"Kalau begitu, kita langsung berangkat saja." Wira terkekeh-kekeh.Seharian di kamar? Jangan-jangan Wira dan Thalia .... Leli merasa canggung, tetapi tidak berani mengatakan apa pun. Leli memang belum pernah berhubungan intim, tetapi bukan berarti dia tidak memahami hal seperti itu.Wajah Thalia agak memerah. Dalam hatinya, dia memaki Wira, 'Kenapa nggak berpikir dulu sebelum bicara? Memalukan saja! Meskipun melakukan hal tak senonoh di kamar, Wira nggak seharusnya bicara begitu. Memangnya harga diriku nggak perlu dijaga?'"Ehem, ehem." Leli berdeham, lalu segera berkata, "Oke, kita berangkat sekarang juga."Di bawah langit malam, ketiga sosok itu menyusuri jalan dan akhirnya sampai di sebuah kediaman. Wira bertanya dengan heran, "Tempat ini ....""Ini tempat tinggal Pangeran Osman. Setelah meninggalkan istana, aku langsung kemari untuk menemui Pangeran Osman. Dia sangat khawatir pada situasi negara. Begitu tahu kamu masih di ibu kota, dia berharap kamu bisa membantunya merebut takhta
"Mendengar Tuan berkata seperti ini, apa Tuan punya rencana bagus untuk selanjutnya? Kita harus segera bergerak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan terjadi nanti," tanya Osman sambil segera menyajikan teh. Keadaan saat ini sangat mendesak, sedikit kesalahan saja bisa membuat Osman terjatuh ke dalam keadaan yang tak bisa diperbaiki dan yang terjadi berikutnya adalah perubahan kekuasaan di negeri ini. Kerajaan yang sudah dibangun ibundanya dengan susah payah ini tidak mungkin diserahkan pada orang lain begitu saja. Jika masalah ini tersebar, bukankah itu akan menjadi bahan tertawaan seluruh negeri?Wira menyipitkan matanya, lalu tersenyum dan berkata, "Jangan khawatir, aku sudah punya rencana. Sekarang, Ratu masih belum wafat. Dia memang sakit parah, tapi dia masih berada di dalam istana. Meskipun Sucipto dan Izhar punya nyali, mereka juga nggak berani bertindak sembarangan pada saat seperti ini. Pasukan kerajaan masih belum jatuh ke tangan mereka sepenuhnya, mereka
Kerajaan Nuala hanya memiliki dua pangeran. Jika Osman menghilang secara misterius, meskipun Baris bukan putra mahkota pun Sucipto dan Izhar juga bisa membungkam semua orang. Ini benar-benar rencana yang kejam. Sayangnya, trik seperti ini mungkin bisa menipu orang lain, tetapi tidak bisa menipu mata Wira.Dalam sekejap, Wira segera berlari keluar dari kamar dan langsung sudah tiba di aula utama. Tercium bau amis darah yang menyengat dari dalam ruangan itu dan satu per satu mayat para pengawal istana tergeletak di lantai. Namun, dia tidak melihat pelakunya di sana."Gawat! Pangeran dalam bahaya!" kata Wira, lalu segera menuju kamar Osman.Pada saat itu, di dalam kamar Osman. Dia sedang berdiri di depan meja sambil memegang pedang panjangnya yang penuh dengan noda darah. Beberapa penjahat sudah tergeletak di kakinya. Namun, jumlah penjahatnya terlalu banyak, sehingga masih ada puluhan penjahat lagi yang berdiri di kamarnya yang memegang pedang panjang dan menatapnya dengan penuh aura mem
"Nggak perlu basa-basi dengannya. Nggak peduli siapa pun orang ini, kita nggak boleh membiarkannya tetap hidup karena dia sudah menyadari tindakan kita. Kita buat dia mati menemani Osman." Pria itu melemparkan pedang di tangannya yang sudah patah ke lantai, lalu mengangkat tangan untuk memerintah orang-orang di belakangnya. Para pembunuh itu pun langsung menyerang ke arah Wira."Heh." Wira tersenyum dingin, lalu kembali mengangkat senapannya dan segera membidik ke arah para pembunuh itu.Bang bang bang!Terdengar suara tembakan, lalu terlihat banyak dari pembunuh itu sudah tergeletak di genangan darah. Dalam sekejap, hanya tersisa pria yang memimpin dan dua orang di belakangnya dari puluhan pembunuh itu. Semuanya terjadi dalam sekejap mata."Ini .... bagaimana mungkin?" Pria yang memimpin kelompok itu tidak berani percaya dengan apa yang sudah dilihatnya. Dia melihat apa yang telah terjadi di depannya dengan ekspresi terkejut dan kedua kakinya pun mulai lemas."Aku sudah dilatih sejak
