Di bawah pimpinan Yudha, pasukannya bergegas ke Provinsi Suntra. Setibanya di sana, mereka melihat pasukan Agrel yang berjumlah 50 ribu orang itu telah bersiap-siap menyerang. Pemandangan saat ini benar-benar mencengangkan dan mengintimidasi.Melihat adegan ini, Yudha sangat terkejut dan tertekan. Namun, dia tidak terlalu memperhatikannya karena dia yakin terhadap kemampuan bertempurnya sendiri. Oleh karena itu, Yudha memimpin pasukannya untuk berkemah di tempat ini.Tidak lama kemudian, tenda telah selesai dibangun. Yudha mulai menyusun strategi dan melatih pasukannya. Jumlah pasukannya memang tidak banyak. Dengan memperhitungkan tawanan perang dan bantuan dari Keluarga Barus, totalnya mencapai 45 ribu orang. Ini sudah cukup untuk menghadapi lawan-lawan ini. Semakin Yudha berlatih, kepercayaan dirinya juga semakin meningkat!Yudha terus-menerus memberi semangat kepada para pasukan agar bisa memberikan upaya yang terbaik kepada Ratu dan Kerajaan Nuala. Namun beberapa hari kemudian, kem
"Memang aneh." Yudha sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dilakukan oleh musuhnya."Jangan-jangan, mereka mundur dengan sukarela karena tahu tidak akan bisa menang melawan kita? Demi tidak merusak reputasinya, jadi mereka hanya berlagak untuk menyerang sejenak, lalu pergi begitu saja?" Perkataan Zaabit semakin membuat Yudha curiga.Sorot mata Yudha semakin muram. Apa tujuan mereka sebenarnya melakukan hal ini? Di saat kedua orang itu masih merasa heran, tiba-tiba muncul seorang prajurit sambil berteriak. Wajahnya tampak cemas dan panik. Dia langsung menyampaikan surat yang dibawanya kepada Yudha."Lapor Jenderal, pasukan Monoma mengutus seseorang untuk mengirimkan surat!""Surat dari Monoma?" gumam Yudha sambil menerima surat tersebut. Saat melihat isinya, tebersit kilatan dingin di mata Yudha. Selanjutnya, dia bergumam, "Mereka menantangku bertarung secara langsung.""Apa?" Zaabit tercengang. "Jenderal, jumlah mereka sangat banyak. Kalau benar-benar terjadi pertempuran, kita pas
Keduanya saling memuji, tetapi Taufik malah menatap Yudha dengan pandangan berkobar saat berkata, "Jenderal Yudha, pertemuan kita hari ini bisa dibilang sebagai jodoh. Aku nggak ingin saling membunuh denganmu. Kamu tarik saja pasukanmu.""Oh ya?" Yudha merasa kaget mendengar ucapannya. Dia menatap Raja Monoma dengan ragu-ragu, lalu bertanya, "Apa maksud Anda ini? Apa Anda mengira aku akan takut pada kalian?""Hehehe ...." Raja Monoma tertawa sinis. Tatapannya penuh dengan kecuekan dan sindiran. "Perkataan Jenderal kurang tepat. Aku tidak pernah beranggapan kalian akan kalah dari kami. Sebaliknya, reputasimu dalam medan perang sangat terkenal. Siapa yang tidak kenal dengan Jenderal Yudha? Kerajaan Nuala benar-benar beruntung punya jenderal gagah berani sepertimu!"Pujian ini justru membuat Yudha semakin curiga. "Kenapa begitu?""Sederhana sekali," lanjut Taufik. "Sebenarnya kali ini kami tidak serius ingin berperang dengan kalian."Mendengar ucapannya, Yudha semakin tidak mengerti apa y
