Karena cemas jika Alvian mungkin saja akan menemui Bagas lagi. Della meminta izin pada Livia agar Bagas di rumah Salsa untuk sementara waktu, karena Alvian tak tahu rumah Salsa. Namun, Della tak bicara pada Salsa soal mantan suaminya ynag diam-diam menemui Bagas, karena tak ingin jika membuat cemas mertuanya itu.
Sedangkan Dimas sendiri benar-benar meminta seseorang untuk menyelidik keberadaan Alvian, bukan meminta untuk mengancam tapi karena Dimas ingin bertemu dan memperingatkan secara langsung pria itu, agar tak menganggu wanita yang sudah menjadi istrinya dan putra tirinya.
TOK! TOK! TOK!
Suara ketukan pintu terdengar, Dimas yang sedang sibuk dengan pekerjaan lantas menatap ke arah pintu.
"Masuk!" perintahnya.
Salah satu karyawannya terlihat berjalan masuk ke ruangan itu.
"Pak, pak Anggara meminta Anda untuk datang ke kantornya," ucap karyawan yang masuk ke ruang Dimas.
Dimas menaikkan satu sudut alis, tak mengerti ken
Della pulang sendiri karena Dimas mengirim pesan jika ada urusan mendadak. Ia sendiri tidak curiga dan tak bertanya mau ke mana suaminya itu. Ia baru saja selesai mandi, ketika ponsel yang ada di atas nakas terus berdering, melihat nama sang suami terpampang di sana, tentu saja membuatnya langsung menjawab panggilan itu."Halo, ada apa?" tanya Della ketika sudah menempelkan ponsel ke telinga."Kamu bisa datang ke sini? Aku akan mengirimkan alamatnya." Suara Dimas terdengar berat dari seberang panggilan."Ok-oke."Della merasa aneh dengan panggilan itu, tapi tetap berpikir positif. Ia pun berganti baju dan segera turun untuk pergi ke lokasi yang dikirimkan Dimas."Sore gini mau ke mana, Del?" tanya Salsa ketika melihat Della berjalan terburu-buru.Della yang awalnya berjalan menuju pintu, lantas memilih berbalik menghampiri Salsa."Keluar sebentar, Ma. Dimas telepon, katanya aku suruh nyusul ke sana," jawab Della begitu sudah dih
Setelah merasa perasaannya sedikit membaik, Dimas mengajak Della menginap di hotel, tak ingin jika Salsa cemas kalau melihat luka di bibirnya."Aku sudah memperingatkan pria itu, jika kelak masih mengganggu apalagi memerasmu, aku pastikan dia merasakan dinginnya dinding penjara," ujar Dimas yang geram.Della mengangguk paham. Sekarang apa pun keputusan Dimas, Della akan menuruti dan melakukannya dengan senang hati."Oh ya. Menurutmu, bagaimana kalau kita pindah rumah?" tanya Dimas tiba-tiba.Della membulatkan bola mata, ketika mendengar ajakan sang suami."Kenapa?" tanya Della kemudian. Bukannya tak ingin, malah sangat ingin, tapi Della juga memikirkan perasaan mertuanya, mengingat Salsa sangat menyayangi serta menginginkan Dimas selalu berada di rumah itu."Karena aku merasa sudah memiliki keluarga kecil sendiri, ingin menjadi kepala keluarga yang baik, di mana nantinya akan memimpin kamu dan anak-anak kita ke jalan yang penuh kebahagiaan,"
"Pergi semua! Pergi saja! Biar sepi rumah ini!" Salsa tampaknya begitu kesal, ketika mendengar Dimas mengatakan jika ingin pindah rumah.Wanita itu menatap Dimas dan Della bergantian, terlihat rasa tak rela di tatapan wanita itu.Della menundukkan kepala ketika mendengar Salsa membentak, sedangkan Dimas sendiri masih terus menatap wanita yang sudah melahirkannya itu.Anggara memegangi kening, sudah tak terkejut dengan reaksi Salsa. Hanya tak menyangka jika Dimas akan meminta pindah rumah secepat itu."Ma, bukan gitu. Kami hanya berpikir ingin mandiri," ucap Dimas menjelaskan, tak ingin Salsa salah pengertian."Terserah, itu hak kalian! Bukankah kamu juga memang suka meninggalkan rumah ini! Pergi saja, kenapa harus minta izin?" Salsa bicara dengan nada sindiran.Salsa sepertinya memang benar-benar emosi, wanita itu langsung berdiri dan membuat Dimas juga yang lain terkejut. Salsa mengambil Bagas dari pangkuan Della, lantas mengajak bocah itu
