"Memang aneh." Yudha sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dilakukan oleh musuhnya."Jangan-jangan, mereka mundur dengan sukarela karena tahu tidak akan bisa menang melawan kita? Demi tidak merusak reputasinya, jadi mereka hanya berlagak untuk menyerang sejenak, lalu pergi begitu saja?" Perkataan Zaabit semakin membuat Yudha curiga.Sorot mata Yudha semakin muram. Apa tujuan mereka sebenarnya melakukan hal ini? Di saat kedua orang itu masih merasa heran, tiba-tiba muncul seorang prajurit sambil berteriak. Wajahnya tampak cemas dan panik. Dia langsung menyampaikan surat yang dibawanya kepada Yudha."Lapor Jenderal, pasukan Monoma mengutus seseorang untuk mengirimkan surat!""Surat dari Monoma?" gumam Yudha sambil menerima surat tersebut. Saat melihat isinya, tebersit kilatan dingin di mata Yudha. Selanjutnya, dia bergumam, "Mereka menantangku bertarung secara langsung.""Apa?" Zaabit tercengang. "Jenderal, jumlah mereka sangat banyak. Kalau benar-benar terjadi pertempuran, kita pas
Keduanya saling memuji, tetapi Taufik malah menatap Yudha dengan pandangan berkobar saat berkata, "Jenderal Yudha, pertemuan kita hari ini bisa dibilang sebagai jodoh. Aku nggak ingin saling membunuh denganmu. Kamu tarik saja pasukanmu.""Oh ya?" Yudha merasa kaget mendengar ucapannya. Dia menatap Raja Monoma dengan ragu-ragu, lalu bertanya, "Apa maksud Anda ini? Apa Anda mengira aku akan takut pada kalian?""Hehehe ...." Raja Monoma tertawa sinis. Tatapannya penuh dengan kecuekan dan sindiran. "Perkataan Jenderal kurang tepat. Aku tidak pernah beranggapan kalian akan kalah dari kami. Sebaliknya, reputasimu dalam medan perang sangat terkenal. Siapa yang tidak kenal dengan Jenderal Yudha? Kerajaan Nuala benar-benar beruntung punya jenderal gagah berani sepertimu!"Pujian ini justru membuat Yudha semakin curiga. "Kenapa begitu?""Sederhana sekali," lanjut Taufik. "Sebenarnya kali ini kami tidak serius ingin berperang dengan kalian."Mendengar ucapannya, Yudha semakin tidak mengerti apa y
Murad tampak sangat tenang. Dia tersenyum sambil menyesap bir, lalu menimpali dengan santai, "Nggak usah khawatir, bangsa Agrel nggak akan menyerang kita.""Benar, apa yang kalian khawatirkan? Tenang saja, hari ini kita akan minum-minum sampai puas dan mabuk!" seru salah satu tentara.Saat ini, kecemasan dan ketakutan dalam hati mereka pun sirna. Lagi pula, jenderal sudah berbicara demikian. Untuk apa mereka merasa khawatir lagi?Jadi, sekelompok orang itu mulai minum dan bernyanyi, mereka terlihat sangat gembira. Keributan ini pun menarik perhatian Braja.Dengan ekspresi gelisah, Braja bergegas menghampiri. Dia berkata dengan ekspresi serius, "Jenderal, sekarang adalah momen paling kritis dalam pertempuran kedua negara. Kita seharusnya berwaspada, jangan sampai lengah saat Kerajaan Agrel menyerang kita."Begitu mendengarnya, Murad dan para tentara yang sedang menikmati bir pun saling bertatapan. Kemudian, mereka sontak tertawa terbahak-bahak.Terlihat penghinaan di tatapan Murad saat
"Omong kosong!" Ekspresi Yudha tampak sangat suram. Dia membentak, "Jangan harap! Aku nggak akan tunduk pada penjahat seperti kalian!"Ucapan ini membuat wajah Taufik menjadi sangat masam. Setelah terdiam sesaat, dia tersenyum sinis dan mengejek, "Hehe, aku juga nggak akan memaksa kalau kamu nggak mau."Kemudian, dengan ekspresi dingin, Taufik meneruskan dengan nada menghina, "Sepertinya, pasukan dari Agrel sudah mulai bertarung dengan tentara yang menjaga perbatasan Kerajaan Nuala, 'kan?"Taufik terkekeh-kekeh dingin. Dia bertanya lagi dengan ekspresi mencemooh, "Memangnya kamu kira bisa membantu kalau pergi ke sana sekarang?"Ucapan ini membuat wajah Yudha dipenuhi amarah. Dia sangat mengkhawatirkan para tentara yang berjaga di perbatasan. Bagaimanapun, mereka semua hanya tahu bersenang-senang dan tidak pernah becus dalam bekerja.Hanya pengawal pribadinya, Braja, yang bisa diandalkan di sana. Namun, Braja tidak memiliki status apa pun, orang-orang itu tidak mungkin mendengarkannya.