Murad tampak sangat tenang. Dia tersenyum sambil menyesap bir, lalu menimpali dengan santai, "Nggak usah khawatir, bangsa Agrel nggak akan menyerang kita.""Benar, apa yang kalian khawatirkan? Tenang saja, hari ini kita akan minum-minum sampai puas dan mabuk!" seru salah satu tentara.Saat ini, kecemasan dan ketakutan dalam hati mereka pun sirna. Lagi pula, jenderal sudah berbicara demikian. Untuk apa mereka merasa khawatir lagi?Jadi, sekelompok orang itu mulai minum dan bernyanyi, mereka terlihat sangat gembira. Keributan ini pun menarik perhatian Braja.Dengan ekspresi gelisah, Braja bergegas menghampiri. Dia berkata dengan ekspresi serius, "Jenderal, sekarang adalah momen paling kritis dalam pertempuran kedua negara. Kita seharusnya berwaspada, jangan sampai lengah saat Kerajaan Agrel menyerang kita."Begitu mendengarnya, Murad dan para tentara yang sedang menikmati bir pun saling bertatapan. Kemudian, mereka sontak tertawa terbahak-bahak.Terlihat penghinaan di tatapan Murad saat
"Omong kosong!" Ekspresi Yudha tampak sangat suram. Dia membentak, "Jangan harap! Aku nggak akan tunduk pada penjahat seperti kalian!"Ucapan ini membuat wajah Taufik menjadi sangat masam. Setelah terdiam sesaat, dia tersenyum sinis dan mengejek, "Hehe, aku juga nggak akan memaksa kalau kamu nggak mau."Kemudian, dengan ekspresi dingin, Taufik meneruskan dengan nada menghina, "Sepertinya, pasukan dari Agrel sudah mulai bertarung dengan tentara yang menjaga perbatasan Kerajaan Nuala, 'kan?"Taufik terkekeh-kekeh dingin. Dia bertanya lagi dengan ekspresi mencemooh, "Memangnya kamu kira bisa membantu kalau pergi ke sana sekarang?"Ucapan ini membuat wajah Yudha dipenuhi amarah. Dia sangat mengkhawatirkan para tentara yang berjaga di perbatasan. Bagaimanapun, mereka semua hanya tahu bersenang-senang dan tidak pernah becus dalam bekerja.Hanya pengawal pribadinya, Braja, yang bisa diandalkan di sana. Namun, Braja tidak memiliki status apa pun, orang-orang itu tidak mungkin mendengarkannya.
Saat ini, beberapa tentara bergegas mengadang di depan Braja. Salah satunya berseru, "Jenderal, cepat kabur!"Braja pun menggertakkan giginya, lalu berbalik dan melarikan diri dari sana. Tanpa diduga, sebelum sempat mengambil langkah, mereka sudah dikepung lagi oleh orang-orang yang memegang pedang. Kecepatan orang-orang ini sangat tinggi, seperti ingin menghabisi mereka dengan kejam.Braja melawan mati-matian, tetapi malah ditikam dari belakang. Karena tidak bisa mengelak, lengan Braja juga dipotong sampai putus!Darah sontak menciprat. Rasa sakit yang dahsyat ini sampai membuat sekujur tubuh Braja gemetaran. Meskipun begitu, dia tetap berusaha untuk bertahan.Sementara itu, para tentara di belakang terus berjatuhan. Terlihat darah mengalir ke mana-mana dan mayat berserakan.Pada akhirnya, Braja yang tidak bisa melawan begitu banyak orang sendirian pun tewas dengan tragis.Pada saat yang sama, Raja Tanuwi memimpin 80.000 pasukannya untuk menyerbu barak di perbatasan. Di sisi lain, Mur
Ketika melihat musuh yang begitu banyak, Murad ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Zaabit yang berdiri di sampingnya pun tampak cemas. Dengan napas memburu, dia bertanya kepada Murad, "Jenderal, apa yang harus kita lakukan sekarang?"Pasukan menyerang perbatasan, mereka tidak memiliki kekuatan tempur. Murad menggertakkan gigi, lalu melambaikan tangannya dan membalas, "Kalau terus berada di sini, kita hanya akan mati!""Maksud Jenderal ...," tanya Zaabit.Murad menahan kepanikan dalam hatinya sembari menginstruksi, "Mundur! Kita hanya bisa mundur sekarang!"Zaabit yang berdiri di samping pun tertegun mendengarnya. Mundur? Jadi, Murad ingin mengabaikan kota dan para penduduk begitu saja?Zaabit menelan ludahnya dengan gelisah. Ketika ingin berbicara, dia malah mendapati Murad sudah melarikan diri dengan tergesa-gesa.Zaabit melirik sekilas para rakyat Provinsi Ladu. Kemudian, dia menggertakkan gigi dan ikut melarikan diri!Sebelum pasukan Raja Tanuwi menyuruh semuanya untuk meny
