"Sepertinya, mereka berniat untuk melawan kita. Kita mungkin nggak bisa keluar dari kota sekarang. Kita harus kembali ke kediaman pangeran dan berdiskusi rencana selanjutnya dengan Ratu," kata Thalia dengan segera.Situasinya tidak menguntungkan karena identitas Wira sudah terbongkar dan mereka juga tidak memiliki banyak orang di sekitar mereka. Jika mereka benar-benar terjebak di dalam kota, konsekuensinya akan buruk. Dia adalah penguasa Provinsi Lowala, dia tidak boleh sampai celaka. Jika benar-benar terjadi sesuatu dengannya di wilayah Kerajaan Nuala, Danu dan yang lainnya pasti akan memimpin pasukan datang dan kedamaian di sembilan provinsi pun akan hancur. Ini bukan situasi yang diinginkannya."Aku akan menghubungi Biantara dulu untuk mencari tahu situasinya. Tapi menurutku, Sucipto dan Izhar bukan orang yang gegabah. Satunya ahli strategi dan satunya lagi ahli militer. Bagaimanapun juga mereka adalah pilar Kerajaan Nuala. Kalau Sucipto benar-benar mengerahkan pasukannya sekarang,
Wira tersenyum dan berkata, "Ada apa? Sekarang kita sudah menjadi saudara, urusanmu adalah urusanku juga. Nggak perlu sungkan padaku, langsung katakan saja.""Kamu juga tahu keluargaku miskin dan aku nggak punya uang sedikit pun. Bahkan untuk obat kakek semalam pun Kakak yang membayarnya .... Sekarang kakek tiba-tiba meninggal, aku malah nggak mampu membeli peti mati yang bagus untuk kakekku. Aku sungguh nggak berbakti! Aku berharap Kakak bisa meminjamkan sedikit uang padaku agar aku bisa memakamkan kakek dengan layak. Ini adalah keinginan terakhirku ...," kata Agha dengan lirih.Ini adalah hal terakhir yang bisa dilakukan Agha untuk Najib. Najib sudah merawatnya selama bertahun-tahun dan selalu memberikan yang terbaik untuknya. Dia sangat menghargai semua yang dilakukan Najib untuknya. Namun, sekarang dia sudah tidak membalas kebaikan Najib. Hal yang bisa dilakukannya sebagai balas budi terakhirnya adalah membeli sebuah peti mati yang lebih bagus dan memakamkan Najib dengan layak.Wir
Wira mengepalkan tinjunya dengan erat dan berkata, "Aku sudah tahu hal ini pasti ada hubungannya dengan mereka. Apa kamu sudah tahu tujuan mereka datang ke sini?"Puluhan ribu pasukan bisa langsung menghancurkan kota dalam sekejap. Osman sudah lama kehilangan kekuasaannya, hanya menyandang gelar pangeran saja dan tidak memiliki wewenang. Jika peperangan benar-benar terjadi, mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apa pun. Pada akhirnya, Wira juga hanya bisa meninggalkan ibu kota untuk sementara waktu. Namun, jika sampai itu terjadi, Kerajaan Nuala akan benar-benar kehilangan kendali. Ditambah lagi, tindakannya selama ini akan menimbulkan kebencian dari Sucipto dan Izhar dan membuat keadaannya makin rumit. Ini bukan hasil yang diinginkannya."Aku tahu Tuan khawatir dengan hal ini. Jadi sebelum datang ke sini, aku sudah menangkap beberapa pasukan dan menanyakan tujuan mereka datang ke sini. Mereka bilang mereka datang untuk membantu kerajaan, bukan untuk memberontak. Jadi menurutku, mer
Agha juga pernah mendengar nama Wira?"Ekspresi Kakak nggak perlu seperti ini. Mungkin kamu sendiri pun nggak tahu namamu sangat terkenal. Meskipun ini wilayah Kerajaan Nuala, kami juga mendengar beberapa hal tentangmu. Bukan hanya aku, tetangga di sekitar sini juga tahu tentangmu. Kamu adalah pahlawan besar di hati mereka. Kalau bukan karena kamu, dunia ini mungkin masih terus berperang tanpa henti. Kakak adalah penyelamat rakyat di seluruh negeri ini, mana mungkin mereka akan melupakanmu," kata Agha dengan penuh percaya diri.Ternyata begitu. Wira baru menyadari tindakannya sebelumnya memang berhasil memenangkan hati rakyat. Namun, hal ini wajar juga setelah dipikir-pikir lagi. Jika dia tidak muncul di dunia ini dan mengusulkan para raja dari keempat kerajaan untuk berunding di Paviliun Kristal, situasi di sembilan ini tidak akan damai. Sungguh sebuah cerita yang indah!Agha melanjutkan, "Bisa menjadi pengikut Kakak adalah keberuntunganku. Semalam, kakekku sudah berpesan agar kelak a
"Aku sudah berbicara pada Tuan Wira dengan baik-baik, semoga Tuan Wira bisa sedikit menghormatiku agar hubungan kita tetap baik. Kalau Tuan Wira tetap keras kepala, aku nggak bisa menjamin apa yang akan terjadi. Aku memang nggak ingin punya konflik dengan Tuan Wira, tapi semua anak buahku ini sangat ramah pada tamu!"Kata-kata ini jelas sebuah ancaman dan Wira tentu saja mengerti maksud Sucipto. Dia tidak marah saat mendengar ancaman itu, melainkan tersenyum. Dia mengeluarkan senapan dari sakunya, lalu menatap Sucipto di depannya dan berkata sambil tersenyum, "Apa kamu berencana untuk bertarung denganku? Kalau begitu, nggak perlu berpura-pura akrab denganku lagi. Aku ingin lihat apa orang-orangmu ini yang lebih hebat atau senapanku yang lebih unggul!"Sudut bibir Sucipto berkedut beberapa kali. Dia tidak menyangka Wira akan seberani ini. Ada begitu banyak orang yang berdiri di depannya pun Wira tetap tidak takut, malahan bersiap untuk bertarung. Sungguh menjengkelkan! Apakah Wira berpi
"Jenderal Sucipto dan Tuan Izhar, apa maksud kalian ini?" Osman segera masuk ke kerumunan dengan diikuti oleh Leli yang membawa sebuah kotak besar di punggungnya.Orang lain mungkin tidak tahu apa isi kotak di punggung Leli, tetapi Wira langsung menyadari itu pasti kotak dari senapan runduk. Bala bantuan sudah datang, dia juga tidak perlu panik lagi."Tuan Wira adalah tamu terhormat di kediamanku dan juga ibundaku. Aku mengundang Tuan Wira datang untuk berdiskusi, tapi kalian malah berani menyerangnya secara terang-terangan. Apa ini caranya Kerajaan Nuala memperlakukan tamunya?" kata Osman dengan marah sambil menatap Sucipto dan Izhar dengan dingin, tanpa memedulikan status keduanya."Pangeran Osman, mungkin ada kesalahpahaman di sini," kata Izhar sambil tersenyum dan segera berjalan ke depan Osman. Bukan hanya terkenal sebagai penasihat terbaik di Kerajaan Nuala, dia juga dijuluki harimau tersenyum."Kami mengira Tuan Wira sudah meninggalkan ibu kota. Saat kebetulan bertemu dengannya
Satu jam kemudian, di dalam kediaman Pangeran Osman. Wira dan yang lainnya sudah kembali ke kediaman itu dan saat ini sedang duduk di aula utama. Pelayan sudah menyiapkan kue dan teh, tetapi semuanya malah tidak berselera makan dan suasananya jelas agak menekan. Saat ini, situasi di istana kerajaan tidak jelas dan penjaga istana pun semuanya sudah dikendalikan Sucipto, bahkan ada pasukan Sucipto juga di luar kota. Bisa dibilang, mereka terjepit dari dua arah. Mereka yakin situasinya akan segera kehilangan kendali."Tuan Wira, tadi pagi aku dengar kamu sudah keluar kota. Aku pikir kamu sudah pergi dari ibu kota, tapi nggak disangka kamu malah kembali lagi ke sini. Meskipun aku merasa terharu, Tuan Wira juga harusnya sudah tahu sekarang ibu kota ini adalah tempat yang berbahaya. Sedikit kesalahan saja kamu akan kehilangan nyawamu. Seperti kejadian tadi, kalau kamu ditangkap kedua pengkhianat itu, nggak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Bahkan aku pun nggak berani memikirkan konsekuens
Untungnya, Wira dan Leli bergerak dengan cepat untuk menopang Osman dari sebelah kiri dan kanan."Pangeran, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Leli dengan cemas.Wira juga berkata, "Pangeran, wafatnya Ratu memang menyedihkan, tapi sekarang masih ada yang lebih penting yang harus dilakukan. Kita harus segera masuk ke dalam istana. Ratu bukan penguasa yang nggak bijaksana. Sebelum meninggal, dia pasti sudah menulis surat wasiat. Kita harus melihat surat wasiat itu. Kalau Ratu menetapkan kamu sebagai Raja, kita tentu saja harus mendukungmu untuk naik takhta. Tapi, bagaimana kalau Sucipto dan Izhar diam-diam mengubah surat wasiat itu?"Wira segera menganalisis situasinya. Semua orang juga terus menganggukkan kepala setuju. Memang benar, situasi saat ini sangat buruk, bukan saatnya untuk mereka bersedih."Baiklah, aku akan segera masuk ke dalam istana. Meskipun diberi nyali, aku yakin mereka juga nggak akan berani mengubah surat wasiat. Itu adalah kejahatan dengan hukuman mati sembilan ketur