Della dan Dimas terlihat berdiri di depan pintu kamar Anggit, mereka berdua menunggu Salsa dan Anggara keluar. Mereka memang tak ikut masuk dan memilih membiarkan Anggit tenang.
Pintu kamar terbuka, Anggara tampak keluar dari kamar dengan senyum masam di wajah, hanya tak menyangka jika putri yang tinggal jauh darinya selama ini, memendam penderitaan itu sendirian.
"Bagaimana keadaan kakak?" tanya Dimas langsung.
"Sudah sedikit tenang, sekarang sedang istirahat karena lelah banyak menangis," jawab Anggara dengan wajah tertekuk.
Salsa ikut keluar dari kamar, ingin membiarkan Anggit istirahat dengan tenang. Ia langsung menatap Della, hingga kemudian memeluk menantunya itu sampai membuat Della dan Dimas terkejut.
"Terima kasih ya, Del. Anggit cerita kalau kamu yang membantunya saat suami Anggit bersikap kasar," ucap Salsa dengan bola mata berkaca.
Dimas terkejut mendengar hal itu, tak menyangka jika sang istri ternyata membela kakaknya melawan p
Hari itu, Salsa terlihat duduk di sebuah kafe. Ia dengan anggunnya menyesap latte yang dipesan, menunggu seseorang yang memiliki janji temu dengannya. Selang beberapa menit, Salsa melihat seorang gadis berjalan ke arahnya, ia pun tersenyum kemudian mempersilahkan gadis itu duduk."Maaf, Bu. Saya terlambat karena harus membuat alasan agar bisa keluar," kata gadis yang diperkirakan berumur dua puluh enam tahun itu."Tidak apa, aku memaklumi," kata Salsa santai. Ia menawari gadis itu minum, sebelum bicara ke inti pokok permasalah kenapa dirinya meminta bertemu.Salsa memperhatikan gadis yang sedang meminum jus pesanannya, menilai dari segi fisik dan penampilan."Kamu berkata ingin membantuku, apakah kamu bisa dipercaya? Hal apa yang bisa kamu jaminkan kalau tidak akan membocorkan hal ini?" tanya Salsa bertubi. Salsa bukanlah tipe wanita yang mudah percaya pada seseorang, terlebih jika itu tentang hal privasi."Tenang saja, Bu. Saya membantu memang sel
Anggit memesan beberapa makanan, serta mengajak Della makan bersamanya."Kamu benar-benar tidak sibukkan?" tanya Anggit yang tak enak meminta Della menemani, karena memang sedang membutuhkan teman bicara."Nggak apa-apa. Aku sudah minta izin," jawab Della yang kemudian mulai menyantap makanan yang dipesan oleh Anggit.Anggit tersenyum mendengar jawaban Della, tak menyangka kalau bisa seakrab ini dengan iparnya."Aku tadi sudah mengurus pembatalan kontrak kerja dengan perusahaan suamiku." Anggit bercerita seraya menyantap makanannya.Della terlihat berpikir setelah mendengar ucapan Anggit, kemudian menatap pada kakak iparnya itu."Jika membatalkan kontrak, apa Kakak tidak membayar denda?" tanya Della."Tentu bayar, tapi apa kamu pikir aku adalah wanita yang kekurangan uang?" Anggit menatap Della, seakan berpikir kalau Della mempertanyakan kekayaannya.Della tersenyum canggung mendengar perkataan Anggit. Benar juga, dilihat dari
Della dan Dimas terlihat duduk bersama di ranjang. Della sendiri tengah sibuk dengan ponsel, mengabaikan Dimas yang berada di sampingnya."Del," panggil Dimas."Ya." Della menyahut tapi masih dengan tatapan tertuju pada layar ponsel."Kamu lagi ngapain? Kenapa terlihat sibuk sekali?" tanya Dimas yang merasa terabaikan.Della mematikan layar ponsel, kemudian menatap pada Dimas. "Berbalas pesan dengan mama Livi. Aku kangen Bagas, sedangkan dia diajak ke tempat anaknya mama Livi, 'kan!"Sudah dua hari Bagas diajak pergi berkunjung ke rumah anak pertama Livia, hingga membuat Della merasa rindu dengan putranya itu."Yang jauh memang selalu dirindukan, tapi yang dekat juga jangan diabaikan." Dimas bicara seraya memainkan ujung rambut Della dengan telunjuk.Della mengerutkan dahi, hingga menoleh pada Dimas yang berwajah masam."Apa maksud jangan diabaikan?" tanya Della melirik Dimas.Dimas menyandarkan dagu di pundak Dell
Pagi itu Della dan Dimas turun ke bawah bersamaan, wajah mereka terlihat berseri karena jelas menghabiskan malam penuh cinta, adalah sebuah penyemangat di pagi hari. Keduanya melihat Salsa dan Anggit yang duduk di depan televisi, dua wanita itu terlihat saling menggenggam tangan hingga membuat Della maupun Dimas penasaran. "Ada apa? Kenapa Mama dan Kakak begitu tegang?" tanya Dimas, yang menghampiri bersama Della. "Lihat berita itu, Dim." Salsa menunjuk ke layar televisi. Dimas dan Della melihat ke arah televisi bersamaan, mereka melihat berita yang sedang menyiarkan tentang perselingkuhan suami Anggit. "Wah, terbongkar." Della tak percaya bukti perselingkuhan suami kakak iparnya itu tersebar ke media masa. "Kak, kamu yang nyebarin ini?" tanya Dimas pada Anggit yang sedang terlihat begitu serius. Anggit menoleh pada Dimas, lantas menggeleng pelan. "Aku aja tidak tahu tentang foto-foto yang disebar itu." "Apa mungkin ada
Della bekerja seperti biasa. Merasa harinya semakin berwarna karena memiliki keluarga baru yang pengertian dan menyayanginya."Aku buang sampah dulu," kata Della pada salah satu temannya.Della pun keluar lewat pintu belakang dengan membawa dua kantong besar plastik sampah. Meletakkan ke bak sampah yang berada di belakang restoran."Beres!" Della menepuk kedua telapak tangan untuk membersihkan dari kotoran.Ia pun berniat kembali masuk, hingga suara seseorang membuat langkahnya terhenti."Della."Della mengenali suara itu, suara seseorang yang membuatnya menderita. Ia menoleh dan melihat Alvian berdiri tak jauh dari tempatnya sekarang."Mau apa kamu ke sini?" tanya Della dengan nada ketus. "Apa kamu lupa dengan peringatanku?""Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu bekerja di sini, karena itu berpikir untuk mampir," jawab Alvian seraya melangkah maju ke arah Della.Della bersikap waspada, sedikit mundur ketika Alv
Della merasa cemas setelah bertemu Alvian, bukannya takut dengan pria itu, tapi hanya khawatir jika Alvian tiba-tiba mencari keberadaan Bagas."Dia tidak mungkin tahu di mana Bagas bukan?" Della bertanya-tanya sendiri. "Lagi pula Bagas sedang nggak di kota ini," gumamnya lagi.Dimas yang baru saja selesai mandi, tampak keheranan melihat Della yang melamun seraya menatap jendela. Ia pun langsung duduk di sebelah Della, membuat wanita itu terkejut dan hampir berjingkat dibuatnya."Kamu kenapa terkejut sampai seperti itu?" tanya Dimas keheranan."Ya, kamu tiba-tiba duduk gitu aja. Jelas dong aku kaget," jawab Della yang terlihat bereaksi terlalu berlebih.Dimas benar-benar heran dengan sikap Della. Menatap dan mencari tahu apakah benar istrinya itu tidak sedang memikirkan sesuatu."Beberapa hari ini kamu terlihat sering melamun, apa ada masalah?" tanya Dimas mencari tahu."Nggak ada, Dim. Mungkin cuma lelah," jawab Della memberi alasan.
Della keluar untuk melihat siapa yang mencarinya dengan perasaan was-was. Bahkan langkah kakinya begitu pelan, karena takut jika benar yang mencarinya adalah Alvian. Namun, ketika melihat mobil pick up yang dikenalnya terparkir di halaman restoran, membuat Della bernapas lega, karena ternyata yang datang adalah Ahsan.Ahsan terlihat berdiri di dekat mobil pick up, tersenyum saat melihat Della."Aku kira siapa? Kenapa nunggu di sini?" tanya Della begitu sudah sampai di hadapan Ahsan."Mau masuk, tapi masih keringetan. Jadi, tunggu di sini aja," jawab Ahsan. "Memangnya kamu kira siapa? Lagi nunggu seseorang?" tanya Ahsan balik."Nggak," jawab Della. "Ayo masuk."Della pun mengajak Ahsan masuk. Pria itu ternyata baru saja mengantar buah hasil kebun seperti biasa. Ia mampir karena membawakan buah untuk Della juga."Kamu terlihat tidak tenang, ada apa?" tanya Ahsan setelah melihat Della yang berbincang tapi ada kegelisahan di wajah.Della
Della terlihat gelisah setelah mendapat pesan dari Alvian. Mengetahui jika mantan suaminya itu sudah tahu keberadaan Bagas, membuat Della tak bisa merasa tenang.Dimas terus memperhatikan Della yang tampak tak tenang sejak mereka makan tadi. Ia pun mendekat dan langsung duduk di sebelah Della."Ada apa, hmm?" tanya Dimas seraya merangkul pundak Della.Della terkejut dan hampir berjingkat. Ia memegangi dada ketika sadar jika yang menyentuhnya adalah Dimas."Kamu mengagetkanku," ucap Della masih mencoba mengatur detak jantung yang berdegup tak beraturan.Dimas mengernyitkan dahi, benar-benar aneh dengan sikap Della, apalagi istrinya itu sekarang sering sekali melamun."Kamu kenapa? Aku lihat kamu tidak tenang sejak sepulang kerja. Apa ada masalah di kerjaan?" tanya Dimas mencoba mencari tahu.Della menatap Dimas, tak bercerita karena tak ingin Dimas cemas. Lagipula Della seharusnya tahu, jika mungkin saja Alvian hanya menggertak dan men
Setelah semua kejadian yang menimpa, akhirnya Della dan Dimas memutuskan untuk tidak jadi pindah karena merasa aman tinggal bersama Salsa dan Anggara. Salsa sendiri begitu bahagia, karena dia tidak harus merasa kehilangan anggota keluarganya.Satu bulan berlalu setelah kejadian penculikan Bagas. Kini baik Della maupun Dimas pun sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa.Siang itu Della masih bekerja seperti biasa, hingga saat melihat darah dari daging yang hendak dibersihkan, Della tiba-tiba merasa mual dan muntah.“Del, kamu baik-baik saja?” tanya teman Della.Della belum menjawab, dirinya terus muntah di washbak. Perutnya rasanya dikocok hingga ingin sekali mengeluarkan semua isi makanan di dalam.Teman Della segera mengambilkan minyak kayu putih, berpikir jika Della mungkin saja masuk angin.“Olesi perutmu dengan ini agar hangat,” kata teman Della memberikan perhatian.Della mengangguk-angguk, kemudian membuka sedikit seragamnya dan mengolehkan minyak itu.“Kamu sakit? Apa kam
Della semakin menitikkan air mata saat tangan Alvian mulai menjamah tubuhnya. Pakaian bagian atasnya kini terbuka, memperlihatkan bra yang menutup dua bukit kembarnya. Alvian semakin bersemangat untuk menyetubuhi Della saat melihat betapa bulat dan indahnya bukit kembar milik mantan istrinya itu.“Tubuhmu benar-benar makin indah, Del.” Alvian menyentuh salah satu bukit kembar Della dari balik bra.Della memejamkan mata begitu rapat dengan buliran kristal yang meluncur bebas saat Alvian menyentuh dan kini meremas bukit kembarnya. Sungguh dia sangat berdosa karena kini ada pria lain yang sudah menyentuh tubuhnya selain sang suami.“Menangislah, Del. Aku sangat suka melihatmu tersiksa dalam kenikmatan.”Alvian semakin menggila, dia bahkan kini menciumi belahan dada mantan istrinya itu.Kedua kaki Della terus menendang, mencoba memberontak tapi usahanya sia-sia karena Alvian menindih dengan satu kaki berada di antara dua pahanya.Di luar kamar, Max tersenyum miring mendengar Della yang me
Della pergi ke alamat yang dikirimkan Alvian. Demi mendapatkan Bagas kembali, dia rela melakukan segalanya. Della tidak akan pernah terima jika Bagas diambil begitu saja oleh Alvian yang tidak pernah bertanggung jawab sama sekali.Wanita itu sudah sampai di depan pintu kamar di sebuah apartemen tua, bangunan di sana tidak terlalu terawat, terlihat dari cat yang memudar dan seperti lama tidak diperbaharui.Della mengetuk pintu beberapa kali, hingga terlihat pintu itu terbuka.Alvian menyeringai melihat Della benar-benar datang ke sana dengan sebuah tas di tangan. Pria itu menyembulkan kepala keluar, menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan Della datang sendirian.“Kamu tidak datang bersama orang lain, ‘kan?” Alvian mencoba memastikan.“Apa matamu buta? Apa kamu tidak lihat jika tidak ada orang lain di sini?” Della bicara dengan nada membentak karena begitu benci dengan mantan suaminya itu.Alvian terkekeh mendengar Della memaki, tapi dirinya cukup tertarik karena ternyata istrinya i
Della pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Dimas dan yang lain. Pikirannya kini hanya penuh dengan Bagas, dia hanya ingin agar Bagas kembali ke pelukannya.Sebelum menemui Alvian di alamat yang dikirimkan mantan suaminya itu. Della pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang, Alvian ingin menukar Bagas dengan uang, sehingga Della mau tidak mau harus mengambil tabungannya juga uang pemberian Dimas.Di rumah. Dimas kembali ke kamar karena ingin bicara dengan Della. Namun, alangkah terkejutnya Dimas saat tidak melihat Della di kamar.“Del! Della!” Dimas memanggil sang istri tapi tidak ada balasan.Dimas panik dan kebingungan, hingga kemudian keluar dari kamar untuk mencari Della di tempat lain.“Ada apa, Dim?” tanya Anggit yang melihat Dimas panik.“Della tidak ada di kamar,” jawab Dimas.Anggit ikut panik, hingga kemudian mencari Della di seluruh rumah. Namun, mereka tidak menemukan Della di mana pun, membuat Dimas semakin cemas dan takut jika istrinya mencari keberadaan Bagas sendirian.
Anggit masih berada di kamar Dimas. Dia mencemaskan adik iparnya yang sampai pingsan karena memikirkan Bagas yang dibawa kabur ayah kandungnya.“Apa kamu sudah melaporkannya ke kantor polisi?” tanya Anggit, menatap sang adik yang terlihat cemas sambil memandang sang istri.“Sudah, polisi akan membantu mencari berbekal nomor plat mobil yang membawa Bagas,” jawab Dimas tanpa menoleh sang kakak.“Apa kamu ada video rekaman Cctv-nya?” tanya Anggit yang penasaran.Dimas menganguk, lantas mengeluarkan ponsel dan membuka galeri untuk menunjukkan video yang dimilikinya.Anggit pun terlihat begitu antusias, mengambil ponsel dari tangan Dimas, kemudian menonton rekaman video Cctv. Hingga Anggit menekan tombol paus saat video memutar posisi mobil berhenti di depan rumah Dimas, lantas dirinya memperbesar resolusi gambar itu.“Tunggu!” Anggit mengerutkan dahi saat melihat nomor plat mobil itu.Dimas menoleh sang kakak, hingga melihat Anggit yang mengerutkan dahi.“Ada apa, Kak?” tanya Dimas.“Ini
Salsa terduduk lemas saat mendengar kabar yang disampaikan Dimas. Wanita itu merasa tulang-tulang di kedua kakinya seolah ditarik keluar dari tubuh.Dimas dan Della pulang setelah mereka melaporkan Bagas yang hilang karena diculik. Mereka memiliki bukti rekaman Cctv yang terpasang di salah satu rumah yang dekat dengan rumah Dimas dan Della.Della pun terduduk tidak berdaya, sejak dari kantor polisi hingga sampai rumah, air matanya terus mengalir hingga membuat wajahnya begitu basah.“Bagaimana bisa kalian tidak hati-hati? Kenapa kalian membuat Bagas diculik!” Salsa menyalahkan Dimas dan Della yang teledor.Wanita itu menangis, bahkan sampai sesenggukan dan mencengkram baju bagian dada.Della terdiam, dirinya pun begitu kehilangan dan takut terjadi sesuatu dengan Bagas. Dalam rekaman itu hanya terlihat Alvian yang menggendong Bagas, kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.“Kamu tenang, sayang. Tarik napas panjang dan embuskan perlahan.” Anggara mencoba menenangkan Salsa.D
Dimas sangat terkejut saat mengetahui jika Alvian kembali mendatangi Della, tentu saja pria itu takkan bisa tenang jika sampai Alvian kembali mengganggu Della.“Kamu kasih dia uang lagi?” tanya Dimas sangat geram dengan ulah Alvian.“Tentu saja tidak, Dim,” jawab Della. Dia tak ingin terlalu berbaik hati menuruti keinginan Alvian.Jika dulu Della memberi karena berharap mantan suaminya itu sadar lalu pergi dari kehidupannya, kini Della takkan mengulang kedua kali memberi karena jelas yang kedua karena sebuah keserakahan.“Lalu, apakah dia memaksamu atau melakukan sesuatu kepadamu?” tanya Dimas yang semakin cemas.Della menggelengkan kepala, kemudian menjawab, “Aku langsung pergi, tapi samar-samar mendengar dia berteriak tapi tidak terlalu jelas. Aku mencoba mengabaikan dirinya.”Dimas menghela napas lega, kemudian meraih kepala Della dan membawa ke pelukan. Bahkan mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.“Ya sudah, lain kali kalau dia mengganggumu lagi, segera hubungi aku. Aku takka
Anggit kembali ke rumah Salsa. Sepanjang perjalanan masih terus memikirkan ucapan Max tentang ibunya, apakah benar Salsa yang menyebar informasi tentang perselingkuhan Max dengan salah satu model itu. Gara-gara ucapan Max, Anggit sampai tak fokus di pemotretan keduanya. Membuatnya harus terkena teguran fotografer berulang kali. Mobil Anggit sudah sampai di garasi. Dia langsung turun dan melihat Salsa yang sedang menunggui Bagas bermain di halaman rumah. “Sore, Ma.” Anggit langsung menyapa dan memberikan kecupan kanan-kiri di pipi Salsa. “Sore, sayang. Bagaimana tadi pemotretannya?” tanya Salsa. “Lancar,” jawab Anggit kemudian memilih duduk di kursi bersebelahan dengan Salsa, memandang Bagas yang sedang bermain bola. Salsa pun memandang Bagas, melihat betapa aktifnya bocah itu. Anggit menoleh Salsa, hingga berniat menanyakan tentang Max. “Ma. Boleh aku tanya sesuatu?” Salsa menoleh, melihat Anggit yang sudah memandangnya. “Tanya saja.” Salsa mempersilakan. “Apa Mama yang menyeb
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu