Osman mulai berbicara.Namun, Osman belum selesai berbicara, Wira langsung berkata tanpa menoleh, "Pangeran, cepat pergi dari sini! Aku akan menghalangi mereka untuk sementara. Meskipun nggak punya senapan, orang-orang ini juga nggak bisa langsung membunuhku."Saat mengatakan itu, Wira sudah menyerang ketiga orang di depannya. Osman adalah kunci dari seluruh permainan ini. Jika ingin menyelesaikan permainan ini dengan baik, dia tidak boleh membiarkan Osman dalam bahaya. Itu akan berdampak besar dengan seluruh situasi.Osman ragu sejenak. Dia tahu dia hanya akan menambah beban Wira jika dia tetap tinggal di sana. Pada akhirnya, dia hanya bisa menggertakkan giginya dan berkata dengan nada muram, "Karena Tuan Wira sudah berkata seperti ini, aku pamit dulu. Tuan hanya perlu bertahan sebentar saja, aku akan segera mencari bantuan. Begitu orang-orang kita tiba, mereka nggak akan bisa lari ke mana pun lagi."Wira menganggukkan kepala, lalu langsung bertarung dengan orang-orang di depannya.Ma
Ekspresi Wira terlihat kecewa. Dia hampir saja berhasil menangkap pelakunya, tetapi pria itu malah akhirnya melarikan diri. Sungguh merepotkan!Osman dan Leli yang bersembunyi di kegelapan di belakang Wira pun sudah berjalan mendekat."Aku akan segera mengirim orang untuk mengejarnya, harusnya masih bisa menemukan jejak dan petunjuknya. Orang itu harusnya masih belum lari terlalu jauh, 'kan? Bagaimanapun juga, ini adalah wilayah istana. Aku akan segera mengeluarkan surat perintahnya. Aku memang bukan putra mahkota, tapi aku juga seorang pangeran. Mereka setidaknya harus menghormatiku," kata Osman dengan dingin.Wira mengernyitkan alis da berkata, "Nggak perlu terus mengejarnya lagi. Orang itu harusnya sudah pergi. Selain itu, kita sebaiknya nggak mengeluarkan surat perintah penangkapan agar nggak mengejutkan musuh."Setelah ragu sejenak, Osman akhirnya menganggukkan kepala. Dia sudah berencana bekerja sama dengan Wira, tentu saja harus tetap percaya pada rencana Wira. Dengan begitu, b
Sucipto memelototi pria yang berlutut di depannya, lalu berkata dengan nada dingin, "Kenapa kamu masih kembali padahal misimu sudah gagal? Sampah nggak berguna, nggak ada gunanya kamu hidup!"Sebelum pria itu sempat merespons, dua pengawal sudah memasuki ruangan itu dan langsung memenggal kepalanya. Sucipto pun menendang sebuah kursi hingga terbalik dan berkata sambil menunjuk ke arah darah dan mayat pria itu di lantai, "Bersihkan semua ini."Setelah orang-orang itu pergi, Izhar yang bersembunyi di kegelapan pun perlahan-lahan keluar. Malam itu, Wira dan yang lainnya memang sibuk mengurus situasi mereka, tetapi Sucipto dan Izhar juga tidak beristirahat dan terus menunggu kabar."Misinya gagal?" tanya Izhar."Orang ini tadi bilang mereka nggak membocorkan bahwa kita yang mengirim mereka untuk bertindak. Tapi, Osman nggak bodoh dan Wira ternyata masih berada di ibu kota, jadi mereka pasti bisa menebak semua ini berhubungan dengan kita. Berarti mereka sudah mencurigai kita. Sepertinya, ki
"Sepertinya, mereka berniat untuk melawan kita. Kita mungkin nggak bisa keluar dari kota sekarang. Kita harus kembali ke kediaman pangeran dan berdiskusi rencana selanjutnya dengan Ratu," kata Thalia dengan segera.Situasinya tidak menguntungkan karena identitas Wira sudah terbongkar dan mereka juga tidak memiliki banyak orang di sekitar mereka. Jika mereka benar-benar terjebak di dalam kota, konsekuensinya akan buruk. Dia adalah penguasa Provinsi Lowala, dia tidak boleh sampai celaka. Jika benar-benar terjadi sesuatu dengannya di wilayah Kerajaan Nuala, Danu dan yang lainnya pasti akan memimpin pasukan datang dan kedamaian di sembilan provinsi pun akan hancur. Ini bukan situasi yang diinginkannya."Aku akan menghubungi Biantara dulu untuk mencari tahu situasinya. Tapi menurutku, Sucipto dan Izhar bukan orang yang gegabah. Satunya ahli strategi dan satunya lagi ahli militer. Bagaimanapun juga mereka adalah pilar Kerajaan Nuala. Kalau Sucipto benar-benar mengerahkan pasukannya sekarang,