Dalam keadaan seperti itu, Kerajaan Monoma hanya akan menyerang Provinsi Suntra, sedangkan Raja Tanuwi akan menahan Yudha.Dengan kata lain, Kerajaan Nuala sudah berada dalam kondisi pasif, bahkan tidak memiliki peluang untuk melawan!"Hehe. Di sini terlalu jauh, kita nggak bisa mendengar suara apa pun meskipun ada keributan. Hais, sayang sekali, aku nggak bisa melihat pasukan kalian diserang habis-habisan!" ejek Taufik. Ejekan ini pun membuat ekspresi Yudha sangat masam."Yudha, aku tahu apa yang kamu khawatirkan. Kamu khawatir Kerajaan Agrel akan menyerang pusat Kerajaan Nuala, 'kan? Tenang saja, mereka nggak akan melakukan itu," lanjut Taufik.Yudha memicingkan mata mendengar ini. Sesudah merenung dengan saksama, dia baru memahami maksudnya."Kalian ... ingin menguasai salah satu provinsi secara utuh. Benar begitu?" tanya Yudha dengan nada dingin.Taufik pun tertawa terbahak-bahak sebelum menimpali, "Tepat sekali! Karena kamu memahaminya, mari kita membahasnya langsung. Aku rasa kam
"Tuanku, akhirnya kamu pulang. Kami pikir kamu sudah nggak peduli dengan kedua provinsi ini lagi," ucap Huben terlebih dahulu dengan nada tidak puas.Bagi Wira, menjadi seorang pemimpin yang hanya memberi perintah memang mudah. Namun, semua beban dan tanggung jawab akhirnya ditanggung oleh bawahan. Siapa yang bisa merasa senang dengan itu?Apalagi, selama ini mereka tidak bisa menghubungi Wira dan hanya bisa bertahan dengan segala kemampuan yang ada.Pada hari-hari biasa, mungkin semua masih berjalan lancar tanpa banyak kendala. Namun, sejak bencana banjir melanda sembilan provinsi, masalah menjadi semakin banyak. Terlebih lagi saat membuat keputusan besar tanpa Wira sebagai pendukung utama, langkah mereka terasa begitu berat.Untungnya, semua bisa dilalui dengan baik. Namun, melihat Wira kembali, mereka tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan keluh kesah mereka. Mereka ingin Wira tahu betapa besar usaha dan pengorbanan mereka."Semuanya, sudah lama nggak ketemu. Aku bukan sengaja
Bagaimanapun, jika ada yang menyapanya, Wira harus membalas dengan sopan. Dalam proses itu, banyak waktu akan terbuang dan situasi seperti itu sangat merepotkan.Sebagai seseorang yang selalu rendah hati, Wira tidak suka melakukan sesuatu dengan cara yang mencolok."Tuan Wira, kapan kamu kembali?"Saat Wira sedang berjalan santai di pinggir jalan, dia mendengar seseorang memanggilnya. Dia pun menoleh, lalu menatap sosok yang mendekat.Namun, Wira hanya merasa familier dengan pria itu. Dia tidak langsung mengingat identitasnya.Melihat keraguan di mata Wira, pria itu tersenyum dan berkata, "Kamu benaran lupa padaku? Aku Sarman. Selama ini aku yang membantumu membuat senjata. Sudah ingat belum?"Mendengar itu, Wira langsung menyadari siapa pria itu dan mengangguk pelan. Sarman diterima di Dusun Darmandi karena memiliki sejumlah besar besi dingin berusia ribuan tahun.Karena besi dingin itu, Sarman meninggalkan tempat asalnya dan pergi ke Provinsi Lowala. Saat itu juga, Wira mengambil sel
