Wira pun menyerahkan semuanya kepada Dian. Dengan adanya Dian, dia sudah tidak perlu mengurus masalah sepele seperti menyewa rumah. Alasan utamanya menyewa rumah besar adalah karena ingin membuat sabun dan memproduksi gula putih, lalu mencoba untuk menjualnya kepada orang bangsa Agrel.Di sisi lain, Sony memusatkan perhatiannya untuk mengamati dan belajar bagaimana cara Dian berkomunikasi dengan orang.Orang yang ingin menyewa rumah besar tentu saja tidak akan memberi sedikit komisi. Samir berkata dengan gembira, “Nona, lembaga makelar ini punya tiga rumah besar di kota bagian selatan. Yang pertama adalah vila milik Keluarga Wilianto. Luasnya sekitar 5 hektar, harga sewa per bulannya 50.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun.”“Yang kedua adalah rumah milik pedagang luar kota, luasnya sekitar 7 hektar. Biaya sewanya 70.000 gabak dengan minimal sewa satu tahun. Yang terakhir juga merupakan rumah milik pedagang luar kota. Luas rumah ini paling besar, mencapai 10 hektar. Harga sewa per
Wira memperhatikan semuanya dalam diam dan membiarkan Dian menangani semuanya. Dia merasa sangat terkejut karena Dian melakukan tawar-menawar.Saat pertama kali bertemu, Dian langsung mengeluarkan satu juta gabak untuk membeli sabun dari Wira. Saat di Yispohan, Dian juga tanpa ragu mengeluarkan satu juta gabak untuk menyuruh para bandit mengantarkan pengawal-pengawalnya pulang. Sekarang, dia seolah-olah sudah berubah menjadi orang yang berbeda.Sekelompok orang itu pun pergi ke vila Keluarga Wilianto. Vila seluas lima hektar ini memiliki tiga pintu masuk dan tiga pintu keluar, juga dijaga oleh seorang pelayan tua. Halamannya dipenuhi oleh daun yang berguguran.Wira melirik sekilas vila ini dan merasa vila ini sangat mirip dengan bangunan antik zaman dulu. Danu, Ganjar, dan Sony juga tercengang setelah melihatnya.Di sisi lain, Dian malah berkata dengan tidak puas, “Ada delapan pilar yang sudah retak dan perlu diganti. Harganya paling nggak mencapai 12.000 gabak. Kurangi lagi harga sewa
Setelah percakapan itu, Wira dan Dian tidak tahu harus bagaimana melanjutkan percakapan lagi. Sebenarnya, situasi mereka berdua selama beberapa hari terakhir memang seperti ini. Jika tidak ada yang perlu dibicarakan, mereka hanya akan diam. Bagaimanapun juga, yang satu sudah beristri dan yang satu lagi pernah menikah tiga kali. Apabila bukan karena alasan tertentu, mereka tidak akan menghabiskan waktu berdua.“Aduh!”Tiba-tiba, terdengar suara teriakan seseorang dan suara kuda melengking. Kereta kuda pun tiba-tiba berhenti. Sepertinya, ada orang yang terjatuh.Danu berkata, “Kak Wira, ada orang mabuk yang tiba-tiba muncul, lalu terjatuh di depan kereta kuda.”“Apa mungkin penipu?” Wira membuka tirai kereta, lalu berjalan turun dari kereta kuda. Dian juga mengikutinya.Seorang pria paruh baya kurus yang seluruh tubuhnya bau alkohol berbaring di depan kereta kuda. Dia memegang sebotol arak, lalu menuangkan isinya ke mulut dengan mabuk.Wira memapahnya untuk berdiri, lalu bertanya, “Paman
Seorang pria paruh baya yang membawa delapan pengawal sedang menunggu di depan penginapan dengan ekspresi garang. Begitu melihat Wira, tatapannya berubah menjadi sangat ganas.Wira bertanya dengan heran, “Siapa kamu?”Dian menjawab, “Dia itu Johan Silali, putra kedua Keluarga Silali dan juga paman Mahendra.”Begitu mendengar ucapan Dian, Danu dan Ganjar langsung berdiri di kedua sisi Wira untuk melindunginya. Sony diam-diam berjalan mundur ke kereta kuda untuk mengambil Pedang Treksha, lalu memberikannya kepada mereka.Wira pun tersadar dan bertanya tanpa basa-basi, “Apa maumu?”“Kamu sudah menghancurkan semua yang dibangun Keluarga Silali selama tiga generasi, juga menjebloskan kakakku ke penjara dan membunuh Mahendra! Cepat atau lambat, aku pasti akan menghabisimu!” ujar Johan dengan marah. Dia memelototi Wira sambil mengepalkan tinjunya dengan erat. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa kakak dan keponakannya bisa dikalahkan oleh pemuda ini.Wira bertanya dengan terkejut, “Mahendra
Keluarga bangsawan tidak seperti keluarga kaya kabupaten. Dalam keluarga mereka, pasti ada orang yang menjadi pejabat di istana. Bahkan prefektur juga harus menghormati keluarga bangsawan dan tidak berani menyinggung mereka. Dapat dikatakan bahwa orang yang bisa menguasai kota pusat pemerintahan bukanlah orang biasa.Dian merasa Wira masih muda dan tidak memiliki pengalaman dalam menghadapi keluarga bangsawan sehingga tidak mengetahui seberapa hebatnya mereka.“Dasar bocah tak tahu diri! Kalau nggak percaya, coba saja. Kamu akan segera tahu kehebatan mereka!” ujar Johan dengan kesal. Kemudian, dia pun pergi. Tujuannya mengatakan itu semua karena ingin melihat Wira ketakutan, putus asa, dan memohon kepadanya. Alhasil, Wira sama sekali tidak peduli dan bahkan berani memaki Keluarga Yumandi. Wira benar-benar sangat bernyali.Johan merasa sangat marah. Namun, dia yakin Wira akan segera tahu kehebatan Keluarga Yumandi begitu dipersulit nanti. Pada saat itu, Wira pasti akan berlutut di depan
Wira memapah Gandi dan Ganjar untuk berdiri, lalu berkata, “Apa kalian pernah berpikir kalau benar-benar terjadi sesuatu pada kalian, bagaimana dengan ibu, istri, dan anak kalian? Aku memang bisa menghidupi mereka, tapi uang hanya bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka, nggak bisa menggantikan posisi maupun tanggung jawab kalian sebagai anak, suami, dan ayah.”“Tuan, kami tahu kami salah,” jawab Gandi dan Ganjar sambil menangis terharu. Pada saat-saat seperti ini, Wira masih memperhatikan mereka. Dia benar-benar adalah orang yang sangat baik hati. Meskipun harus dipenggal karena membunuh Mahendra, mereka merasa semuanya sudah sepadan.Wira berkata dengan cemberut, “Apa kesalahan kalian? Bukannya hari itu kalian pergi mencari dokter untuk mengobati ibu kalian? Kalian hanya tersesat dan akhirnya nggak bertemu dengan dokternya.”“Eh ... emm!” Kedua bersaudara itu mengangguk dengan terkejut.Wira memperingati mereka dengan serius, “Ingat, bahkan kalau Tuhan yang bertanya, kalian juga harus m
Tanpa dukungan yang kuat, orang yang bisa menjadi pejabat tingkat ketiga dalam kurun waktu 10 tahun pasti bukanlah orang biasa.“Bisa dibilang ada sih!” Dian menjawab sambil tersenyum, “Ketika raja sebelumnya mau melakukan reformasi, Pak Putro sangat berani bertindak. Ke mana pun dia pergi, dia akan membantai keluarga kaya, keluarga bangsawan, dan keluarga terhormat. Dia memiliki banyak musuh di istana dan selalu dikritik. Berkat perlindungan raja sebelumnya, dia baru bisa keluar dari situasi itu dengan selamat.”Wira berdecak kagum, “Dia memang hebat!”Istana adalah tempat yang paling berbahaya. Orang biasa tidak mungkin bisa selamat setelah membantai semua orang dari tingkatan rendah sampai tinggi.Dian berkata lagi, “Setelah mengundurkan diri dari jabatannya, Pak Putro pun mulai mengajar. Setiap ada ujian, setidaknya ada tiga muridnya yang mendapatkan peringkat tertinggi. Semua pelajar yang datang ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sangat ingin mengunjungi Pak Putro dan mendapatkan k
Para pengawal dan pelayan rumah ini tidak banyak. Semuanya juga berpenampilan sederhana. Di sebuah paviliun di rumah tengah, sebuah tikar dibentangkan di atas lantai. Di atasnya, ada sebuah meja kecil.Seorang pria paruh baya beruban yang tampak gagah sedang duduk di atas lantai sambil menguap dan meregangkan badannya. Di hadapannya, ada seorang pemuda yang terlihat konservatif sedang berlutut di atas tikar dan menyuguhkan teh untuk pria paruh baya itu.Pemuda kolot itu berkata dengan cemberut, “Guru, aku sudah bekerja di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu selama dua tahun, tapi ini adalah pertama kalinya Guru mengundangku ke rumah. Apa Guru punya perintah?”Putro menjulingkan matanya dan menjawab, “Farhan, kamu itu wakil prefektur di kota pusat pemerintahan ini. Kenapa malah cemberut seperti anak kecil!”Farhan mendengus ringan, “Soalnya Guru membuatku kesal. Aku sudah menjabat di tempat ini selama dua tahun, tapi Guru nggak pernah menemuiku. Aku tahu Guru sangat rendah hati, tapi ini sud
Nayara memang sudah bersekongkol dengan Senia dan saat itu orang yang bertugas untuk menemuinya adalah Doly, sehingga dia mungkin melupakan wajah Doly.Namun, sekarang Senia sudah meninggalkan Provinsi Yonggu dan berselisih dengan Wira. Wira bahkan sudah bersiap mengejar dan membunuh Senia. Nayara berpikir jika Doly berada di pihak yang sama dengan Senia, Doly pasti sudah pergi juga dan saat ini tidak akan muncul di kamarnya.Doly tidak menghiraukan perkataan Nayara, hanya menatap Nayara dengan dingin. Bahkan dia sendiri pun merasa jijik dengan orang licik seperti Nayara. Setidaknya, dia tidak akan pernah mengkhianati tuannya, apalagi melakukan perbuatan keji seperti ini.Nayara jelas tahu orang di depannya adalah musuh bebuyutannya. Namun, demi keuntungannya sendiri, dia tetap tega bekerja sama dengan pihak musuh. Doly bertanya-tanya mengapa ada orang yang sekeji ini di dunia. Orang seperti ini pantas dibunuh oleh siapa pun.Wira kembali menatap Nayara dan berkata dengan tenang, "Seka
"Kalau aku nggak percaya perkataan mereka, jadi aku harus percaya perkataan siapa?" kata Wira sambil tersenyum dingin.Nayara segera berkata, "Tuan Wira tentu saja harus percaya perkataanku. Aku sudah berada di pihakmu dan bahkan menceritakan segala sesuatu tentang Desa Damaro padamu, ini sudah cukup untuk membuktikan kesetiaanku.""Aku tahu, pasti ada orang yang iri melihatku makin dekat dengan Tuan Wira belakangan ini. Hubungan kita juga makin baik, jadi ada orang yang cemburu dan membisikkan hal-hal yang nggak benar agar Tuan Wira salah paham padaku."Wira menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin merasa Nayara ini benar-benar tidak tahu diri. Dia sudah berdiri di hadapan Nayara karena ingin memberinya satu kesempatan untuk mengakui semuanya dengan patuh. Namun, sampai sekarang pun Nayara masih mencari berbagai alasan untuk membela diri, dia benar-benar merasa kecewa.Dia berdiri dan berjalan ke belakang Nayara, lalu menekan pundak Nayara dan berkata, "Kalau aku nggak punya bukti
Nayara berkata sambil menggertakkan giginya, "Dia tentu saja musuh bebuyutanku. Aku nggak akan melupakan apa yang terjadi di Desa Damaro, bahkan sampai sekarang pun aku masih sering bermimpi tentang pemandangan semuanya mati dengan mengerikan di depanku. Semua ini adalah ulah Senia. Aku tentu saja nggak akan pernah berhubungan apa pun dengannya.""Kalau benar-benar ada, itu pun hanya hubungan hidup atau mati. Entah dia yang membunuhku atau aku yang membunuhnya. Kalau bukan karena dendamku pada Senia, aku mana mungkin tega menyerang Dahlan."Nayara berbicara dengan penuh amarah dan tatapan yang penuh dengan niat membunuh, bahkan matanya pun sudah memerah. Ini cukup untuk menunjukkan betapa besar amarah yang tersimpan di hatinya.Namun, Wira tidak menghiraukan perkataan Nayara, melainkan mendengus dan berkata sambil bertepuk tangan, "Aku mengakui aktingmu benar-benar hebat, bahkan aku pun sudah tertipu. Mungkin karena aku percaya dengan apa yang terjadi di Desa Damaro dan juga padamu.""
Wira baru teringat kembali dia sudah melupakan orang yang begitu penting. Berkat peringatan dari Doly, dia sudah mengetahui Nayara bukan orang yang sejalan dengannya dan sudah berpihak pada Senia. Nayara bisa mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata di sisinya, sehingga bisa membocorkan informasi mereka pada Senia dan sekaligus menyesatkan dirinya.Mengingat semua perbuatan Nayara, Wira benar-benar marah. Nayara berasal dari Desa Damaro, tetapi dia tega melihat para penduduk desa mati secara tragis hanya demi kepentingan pribadinya dan bahkan berpihak pada musuhnya. Syarat apa yang sebenarnya sudah ditawarkan Senia sampai membuatnya begitu setia dengan Senia? Dia bahkan sampai mengabaikan hubungan kekeluargaan.Dalam sekejap, Wira sudah sampai di depan kamar Nayara dan mendengar suara teriakan dari dalam."Cepat lepaskan aku. Aku ingin bertemu dengan Tuan Wira. Aku adalah tamu kehormatan Tuan Wira. Saat Tuan Wira datang ke Desa Damaro, aku yang mengenalkannya. Aku bahkan rela mengor
Doly segera bertanya dengan nada penasaran, "Apa kamu membiarkan mereka pergi karena masih mengenang masa lalu?"Bagi Doly, Senia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh orang seperti Panji yang licik dan berbahaya.Mereka berdua layaknya dua serigala yang saling mendukung untuk menebar kekacauan. Jika kali ini mereka gagal dibunuh dan dibiarkan lolos begitu saja, masalah di masa depan akan makin sulit untuk diatasi. Pada saat itu, dunia mungkin akan jatuh ke dalam kehancuran besar.Meskipun ada hubungan masa lalu yang harus dipertimbangkan, Doly tetap berharap bahwa Wira bisa membunuh Senia. Dengan begitu, masalah ini bisa diselesaikan untuk selamanya. Semua ini demi rakyat jelata yang tak berdosa.Meskipun kedua belah pihak berada di kubu yang berbeda dan bahkan bukan dari bangsa yang sama, peperangan yang terus-menerus sudah membawa banyak penderitaan. Mana mungkin mereka bisa terus merenggut lebih banyak nyawa lagi?Wira bertanya, "Kamu p
Setelah kembali ke kediaman jenderal, Danu dan Agha segera masuk ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat.Berbeda dengan mereka berdua, Wira terlihat jauh lebih santai. Meski semalam dia juga ikut dalam perjalanan yang melelahkan, Wira tidak benar-benar bertarung melawan musuh.Sementara itu, Danu dan Agha harus terus bertarung melawan makhluk-makhluk beracun sehingga tenaga mereka terkuras habis. Wira memahami betul kelelahan yang mereka rasakan.Setelah akhirnya bisa pulang, Wira hanya bisa membiarkan keduanya beristirahat dengan tenang. Bagaimanapun juga, mereka adalah saudara yang sangat dia percayai.Berhubung Wira sendiri tidak terlalu lelah dan tidak merasa mengantuk, dia langsung menuju ke kamar Doly.Doly adalah orang yang berbakat. Setelah dia sepenuhnya berpihak kepada Wira, tentu Wira merasa perlu menjenguknya untuk melihat kondisi lukanya.Ketika Wira memasuki kamar, dia melihat Doly sedang berjalan mondar-mandir dengan ekspresi penuh pikiran. Menyadari Wira telah
Bagi mereka, semua itu seperti mimpi buruk yang tidak akan terlupakan.Wira berucap, "Semua, tolong bangkit dulu. Kalian terus berlutut di depanku, bahkan ada yang usianya lebih tua dariku. Ini sama saja dengan memperpendek umurku. Sejujurnya, sejak dulu aku selalu menentang kebiasaan berlutut seperti ini. Sebenarnya kebiasaan ini bisa diubah.""Saat bertemu, cukup berjabat tangan saja. Nggak perlu sampai berlutut segala, 'kan? Kita semua sama, sama-sama punya satu kepala di atas satu pundak. Nggak ada yang punya kepala dan lengan berlebih. Jadi, nggak ada perbedaan besar di antara kita," tambah Wira."Kalau kita terus membagi manusia ke dalam kelas-kelas yang berbeda, bukannya itu sangat nggak adil bagi banyak orang? Apalagi di kampung halamanku, kebiasaan berlutut ini dipercaya bisa memperpendek umur!" jelas Wira.Mendengar ucapan Wira, barulah semua orang mulai bangkit. Banyak dari mereka sempat berpikir bahwa setelah kekuasaan Wira makin besar, dia pasti bukan lagi Wira yang dulu.
Kalau tidak di masa depan saat mereka perlu memimpin pasukan untuk berperang, dari mana lagi uang untuk membiayai perang akan didapatkan?Mereka semua sebenarnya hanya memikirkan Wira. Akibat alasan itu, mereka memang terkesan dingin dan tanpa perasaan. Namun pada akhirnya, bukankah semua itu dilakukan demi kepentingan wilayah dua provinsi ini?Wira memberi tahu, "Semuanya, tolong segera bangkit. Soal 5 miliar gabak ini, kalian seharusnya berterima kasih pada Ibu Suri Kerajaan Agrel. Kalau bukan karena mereka, mana mungkin kami bisa mendapatkan perak sebanyak itu?""Tanpa itu, tentu saja kami nggak bisa membangun kembali rumah-rumah kalian," ucap Wira dengan tenang. Apa yang dia katakan memang benar adanya. Sebenarnya dia juga sempat dilema, apakah harus menggunakan uang dari kas negara atau tidak?Jika uang itu benar-benar digunakan, kekhawatiran Danu dan yang lainnya bisa menjadi kenyataan. Dalam skenario seperti itu, jika terjadi kekacauan di seluruh negeri, rakyat tidak hanya akan
Orang-orang itu memang tidak membawa senjata apa pun di tangan mereka. Bahkan, ada beberapa wanita yang membawa anak-anak. Tangan mereka juga terlihat memegang keranjang.Di dalam keranjang-keranjang itu, terdapat banyak buah, sayuran, beberapa telur, dan daging. Dari penampilannya, sepertinya mereka bukan datang untuk mencari masalah. Lagi pula, siapa yang akan membawa keluarga dan anak-anak untuk berkelahi?Apalagi dengan begitu banyak wanita di antara mereka, bukankah itu sama saja seperti menyia-nyiakan nyawa?"Mereka ini kalau bukan datang untuk bikin keributan, mau apa dong?" ucap Agha sambil menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia benar-benar tidak mengerti situasi ini. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?Wira mengamati mereka dengan saksama untuk beberapa waktu sebelum akhirnya berucap, "Mungkin mereka datang untuk berterima kasih kepada kita?""Berterima kasih?" Baik Danu maupun Agha, mereka masih terlihat bingung. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, tiba-tiba terdengar s