Wira tersenyum dan berkata, "Ada apa? Sekarang kita sudah menjadi saudara, urusanmu adalah urusanku juga. Nggak perlu sungkan padaku, langsung katakan saja.""Kamu juga tahu keluargaku miskin dan aku nggak punya uang sedikit pun. Bahkan untuk obat kakek semalam pun Kakak yang membayarnya .... Sekarang kakek tiba-tiba meninggal, aku malah nggak mampu membeli peti mati yang bagus untuk kakekku. Aku sungguh nggak berbakti! Aku berharap Kakak bisa meminjamkan sedikit uang padaku agar aku bisa memakamkan kakek dengan layak. Ini adalah keinginan terakhirku ...," kata Agha dengan lirih.Ini adalah hal terakhir yang bisa dilakukan Agha untuk Najib. Najib sudah merawatnya selama bertahun-tahun dan selalu memberikan yang terbaik untuknya. Dia sangat menghargai semua yang dilakukan Najib untuknya. Namun, sekarang dia sudah tidak membalas kebaikan Najib. Hal yang bisa dilakukannya sebagai balas budi terakhirnya adalah membeli sebuah peti mati yang lebih bagus dan memakamkan Najib dengan layak.Wir
Wira mengepalkan tinjunya dengan erat dan berkata, "Aku sudah tahu hal ini pasti ada hubungannya dengan mereka. Apa kamu sudah tahu tujuan mereka datang ke sini?"Puluhan ribu pasukan bisa langsung menghancurkan kota dalam sekejap. Osman sudah lama kehilangan kekuasaannya, hanya menyandang gelar pangeran saja dan tidak memiliki wewenang. Jika peperangan benar-benar terjadi, mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun. Pada akhirnya, Wira juga hanya bisa meninggalkan ibu kota untuk sementara waktu. Namun, jika sampai itu terjadi, Kerajaan Nuala akan benar-benar kehilangan kendali. Ditambah lagi, tindakannya selama ini akan menimbulkan kebencian dari Sucipto dan Izhar dan membuat keadaannya makin rumit. Ini bukan hasil yang diinginkannya."Aku tahu Tuan khawatir dengan hal ini. Jadi sebelum datang ke sini, aku sudah menangkap beberapa pasukan dan menanyakan tujuan mereka datang ke sini. Mereka bilang mereka datang untuk membantu kerajaan, bukan untuk memberontak. Jadi menurutku, mer
Agha juga pernah mendengar nama Wira?"Ekspresi Kakak nggak perlu seperti ini. Mungkin kamu sendiri pun nggak tahu namamu sangat terkenal. Meskipun ini wilayah Kerajaan Nuala, kami juga mendengar beberapa hal tentangmu. Bukan hanya aku, tetangga di sekitar sini juga tahu tentangmu. Kamu adalah pahlawan besar di hati mereka. Kalau bukan karena kamu, dunia ini mungkin masih terus berperang tanpa henti. Kakak adalah penyelamat rakyat di seluruh negeri ini, mana mungkin mereka akan melupakanmu," kata Agha dengan penuh percaya diri.Ternyata begitu. Wira baru menyadari tindakannya sebelumnya memang berhasil memenangkan hati rakyat. Namun, hal ini wajar juga setelah dipikir-pikir lagi. Jika dia tidak muncul di dunia ini dan mengusulkan para raja dari keempat kerajaan untuk berunding di Paviliun Kristal, situasi di sembilan ini tidak akan damai. Sungguh sebuah cerita yang indah!Agha melanjutkan, "Bisa menjadi pengikut Kakak adalah keberuntunganku. Semalam, kakekku sudah berpesan agar kelak a
"Aku sudah berbicara pada Tuan Wira dengan baik-baik, semoga Tuan Wira bisa sedikit menghormatiku agar hubungan kita tetap baik. Kalau Tuan Wira tetap keras kepala, aku nggak bisa menjamin apa yang akan terjadi. Aku memang nggak ingin punya konflik dengan Tuan Wira, tapi semua anak buahku ini sangat ramah pada tamu!"Kata-kata ini jelas sebuah ancaman dan Wira tentu saja mengerti maksud Sucipto. Dia tidak marah saat mendengar ancaman itu, melainkan tersenyum. Dia mengeluarkan senapan dari sakunya, lalu menatap Sucipto di depannya dan berkata sambil tersenyum, "Apa kamu berencana untuk bertarung denganku? Kalau begitu, nggak perlu berpura-pura akrab denganku lagi. Aku ingin lihat apa orang-orangmu ini yang lebih hebat atau senapanku yang lebih unggul!"Sudut bibir Sucipto berkedut beberapa kali. Dia tidak menyangka Wira akan seberani ini. Ada begitu banyak orang yang berdiri di depannya pun Wira tetap tidak takut, malahan bersiap untuk bertarung. Sungguh menjengkelkan! Apakah Wira berpi