Osman mulai berbicara.Namun, Osman belum selesai berbicara, Wira langsung berkata tanpa menoleh, "Pangeran, cepat pergi dari sini! Aku akan menghalangi mereka untuk sementara. Meskipun nggak punya senapan, orang-orang ini juga nggak bisa langsung membunuhku."Saat mengatakan itu, Wira sudah menyerang ketiga orang di depannya. Osman adalah kunci dari seluruh permainan ini. Jika ingin menyelesaikan permainan ini dengan baik, dia tidak boleh membiarkan Osman dalam bahaya. Itu akan berdampak besar dengan seluruh situasi.Osman ragu sejenak. Dia tahu dia hanya akan menambah beban Wira jika dia tetap tinggal di sana. Pada akhirnya, dia hanya bisa menggertakkan giginya dan berkata dengan nada muram, "Karena Tuan Wira sudah berkata seperti ini, aku pamit dulu. Tuan hanya perlu bertahan sebentar saja, aku akan segera mencari bantuan. Begitu orang-orang kita tiba, mereka nggak akan bisa lari ke mana pun lagi."Wira menganggukkan kepala, lalu langsung bertarung dengan orang-orang di depannya.Ma
Ekspresi Wira terlihat kecewa. Dia hampir saja berhasil menangkap pelakunya, tetapi pria itu malah akhirnya melarikan diri. Sungguh merepotkan!Osman dan Leli yang bersembunyi di kegelapan di belakang Wira pun sudah berjalan mendekat."Aku akan segera mengirim orang untuk mengejarnya, harusnya masih bisa menemukan jejak dan petunjuknya. Orang itu harusnya masih belum lari terlalu jauh, 'kan? Bagaimanapun juga, ini adalah wilayah istana. Aku akan segera mengeluarkan surat perintahnya. Aku memang bukan putra mahkota, tapi aku juga seorang pangeran. Mereka setidaknya harus menghormatiku," kata Osman dengan dingin.Wira mengernyitkan alis da berkata, "Nggak perlu terus mengejarnya lagi. Orang itu harusnya sudah pergi. Selain itu, kita sebaiknya nggak mengeluarkan surat perintah penangkapan agar nggak mengejutkan musuh."Setelah ragu sejenak, Osman akhirnya menganggukkan kepala. Dia sudah berencana bekerja sama dengan Wira, tentu saja harus tetap percaya pada rencana Wira. Dengan begitu, b
Sucipto memelototi pria yang berlutut di depannya, lalu berkata dengan nada dingin, "Kenapa kamu masih kembali padahal misimu sudah gagal? Sampah nggak berguna, nggak ada gunanya kamu hidup!"Sebelum pria itu sempat merespons, dua pengawal sudah memasuki ruangan itu dan langsung memenggal kepalanya. Sucipto pun menendang sebuah kursi hingga terbalik dan berkata sambil menunjuk ke arah darah dan mayat pria itu di lantai, "Bersihkan semua ini."Setelah orang-orang itu pergi, Izhar yang bersembunyi di kegelapan pun perlahan-lahan keluar. Malam itu, Wira dan yang lainnya memang sibuk mengurus situasi mereka, tetapi Sucipto dan Izhar juga tidak beristirahat dan terus menunggu kabar."Misinya gagal?" tanya Izhar."Orang ini tadi bilang mereka nggak membocorkan bahwa kita yang mengirim mereka untuk bertindak. Tapi, Osman nggak bodoh dan Wira ternyata masih berada di ibu kota, jadi mereka pasti bisa menebak semua ini berhubungan dengan kita. Berarti mereka sudah mencurigai kita. Sepertinya, ki
"Sepertinya, mereka berniat untuk melawan kita. Kita mungkin nggak bisa keluar dari kota sekarang. Kita harus kembali ke kediaman pangeran dan berdiskusi rencana selanjutnya dengan Ratu," kata Thalia dengan segera.Situasinya tidak menguntungkan karena identitas Wira sudah terbongkar dan mereka juga tidak memiliki banyak orang di sekitar mereka. Jika mereka benar-benar terjebak di dalam kota, konsekuensinya akan buruk. Dia adalah penguasa Provinsi Lowala, dia tidak boleh sampai celaka. Jika benar-benar terjadi sesuatu dengannya di wilayah Kerajaan Nuala, Danu dan yang lainnya pasti akan memimpin pasukan datang dan kedamaian di sembilan provinsi pun akan hancur. Ini bukan situasi yang diinginkannya."Aku akan menghubungi Biantara dulu untuk mencari tahu situasinya. Tapi menurutku, Sucipto dan Izhar bukan orang yang gegabah. Satunya ahli strategi dan satunya lagi ahli militer. Bagaimanapun juga mereka adalah pilar Kerajaan Nuala. Kalau Sucipto benar-benar mengerahkan pasukannya sekarang,
