"Bukankah tadi kamu bilang bosan? Sekarang kesempatanmu sudah datang, kamu bisa menunjukkan kemampuanmu," kata Wira sambil mengambil sepotong kue dan melemparkannya tepat ke kepala Mahart.Mahart baru saja berbaring di tempat tidur pun tiba-tiba membuka matanya. Dia tentu saja mendengar pembicaraan antara Wira dan Lucy karena dia tidak tidur. Dia mengangkut bahu dan berkata dengan ekspresi tak berdaya, "Aku sangat ingin membantumu berperang, tapi kamu tahu aku nggak pandai bertarung di medan perang.""Kemampuanku nggak sebanding dengan Ihatra dan yang lainnya. Kalau aku keluar menghadapi mereka, bukankah itu sama saja kamu menyuruhku mati?"Orang-orang di sekitar pun menatap Wira dengan aneh. Mereka berpikir apakah karena tadi Mahart menentang Wira, sehingga Wira sengaja mencelakai Mahart seperti ini.Namun, itu juga terasa tidak masuk akal. Mereka mengenal Wira belum lama, tetapi mereka tahu kepribadian Wira. Jika Wira begitu pendendam, tidak mungkin ada begitu banyak orang yang inisi
Sikap Mahart yang angkuh langsung membuat semua orang merasa tidak berdaya. Mahart ini benar-benar mudah tersinggung."Uhuk uhuk."Wira pun terbatuk-batuk dan berkata, "Kalian semua jangan mengelilinginya lagi. Kalau Mahart nggak mau kita melihat proses menyamarnya, kita tunggu saja hasil akhirnya. Aku yakin dia nggak akan mengecewakan kita."Semua orang pun tertawa.Waktu pun perlahan-lahan berlalu dan lima belas kemudian, Mahart sudah benar-benar berubah menjadi Bakti. Selain pakaiannya yang berbeda, tidak ada yang bisa membedakan mana yang asli dan palsu. Jika tidak melihatnya dengan mata sendiri, mereka pasti mengira Bakti benar-benar berdiri di depan mereka."Ini ... bagaimana bisa?"Agha pun mendekat dan menyentuh wajah Mahart, lalu menelan ludahnya. "Ternyata asli dan nggak kelihatan ada topeng apa pun. Kak Mahart, cepat beri tahu aku, bagaimana kamu melakukannya? Ajari aku juga!""Kalau aku bisa teknik menyamar, aku akan menyamar menjadi kakakku setelah kembali ke Dusun Darmadi
"Aku nggak peduli, pokoknya aku mau belajar," kata Agha dengan penuh percaya diri. Setelah mendapat tatapan tajam dari Wira, dia baru tidak berani berbicara lagi. Namun, dari tatapannya, terlihat jelas dia masih belum menghapus niatnya itu."Bagus. Sekarang hanya butuh pakaiannya saja, tapi itu hanya hal sepele saja. Kita saja sudah begitu terkejut, apalagi para prajurit yang mengejar di luar sana," kata Wira.Wira membersihkan debu di pakaian Mahart dan melanjutkan, "Ada peraturan hierarki yang ketat di Kerajaan Beluana. Para prajurit biasanya nggak akan berani menatap, apalagi menentang Bakti. Aku yakin banyak prajurit yang belum pernah melihat wajah asli Bakti. Kamu bisa memanfaatkan ini untuk menakut-nakuti mereka dan segera pergi dari sini agar nggak mengganggu kita."Dia mengatakan itu untuk memperingatkan Mahart."Baik, aku akan lakukan sesuai perintahmu." Setelah mengatakan itu, Mahart langsung pergi."Dia benar-benar bisa melakukannya? Dia nggak akan ketahuan? Kita nggak bisa
"Dasar sampah nggak berguna! Cepat cari di tempat lain!"Mahart benar-benar mendalami perannnya. Dia terlihat persis dengan Bakti. Sikapnya yang angkuh membuat Agha dan Vion tidak bisa menahan tawa.Sementara itu, orang-orang itu tidak berani menunda-nunda saat melihat Bakti marah. Mereka buru-buru pergi.Setelah orang-orang itu pergi, Mahart mendengus dan berkata, "Aku belum sepenuhnya membentuk karakter yang baik, tapi mereka sudah percaya padaku. Nggak seru sekali.""Sepertinya, ide Agha bisa dicoba. Aku harus menyamar jadi Wira di Dusun Darmadi. Mungkin mereka bakal percaya aku Wira."Agha dan Vion berjalan keluar dari kegelapan. Mereka bertiga punya pendapat yang sama."Bagus! Aku setuju dengan idemu! Kita pergi bersama nanti!""Aku akan memanggilmu kakak supaya orang-orang makin percaya. Mungkin saja, semua kakak ipar nggak tahu kamu Wira palsu."Ketika membayangkan akan mempermainkan orang, Agha bersemangat hingga tersenyum lebar. Vion pun mengangguk karena menyukai hal semacam
Setelah orang-orang keluar, Kepala Desa tiba-tiba berlutut di hadapan Wira. Wira termangu. Dia buru-buru memapah Kepala Desa dan bertanya, "Ada masalah apa?""Aku cuma memberi kalian sedikit uang. Kalian juga menyediakan tempat tinggal dan makanan untukku. Kita nggak saling berutang budi kok. Kamu nggak perlu sesungkan ini kepadaku."Kepala Desa menggeleng sambil menyeka air mata dan ingus. Dia menyahut, "Tuan Wira, aku nggak nyangka aku punya kesempatan untuk bertemu denganmu. Aku merasa sangat beruntung. Kalaupun mati sekarang, aku nggak bakal keberatan."Penyamarannya terbongkar? Ekspresi Wira berubah drastis. Dia menatap Kepala Desa dengan sorot mata penuh waspada. Bagaimana identitasnya bisa ketahuan?Mereka sudah sangat berhati-hati supaya tidak menarik perhatian orang. Siapa sangka, identitas mereka tetap ketahuan.Bagaimanapun, tempat ini adalah Kerajaan Beluana. Jika kabar kedatangan Wira tersebar, bukankah mereka tidak dapat bersembunyi lagi?Bakti dan lainnya tidak akan bera
Apalagi Dusun Darmadi. Orang sekaya Ramath saja ingin tinggal di Dusun Darmadi, apalagi orang lain.Dusun Darmadi yang sekarang jauh lebih makmur daripada kota-kota di luar sana. Semua ini tentu berkat kerja keras Wira dan bawahannya."Itu karena ...." Kepala Desa menghela napas, lalu menggeleng dan berkata, "Putriku yang nggak berguna itu menikah dengan orang sini, makanya aku pindah. Tapi, perang terus terjadi. Aku nggak menemukan putri dan menantuku, jadi akhirnya tinggal di sini.""Kemudian, para pengungsi yang datang kemari makin banyak. Tempat ini perlahan-lahan menjadi desa. Karena aku orang pertama yang tinggal di sini dan usiaku sudah tua, mereka pun memanggilku kepala desa."Ternyata begitu. Setelah mendengar penjelasan Kepala Desa, Wira akhirnya memahami situasinya. Kasihan sekali. Putrinya sudah menikah, tetapi Kepala Desa tidak ingin berpisah darinya. Benar-benar ayah yang baik."Kalian membangun desa ini tanpa persetujuan. Aku nggak melihat plakat di pintu masuk desa. Itu
Wira terkejut. Jangan-jangan Kepala Desa ingin membawa seluruh penduduk pindah ke Provinsi Yonggu?Belakangan ini, Wira terus mengamati situasi di Provinsi Yonggu. Menurut laporan Lucy, ada banyak pengungsi yang memasuki Provinsi Yonggu.Danu mengatur semuanya dengan baik, tetapi kapasitas terbatas. Provinsi Yonggu juga bukan wilayah yang kaya. Jika mereka terus menerima para pengungsi, dia akan membawa beban besar untuk wilayahnya sendiri.Wira merasa cemas, tetapi tidak tahu harus bagaimana menolak permintaan Kepala Desa."Aku tahu kamu punya organisasi hebat yang bisa menyelidiki informasi di seluruh dunia. Bahkan, di Kerajaan Beluana juga terdapat bawahanmu. Aku ingin minta bantuanmu untuk mencari putriku," ucap Kepala Desa sambil menyeka air matanya."Tahun itu, perang terus terjadi. Aku dan istriku meninggalkan Provinsi Lowala. Kami datang ke sini, tapi malah terjadi bencana alam. Istriku mati kelaparan, meninggalkan aku sendiri.""Sebenarnya aku ingin mati bersamanya, tapi aku t
Lucy mengiakan dan keluar. Kepala desa juga tidak mengganggu Wira. Setelah semua beres, dia meninggalkan kamar Wira.Setelah kepala desa pergi, Bahr dan lainnya yang menunggu di luar segera masuk. Bahr menuangkan air untuk diri sendiri, lalu bertanya, "Tuan, kamu kurang kerjaan ya? Untuk apa susah payah mencari putrinya?""Menurut penjelasan Kepala Desa, aku rasa putrinya sudah mati. Entah sudah berapa tahun berlalu. Untuk apa dicari lagi? Apalagi, sepertinya dia bukan anak yang berbakti. Demi menikah, dia sampai mengabaikan keluarganya. Ayahnya sampai begitu cemas. Kalau itu putriku, pasti sudah kuhajar!"Jazali yang duduk di samping hanya diam. Dia tidak tahu seperti apa rasanya punya keluarga karena hidup sebatang kara sejak kecil. Dia hanya menyimak sambil menyeka pedangnya."Ehem, ehem." Wira berdeham. Dia tidak meladeni Bahr karena setiap orang punya pemikiran yang berbeda-beda. Menurut Wira, makin besar kemampuannya, makin besar pula tanggung jawabnya.Karena dirinya punya kemam