Saat ini, beberapa tentara bergegas mengadang di depan Braja. Salah satunya berseru, "Jenderal, cepat kabur!"Braja pun menggertakkan giginya, lalu berbalik dan melarikan diri dari sana. Tanpa diduga, sebelum sempat mengambil langkah, mereka sudah dikepung lagi oleh orang-orang yang memegang pedang. Kecepatan orang-orang ini sangat tinggi, seperti ingin menghabisi mereka dengan kejam.Braja melawan mati-matian, tetapi malah ditikam dari belakang. Karena tidak bisa mengelak, lengan Braja juga dipotong sampai putus!Darah sontak menciprat. Rasa sakit yang dahsyat ini sampai membuat sekujur tubuh Braja gemetaran. Meskipun begitu, dia tetap berusaha untuk bertahan.Sementara itu, para tentara di belakang terus berjatuhan. Terlihat darah mengalir ke mana-mana dan mayat berserakan.Pada akhirnya, Braja yang tidak bisa melawan begitu banyak orang sendirian pun tewas dengan tragis.Pada saat yang sama, Raja Tanuwi memimpin 80.000 pasukannya untuk menyerbu barak di perbatasan. Di sisi lain, Mur
Ketika melihat musuh yang begitu banyak, Murad ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Zaabit yang berdiri di sampingnya pun tampak cemas. Dengan napas memburu, dia bertanya kepada Murad, "Jenderal, apa yang harus kita lakukan sekarang?"Pasukan menyerang perbatasan, mereka tidak memiliki kekuatan tempur. Murad menggertakkan gigi, lalu melambaikan tangannya dan membalas, "Kalau terus berada di sini, kita hanya akan mati!""Maksud Jenderal ...," tanya Zaabit.Murad menahan kepanikan dalam hatinya sembari menginstruksi, "Mundur! Kita hanya bisa mundur sekarang!"Zaabit yang berdiri di samping pun tertegun mendengarnya. Mundur? Jadi, Murad ingin mengabaikan kota dan para penduduk begitu saja?Zaabit menelan ludahnya dengan gelisah. Ketika ingin berbicara, dia malah mendapati Murad sudah melarikan diri dengan tergesa-gesa.Zaabit melirik sekilas para rakyat Provinsi Ladu. Kemudian, dia menggertakkan gigi dan ikut melarikan diri!Sebelum pasukan Raja Tanuwi menyuruh semuanya untuk meny
Dalam keadaan seperti itu, Kerajaan Monoma hanya akan menyerang Provinsi Suntra, sedangkan Raja Tanuwi akan menahan Yudha.Dengan kata lain, Kerajaan Nuala sudah berada dalam kondisi pasif, bahkan tidak memiliki peluang untuk melawan!"Hehe. Di sini terlalu jauh, kita nggak bisa mendengar suara apa pun meskipun ada keributan. Hais, sayang sekali, aku nggak bisa melihat pasukan kalian diserang habis-habisan!" ejek Taufik. Ejekan ini pun membuat ekspresi Yudha sangat masam."Yudha, aku tahu apa yang kamu khawatirkan. Kamu khawatir Kerajaan Agrel akan menyerang pusat Kerajaan Nuala, 'kan? Tenang saja, mereka nggak akan melakukan itu," lanjut Taufik.Yudha memicingkan mata mendengar ini. Sesudah merenung dengan saksama, dia baru memahami maksudnya."Kalian ... ingin menguasai salah satu provinsi secara utuh. Benar begitu?" tanya Yudha dengan nada dingin.Taufik pun tertawa terbahak-bahak sebelum menimpali, "Tepat sekali! Karena kamu memahaminya, mari kita membahasnya langsung. Aku rasa kam
Ekspresi Yudha tampak sangat suram saat mendengar perkataan Taufik ini. Saat ini, Taufik berkata lagi, "Yudha, tadi aku sudah bilang kami nggak akan menyerang Kerajaan Nuala. Tapi, kami pasti akan menguasai wilayah yang sudah kami taklukkan. Inilah alasan kami melakukan semua ini.""Jujur saja, karena kamu ditahan di sini, pasukan Agrel dan Monoma yang berjumlahkan 80.000 orang bisa saja menyerang 3 provinsi sekaligus. Raja Tanuwi sangat hebat, 10 hari sudah cukup baginya.""Tapi ... apa gunanya menyerang sebanyak itu? Lebih baik kami taklukkan 1 provinsi untuk dikuasai. Berhubung kalian nggak bisa melindunginya dengan baik, kami tentu nggak akan membiarkan kalian merebutnya. Jadi, yang ingin kami lakukan adalah menguasai 1 tempat secara utuh!" jelas Taufik yang menyunggingkan senyuman penuh kemenangan.Begitu mendengar penjelasan ini, Yudha merasa kebenarannya memang seperti itu. Kerajaan Nuala kacau balau sekarang. Yudha sendiri tidak tahu bagaimana cara mengatasi kekacauan ini. Saat