Wira terkekeh-kekeh. Dia merasakan bahwa Gina benar-benar merasa senang. Hubungan antara Gina dan Kresna serupa dengan hubungan Wira dengan Lucy, atau bahkan lebih erat lagi.Bagaimanapun, Gina dan Kresna sudah menjalin hubungan yang lebih intim. Ini adalah fakta yang tidak dapat disangkal. Sementara itu, Wira dan Lucy tidak memiliki hubungan seperti itu."Terima kasih banyak, Tuan. Aku harap aku juga bisa ikut serta saat perang dimulai. Percayalah, aku nggak akan menjadi beban bagimu.""Selain itu, aku cukup mengenal medan di Kerajaan Agrel. Aku yakin aku dapat memberi bantuan kepadamu." Gina berbicara sambil menangkupkan tangan dengan penuh hormat.Wira mengangguk sambil membalas, "Ya, aku pegang ucapanmu ini."Setelah semua diatur dengan baik, Wira segera pergi. Segalanya sudah siap. Kini, mereka tinggal menunggu waktu yang tepat.Tugas berikutnya adalah memastikan Lucy menyusupkan orang-orangnya ke Kerajaan Agrel, lalu menjalin kontak dengan kedua raja itu.Sepanjang malam, Gina ti
Di halaman belakang kediaman jenderal.Di bawah panduan Lucy, Wira segera tiba di depan sebuah ruangan.Setelah pintu diketuk, tidak lama kemudian seorang wanita keluar dari dalam ruangan. Dia adalah Gina yang sudah lama tidak terlihat.Melihat Wira, Gina segera memberi hormat kepadanya. "Salam untuk Tuan Wira."Wira tersenyum sambil mengangguk. Sambil melangkah masuk ke ruangan, dia berucap, "Nggak perlu terlalu formal.""Aku memperlakukan orang-orang di sekitar dengan cara yang sama. Aku nggak menyukai tata krama berlebihan dan nggak membutuhkan penghormatan seperti ini.""Kelak, kamu nggak perlu bersikap terlalu sopan. Anggap saja kita ini teman."Gina mengangguk, meskipun dalam hati kecilnya, dia tidak berani benar-benar bertindak seperti itu.Sebagai penguasa dua wilayah, Wira memiliki kedudukan yang setara dengan Senia, bahkan lebih tinggi dari Kresna. Bagaimana mungkin Gina berani bersikap sembrono terhadapnya?Lucy terus mengikuti di belakang Wira, berdiri diam di sisi ruangan.
Wira kembali berbicara, "Dari semua orang yang berada di sekitarku, pekerjaanmu adalah yang paling berbahaya. Mengikutimu berarti menghadapi risiko terbesar pula.""Ayahnya sudah meninggal, kita nggak bisa membiarkan anaknya menderita karena kita. Menurut pendapatku, lebih baik kirim dia ke Dusun Darmadi untuk belajar. Mungkin suatu hari nanti, dia bisa meraih gelar kehormatan. Itu adalah jalan yang lebih baik."Lucy mengangguk. "Baik, akan kulaksanakan.""Oh ya." Wira mengubah topik pembicaraan. "Apa orang-orang kita masih belum bisa menyusup ke Kerajaan Agrel?"Dalam benak Wira, terlintas bayangan Kresna. Saat ini, dia telah mencapai kesepakatan dengan Kresna dan Ararya. Jika ketiganya bersatu, mereka akan menjadi tak terkalahkan. Hari kehancuran Senia akan segera tiba.Meskipun enggan bertempur dengan Senia dalam kondisi seperti ini, semua itu dilakukan demi rakyat. Hanya dengan menghancurkan Senia, rakyat di sembilan provinsi dapat hidup damai tanpa harus kembali merasakan peperang
"Coba kupikirkan lagi," kata Wira sambil meneguk habis anggur di cangkirnya. Dia benar-benar tak tahan melihat rakyat menderita. Meskipun harus mengambil risiko, dia tidak ingin rakyatnya hidup sengsara.Semua orang saling memandang, lalu memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan tentang hal itu. Sebagai gantinya, mereka lanjut makan dan minum bersama.Wira baru saja kembali, jadi mereka tidak ingin menambah beban pikirannya. Saat ini, lebih baik menikmati momen ini dengan mabuk bersama dan mempererat persaudaraan. Itu yang paling penting untuk sekarang.Setelah beberapa gelas hingga sore hari, perjamuan akhirnya selesai. Wira minum cukup banyak, tetapi tidak mabuk. Saat ini, ia sedang berdiri bersama Lucy di depan kediaman jenderal."Kamu sudah mengurus keluarga mereka dengan baik?" tanya Wira sambil menatap Lucy.Sebelum Wira pergi ke wilayah barat, banyak anggota jaringan mata-mata yang telah diutus ke sana. Dalam insiden itu, banyak yang tewas. Bahkan Lucy hampir kehilangan ny
"Kak, sekarang kamu adalah penguasa. Kami tentu perlu menunjukkan rasa hormat yang lebih padamu. Walaupun kamu nggak minta kami berlutut, tata krama yang semestinya nggak boleh diabaikan!" ujar Danu langsung.Osmaro pun mengangguk dan menambahkan, "Benar, melihat situasi saat ini, rakyat di seluruh negara sudah bersatu. Ditambah lagi, rakyat di Kerajaan Beluana terlantar dan menderita.""Diperkirakan dalam waktu singkat akan terjadi pemberontakan di sana. Ketika saat itu tiba, kemungkinan besar perang akan kembali pecah.""Kalau perang terjadi lagi, kamu pasti akan menjadi penguasa dunia ini. Itu artinya, kami harus semakin hormat padamu, 'kan?"Wira pun tertegun mendengarnya. Dia sama sekali tidak memikirkan hal itu sebelumnya. Jika bisa, Wira hanya ingin mempertahankan kondisi sekarang. Bukan karena dia tidak punya ambisi besar, melainkan dia tidak ingin rakyat kembali menderita akibat perang.Dulu Wira telah menyaksikan rakyat di sembilan provinsi hidup terlantar. Hal itu sangat men
Bahkan, Ciputra sendiri tidak pernah memiliki rencana sekejam ini!"Ya sudah. Kalau begitu, mari kita sepakati terlebih dahulu. Kita memang bisa bekerja sama, tapi aku punya satu syarat.""Kalau ingin bekerja sama, pertama-tama kita harus membunuh Osman. Ini seharusnya bukan sesuatu yang terlalu sulit, 'kan?"Osman adalah batu penghalang yang harus disingkirkan. Tidak peduli mereka akan melawan Wira atau tidak, keberadaan Osman tidak boleh terus dibiarkan!Selama Osman mati, Kerajaan Nuala akan terjerumus ke dalam kekacauan internal dan Ciputra akan mendapatkan keuntungan yang sesuai! Hal ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Wira!Ciputra bukanlah seseorang yang suka dirugikan. Dia sangat pintar dalam membuat kesepakatan!'Dasar licik! Pantas saja kamu bisa menjadi penguasa!' gumam Dahlan dalam hati. Namun, dia tetap berkata dengan sopan, "Baik! Semua akan dilakukan sesuai dengan instruksimu. Kamu hanya perlu menunggu kabar baik."Ciputra tertawa terbahak-bahak. "Bagus! Karena se
Selain itu, Kerajaan Nuala sempat mengalami perang saudara yang menyebabkan kerusakan besar. Jika saat itu mereka berperang melawan Wira, Ciputra tentu tidak punya kekhawatiran apa pun dan bahkan penuh percaya diri.Namun untuk sekarang, memulai perang melawan Wira adalah sesuatu yang cukup merepotkan. Selama beberapa tahun terakhir, berkat dukungan yang diberikan Wira kepada Ciputra, Kerajaan Beluana berkembang semakin baik.Hanya dengan dirinya dan Senia, sangat sulit untuk melawan Wira dan Osman sekaligus. Hasil akhirnya dapat diprediksi dengan mudah. Kekalahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari.Namun, kini Ciputra tidak lagi sanggup menanggung kekalahan. Jika dirinya kalah lagi, kemungkinan besar seluruh warisannya akan hancur sia-sia. Kalaupun dirinya mengakhiri hidupnya di tempat, bagaimana dia bisa menghadapi para leluhurnya nanti?"Aku memahami kekhawatiranmu. Itu juga yang menjadi kekhawatiran terbesar ibuku. Tapi, gimana kalau kita bisa membunuh Osman?"Dahlan menyipi