Della menatap pria yang berdiri dihadapannya. Ia bersidekap dada dengan perasaan kesal yang membuatnya geram.
"Mau apa lagi kamu?" tanya Della dengan nada membentak.
Karena Alvian tiba-tiba masuk ke taksi, tak mungkin juga Della langsung mengusir pria itu. Ia hanya tak ingin Livia melihat dan bertanya siapa Alvian. Akhirnya Della mengajak Alvian bicara di tempat lain.
"Bukankah sudah jelas, aku menginginkan Bagas," jawab Alvian yang tidak takut sama sekali melihat Della.
"Ck, apa kamu pikir aku akan memberikan Bagas begitu saja? Apa kamu lupa perkataanku terakhir kali? Bukankah aku memperingatkan kalau tak ingin lagi melihatmu, apa kamu mau aku benar-bnar membinasakan pabrik lelemu?" Della bicara dengan nada menggertak.
"Apa kamu pikir aku takut? Kamu salah, Del!" Alvian menyeringai, menatap Della seakan merasa menang dari wanita itu.
Della terkesiap dengan ucapan Alvian, berpikir dari mana pria itu memiliki keberanian.
"Sepertinya ya
"Kamu dari mana?"Della yang baru saja masuk, sedikit terkejut ketika mendengar suara Dimas."Dari rumah mama Livi, bukankah aku tadi sudah izin," jawab Della mencoba tersenyum.Della berjalan menghampiri Dimas yang duduk di tepian ranjang. Ia pun ikut duduk di samping suaminya itu.Dimas menatap Della dengan wajah datar, sampai menghela napas berat karena tak percaya dengan jawaban Della."Ada apa?" tanya Della yang melihat ekspresi berbeda di wajah Dimas."Aku tadi mampir ke sana untuk menjemputmu, tapi kata mama Livi kamu sudah pulang, saat sampai di rumah, kamu pun tak ada. Dari mana?" tanya Dimas. Ia menoleh Della yang ada di sampingnya.Della terkejut dengan perkataan Dimas. Ia tampak gepalapan saat akan menjawab pertanyaan itu."Itu, tadi aku--" Belum Della menjawab, Dimas sudah memotong dengan cepat."Bertemu seseorang?" tanya Dimas. Meski dirinya cemburu, tapi tak lantas berpikir negatif.Della terk
"Kamu sudah tidak marahkan?" tanya Della, mendongak agar bisa melihat wajah Dimas.Dimas menggelengkan kepala, mengusap lembut sisi wajah istrinya itu, tersenyum hangat untuk melegakkan hati Della."Aku cuma tidak ingin dia mengganggu hidup apalagi pekerjaanmu, karena itu aku mencoba mengatasinya sendiri," terang Della lagi."Tapi tetap saja aku ini suamimu, apa pun yang terjadi padamu, aku juga harus tahu. Bagaimana bisa aku membiarkan istriku menghadapi masalah sendirian," ujar Dimas.Della lagi-lagi hanya mengangguk, jemarinya terlihat memainkan kancing kemeja Dimas."Kamu belum mandi?" tanya Della."Belum, aku nunggu kamu karena tak bisa tenang," jawab Dimas, melirik ke bawah agar bisa melihat wajah Della."Aku juga belum, mau mandi bareng?" tanya Della mengajak Dimas. Ia mendongak, hingga manik mata mereka bertemu.Dimas menaikkan satu sudut alisnya, tak biasanya Della mengajak mandi bersama, tapi bukankah itu baik untuk h
Malam itu, Della tidur dengan perasaan gelisah, bahkan terlihat sesekali mengerutkan kelopak mata. Dimas yang merasakan istrinya tidak bisa tidur dengan tenang, tentu saja terbangun akan hal itu.Dimas membuka mata, memperhatikan Della yang terlihat sedang bermimpi buruk."Del, ada apa? Mimpi buruk, hmm?" tanya Dimas mencoba membangunkan Della.Della membuka mata ketika merasakan sentuhan tangan Dimas di pipi. Ia melihat Dimas yang sudah menatapnya, dadanya naik turun tak beraturan."Ada apa?" tanya Dimas sekali lagi."Tidak apa-apa, hanya mimpi buruk," jawab Della."Mimpi tentang Alvian? Apa perlu aku yang menemuinya dan bicara untuk tak menemuimu?" tanya Dimas karena cemas jika Della tertekan.Della menggeleng tanda tak setuju. Ia malah ingin agar Alvian tak tahu siapa Dimas agar tak mengganggu suaminya. Della sadar jika Alvian yang menemuinya, bukanlah Alvian yang dikenalnya dulu."Selama dia tidak melakukan hal yang buruk,
Benar dugaan Della, Alvian mendatanginya bukan semata-mata ingin meminta kembali bersama atau menginginkan Bagas, pria itu ingin uang untuk menunjang hidup, sebab Alvian kini menjadi pengangguran."Setelah ini, jangan pernah mengganggu hidupku maupun Bagas lagi!" Della meletakkan sebuah stofmap coklat berukuran sedang di atas meja, lantas mendorong ke arah Alvian dengan telunjuk.Setelah tahu dengan maksud pria itu, Della memutuskan mengambil uang tabungannya untuk diberikan pada Alvian, berharap pria itu mau berhenti menganggu hidupnya, terutama Bagas.Alvian tersenyum miring, ternyata Della memang masih seperti dulu, mudah dibujuk jika sudah menyangkut tentang kenyamanan hidup. Ia mengambil stofmap itu, lantas menengok isi di dalamnya."Hanya segini? Bukankah suamimu kaya?" tanya Alvian yang merasa jika uang dari Della terlalu sedikit, menganggap mantan istrinya itu pelit meski memiliki suami yang kaya."Jangan melunjak! Kamu harusnya bersyukur a
Della pulang dijemput Dimas, mereka langsung pulang karena Bagas ada di rumah Salsa. Begitu Della turun dari mobil, Bagas berlari ke arah ibunya, mengabaikan Salsa yang sejak dari tadi bermain dengannya."Mama." Bocah itu langsung meminta gendong.Della begitu senang melihat Bagas, terlebih ketika mengingat jika dirinya sudah terlepas dari Alvian, serta bisa menjauhkan Bagas dari mantan suaminya itu."Bagas lagi main apa sama Oma?" tanya Della seraya berjalan ke arah Salsa yang berada di halaman rumah.Dimas sendiri berjalan di sebelah Della, sesekali mengusap rambut putra tirinya itu."Mama, mobil." Bagas memperlihatkan mobil yang dipegangnya."Ih, bagus. Siapa yang beliin? Oma Salsa atau Oma Livi?" tanya Della ketika Bagas begitu semangat memperlihatkan mainan yang dibawa."Papa."Seketika langkah Della terhenti, menatap Bagas dengan rasa tak percaya, sebelum kemudian menatap pada Dimas."Kamu yang beliin?" tanya Della
Karena cemas jika Alvian mungkin saja akan menemui Bagas lagi. Della meminta izin pada Livia agar Bagas di rumah Salsa untuk sementara waktu, karena Alvian tak tahu rumah Salsa. Namun, Della tak bicara pada Salsa soal mantan suaminya ynag diam-diam menemui Bagas, karena tak ingin jika membuat cemas mertuanya itu.Sedangkan Dimas sendiri benar-benar meminta seseorang untuk menyelidik keberadaan Alvian, bukan meminta untuk mengancam tapi karena Dimas ingin bertemu dan memperingatkan secara langsung pria itu, agar tak menganggu wanita yang sudah menjadi istrinya dan putra tirinya.TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu terdengar, Dimas yang sedang sibuk dengan pekerjaan lantas menatap ke arah pintu."Masuk!" perintahnya.Salah satu karyawannya terlihat berjalan masuk ke ruangan itu."Pak, pak Anggara meminta Anda untuk datang ke kantornya," ucap karyawan yang masuk ke ruang Dimas.Dimas menaikkan satu sudut alis, tak mengerti ken
Della pulang sendiri karena Dimas mengirim pesan jika ada urusan mendadak. Ia sendiri tidak curiga dan tak bertanya mau ke mana suaminya itu. Ia baru saja selesai mandi, ketika ponsel yang ada di atas nakas terus berdering, melihat nama sang suami terpampang di sana, tentu saja membuatnya langsung menjawab panggilan itu."Halo, ada apa?" tanya Della ketika sudah menempelkan ponsel ke telinga."Kamu bisa datang ke sini? Aku akan mengirimkan alamatnya." Suara Dimas terdengar berat dari seberang panggilan."Ok-oke."Della merasa aneh dengan panggilan itu, tapi tetap berpikir positif. Ia pun berganti baju dan segera turun untuk pergi ke lokasi yang dikirimkan Dimas."Sore gini mau ke mana, Del?" tanya Salsa ketika melihat Della berjalan terburu-buru.Della yang awalnya berjalan menuju pintu, lantas memilih berbalik menghampiri Salsa."Keluar sebentar, Ma. Dimas telepon, katanya aku suruh nyusul ke sana," jawab Della begitu sudah dih
Setelah merasa perasaannya sedikit membaik, Dimas mengajak Della menginap di hotel, tak ingin jika Salsa cemas kalau melihat luka di bibirnya."Aku sudah memperingatkan pria itu, jika kelak masih mengganggu apalagi memerasmu, aku pastikan dia merasakan dinginnya dinding penjara," ujar Dimas yang geram.Della mengangguk paham. Sekarang apa pun keputusan Dimas, Della akan menuruti dan melakukannya dengan senang hati."Oh ya. Menurutmu, bagaimana kalau kita pindah rumah?" tanya Dimas tiba-tiba.Della membulatkan bola mata, ketika mendengar ajakan sang suami."Kenapa?" tanya Della kemudian. Bukannya tak ingin, malah sangat ingin, tapi Della juga memikirkan perasaan mertuanya, mengingat Salsa sangat menyayangi serta menginginkan Dimas selalu berada di rumah itu."Karena aku merasa sudah memiliki keluarga kecil sendiri, ingin menjadi kepala keluarga yang baik, di mana nantinya akan memimpin kamu dan anak-anak kita ke jalan yang penuh kebahagiaan,"