Hari itu, Salsa terlihat duduk di sebuah kafe. Ia dengan anggunnya menyesap latte yang dipesan, menunggu seseorang yang memiliki janji temu dengannya. Selang beberapa menit, Salsa melihat seorang gadis berjalan ke arahnya, ia pun tersenyum kemudian mempersilahkan gadis itu duduk.
"Maaf, Bu. Saya terlambat karena harus membuat alasan agar bisa keluar," kata gadis yang diperkirakan berumur dua puluh enam tahun itu.
"Tidak apa, aku memaklumi," kata Salsa santai. Ia menawari gadis itu minum, sebelum bicara ke inti pokok permasalah kenapa dirinya meminta bertemu.
Salsa memperhatikan gadis yang sedang meminum jus pesanannya, menilai dari segi fisik dan penampilan.
"Kamu berkata ingin membantuku, apakah kamu bisa dipercaya? Hal apa yang bisa kamu jaminkan kalau tidak akan membocorkan hal ini?" tanya Salsa bertubi. Salsa bukanlah tipe wanita yang mudah percaya pada seseorang, terlebih jika itu tentang hal privasi.
"Tenang saja, Bu. Saya membantu memang sel
Anggit memesan beberapa makanan, serta mengajak Della makan bersamanya."Kamu benar-benar tidak sibukkan?" tanya Anggit yang tak enak meminta Della menemani, karena memang sedang membutuhkan teman bicara."Nggak apa-apa. Aku sudah minta izin," jawab Della yang kemudian mulai menyantap makanan yang dipesan oleh Anggit.Anggit tersenyum mendengar jawaban Della, tak menyangka kalau bisa seakrab ini dengan iparnya."Aku tadi sudah mengurus pembatalan kontrak kerja dengan perusahaan suamiku." Anggit bercerita seraya menyantap makanannya.Della terlihat berpikir setelah mendengar ucapan Anggit, kemudian menatap pada kakak iparnya itu."Jika membatalkan kontrak, apa Kakak tidak membayar denda?" tanya Della."Tentu bayar, tapi apa kamu pikir aku adalah wanita yang kekurangan uang?" Anggit menatap Della, seakan berpikir kalau Della mempertanyakan kekayaannya.Della tersenyum canggung mendengar perkataan Anggit. Benar juga, dilihat dari
Della dan Dimas terlihat duduk bersama di ranjang. Della sendiri tengah sibuk dengan ponsel, mengabaikan Dimas yang berada di sampingnya."Del," panggil Dimas."Ya." Della menyahut tapi masih dengan tatapan tertuju pada layar ponsel."Kamu lagi ngapain? Kenapa terlihat sibuk sekali?" tanya Dimas yang merasa terabaikan.Della mematikan layar ponsel, kemudian menatap pada Dimas. "Berbalas pesan dengan mama Livi. Aku kangen Bagas, sedangkan dia diajak ke tempat anaknya mama Livi, 'kan!"Sudah dua hari Bagas diajak pergi berkunjung ke rumah anak pertama Livia, hingga membuat Della merasa rindu dengan putranya itu."Yang jauh memang selalu dirindukan, tapi yang dekat juga jangan diabaikan." Dimas bicara seraya memainkan ujung rambut Della dengan telunjuk.Della mengerutkan dahi, hingga menoleh pada Dimas yang berwajah masam."Apa maksud jangan diabaikan?" tanya Della melirik Dimas.Dimas menyandarkan dagu di pundak Dell
Pagi itu Della dan Dimas turun ke bawah bersamaan, wajah mereka terlihat berseri karena jelas menghabiskan malam penuh cinta, adalah sebuah penyemangat di pagi hari. Keduanya melihat Salsa dan Anggit yang duduk di depan televisi, dua wanita itu terlihat saling menggenggam tangan hingga membuat Della maupun Dimas penasaran. "Ada apa? Kenapa Mama dan Kakak begitu tegang?" tanya Dimas, yang menghampiri bersama Della. "Lihat berita itu, Dim." Salsa menunjuk ke layar televisi. Dimas dan Della melihat ke arah televisi bersamaan, mereka melihat berita yang sedang menyiarkan tentang perselingkuhan suami Anggit. "Wah, terbongkar." Della tak percaya bukti perselingkuhan suami kakak iparnya itu tersebar ke media masa. "Kak, kamu yang nyebarin ini?" tanya Dimas pada Anggit yang sedang terlihat begitu serius. Anggit menoleh pada Dimas, lantas menggeleng pelan. "Aku aja tidak tahu tentang foto-foto yang disebar itu." "Apa mungkin ada
Della bekerja seperti biasa. Merasa harinya semakin berwarna karena memiliki keluarga baru yang pengertian dan menyayanginya."Aku buang sampah dulu," kata Della pada salah satu temannya.Della pun keluar lewat pintu belakang dengan membawa dua kantong besar plastik sampah. Meletakkan ke bak sampah yang berada di belakang restoran."Beres!" Della menepuk kedua telapak tangan untuk membersihkan dari kotoran.Ia pun berniat kembali masuk, hingga suara seseorang membuat langkahnya terhenti."Della."Della mengenali suara itu, suara seseorang yang membuatnya menderita. Ia menoleh dan melihat Alvian berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang."Mau apa kamu ke sini?" tanya Della dengan nada ketus. "Apa kamu lupa dengan peringatanku?""Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu bekerja di sini, karena itu berpikir untuk mampir," jawab Alvian seraya melangkah maju ke arah Della.Della bersikap waspada, sedikit mundur ketika Alv
Della merasa cemas setelah bertemu Alvian, bukannya takut dengan pria itu, tapi hanya khawatir jika Alvian tiba-tiba mencari keberadaan Bagas."Dia tidak mungkin tahu di mana Bagas bukan?" Della bertanya-tanya sendiri. "Lagi pula Bagas sedang nggak di kota ini," gumamnya lagi.Dimas yang baru saja selesai mandi, tampak keheranan melihat Della yang melamun seraya menatap jendela. Ia pun langsung duduk di sebelah Della, membuat wanita itu terkejut dan hampir berjingkat dibuatnya."Kamu kenapa terkejut sampai seperti itu?" tanya Dimas keheranan."Ya, kamu tiba-tiba duduk gitu aja. Jelas dong aku kaget," jawab Della yang terlihat bereaksi terlalu berlebih.Dimas benar-benar heran dengan sikap Della. Menatap dan mencari tahu apakah benar istrinya itu tidak sedang memikirkan sesuatu."Beberapa hari ini kamu terlihat sering melamun, apa ada masalah?" tanya Dimas mencari tahu."Nggak ada, Dim. Mungkin cuma lelah," jawab Della memberi alasan.
Della keluar untuk melihat siapa yang mencarinya dengan perasaan was-was. Bahkan langkah kakinya begitu pelan, karena takut jika benar yang mencarinya adalah Alvian. Namun, ketika melihat mobil pick up yang dikenalnya terparkir di halaman restoran, membuat Della bernapas lega, karena ternyata yang datang adalah Ahsan.Ahsan terlihat berdiri di dekat mobil pick up, tersenyum saat melihat Della."Aku kira siapa? Kenapa nunggu di sini?" tanya Della begitu sudah sampai di hadapan Ahsan."Mau masuk, tapi masih keringetan. Jadi, tunggu di sini aja," jawab Ahsan. "Memangnya kamu kira siapa? Lagi nunggu seseorang?" tanya Ahsan balik."Nggak," jawab Della. "Ayo masuk."Della pun mengajak Ahsan masuk. Pria itu ternyata baru saja mengantar buah hasil kebun seperti biasa. Ia mampir karena membawakan buah untuk Della juga."Kamu terlihat tidak tenang, ada apa?" tanya Ahsan setelah melihat Della yang berbincang tapi ada kegelisahan di wajah.Della
Della terlihat gelisah setelah mendapat pesan dari Alvian. Mengetahui jika mantan suaminya itu sudah tahu keberadaan Bagas, membuat Della tak bisa merasa tenang.Dimas terus memperhatikan Della yang tampak tak tenang sejak mereka makan tadi. Ia pun mendekat dan langsung duduk di sebelah Della."Ada apa, hmm?" tanya Dimas seraya merangkul pundak Della.Della terkejut dan hampir berjingkat. Ia memegangi dada ketika sadar jika yang menyentuhnya adalah Dimas."Kamu mengagetkanku," ucap Della masih mencoba mengatur detak jantung yang berdegup tak beraturan.Dimas mengernyitkan dahi, benar-benar aneh dengan sikap Della, apalagi istrinya itu sekarang sering sekali melamun."Kamu kenapa? Aku lihat kamu tidak tenang sejak sepulang kerja. Apa ada masalah di kerjaan?" tanya Dimas mencoba mencari tahu.Della menatap Dimas, tak bercerita karena tak ingin Dimas cemas. Lagipula Della seharusnya tahu, jika mungkin saja Alvian hanya menggertak dan men
Della menatap pria yang berdiri dihadapannya. Ia bersidekap dada dengan perasaan kesal yang membuatnya geram."Mau apa lagi kamu?" tanya Della dengan nada membentak.Karena Alvian tiba-tiba masuk ke taksi, tak mungkin juga Della langsung mengusir pria itu. Ia hanya tak ingin Livia melihat dan bertanya siapa Alvian. Akhirnya Della mengajak Alvian bicara di tempat lain."Bukankah sudah jelas, aku menginginkan Bagas," jawab Alvian yang tidak takut sama sekali melihat Della."Ck, apa kamu pikir aku akan memberikan Bagas begitu saja? Apa kamu lupa perkataanku terakhir kali? Bukankah aku memperingatkan kalau tak ingin lagi melihatmu, apa kamu mau aku benar-bnar membinasakan pabrik lelemu?" Della bicara dengan nada menggertak."Apa kamu pikir aku takut? Kamu salah, Del!" Alvian menyeringai, menatap Della seakan merasa menang dari wanita itu.Della terkesiap dengan ucapan Alvian, berpikir dari mana pria itu memiliki keberanian."Sepertinya ya