"Nusa?" tanya Wira dengan bingung."Benar, dia orang kepercayaan Ratu. Dia yang mengurus kehidupan Ratu. Meskipun masih muda, dia sangat cermat dalam mengurus sesuatu. Makanya, Ratu mengizinkan Nusa mengikutinya.""Waktu Ratu wafat, Nusa sudah hilang. Aku kira dia dibunuh, tapi ternyata bersembunyi dan menjadi mata-mata. Asalkan menemukan Nusa, kita bisa berbicara dengan Pangeran," ujar Leli dengan tegas.Karena bersembunyi di kegelapan, mereka harus sangat berhati-hati dalam bertindak agar tidak ketahuan. Dengan begitu, Sucipto dan Izhar baru akan melonggarkan kewaspadaan mereka."Benar. Tapi, Nusa ini sangat berwaspada, 'kan? Dia juga sangat berhati-hati saat datang waktu itu. Sepertinya sulit untuk melacak lokasinya. Kamu tinggal lama di istana. Ada teman baik di sana nggak? Kita mungkin bisa memanfaatkannya untuk sementara waktu," kata Wira sambil menatap Leli dan menunggu responsnya.Leli menggeleng dengan tidak berdaya, lalu menyahut, "Ratu paling nggak suka melihat orang-orang m
"Kerajaan Nuala memang kacau. Siapa pun yang terlibat akan kerepotan sendiri. Nggak ada yang bisa meredakan kekacauan ini, bahkan diri sendiri mungkin akan terkena masalah," gumam Wira."Kamu membantu Nona Leli bukan karena dia cantik, 'kan?" tanya Thalia tiba-tiba sambil mengamati Wira dengan penasaran.Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Kenapa pikiranmu sempit sekali? Kamu kira aku bisa jatuh hati pada semua wanita? Aku melakukan semua ini tentu karena punya tujuan.""Coba kamu pikirkan. Kalau Baris menjadi boneka Sucipto dan Izhar, keduanya yang akan menjadi penguasa Kerajaan Nuala. Sekarang kami bertiga punya perselisihan besar. Kalau mereka memegang kuasa, bukankah mereka akan mencari masalah denganku?" jelas Wira.Setelah mendengarnya, Thalia sontak memahami semuanya. Sepertinya, memang pikirannya yang terlalu sempit.Wilayah yang dikuasai Wira dan Kerajaan Nuala merupakan suatu kesatuan. Jika perang terjadi dan Wira menang, dia tetap akan menderita kerugian. Ini bukan hasil yang
"Nggak usah lama-lama, malam ini saja," sahut Wira sambil tersenyum. Kemudian, dia mengambil cangkir teh sambil memandang ke kejauhan.Malam ini ditakdirkan untuk menjadi malam tanpa tidur.Di sisi lain, Leli mengendarai kudanya menuju ke kemah. Waktu adalah segalanya. Jika ingin Osman segera terlepas dari bahaya, dia harus menemukan seseorang yang bisa membantu mereka secepat mungkin.Dengan demikian, mereka baru bisa menyingkirkan Sucipto dan Izhar, juga meredakan kekacauan di Kerajaan Nuala.....Malam akhirnya tiba. Wira menuju ke gerbang istana. Karena dipaksa Thalia dan Agha, Wira akhirnya mengizinkan mereka ikut. Dia cukup terharu melihat kesetiaan mereka.Meskipun telah mengatur semuanya, hal-hal tak terduga mungkin tetap akan terjadi. Ketika saat itu tiba, mereka bertiga mungkin tidak akan bisa meninggalkan Kerajaan Nuala. Meskipun memahami semua ini, Thalia dan Agha tetap memilih untuk mengikuti Wira."Kalian sudah yakin?" tanya Wira saat mereka sudah dekat dengan istana."Se
"Jadi? Kamu kira kita ini maling? Aku akan membawa Osman keluar secara terang-terangan! Aku yakin mereka nggak berani macam-macam padaku," ujar Wira dengan penuh percaya diri.Thalia dan Agha bertatapan dengan heran. Mereka tidak bisa menebak isi pikiran Wira, tetapi hanya bisa mengikutinya.Segera, mereka sampai di depan gerbang istana. Pengawal yang berjaga sontak menjulurkan tombak untuk menghalangi jalan mereka. Salah satunya berkata dengan tidak sabar, "Istana bukan tempat umum. Pergi sana!""Kalian bawahan Sucipto?" Wira tidak peduli dengan sikap mereka, melainkan menyeringai.Ketika mendengar Wira menyebut nama Sucipto, sikap kedua pengawal itu berubah drastis. Mereka mengira Wira punya hubungan dengan Sucipto. Lagi pula, tidak ada yang berani menyebut nama Sucipto secara langsung."Tuan, siapa kamu? Apa hubunganmu dengan Jenderal Sucipto?" tanya salah satu pengawal.Wira menyahut dengan nada datar, "Kalau dia tahu aku datang, dia pasti langsung menyambutku. Kabari saja dia, bil
"Aku melepaskanmu sebelumnya karena statusmu. Rajaku baru naik takhta. Sebagai jenderal, aku tentu nggak ingin ada perang yang terjadi. Tapi, kamu terus ikut campur urusan negaraku. Apalagi urusan internal negaraku sudah beres, aku nggak mungkin terus menoleransimu.""Wira, hari ini kamu membuat perhitungan yang salah! Aku nggak akan melepaskanmu! Sekalipun orang-orangmu datang, kami akan menyambut dengan perang. Aku justru ingin lihat, bawahanmu lebih hebat atau pasukanku!"Sucipto melontarkan setiap patah kata dengan dingin. Tatapannya dipenuhi niat membunuh. Dia sudah lama menunggu hari ini. Sebelumnya dia mengutus Aris untuk menyerang Wira, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Sepertinya, dia harus turun tangan sendiri!"Sebelum kamu menyerangku, biar kutanya dulu, kamu yang mengutus Aris membunuhku?" tanya Wira."Benar! Memang aku yang mengutus Aris! Aku menyuruhnya membunuhmu!" sahut Sucipto dengan lantang.Saat berikutnya, Izhar menghampiri dan melambaikan tangan
"Jangan bicara omong kosong! Cepat turuti perintah suamiku! Suruh Pangeran Osman keluar dan temui kami! Kalau nggak, kami akan memberi sinyal lagi sebagai peringatan untuk kalian! Kami bisa membuat kota kalian hancur!""Bukan hanya kalian yang akan mati di sini, tapi istana kalian yang megah juga akan luluh lantak! Ini kehebatan dari mesiu!" seru Thalia dengan lantang.Wira sudah pernah memperlihatkan kehebatan Meriam Darmadi saat di medan tempur. Belum lagi senapan yang diciptakan Wira, semua orang tentu tahu betapa mengerikannya mesiu. Tidak mungkin ada yang berani mengusik Wira.Sekelompok prajurit itu pun berdiam di tempat masing-masing. Meskipun mereka pemberani dan setia, mereka punya keluarga yang harus dihidupi. Keluarga mereka bahkan tinggal di kota ini.Jika Wira tidak berbohong, itu artinya keluarga mereka akan terlibat jika mereka bertindak gegabah. Ketika saat itu tiba, mereka hanya akan menyesal.Ketika melihat para prajurit mulai goyah, Sucipto menggertakkan giginya dan
Di sebuah tempat di ibu kota, Biantara dan Leli tampak berdiri bersama sambil menatap ke arah istana.Tadi, mereka yang memicu ledakan setelah mendapat sinyal. Namun, ledakannya tidak terlalu kuat. Jika situasi tidak mendesak, Biantara tidak akan menyalakan semua bahan peledak supaya tidak ada korban.Di sisi lain, Wira sedang bertaruh. Jika keadaan benar-benar kritis, mereka baru akan meledakkan semuanya."Menurutmu, mereka akan melepaskan Pangeran Osman nggak?" tanya Leli yang merasa cemas. Sebenarnya Leli ingin mengikuti Wira, tetapi Wira menolak karena khawatir dia bertindak gegabah. Namun, dia harus menuruti Wira untuk sekarang agar tidak merusak rencana."Aku juga nggak bisa memastikan. Tapi, Sucipto dan Izhar nggak akan berani mengambil risiko. Meskipun mereka merasa Tuan Wira berbohong, para prajurit nggak akan berani macam-macam. Kita lihat saja nanti. Tuan Wira sudah pernah melewati situasi yang lebih parah dari ini," sahut Biantara.Biantara juga merasa gugup, tetapi tidak b
Kalaupun Sucipto berkesempatan mengambil alih posisi Baris, dia hanya akan dikritik oleh publik. Ini akan sangat merepotkan nantinya!"Wira, kamu cuma bilang mau bertemu Pangeran Osman. Sekarang kamu sudah melihatnya. Kenapa aku harus mengizinkanmu membawanya pergi? Pangeran Osman adalah Pangeran Kerajaan Nuala. Di masa sulit seperti ini, kami nggak akan membiarkanmu membawanya pergi sekalipun harus mati!" pekik Sucipto.Sucipto maju selangkah dan menyentuh pedang di pinggangnya. Jelas sekali, dia sudah siap untuk bertarung.Wira memang bisa memberi sinyal kepada bawahannya. Namun, Sucipto bisa membunuhnya sebelum dia sempat memberi sinyal apa pun. Kemudian, dia akan menyuruh prajurit menggeledah kota untuk menemukan kaki tangan Wira. Meskipun berisiko, ini adalah cara terbaik untuk sekarang."Sepertinya kamu memang nggak bakal kapok sebelum diberi pelajaran." Wira menggeleng sambil tersenyum sinis. Kemudian, dia mengeluarkan kembang api dan menggoyangkannya di depan Sucipto.Sucipto m
Dalam sejarah, para jenderal perang yang menggunakan trisula sangatlah langka. Ini karena satu trisula setidaknya memiliki berat sekitar 90 kilogram. Orang yang mampu mengayunkan senjata semacam ini sudah pasti sangat ganas dan kuat.Di bawah komando Wira, selain Agha yang menggunakan palu berat dengan kedua tangan, tak ada orang lain yang mampu menggunakan senjata berat semacam ini.Dari sini pula bisa dilihat bahwa Zaki, yang disebut sebagai salah satu tangan kanan Bimala, jelas bukan seseorang yang hanya memiliki nama besar tanpa kekuatan nyata.Wakil jenderal yang mengikuti Zaki tersenyum tipis setelah mendengar kabar itu. Dia menangkupkan tangan dan berkata, "Jenderal, aku nggak setuju. Bertempur seperti ini jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Kita nggak bisa terus bersembunyi di dalam suku sambil bermain intrik dengan mereka yang bermuka dua."Zaki mendengus dingin dan berkata, "Siapa pun yang berani bermain intrik denganku akan langsung kusingkirkan dengan t
"Apa?" Wira langsung terkejut dan berpikir mengapa bisa muncul masalah merepotkan seperti ini pada saat krisis ini. Jika para pengungsi ini benar-benar nekat, kekuatan mereka tidak akan jauh berbeda dengan orang biasa. Namun, saat ini mereka sedang bersiap melawan pasukan utara, kehadiran orang-orang ini bisa menjadi faktor yang sangat tidak stabil.Setelah berpikir sejenak, Wira pun memerintah tanpa ragu, "Tutup gerbang kota dan jangan membiarkan para pengungsi itu keluar dulu. Selain itu, buka gudang persediaan dan bagikan makanannya, sebisa mungkin menenangkan para pengungsi itu. Pada saat seperti ini, kita nggak boleh menghadapi masalah seperti ini."Wira berkata dengan ekspresi muram setelah berhenti sejenak, seolah-olah merasa tidak tenang, "Kalau masih ada yang nggak tahu diri, beri tahu Jenderal Trenggi bahwa dia berhak menentukan hidup dan mati mereka. Tapi, itu hanya untuk menakut-nakuti saja, jangan sampai terlalu kejam.""Baik," jawab mata-mata itu.....Di sekitar Dataran
Setelah terdiam cukup lama, Nafis mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau mereka melewati jalur cabang ini, mereka akan berputar jauh. Dengan begitu, mereka akan menghindari Dataran Haloam dan laju mereka akan menjadi sangat lambat."Wira juga menganggukkan kepala karena memang ini yang dikhawatirkannya.Beberapa saat kemudian, Arhan memberi hormat dan berkata, "Tuan Wira, aku punya ide, tapi aku nggak tahu apa ini bisa berhasil."Wira tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu matanya bersinar sebagai isyarat agar Arhan melanjutkan perkataannya. Sejak Arhan memimpin pasukannya untuk mengikutinya, Arhan tidak banyak berbicara. Sekarang kesempatan itu sudah datang, dia tentu saja ingin mendengar lebih banyak pemikiran Arhan.Setelah memberi hormat, Arhan menunjuk pada peta dan berkata, "Tuan, coba lihat di sini. Kalau mereka melalui jalur cabang dari Dataran Haloam, mereka akan melewati gunung berbatu. Aku berniat untuk menempatkan pasukan kecil di sini untuk memaksa mereka meng
Sekelompok pasukan keluarga dari gerbang utara dengan sangat bersemangat dan langsung menuju Dataran Haloam dan Hutan Bambu Mayu.Begitu tiba di Hutan Bambu Mayu, Wira segera mulai membagi pasukannya sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Hutan ini sangat lebat, sehingga orang yang berjalan di luar tidak akan mengetahui ada orang yang bersembunyi di dalamnya.Selain itu, celah-celah di dalam Hutan Bambu Mayu ini juga cukup lebar dan daerah penyangga yang luasnya beberapa mil. Jangankan tiga ribu Pasukan Harimau yang dipimpin Wira sekarang, mereka juga tetap bisa bersembunyi sepenuhnya jika ditambah dua ribu Pasukan Harimau lagi.Saat Agha dan Latif bersiap untuk memimpin sepuluh ribu prajurit itu berangkat, Latif maju dan berkata, "Tuan, apa perlu kami meninggalkan beberapa prajurit untuk kalian?"Setelah berpikir sejenak, Wira perlahan-lahan berkata, "Nggak perlu, ingat untuk menggunakan mata-mata sebaik mungkin. Kamu dan Agha harus membagi tugas, jangan terus berkumpul bersama. Pas
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi