Dalam sekejap, ekspresi Sucipto berubah menjadi muram. Dia segera bangkit dan berjalan ke depan kepala pelayan itu, lalu berkata dengan dingin, "Apa yang sebenarnya telah terjadi? Ini adalah ibu kota, wilayahku. Siapa yang berani menyentuh putraku? Bagaimana keadaan putraku sekarang?"Ternyata, semua yang ada di dalam mimpi Sucipto menjadi kenyataan.Kepala pelayan itu segera menyeka keringat di keningnya dan berkata, "Selama seminggu ini, Tuan Tengku selalu berada di Rumah Bordil Clematis. Tapi, saat kami baru tiba di sana, kami baru tahu Tuan Tengku sudah meninggalkan tempat itu di tengah malam dan dia juga minum banyak arak. Jadi, kami mengikuti jejak Tuan Tengku sepanjang jalan.""Setelah menyelidikinya, kami mendapat kabar Tuan Tengku dimasukkan ke dalam karung oleh beberapa orang misterius saat semalam Tuan Tengku melewati gang. Kemungkinan besar, sekarang dia sudah dibawa ke luar kota ...."Saat mengatakan kalimat terakhir, volume suara kepala pelayan itu menjadi sangat kecil.K
Bagi Biantara dan lainnya, uang hanyalah sebuah nominal. Mereka tidak peduli pada uang. Ketika melihat dirinya diabaikan, Tengku pun ketakutan hingga pipis di celana. Dia berteriak dengan suara nyaring, "Sebenarnya siapa kalian?""Berisik!" maki Biantara dengan tidak sabar. Sementara itu, pria di samping mengambil kain putih untuk menyumpal mulut Tengku."Gimana kalau kita potong lidahnya supaya dia nggak bisa bersuara lagi? Dia memang bising sekali!" usul pria itu.Selain Biantara, orang lainnya pun mengangguk sebagai tanda setuju. Jaringan mata-mata tersebar di seluruh dunia, ditambah lagi mereka telah menyusup ke ibu kota. Mana mungkin mereka tidak tahu perbuatan para anak orang kaya ini?Jaringan mata-mata tahu semua gerak-gerik Tengku. Kalau bukan karena Tengku masih bernilai, jaringan mata-mata pasti sudah mengambil tindakan untuk membunuhnya sejak awal!Tengku ketakutan dan tidak berani bersuara lagi. Dia meringkuk di pojok dengan gemetaran. Sorot matanya dipenuhi kepanikan!Kin
"Singkirkan kain di mulutnya," perintah Wira sambil menunjuk Tengku.Beberapa bawahan di belakang bergegas maju untuk melaksanakan perintah. Kemudian, Tengku menatap Leli dan memohon, "Nona, tolong aku! Aku rakyat Kerajaan Nuala! Ada darah yang sama mengalir di tubuh kita!""Heh!" Leli terkekeh-kekeh sinis. Justru dia ingin sekali membunuh Tengku. Begitu melihat Tengku, amarahnya bahkan makin berkecamuk.Kerajaan Nuala bisa menjadi seperti ini karena ayah Tengku, Sucipto. Gara-gara Sucipto, Osman pun harus bersembunyi di Kota Hanoe. Jadi, bagaimana mungkin Leli mengampuni putra dari pendosa?Namun, akal sehat memberi tahu Leli untuk menahan diri. Sekarang satu-satunya kelemahan Sucipto adalah Tengku. Selama Tengku berada di tangan mereka, posisi mereka akan lebih unggul! Ketika berhadapan dengan Sucipto, peluang menang mereka pun akan lebih besar!"Menolongmu? Otakmu sudah rusak ya? Kamu tahu perbuatan ayahmu? Kamu kira aku nggak tahu perbuatanmu? Orang sepertimu seharusnya dibunuh sej
Bawahan lainnya berpencar untuk mengepung kuil. Mereka mengawasi sekeliling dengan cermat agar tidak terjadi kesalahan.Kini, jumlah mereka kurang dari 100 orang. Jika Sucipto berhasil melacak lokasi mereka dan mereka tidak sempat membuat persiapan, takutnya akibatnya akan sangat fatal.Apalagi, Wira ada di sini sekarang. Sekalipun mereka harus mati, nyawa Wira tidak boleh terancam sedikit pun. Jika tidak, mereka hanya akan dihujat habis-habisan di Provinsi Lowala."Tuan, apa rencanamu selanjutnya? Tengku sudah ditangkap. Apa kita akan mencari Sucipto untuk bernegosiasi dengannya?" tanya Biantara yang berdiri di samping Wira.Wira menggeleng sambil menyahut, "Kalau Sucipto tahu Tengku ada di tangan kita, dia pasti akan menyerang Kota Hanoe tanpa khawatir terjadi perang. Bagaimanapun, dia cuma punya 1 anak. Dia sangat menyayangi anaknya itu."Wira terkekeh-kekeh. Biantara bertanya dengan heran, "Kalau begitu, apa tujuan kita menangkap Tengku? Cuma untuk menakuti Tengku? Selain itu, Suci
Sore itu juga, Biantara mengutus orang untuk mengantar surat. Saat ini, surat itu sudah sampai di tangan Sucipto.Sejak mendengar kabar tentang penculikan Tengku, Sucipto benar-benar cemas dan terus menunggu kabar di rumah.Namun, semua kabar yang didapatkannya sungguh mengecewakan. Tidak ada yang menemukan petunjuk tentang hilangnya Tengku."Dasar sampah! Kalian semua nggak berguna! Orang itu sampai mengirim surat kepadaku! Dia jelas-jelas menantangku! Kalian malah nggak menemukan lokasi mereka sejak tadi! Apa gunanya aku menggaji kalian!" maki Sucipto.Sucipto sudah membaca surat itu. Saat ini, dia sibuk memaki para bawahannya itu. Pada saat yang sama, pasukan yang diutus ke luar kota pun mendapat perintah untuk kembali.Karena musuh berani mengirim surat, itu artinya mereka sudah bersembunyi dengan baik sehingga tidak mudah untuk ditemukan. Selain itu, Tengku jelas ada di tangan mereka.Jika masih mengutus pasukan untuk mencari, musuh pasti akan makin berwaspada. Begitu mereka memut
Sepuluh uang emas tidak ada apa-apanya bagi para wakil jenderal ini. Namun, bagi prajurit, uang itu lebih besar daripada gaji mereka selama 3 tahun.Kali ini, Sucipto benar-benar bermurah hati. Apalagi, dia membagikannya sebelum misi selesai. Ini tentu akan menjadi godaan besar untuk para prajurit.....Di dalam kuil, Wira dan lainnya menunggu dengan sabar. Meskipun sudah memberi tahu Sucipto lokasinya, tempat itu bukan lokasi sebenarnya. Ada orang yang berjaga di sana untuk memastikan Sucipto tidak melanggar kesepakatan.Jika jumlah pasukan yang dibawa Sucipto lebih dari 100 orang, Wira akan memberinya pelajaran. Jika sebaliknya, Wira akan langsung berperang dengannya dan menghabisi Sucipto."Tuan, kenapa kamu menyuruh Sucipto membawa 100 orang kemari? Bukankah lebih bagus kalau menyuruhnya datang sendirian?" tanya Biantara.Wira terkekeh-kekeh dan menggeleng. "Kamu kira Sucipto bodoh? Kalau suruh dia datang sendirian, mana mungkin dia mau? Nyawa anaknya memang penting, tapi nyawanya
Seratus orang ini adalah prajurit elite Sucipto. Ditambah lagi dengan beberapa wakil jenderal yang mengikutinya, Sucipto pun merasa sangat aman.Namun, setelah Sucipto dan lainnya meninggalkan kota, Izhar pulang ke rumahnya dan memanggil kepala pelayan, "Cepat berkemas! Kita akan pergi ke luar kota dan meninggalkan tempat ini!"Begitu mendengarnya, kepala pelayan pun tertegun. Kemudian, dia bertanya, "Tuan, kenapa kita harus pergi? Kalau semua berjalan sesuai rencanamu, kamu bisa menjadi penguasa Kerajaan Nuala."Istri Izhar juga bergegas menghampiri saat mendengar instruksi ini. Dia menatap Izhar dengan bingung. Dia tahu Izhar adalah orang yang sangat berwaspada sehingga tidak akan memberi perintah seperti ini tanpa alasan. Jangan-jangan ....Sikap Izhar tampak sangat tegas. Kepala pelayan dan istri Izhar bertatapan dengan cemas. Meskipun merasa enggan, mereka tetap mengangguk menyetujui.Izhar duduk di ruang tamu sambil menyaksikan bawahannya sibuk berkemas. Hatinya diliputi kesediha
Wira duduk di tangga batu depan pintu. Dia memandang ke kejauhan sambil bertanya dengan nada datar, "Mereka sudah di mana?"Biantara yang berdiri di samping segera menyahut, "Sucipto dan 100 bawahannya sedang menuju kemari. Mereka semua menunggang kuda dengan kecepatan tertinggi. Menurut perkiraanku, mereka akan tiba dalam waktu kurang dari sejam. Sudah saatnya kita membuat persiapan."Saat ini, sekeliling kuil telah dipasang perangkap. Hanya saja, orang biasa tidak akan bisa melihatnya. Hutan tetap tenang seperti biasanya!Namun, tidak ada yang tahu bahwa Wira telah memiliki niat membunuh kepada Sucipto. Asalkan Sucipto menginjakkan kakinya di sini, jangan harap dia bisa selamat!"Segera kabari Jenderal Trenggi, suruh dia bersiap-siap untuk menjalankan rencana," perintah Wira.Terdapat banyak lapisan dalam rencana yang disusun oleh Wira. Bisa dilihat, Wira telah melakukan persiapan yang sangat matang."Baik!" Biantara mengiakan, lalu segera mengirim surat untuk mengabari Trenggi. Deng