Dalam sejarah, para jenderal perang yang menggunakan trisula sangatlah langka. Ini karena satu trisula setidaknya memiliki berat sekitar 90 kilogram. Orang yang mampu mengayunkan senjata semacam ini sudah pasti sangat ganas dan kuat.Di bawah komando Wira, selain Agha yang menggunakan palu berat dengan kedua tangan, tak ada orang lain yang mampu menggunakan senjata berat semacam ini.Dari sini pula bisa dilihat bahwa Zaki, yang disebut sebagai salah satu tangan kanan Bimala, jelas bukan seseorang yang hanya memiliki nama besar tanpa kekuatan nyata.Wakil jenderal yang mengikuti Zaki tersenyum tipis setelah mendengar kabar itu. Dia menangkupkan tangan dan berkata, "Jenderal, aku nggak setuju. Bertempur seperti ini jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Kita nggak bisa terus bersembunyi di dalam suku sambil bermain intrik dengan mereka yang bermuka dua."Zaki mendengus dingin dan berkata, "Siapa pun yang berani bermain intrik denganku akan langsung kusingkirkan dengan t
"Apa?" Wira langsung terkejut dan berpikir mengapa bisa muncul masalah merepotkan seperti ini pada saat krisis ini. Jika para pengungsi ini benar-benar nekat, kekuatan mereka tidak akan jauh berbeda dengan orang biasa. Namun, saat ini mereka sedang bersiap melawan pasukan utara, kehadiran orang-orang ini bisa menjadi faktor yang sangat tidak stabil.Setelah berpikir sejenak, Wira pun memerintah tanpa ragu, "Tutup gerbang kota dan jangan membiarkan para pengungsi itu keluar dulu. Selain itu, buka gudang persediaan dan bagikan makanannya, sebisa mungkin menenangkan para pengungsi itu. Pada saat seperti ini, kita nggak boleh menghadapi masalah seperti ini."Wira berkata dengan ekspresi muram setelah berhenti sejenak, seolah-olah merasa tidak tenang, "Kalau masih ada yang nggak tahu diri, beri tahu Jenderal Trenggi bahwa dia berhak menentukan hidup dan mati mereka. Tapi, itu hanya untuk menakut-nakuti saja, jangan sampai terlalu kejam.""Baik," jawab mata-mata itu.....Di sekitar Dataran
Setelah terdiam cukup lama, Nafis mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau mereka melewati jalur cabang ini, mereka akan berputar jauh. Dengan begitu, mereka akan menghindari Dataran Haloam dan laju mereka akan menjadi sangat lambat."Wira juga menganggukkan kepala karena memang ini yang dikhawatirkannya.Beberapa saat kemudian, Arhan memberi hormat dan berkata, "Tuan Wira, aku punya ide, tapi aku nggak tahu apa ini bisa berhasil."Wira tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu matanya bersinar sebagai isyarat agar Arhan melanjutkan perkataannya. Sejak Arhan memimpin pasukannya untuk mengikutinya, Arhan tidak banyak berbicara. Sekarang kesempatan itu sudah datang, dia tentu saja ingin mendengar lebih banyak pemikiran Arhan.Setelah memberi hormat, Arhan menunjuk pada peta dan berkata, "Tuan, coba lihat di sini. Kalau mereka melalui jalur cabang dari Dataran Haloam, mereka akan melewati gunung berbatu. Aku berniat untuk menempatkan pasukan kecil di sini untuk memaksa mereka meng
Sekelompok pasukan keluarga dari gerbang utara dengan sangat bersemangat dan langsung menuju Dataran Haloam dan Hutan Bambu Mayu.Begitu tiba di Hutan Bambu Mayu, Wira segera mulai membagi pasukannya sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Hutan ini sangat lebat, sehingga orang yang berjalan di luar tidak akan mengetahui ada orang yang bersembunyi di dalamnya.Selain itu, celah-celah di dalam Hutan Bambu Mayu ini juga cukup lebar dan daerah penyangga yang luasnya beberapa mil. Jangankan tiga ribu Pasukan Harimau yang dipimpin Wira sekarang, mereka juga tetap bisa bersembunyi sepenuhnya jika ditambah dua ribu Pasukan Harimau lagi.Saat Agha dan Latif bersiap untuk memimpin sepuluh ribu prajurit itu berangkat, Latif maju dan berkata, "Tuan, apa perlu kami meninggalkan beberapa prajurit untuk kalian?"Setelah berpikir sejenak, Wira perlahan-lahan berkata, "Nggak perlu, ingat untuk menggunakan mata-mata sebaik mungkin. Kamu dan Agha harus membagi tugas, jangan terus berkumpul bersama. Pas
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi