Para rakyat terus mengeluh, "Kalau Ratu masih memerintah negara, kita pasti akan hidup menderita!"Tentu saja, Jihan langsung mengutus orang-orang untuk membalas kritikan ini."Yahya itu penyebab dari masalah ini. Kalau dia nggak menyatakan bahwa 3 provinsi berdiri sendiri dan melawan pemerintah, Panglima Yudha nggak akan meninggalkan Kerajaan Nuala. Kerajaan Agrel dan Monoma juga nggak akan memanfaatkan kesempatan ini untuk bertindak!""Sebenarnya, ini kesalahan Keluarga Juwanto!""Huh! Demi merebut kedudukan raja, Keluarga Juwanto membuat Kerajaan Nuala kehilangan wilayah kekuasaan. Yahya benar-benar sok hebat! Kalau dia jadi raja, takutnya Kerajaan Nuala akan celaka!"Jihan menyuruh bawahannya untuk memanas-manasi situasi sehingga membuat sebagian besar rakyat tahu tentang hal ini. Para rakyat pun mulai mencela Keluarga Juwanto. Sejak Raja Bakir meninggal, Keluarga Juwanto dan pemerintah Kerajaan Nuala tidak berhenti berseteru.Banyak rakyat juga terlibat dalam perseteruan ini. Namu
Pada saat yang sama, Keluarga Juwanto sudah bersiap-siap. Saat ini, Kumar sedang duduk di ruang kerja. Tatapannya sangat dingin.Gibran yang penasaran bertanya, "Ayah, apa kita benar-benar mau menyerang Kerajaan Monoma dan merebut Provinsi Suntra?"Kumar mengangguk dan menjawab, "Benar, sekarang kita akan bertindak."Gibran yang kebingungan menimpali, "Tapi ... bukannya ini terlalu berbahaya? Kerajaan Monoma baru menguasai Provinsi Suntra, apa nggak terlalu cepat kalau kita langsung menyerang mereka?"Kumar tersenyum dan menjelaskan, "Justru lebih mudah kalau kita menyerang sekarang. Kerajaan Monoma sudah mendapatkan Provinsi Suntra dan mereka menganggap masalah sudah selesai. Mereka nggak akan menduga kita akan bertindak.""Tentu saja, Kerajaan Monoma akan mewaspadai Kerajaan Nuala dan Yudha. Tapi, mereka nggak akan mencurigai kita. Siapa yang akan menyangka ternyata tujuan kita itu merebut Provinsi Suntra setelah semua yang kita perbuat," lanjut Kumar.Kumar sangat yakin tidak ada or
Harnold dan para bawahannya sedang merayakan kemenangan mereka di dalam kota. Harnold mengangkat botol arak, lalu berseru kepada bawahannya dengan ekspresi gembira, "Hehe. Malam ini, kita minum sampai mabuk." Harnold tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya.Wakil jenderal, Pahlevi, mengangkat gelas arak sambil bertanya kepada Harnold dengan ekspresi cemas, "Jenderal Harnold, apa kita nggak terlalu santai kalau bersenang-senang seperti ini setelah merebut kota?""Haha, ada aku di sini. Untuk apa kamu takut?" ucap Harnold dengan raut wajah bangga. Dia mengangkat gelas arak, lalu menenggaknya dan melanjutkan, "Tenang saja, nggak akan terjadi apa-apa."Namun, Pahlevi yang masih merasa gugup bertanya lagi, "Bagaimana kalau mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk diam-diam menyerang kita?""Diam-diam menyerang kita?" kata Harnold dengan ekspresi sinis. Kemudian, dia tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dan meneruskan perkataannya, "Mereka nggak mungkin berani diam-diam menyerang kita. Sekarang,
Prabu menempatkan para prajurit untuk melakukan penyergapan di luar perbatasan Provinsi Suntra. Mereka hanya tinggal menunggu tengah malam untuk bertindak. Waktu berjaga setelah tengah malam biasanya tidak terlalu ketat. Memilih waktu itu untuk bertindak memiliki peluang keberhasilan yang lebih tinggi.Apalagi, pasukan yang dipimpin oleh Prabu hanya 30 ribu pasukan, tetapi kekuatannya tidak perlu diragukan. Ini adalah pasukan elite dari Keluarga Juwanto. Jika benar-benar terjadi pertempuran, kekuatan 30 ribu pasukan ini bisa menandingi 80 ribu orang. Pasalnya, semua pasukan ini telah berlatih bela diri sejak kecil dan merupakan para ahli.Dengan kekuatan tempur sedemikian rupa, jangankan ada 20 ribu orang yang berjaga di Provinsi Suntra, bahkan jika ada 80 ribu pasukan juga mereka tidak akan gentar. Waktu terus bergulir, tengah malam pun telah tiba.Semua orang telah melakukan persiapan sedari tadi. Seiring dengan perintah Prabu, muncul 30 orang dari barisan pasukan tersebut. Ketiga pu
Oleh karena itu, kedua bersaudara itu sangat patuh dan tidak pernah mengungkit masalah warisan Keluarga Juwanto. Sebab, mereka tahu bahwa warisan Keluarga Juwanto tidak akan pernah menjadi bagian mereka. Semuanya adalah milik kakaknya ini!"Paman, setelah Provinsi Suntra jatuh di tangan kita, Ratu pasti akan sangat malu kali ini," ujar Yahya sambil tersenyum. Saat ini dia baru mengerti maksud dari pamannya dan merasa bangga dalam hati. Pamannya ini mungkin bukan seorang pahlawan, tetapi dia tidak kalah gagahnya dari seorang pahlawan! Bahkan cara yang tidak menguntungkan seperti ini saja bisa terpikirkan olehnya. Namun pada saat bersamaan, Yahya juga mulai berwaspada terhadapnya."Haha, Yahya, sepertinya Jihan kali ini nggak akan bisa membalikkan situasi lagi!" seru Kumar dengan kegirangan. Tentu saja, berita ini juga sudah tersebar hingga ke istana. Mendengar laporan ini, ekspresi Jihan sangat muram. Dia baru mengerti rencana sebenarnya dari Keluarga Juwanto."Dia menggunakan segala ca
Mendengar ucapan Kemal, Ardi hanya menghela napas. "Benar, yang Mulia. Takutnya, kabar ini sudah beredar ke seluruh negeri sekarang ...."Memikirkan hal ini, Jihan semakin frustrasi."Keluarga Juwanto pasti akan mengumumkan masalah ini ke seluruh pelosok negeri. Dalam pemerintahan Ratu yang singkat ini, Ratu telah kehilangan dua provinsi. Sementara Keluarga Juwanto malah berhasil merebut salah satu provinsinya. Jelas sekali, mereka ingin menggunakan cara ini untuk mengundang kritikan kepada Ratu dan menimbulkan perebutan kekuasaan. Mungkin saja, Keluarga Juwanto juga akan mengungkit kembali masalah mendiang raja sebelumnya.""Hanya sedikit orang yang mengetahui kebenarannya. Rakyat hanya tahu bahwa Ratu kehilangan dua provinsi dan Keluarga Juwanto ... merebut kembali salah satunya ...," timpal Kemal. Meski mereka memang sudah tahu kenyataannya ini, tetap saja hal ini sangat membuat orang tertekan."Yang Mulia, masalah ini sudah telanjur terjadi, sekarang tidak bisa diperbaiki lagi. Saa
Jika Keluarga Barus turun tangan, mungkin bisa menyelesaikan situasi mendesak ini untuk sementara. Setidaknya Keluarga Juwanto tidak akan memiliki begitu banyak sumber daya untuk melawan kerajaan dan tidak terlalu banyak orang yang beralih ke pihak Keluarga Juwanto.Bagaimanapun, tidak ada yang ingin terlibat langsung dalam pertempuran saat ini. Namun, bagaimana jadinya kalau Keluarga Barus gagal? Ini akan menjadi bencana besar! Rencana ini memang tidak terlalu buruk, tetapi membuat Jihan menghela napas berat.Pasalnya, dia sudah bermusuhan dengan Keluarga Barus. Sama seperti Keluarga Juwanto, Keluarga Barus juga sudah lama mengincar posisi di Kerajaan Nuala. Khawatirnya, mereka tidak akan membantu Jihan begitu saja."Kemal, aku mengerti dengan maksudmu. Tapi ... ada satu hal yang belum kuberitahukan pada kalian. Aku sudah lama mengetahui posisi Keluarga Barus. Mereka ... juga menginginkan Kerajaan Nuala!" Begitu perkataan itu dilontarkan, Kemal dan Ardi sontak tercengang."Apa!" Merek
Kemal berlutut dengan cemas di lantai, dia benar-benar sakit hati melihat kondisi Kerajaan Nuala saat ini. Jihan juga merasa menderita, lantas dia menarik napas dan menggertakkan giginya. "Baik ... baiklah .... Tapi aku tidak berani menjamin bisa berhasil. Aku hanya bisa berusaha sebaik mungkin ...."Jihan juga sebenarnya sangat tak berdaya. Dia juga tahu bahwa ini adalah cara terbaik."Yang Mulia, manusia hanya bisa berusaha, langit yang akan menentukan hasilnya. Jika takdir memang menentukan Kerajaan Nuala harus terkena bencana, kita hanya bisa berpasrah ...," celetuk Kemal yang tidak tahu harus berkata apa lagi.Tiba-tiba Ardi menimpali, "Yang Mulia, masih ada satu hal lagi. Kali ini musuh kita adalah putra sulung Kumar, yaitu Prabu. Aku hanya pernah bertemu dengannya sekali. Meski dia ini genius, selama ini dia tidak pernah menampakkan diri, aku bahkan sudah lupa padanya ....""Sekarang dia malah turun tangan sendiri, berarti ... Keluarga Juwanto sudah bertekad ingin berjuang mati-
Melihat situasi ini, Adjie langsung berseru. Guntur pun termangu, tetapi dia langsung memahami maksud Adjie. Jelas, ini adalah cara untuk menunjukkan statusnya.Mau tak mau, Guntur memaksakan senyuman dan menyapa, "Hehe, Kak Adjie? Mau ke mana?"Adjie melambaikan tangan dan menoleh menatap Tora dan Bajra. Dengan nada tenang, dia berkata, "Kalian berdua pergi dulu, ini bukan urusan kalian. Guntur, temani aku jalan-jalan."Guntur tertegun sesaat. Sebenarnya, dia tidak terlalu ingin mengikuti Adjie. Kemarin, cara Adjie bersikap benar-benar membuatnya merasa tertekan. Namun, melihat wajah Adjie yang tegas, Guntur hanya bisa menghela napas dan mengikutinya keluar.Begitu mereka tiba di tempat yang lebih sepi, Adjie bertanya dengan pelan, "Jadi, aku dengar kamu punya hubungan yang cukup baik dengan Kunaf? Apa itu benar?"Guntur tertegun lagi. Reaksi pertamanya adalah mengira Adjie mendengar percakapan mereka kemarin.Namun, setelah beberapa saat, Adjie melanjutkan dengan suara ringan, "Saat
Mendengar kata-kata Enji, Guntur tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Boleh dicoba. Tapi, saat ini yang paling penting adalah memastikan agar dia nggak tahu rencana ini. Selebihnya, kita bisa merencanakan dengan matang."Enji mengangguk serius. Setelah memastikan semuanya, dia berujar, "Baiklah. Kalau begitu, besok aku akan mengurus hal ini. Kamu rahasiakan dulu, besok kita buat keputusan akhir.""Baik!" Guntur tersenyum mendengarnya. Menurutnya, jika semua berjalan sesuai rencana, ini adalah kesempatan bagus. Yang harus dipastikan pertama adalah kekuatan mereka saat ini. Begitu waktunya tiba besok, dia bisa langsung menyingkirkan Adjie.Di luar, Adjie yang mendengar percakapan itu ikut tersenyum. Setelah beberapa saat, melihat Guntur hendak keluar, dia segera berdiri dan pergi lebih dulu.....Keesokan harinya, Adjie sudah lebih dulu tiba di aula utama Desa Riwut. Dalam perjalanannya, banyak orang menyapanya dengan ramah. Jelas, mereka benar-benar menganggap Adjie seb
Mendengar hal itu, Guntur tertegun sejenak, agak bingung dengan perkataan Enji. Beberapa saat kemudian, Enji berkata, "Hehe, tak disangka kita mendapatkan harta kali ini. Bukankah saudara yang kamu sebut sebelumnya juga bekerja di pasukan utara?"Guntur tersenyum tipis mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia perlahan menyahut, "Jangan dibahas lagi. Aku sudah lama nggak bisa menghubunginya. Entah apa yang terjadi. Terakhir kali pasukan utara berencana menuju perbatasan kota, tapi mereka dijebak. Sekarang mereka semua mundur ke daerah Pulau Hulu."Enji mengangguk. Dalam hatinya, dia mulai menebak identitas Adjie. Setelah beberapa saat, seolah-olah terpikirkan sesuatu, dia berkata pelan, "Apa kamu memperhatikannya? Kemampuan Adjie cukup luar biasa. Aku sampai merasa dia mungkin pernah menjadi tentara."Enji mengangguk lagi, merasa semakin yakin. Tidak berselang lama, Guntur yang berdiri di samping tiba-tiba juga mengangguk seperti teringat sesuatu.Dia mendongak menatap Enji dan berkata
Melihat pemandangan itu, Enji tersenyum dan berkata, "Sebelumnya aku masih nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, kamu memang bisa diandalkan. Semuanya, cepat beri hormat pada Kak Adjie kalian ini"Adjie juga terkejut saat mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka orang-orang ini begitu sopan sampai memberi hormat padanya.Melihat ekspresi Adjie yang terlihat canggung, Enji tertawa dan berkata, "Hehe. Kamu nggak perlu gugup, ini memang tradisi di tempat kita. Lagi pula, ini juga penting untukmu."Mendengar perkataan itu, semua orang menganggukkan kepala. Bagi mereka, ini memang hal yang wajar dan harus dilakukan.Guntur juga segera bangkit dan berkata, "Semuanya, jangan basa-basi lagi. Cepat maju dan bersujud pada Kak Adjie."Mengingat adegan sebelumnya di mana Adjie membunuh orang dengan begitu tegas, Guntur benar-benar merasa trauma. Dia merasa dirinya sudah cukup kejam, ternyata Adjie malah lebih kejam lagi.Beberapa saat kemudian, Adjie akhirnya berkata, "
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t
Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l
Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert
Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y