Melihat situasi ini, Adjie langsung berseru. Guntur pun termangu, tetapi dia langsung memahami maksud Adjie. Jelas, ini adalah cara untuk menunjukkan statusnya.Mau tak mau, Guntur memaksakan senyuman dan menyapa, "Hehe, Kak Adjie? Mau ke mana?"Adjie melambaikan tangan dan menoleh menatap Tora dan Bajra. Dengan nada tenang, dia berkata, "Kalian berdua pergi dulu, ini bukan urusan kalian. Guntur, temani aku jalan-jalan."Guntur tertegun sesaat. Sebenarnya, dia tidak terlalu ingin mengikuti Adjie. Kemarin, cara Adjie bersikap benar-benar membuatnya merasa tertekan. Namun, melihat wajah Adjie yang tegas, Guntur hanya bisa menghela napas dan mengikutinya keluar.Begitu mereka tiba di tempat yang lebih sepi, Adjie bertanya dengan pelan, "Jadi, aku dengar kamu punya hubungan yang cukup baik dengan Kunaf? Apa itu benar?"Guntur tertegun lagi. Reaksi pertamanya adalah mengira Adjie mendengar percakapan mereka kemarin.Namun, setelah beberapa saat, Adjie melanjutkan dengan suara ringan, "Saat
Mendengar kata-kata Enji, Guntur tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia berkata, "Boleh dicoba. Tapi, saat ini yang paling penting adalah memastikan agar dia nggak tahu rencana ini. Selebihnya, kita bisa merencanakan dengan matang."Enji mengangguk serius. Setelah memastikan semuanya, dia berujar, "Baiklah. Kalau begitu, besok aku akan mengurus hal ini. Kamu rahasiakan dulu, besok kita buat keputusan akhir.""Baik!" Guntur tersenyum mendengarnya. Menurutnya, jika semua berjalan sesuai rencana, ini adalah kesempatan bagus. Yang harus dipastikan pertama adalah kekuatan mereka saat ini. Begitu waktunya tiba besok, dia bisa langsung menyingkirkan Adjie.Di luar, Adjie yang mendengar percakapan itu ikut tersenyum. Setelah beberapa saat, melihat Guntur hendak keluar, dia segera berdiri dan pergi lebih dulu.....Keesokan harinya, Adjie sudah lebih dulu tiba di aula utama Desa Riwut. Dalam perjalanannya, banyak orang menyapanya dengan ramah. Jelas, mereka benar-benar menganggap Adjie seb
Mendengar hal itu, Guntur tertegun sejenak, agak bingung dengan perkataan Enji. Beberapa saat kemudian, Enji berkata, "Hehe, tak disangka kita mendapatkan harta kali ini. Bukankah saudara yang kamu sebut sebelumnya juga bekerja di pasukan utara?"Guntur tersenyum tipis mendengar itu. Setelah beberapa saat, dia perlahan menyahut, "Jangan dibahas lagi. Aku sudah lama nggak bisa menghubunginya. Entah apa yang terjadi. Terakhir kali pasukan utara berencana menuju perbatasan kota, tapi mereka dijebak. Sekarang mereka semua mundur ke daerah Pulau Hulu."Enji mengangguk. Dalam hatinya, dia mulai menebak identitas Adjie. Setelah beberapa saat, seolah-olah terpikirkan sesuatu, dia berkata pelan, "Apa kamu memperhatikannya? Kemampuan Adjie cukup luar biasa. Aku sampai merasa dia mungkin pernah menjadi tentara."Enji mengangguk lagi, merasa semakin yakin. Tidak berselang lama, Guntur yang berdiri di samping tiba-tiba juga mengangguk seperti teringat sesuatu.Dia mendongak menatap Enji dan berkata
Melihat pemandangan itu, Enji tersenyum dan berkata, "Sebelumnya aku masih nggak yakin. Tapi, dilihat dari situasi sekarang, kamu memang bisa diandalkan. Semuanya, cepat beri hormat pada Kak Adjie kalian ini"Adjie juga terkejut saat mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka orang-orang ini begitu sopan sampai memberi hormat padanya.Melihat ekspresi Adjie yang terlihat canggung, Enji tertawa dan berkata, "Hehe. Kamu nggak perlu gugup, ini memang tradisi di tempat kita. Lagi pula, ini juga penting untukmu."Mendengar perkataan itu, semua orang menganggukkan kepala. Bagi mereka, ini memang hal yang wajar dan harus dilakukan.Guntur juga segera bangkit dan berkata, "Semuanya, jangan basa-basi lagi. Cepat maju dan bersujud pada Kak Adjie."Mengingat adegan sebelumnya di mana Adjie membunuh orang dengan begitu tegas, Guntur benar-benar merasa trauma. Dia merasa dirinya sudah cukup kejam, ternyata Adjie malah lebih kejam lagi.Beberapa saat kemudian, Adjie akhirnya berkata, "
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t
Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l
Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert
Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y