Satu jam kemudian, di dalam kediaman Pangeran Osman. Wira dan yang lainnya sudah kembali ke kediaman itu dan saat ini sedang duduk di aula utama. Pelayan sudah menyiapkan kue dan teh, tetapi semuanya malah tidak berselera makan dan suasananya jelas agak menekan. Saat ini, situasi di istana kerajaan tidak jelas dan penjaga istana pun semuanya sudah dikendalikan Sucipto, bahkan ada pasukan Sucipto juga di luar kota. Bisa dibilang, mereka terjepit dari dua arah. Mereka yakin situasinya akan segera kehilangan kendali."Tuan Wira, tadi pagi aku dengar kamu sudah keluar kota. Aku pikir kamu sudah pergi dari ibu kota, tapi nggak disangka kamu malah kembali lagi ke sini. Meskipun aku merasa terharu, Tuan Wira juga harusnya sudah tahu sekarang ibu kota ini adalah tempat yang berbahaya. Sedikit kesalahan saja kamu akan kehilangan nyawamu. Seperti kejadian tadi, kalau kamu ditangkap kedua pengkhianat itu, nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Bahkan aku pun nggak berani memikirkan konsekuens
Untungnya, Wira dan Leli bergerak dengan cepat untuk menopang Osman dari sebelah kiri dan kanan."Pangeran, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Leli dengan cemas.Wira juga berkata, "Pangeran, wafatnya Ratu memang menyedihkan, tapi sekarang masih ada yang lebih penting yang harus dilakukan. Kita harus segera masuk ke dalam istana. Ratu bukan penguasa yang nggak bijaksana. Sebelum meninggal, dia pasti sudah menulis surat wasiat. Kita harus melihat surat wasiat itu. Kalau Ratu menetapkan kamu sebagai Raja, kita tentu saja harus mendukungmu untuk naik takhta. Tapi, bagaimana kalau Sucipto dan Izhar diam-diam mengubah surat wasiat itu?"Wira segera menganalisis situasinya. Semua orang juga terus menganggukkan kepala setuju. Memang benar, situasi saat ini sangat buruk, bukan saatnya untuk mereka bersedih."Baiklah, aku akan segera masuk ke dalam istana. Meskipun diberi nyali, aku yakin mereka juga nggak akan berani mengubah surat wasiat. Itu adalah kejahatan dengan hukuman mati sembilan ketur
"Kalian ...," kata Osman yang marah sampai wajahnya pucat.Setelah menunjuk pada pemimpin pengawal kerajaan yang berbicara sejenak, Osman menggertakkan gigi dan berkata, "Dia adalah pejabat, aku adalah pangeran. Kalian malah mendengar perintahnya, tapi nggak mematuhi perintahku. Apa kalian nggak menghormatiku sebagai pangeran?"Para pengawal kerajaan itu menundukkan kepala dan tak berbicara, tetapi mereka tetap tidak memberikan jalan."Pangeran, sepertinya kamu nggak perlu berbicara terlalu banyak dengan mereka. Mereka ini bawahan Sucipto dan sekarang mereka juga sudah masuk ke Keluarga Radifan. Mereka sudah lupa siapa pemilik kerajaan ini yang sebenarnya," kata Wira dengan nada sinis sambil menyilangkan tangannya di dada.Sudut mulut Osman berkedut beberapa kali dan tetap tidak berbicara. Ibundanya baru saja wafat, situasinya sudah menjadi tak terkendali seperti ini. Jika dibiarkan lebih lama lagi, kerajaan ini mungkin benar-benar akan berganti kekuasaan. Sungguh menyebalkan!"Apa aku
Setelah menyusun dengan begitu terperinci, ternyata masih terjadi hal di luar dugaan mereka.Izhar memicingkan matanya. Seperti yang diduga Wira, dekret sudah ditulis oleh Jihan. Osman barulah pewaris takhta. Alasan Izhar dan Sucipto menyusun semua ini yaitu agar para menteri tidak melihat dekret tersebut.Dengan demikian, Baris baru bisa mewarisi takhta. Sayangnya, rencana mereka gagal. Untungnya, situasi berada di dalam kendali mereka. Sekalipun Wira memiliki kemampuan luar biasa, dia mungkin tidak sanggup mengungkapkan kebenarannya."Pengawal! Segera tangkap para pemberontak ini!" perintah Sucipto. Saat berikutnya, para pengawal menyerbu untuk mengepung Wira dan lainnya."Buka mata kalian lebar-lebar! Aku Osman, Pangeran Besar! Kalian berani mendengar perintah Sucipto dan melawanku?" bentak Osman.Para pengawal bertatapan. Meskipun merasa ragu, tidak ada satu pun yang mundur. Bagaimanapun, token militer ada di tangan Sucipto! Sucipto memegang kuasa untuk memobilisasi pasukan Kerajaa
Detik berikutnya, Osman menerjang ke depan. Jelas, dia ingin merebut dekret itu dari tangan Sucipto! Asalkan isi dekret itu diumumkan, kebenaran akan langsung terungkap!"Pangeran! Jangan mendesakku!" tegur Sucipto. Osman hanya seorang cendekiawan yang tidak pernah terjun ke medan perang. Mana mungkin orang sepertinya sanggup melawan Sucipto?Sucipto langsung menyimpan dekret itu, lalu mundur untuk menjaga jarak dengan Osman. Para pengawal yang berdiri di sebelah segera maju untuk mengepung Osman. Jelas, mereka tidak lagi menghormati Osman."Makin menarik saja," gumam Wira yang berdiri di belakang Osman sambil menyipitkan mata. Wira sudah bertemu banyak pengkhianat, tetapi tidak pernah ada yang seangkuh Sucipto sampai berani menyatakan perang dengan seorang pangeran, bahkan melakukannya di depan aula berkabung Ratu."Ibuku begitu menghormatimu, tapi kamu malah melakukan pengkhianatan seperti ini. Kamu telah mengecewakan ibuku!" bentak Osman yang murka hingga hampir memuntahkan darah. D
"Apa yang kamu lakukan?" Wira segera meraih pergelangan tangan Leli saat melihatnya hendak maju."Kamu boleh nggak peduli, tapi aku nggak akan membiarkan Pangeran Osman dikurung begitu saja. Meskipun harus mati hari ini, aku tetap akan melindunginya dan menyingkirkan para pengkhianat!" sahut Leli.Wira menegur, "Kamu rasa tindakanmu ini sudah cukup untuk menunjukkan kesetiaanmu? Gunakan otakmu dengan baik. Kamu nggak bisa menilai situasi? Izhar dan Sucipto bukan cuma ingin Baris menjadi boneka mereka, tapi juga sudah menghasut orang-orang.""Kita nggak bisa apa-apa untuk sekarang. Kita harus memikirkan strategi baru untuk menjamin keselamatan Osman. Kalau bertindak gegabah, kamu cuma akan mati sia-sia. Osman akan mengerti setelah bebas nanti."Setelah dibujuk oleh Wira, Leli baru menahan diri untuk tidak bertindak gegabah. Meskipun begitu, dia tetap menatap Sucipto dengan penuh kebencian."Ehem, ehem." Wira berdeham untuk menarik perhatian Sucipto dan Izhar. "Karena masalah sudah seles
"Kalau begitu, jangan salahkan kami bertindak lancang," sahut Sucipto setelah terkekeh-kekeh. Kemudian, dia melambaikan tangan kepada prajurit di belakang dan memerintahkan, "Tangkap Leli, tapi jangan sampai melukai Tuan Wira dan teman-temannya."Terdengar sangat baik hati! Namun, Wira menggenggam tangan Leli dengan erat. Jelas, dia tidak berniat menyerahkan Leli kepada mereka!Leli berada di pihak Osman, apalagi menemani Osman menerobos masuk ke istana. Dia jelas sudah melampaui batas toleransi Izhar dan Sucipto. Apabila meninggalkannya di istana, itu artinya Wira membiarkannya mati.Izhar dan Sucipto memang tidak berani melukai Osman, tetapi mereka bisa membunuh Leli. Orang-orang memang mengetahui niat jahat mereka, tetapi mereka hanya butuh alasan untuk mengakhiri hidup Leli.Wira tentu tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Ketika sekelompok prajurit itu hendak beraksi, kembang api tiba-tiba mekar di langit. Perubahan mendadak ini membuat semua orang termangu. Sucipto memicingkan m
Setelah bertatapan, semuanya mengacungkan jempol kepada Wira. Saat ini, Thalia akhirnya mengerti mengapa ada begitu banyak wanita yang menemani di sisi Wira. Pria ini benar-benar memberi rasa aman kepada mereka."Kenapa kamu nggak membawa Pangeran Osman pergi juga?" tanya Leli.Wira melambaikan tangan dan menyahut, "Aku tentu ingin membawanya, tapi kamu juga melihat semenakutkan apa ambisi Izhar dan Sucipto tadi.""Kamp tempat menaruh pangan tentu penting bagi mereka. Tapi kalau dibandingkan, Osman tentu lebih penting bagi mereka. Asalkan mengendalikan Osman, mereka baru bisa bertindak semena-mena.""Kalau Osman bebas, meskipun mereka menguasai dunia dengan menjadikan Baris boneka, Osman bisa mengumpulkan kekuatan untuk menjatuhkan mereka nantinya. Mereka bukan orang bodoh, mana mungkin nggak paham soal ini?""Sebelum fondasi mereka kokoh, mereka nggak akan menyentuh Osman. Tenang saja. Tapi kalau aku membawa Osman pergi, itu berarti aku mencelakainya," jelas Wira.Leli akhirnya menger
Dalam sejarah, para jenderal perang yang menggunakan trisula sangatlah langka. Ini karena satu trisula setidaknya memiliki berat sekitar 90 kilogram. Orang yang mampu mengayunkan senjata semacam ini sudah pasti sangat ganas dan kuat.Di bawah komando Wira, selain Agha yang menggunakan palu berat dengan kedua tangan, tak ada orang lain yang mampu menggunakan senjata berat semacam ini.Dari sini pula bisa dilihat bahwa Zaki, yang disebut sebagai salah satu tangan kanan Bimala, jelas bukan seseorang yang hanya memiliki nama besar tanpa kekuatan nyata.Wakil jenderal yang mengikuti Zaki tersenyum tipis setelah mendengar kabar itu. Dia menangkupkan tangan dan berkata, "Jenderal, aku nggak setuju. Bertempur seperti ini jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Kita nggak bisa terus bersembunyi di dalam suku sambil bermain intrik dengan mereka yang bermuka dua."Zaki mendengus dingin dan berkata, "Siapa pun yang berani bermain intrik denganku akan langsung kusingkirkan dengan t
"Apa?" Wira langsung terkejut dan berpikir mengapa bisa muncul masalah merepotkan seperti ini pada saat krisis ini. Jika para pengungsi ini benar-benar nekat, kekuatan mereka tidak akan jauh berbeda dengan orang biasa. Namun, saat ini mereka sedang bersiap melawan pasukan utara, kehadiran orang-orang ini bisa menjadi faktor yang sangat tidak stabil.Setelah berpikir sejenak, Wira pun memerintah tanpa ragu, "Tutup gerbang kota dan jangan membiarkan para pengungsi itu keluar dulu. Selain itu, buka gudang persediaan dan bagikan makanannya, sebisa mungkin menenangkan para pengungsi itu. Pada saat seperti ini, kita nggak boleh menghadapi masalah seperti ini."Wira berkata dengan ekspresi muram setelah berhenti sejenak, seolah-olah merasa tidak tenang, "Kalau masih ada yang nggak tahu diri, beri tahu Jenderal Trenggi bahwa dia berhak menentukan hidup dan mati mereka. Tapi, itu hanya untuk menakut-nakuti saja, jangan sampai terlalu kejam.""Baik," jawab mata-mata itu.....Di sekitar Dataran
Setelah terdiam cukup lama, Nafis mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau mereka melewati jalur cabang ini, mereka akan berputar jauh. Dengan begitu, mereka akan menghindari Dataran Haloam dan laju mereka akan menjadi sangat lambat."Wira juga menganggukkan kepala karena memang ini yang dikhawatirkannya.Beberapa saat kemudian, Arhan memberi hormat dan berkata, "Tuan Wira, aku punya ide, tapi aku nggak tahu apa ini bisa berhasil."Wira tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu matanya bersinar sebagai isyarat agar Arhan melanjutkan perkataannya. Sejak Arhan memimpin pasukannya untuk mengikutinya, Arhan tidak banyak berbicara. Sekarang kesempatan itu sudah datang, dia tentu saja ingin mendengar lebih banyak pemikiran Arhan.Setelah memberi hormat, Arhan menunjuk pada peta dan berkata, "Tuan, coba lihat di sini. Kalau mereka melalui jalur cabang dari Dataran Haloam, mereka akan melewati gunung berbatu. Aku berniat untuk menempatkan pasukan kecil di sini untuk memaksa mereka meng
Sekelompok pasukan keluarga dari gerbang utara dengan sangat bersemangat dan langsung menuju Dataran Haloam dan Hutan Bambu Mayu.Begitu tiba di Hutan Bambu Mayu, Wira segera mulai membagi pasukannya sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Hutan ini sangat lebat, sehingga orang yang berjalan di luar tidak akan mengetahui ada orang yang bersembunyi di dalamnya.Selain itu, celah-celah di dalam Hutan Bambu Mayu ini juga cukup lebar dan daerah penyangga yang luasnya beberapa mil. Jangankan tiga ribu Pasukan Harimau yang dipimpin Wira sekarang, mereka juga tetap bisa bersembunyi sepenuhnya jika ditambah dua ribu Pasukan Harimau lagi.Saat Agha dan Latif bersiap untuk memimpin sepuluh ribu prajurit itu berangkat, Latif maju dan berkata, "Tuan, apa perlu kami meninggalkan beberapa prajurit untuk kalian?"Setelah berpikir sejenak, Wira perlahan-lahan berkata, "Nggak perlu, ingat untuk menggunakan mata-mata sebaik mungkin. Kamu dan Agha harus membagi tugas, jangan terus berkumpul bersama. Pas
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi