"Mendengar Tuan berkata seperti ini, apa Tuan punya rencana bagus untuk selanjutnya? Kita harus segera bergerak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi nanti," tanya Osman sambil segera menyajikan teh. Keadaan saat ini sangat mendesak, sedikit kesalahan saja bisa membuat Osman terjatuh ke dalam keadaan yang tak bisa diperbaiki dan yang terjadi berikutnya adalah perubahan kekuasaan di negeri ini. Kerajaan yang sudah dibangun ibundanya dengan susah payah ini tidak mungkin diserahkan pada orang lain begitu saja. Jika masalah ini tersebar, bukankah itu akan menjadi bahan tertawaan seluruh negeri?Wira menyipitkan matanya, lalu tersenyum dan berkata, "Jangan khawatir, aku sudah punya rencana. Sekarang, Ratu masih belum wafat. Dia memang sakit parah, tapi dia masih berada di dalam istana. Meskipun Sucipto dan Izhar punya nyali, mereka juga nggak berani bertindak sembarangan pada saat seperti ini. Pasukan kerajaan masih belum jatuh ke tangan mereka sepenuhnya, mereka
Kerajaan Nuala hanya memiliki dua pangeran. Jika Osman menghilang secara misterius, meskipun Baris bukan putra mahkota pun Sucipto dan Izhar juga bisa membungkam semua orang. Ini benar-benar rencana yang kejam. Sayangnya, trik seperti ini mungkin bisa menipu orang lain, tetapi tidak bisa menipu mata Wira.Dalam sekejap, Wira segera berlari keluar dari kamar dan langsung sudah tiba di aula utama. Tercium bau amis darah yang menyengat dari dalam ruangan itu dan satu per satu mayat para pengawal istana tergeletak di lantai. Namun, dia tidak melihat pelakunya di sana."Gawat! Pangeran dalam bahaya!" kata Wira, lalu segera menuju kamar Osman.Pada saat itu, di dalam kamar Osman. Dia sedang berdiri di depan meja sambil memegang pedang panjangnya yang penuh dengan noda darah. Beberapa penjahat sudah tergeletak di kakinya. Namun, jumlah penjahatnya terlalu banyak, sehingga masih ada puluhan penjahat lagi yang berdiri di kamarnya yang memegang pedang panjang dan menatapnya dengan penuh aura mem
"Nggak perlu basa-basi dengannya. Nggak peduli siapa pun orang ini, kita nggak boleh membiarkannya tetap hidup karena dia sudah menyadari tindakan kita. Kita buat dia mati menemani Osman." Pria itu melemparkan pedang di tangannya yang sudah patah ke lantai, lalu mengangkat tangan untuk memerintah orang-orang di belakangnya. Para pembunuh itu pun langsung menyerang ke arah Wira."Heh." Wira tersenyum dingin, lalu kembali mengangkat senapannya dan segera membidik ke arah para pembunuh itu.Bang bang bang!Terdengar suara tembakan, lalu terlihat banyak dari pembunuh itu sudah tergeletak di genangan darah. Dalam sekejap, hanya tersisa pria yang memimpin dan dua orang di belakangnya dari puluhan pembunuh itu. Semuanya terjadi dalam sekejap mata."Ini .... bagaimana mungkin?" Pria yang memimpin kelompok itu tidak berani percaya dengan apa yang sudah dilihatnya. Dia melihat apa yang telah terjadi di depannya dengan ekspresi terkejut dan kedua kakinya pun mulai lemas."Aku sudah dilatih sejak
Osman mulai berbicara.Namun, Osman belum selesai berbicara, Wira langsung berkata tanpa menoleh, "Pangeran, cepat pergi dari sini! Aku akan menghalangi mereka untuk sementara. Meskipun nggak punya senapan, orang-orang ini juga nggak bisa langsung membunuhku."Saat mengatakan itu, Wira sudah menyerang ketiga orang di depannya. Osman adalah kunci dari seluruh permainan ini. Jika ingin menyelesaikan permainan ini dengan baik, dia tidak boleh membiarkan Osman dalam bahaya. Itu akan berdampak besar dengan seluruh situasi.Osman ragu sejenak. Dia tahu dia hanya akan menambah beban Wira jika dia tetap tinggal di sana. Pada akhirnya, dia hanya bisa menggertakkan giginya dan berkata dengan nada muram, "Karena Tuan Wira sudah berkata seperti ini, aku pamit dulu. Tuan hanya perlu bertahan sebentar saja, aku akan segera mencari bantuan. Begitu orang-orang kita tiba, mereka nggak akan bisa lari ke mana pun lagi."Wira menganggukkan kepala, lalu langsung bertarung dengan orang-orang di depannya.Ma
Ekspresi Wira terlihat kecewa. Dia hampir saja berhasil menangkap pelakunya, tetapi pria itu malah akhirnya melarikan diri. Sungguh merepotkan!Osman dan Leli yang bersembunyi di kegelapan di belakang Wira pun sudah berjalan mendekat."Aku akan segera mengirim orang untuk mengejarnya, harusnya masih bisa menemukan jejak dan petunjuknya. Orang itu harusnya masih belum lari terlalu jauh, 'kan? Bagaimanapun juga, ini adalah wilayah istana. Aku akan segera mengeluarkan surat perintahnya. Aku memang bukan putra mahkota, tapi aku juga seorang pangeran. Mereka setidaknya harus menghormatiku," kata Osman dengan dingin.Wira mengernyitkan alis da berkata, "Nggak perlu terus mengejarnya lagi. Orang itu harusnya sudah pergi. Selain itu, kita sebaiknya nggak mengeluarkan surat perintah penangkapan agar nggak mengejutkan musuh."Setelah ragu sejenak, Osman akhirnya menganggukkan kepala. Dia sudah berencana bekerja sama dengan Wira, tentu saja harus tetap percaya pada rencana Wira. Dengan begitu, b
Sucipto memelototi pria yang berlutut di depannya, lalu berkata dengan nada dingin, "Kenapa kamu masih kembali padahal misimu sudah gagal? Sampah nggak berguna, nggak ada gunanya kamu hidup!"Sebelum pria itu sempat merespons, dua pengawal sudah memasuki ruangan itu dan langsung memenggal kepalanya. Sucipto pun menendang sebuah kursi hingga terbalik dan berkata sambil menunjuk ke arah darah dan mayat pria itu di lantai, "Bersihkan semua ini."Setelah orang-orang itu pergi, Izhar yang bersembunyi di kegelapan pun perlahan-lahan keluar. Malam itu, Wira dan yang lainnya memang sibuk mengurus situasi mereka, tetapi Sucipto dan Izhar juga tidak beristirahat dan terus menunggu kabar."Misinya gagal?" tanya Izhar."Orang ini tadi bilang mereka nggak membocorkan bahwa kita yang mengirim mereka untuk bertindak. Tapi, Osman nggak bodoh dan Wira ternyata masih berada di ibu kota, jadi mereka pasti bisa menebak semua ini berhubungan dengan kita. Berarti mereka sudah mencurigai kita. Sepertinya, ki
"Sepertinya, mereka berniat untuk melawan kita. Kita mungkin nggak bisa keluar dari kota sekarang. Kita harus kembali ke kediaman pangeran dan berdiskusi rencana selanjutnya dengan Ratu," kata Thalia dengan segera.Situasinya tidak menguntungkan karena identitas Wira sudah terbongkar dan mereka juga tidak memiliki banyak orang di sekitar mereka. Jika mereka benar-benar terjebak di dalam kota, konsekuensinya akan buruk. Dia adalah penguasa Provinsi Lowala, dia tidak boleh sampai celaka. Jika benar-benar terjadi sesuatu dengannya di wilayah Kerajaan Nuala, Danu dan yang lainnya pasti akan memimpin pasukan datang dan kedamaian di sembilan provinsi pun akan hancur. Ini bukan situasi yang diinginkannya."Aku akan menghubungi Biantara dulu untuk mencari tahu situasinya. Tapi menurutku, Sucipto dan Izhar bukan orang yang gegabah. Satunya ahli strategi dan satunya lagi ahli militer. Bagaimanapun juga mereka adalah pilar Kerajaan Nuala. Kalau Sucipto benar-benar mengerahkan pasukannya sekarang,
Wira tersenyum dan berkata, "Ada apa? Sekarang kita sudah menjadi saudara, urusanmu adalah urusanku juga. Nggak perlu sungkan padaku, langsung katakan saja.""Kamu juga tahu keluargaku miskin dan aku nggak punya uang sedikit pun. Bahkan untuk obat kakek semalam pun Kakak yang membayarnya .... Sekarang kakek tiba-tiba meninggal, aku malah nggak mampu membeli peti mati yang bagus untuk kakekku. Aku sungguh nggak berbakti! Aku berharap Kakak bisa meminjamkan sedikit uang padaku agar aku bisa memakamkan kakek dengan layak. Ini adalah keinginan terakhirku ...," kata Agha dengan lirih.Ini adalah hal terakhir yang bisa dilakukan Agha untuk Najib. Najib sudah merawatnya selama bertahun-tahun dan selalu memberikan yang terbaik untuknya. Dia sangat menghargai semua yang dilakukan Najib untuknya. Namun, sekarang dia sudah tidak membalas kebaikan Najib. Hal yang bisa dilakukannya sebagai balas budi terakhirnya adalah membeli sebuah peti mati yang lebih bagus dan memakamkan Najib dengan layak.Wir