pakaian Mahart dan melanjutkan, "Ada peraturan hierarki yang ketat di Kerajaan Beluana. Para prajurit biasanya nggak akan berani menatap, apalagi menentang Bakti. Aku yakin banyak prajurit yang belum pernah melihat wajah asli Bakti. Kamu bisa memanfaatkan ini untuk menakut-nakuti mereka dan segera pergi dari sini agar nggak mengganggu kita."Dia mengatakan itu untuk memperingatkan Mahart."Baik, aku akan lakukan sesuai perintahmu." Setelah mengatakan itu, Mahart langsung pergi."Dia benar-benar bisa melakukannya? Dia nggak akan ketahuan? Kita nggak bisa
"Dasar sampah nggak berguna! Cepat cari di tempat lain!"Mahart benar-benar mendalami perannnya. Dia terlihat persis dengan Bakti. Sikapnya yang angkuh membuat Agha dan Vion tidak bisa menahan tawa.Sementara itu, orang-orang itu tidak berani menunda-nunda saat melihat Bakti marah. Mereka buru-buru pergi.Setelah orang-orang itu pergi, Mahart mendengus dan berkata, "Aku belum sepenuhnya membentuk karakter yang baik, tapi mereka sudah percaya padaku. Nggak seru sekali.""Sepertinya, ide Agha bisa dicoba. Aku harus menyamar jadi Wira di Dusun Darmadi. Mungkin mereka bakal percaya aku Wira."Agha dan Vion berjalan keluar dari kegelapan. Mereka bertiga punya pendapat yang sama."Bagus! Aku setuju dengan idemu! Kita pergi bersama nanti!""Aku akan memanggilmu kakak supaya orang-orang makin percaya. Mungkin saja, semua kakak ipar nggak tahu kamu Wira palsu."Ketika membayangkan akan mempermainkan orang, Agha bersemangat hingga tersenyum lebar. Vion pun mengangguk karena menyukai hal semacam
Setelah orang-orang keluar, Kepala Desa tiba-tiba berlutut di hadapan Wira. Wira termangu. Dia buru-buru memapah Kepala Desa dan bertanya, "Ada masalah apa?""Aku cuma memberi kalian sedikit uang. Kalian juga menyediakan tempat tinggal dan makanan untukku. Kita nggak saling berutang budi kok. Kamu nggak perlu sesungkan ini kepadaku."Kepala Desa menggeleng sambil menyeka air mata dan ingus. Dia menyahut, "Tuan Wira, aku nggak nyangka aku punya kesempatan untuk bertemu denganmu. Aku merasa sangat beruntung. Kalaupun mati sekarang, aku nggak bakal keberatan."Penyamarannya terbongkar? Ekspresi Wira berubah drastis. Dia menatap Kepala Desa dengan sorot mata penuh waspada. Bagaimana identitasnya bisa ketahuan?Mereka sudah sangat berhati-hati supaya tidak menarik perhatian orang. Siapa sangka, identitas mereka tetap ketahuan.Bagaimanapun, tempat ini adalah Kerajaan Beluana. Jika kabar kedatangan Wira tersebar, bukankah mereka tidak dapat bersembunyi lagi?Bakti dan lainnya tidak akan bera
Apalagi Dusun Darmadi. Orang sekaya Ramath saja ingin tinggal di Dusun Darmadi, apalagi orang lain.Dusun Darmadi yang sekarang jauh lebih makmur daripada kota-kota di luar sana. Semua ini tentu berkat kerja keras Wira dan bawahannya."Itu karena ...." Kepala Desa menghela napas, lalu menggeleng dan berkata, "Putriku yang nggak berguna itu menikah dengan orang sini, makanya aku pindah. Tapi, perang terus terjadi. Aku nggak menemukan putri dan menantuku, jadi akhirnya tinggal di sini.""Kemudian, para pengungsi yang datang kemari makin banyak. Tempat ini perlahan-lahan menjadi desa. Karena aku orang pertama yang tinggal di sini dan usiaku sudah tua, mereka pun memanggilku kepala desa."Ternyata begitu. Setelah mendengar penjelasan Kepala Desa, Wira akhirnya memahami situasinya. Kasihan sekali. Putrinya sudah menikah, tetapi Kepala Desa tidak ingin berpisah darinya. Benar-benar ayah yang baik."Kalian membangun desa ini tanpa persetujuan. Aku nggak melihat plakat di pintu masuk desa. Itu
Wira terkejut. Jangan-jangan Kepala Desa ingin membawa seluruh penduduk pindah ke Provinsi Yonggu?Belakangan ini, Wira terus mengamati situasi di Provinsi Yonggu. Menurut laporan Lucy, ada banyak pengungsi yang memasuki Provinsi Yonggu.Danu mengatur semuanya dengan baik, tetapi kapasitas terbatas. Provinsi Yonggu juga bukan wilayah yang kaya. Jika mereka terus menerima para pengungsi, dia akan membawa beban besar untuk wilayahnya sendiri.Wira merasa cemas, tetapi tidak tahu harus bagaimana menolak permintaan Kepala Desa."Aku tahu kamu punya organisasi hebat yang bisa menyelidiki informasi di seluruh dunia. Bahkan, di Kerajaan Beluana juga terdapat bawahanmu. Aku ingin minta bantuanmu untuk mencari putriku," ucap Kepala Desa sambil menyeka air matanya."Tahun itu, perang terus terjadi. Aku dan istriku meninggalkan Provinsi Lowala. Kami datang ke sini, tapi malah terjadi bencana alam. Istriku mati kelaparan, meninggalkan aku sendiri.""Sebenarnya aku ingin mati bersamanya, tapi aku t
Lucy mengiakan dan keluar. Kepala desa juga tidak mengganggu Wira. Setelah semua beres, dia meninggalkan kamar Wira.Setelah kepala desa pergi, Bahr dan lainnya yang menunggu di luar segera masuk. Bahr menuangkan air untuk diri sendiri, lalu bertanya, "Tuan, kamu kurang kerjaan ya? Untuk apa susah payah mencari putrinya?""Menurut penjelasan Kepala Desa, aku rasa putrinya sudah mati. Entah sudah berapa tahun berlalu. Untuk apa dicari lagi? Apalagi, sepertinya dia bukan anak yang berbakti. Demi menikah, dia sampai mengabaikan keluarganya. Ayahnya sampai begitu cemas. Kalau itu putriku, pasti sudah kuhajar!"Jazali yang duduk di samping hanya diam. Dia tidak tahu seperti apa rasanya punya keluarga karena hidup sebatang kara sejak kecil. Dia hanya menyimak sambil menyeka pedangnya."Ehem, ehem." Wira berdeham. Dia tidak meladeni Bahr karena setiap orang punya pemikiran yang berbeda-beda. Menurut Wira, makin besar kemampuannya, makin besar pula tanggung jawabnya.Karena dirinya punya kemam
"Kenapa begitu? Apa Ihatra ahli pedang?" Jazali tidak akrab dengan Ihatra. Dia hanya tahu Ihatra adalah ahli senjata. Namun, dia belum melihat kemampuan Jazali karena tidak terjadi perang besar selama perjalanan."Ihatra adalah ahli senjata di Gedung Nomor Satu. Pedang termasuk senjata, 'kan?" balas Bahr yang melipat lengannya di depan dada.Bahr dan Ihatra tidak menyukai satu sama lain. Ihatra menggunakan senjata dingin sehingga selalu berdiri di depan layaknya pahlawan. Sementara itu, Bahr menggunakan senjata rahasia. Dia selalu membunuh orang secara diam-diam.Meskipun demikian, kemampuan Bahr tidak bisa diremehkan. Jika keduanya bertarung, entah siapa pemenangnya. Lagi pula, senjata rahasia sangat mematikan, sampai-sampai orang tidak tahu mereka akan mati."Rupanya begitu. Kalau begitu, aku mau berduel dengan Ihatra. Aku mau lihat keterampilan pedang siapa yang lebih hebat," ucap Jazali sambil tersenyum tipis. Dia sudah menyimpan pedangnya sejak tadi."Ada pertunjukan seru dong? Se
Di depan sebuah gunung, tampak Bakti yang memimpin pasukannya dengan ekspresi suram. Sekeliling adalah pegunungan dan hutan di sini sangat lebat. Namun, ini adalah satu-satunya rute ke Provinsi Lowala.Wira dan lainnya membawa banyak barang. Mereka tidak mungkin bisa pergi secara diam-diam. Asalkan berjaga di sini, Bakti yakin bisa menemukan Wira. Ketika saat itu tiba, Wira akan dikepung."Pasang garis pertahanan di sekitar sini. Jangan biarkan siapa pun masuk. Semua pedagang harus diperiksa. Kalau ada yang punya sedikit kemiripan saja dengan Wira, langsung halangi!""Kita nggak boleh melewatkan peluang apa pun! Jangan sampai Wira membawa barang-barang itu ke Provinsi Lowala!" perintah Bakti dengan tegas.Pasukan telah diatur. Banyak yang berjaga di sekitar untuk memastikan tidak terjadi kesalahan sedikit pun.Sementara itu, Bakti mendirikan kemah di sana. Alzam yang mengutusnya untuk menyelesaikan misi ini. Jika gagal, dia mungkin akan dibunuh."Kok Jenderal Bakti di sini? Bukannya di