Anggara masuk ke kamar, melihat Salsa yang berbaring dengan Bagas berada di tengah ranjang. Istrinya itu sepertinya benar-benar merajuk, bahkan tangan mungil Bagas pun masih digenggam, meski bocah itu sudah tertidur lelap.Anggara mendesau pelan, kemudian berjalan ke ranjang dan naik ke kasur. Menarik selimut menutupi kaki, lantas melirik Salsa dan melihat jika istrinya itu belum tidur. Anggara sengaja berdeham, tak mungkin baginya kalau langsung bicara karena hal itu akan membuat Salsa semakin mengamuk.“Kalau tersedak minum air!” sindir Salsa saat mendengar dehaman Anggara.Anggara benar-benar tersedak ludah mendengar sindiran Salsa, kemudian memilih membaringkan tubuh dengan posisi miring dan menatap sang istri yang berwajah masam.Salsa tak mau menatap Anggara, beranggapan jika suaminya itu pasti akan membujuk serta mendukung keinginan Dimas.“Kamu akhir-akhir ini banyakan marahnya, apa nggak takut keriput dahinya?” tanya Anggara yang bermaksud menggoda dan mengajak bercanda Salsa
Hari berikutnya. Salsa bersama Bagas dan Anggara juga yang lainnya, sudah berada di meja makan dan siap sarapan. Dimas dan Della baru saja sampai di ruang makan, keduanya melirik Salsa yang tampak masih marah pada mereka.“Kok bengong? Kalian tidak ikut sarapan?” tanya Anggit saat melihat adik dan iparnya hanya berdiri.“Sarapan, Kak.” Della menjawab dengan rasa canggung.Della melirik Salsa yang tak acuh, terlihat jelas jika mertuanya itu pasti masih marah karena pembicaraan semalam. Dimas sendiri mencoba bersikap biasa, duduk di sebelah Anggara, tepat berhadapan dengan Salsa, sedangkan Della duduk di sebelah Dimas.“Ayo sarapan! Nanti keburu dingin!” ajak Anggara, memecah kecanggungan yang terjadi. Masalah semalam memang Anggit dan Anggie tak tahu.Della mengangguk, kemudian dengan sigap mengambilkan makanan untuk Dimas sebelum dirinya sendiri.Tanpa Della dan yang lainnya duga, Salsa memperhatikan Della yang sedang melayani Dimas, hingga kemudian tatapan tertuju pada Bagas saat ada
Setelah mendapatkan izin dari Salsa. Dimas dan Della pun mencari rumah sederhana yang cocok dengan mereka. Awalnya Anggara menawari jika akan memberikan rumah untuk keduanya, tapi Dimas dan Della menolak dengan alasan ingin membeli sendiri agar mereka tahu rasanya memiliki rumah hasil dari keringat mereka.Sudah beberapa hari semenjak Della dan Dimas mencari rumah, sampai akhirnya mereka memutuskan melihat salah satu rumah yang disarankan oleh pihak jasa property milik teman Anggara.“Di sini lingkungannya masih asri, bangunan rumahnya tidak terlalu besar tapi memiliki halaman yang cukup luas. Sangat cocok jika memiliki anak, karena bisa dijadikan tempat bermain dan bersantai.” Karyawan dari jasa property yang menemani Dimas dan Della, menjelaskan lokasi serta suasana lingkungan rumah yang ingin dibeli keduanya.Dimas dan Della melihat bangunan sederhana tanpa pagar tembok mengelilingi dengan halaman luas dan memiliki rumput hijau yang segar. Kemudian ikut masuk rumah untuk melihat fa
Anggit baru saja selesai melakukan pemotretan di perusahaan tempatnya bernaung, setelah dirinya keluar dari perusahaan sang suami serta menggugat cerai Max. Dia tampak berjalan keluar dari lobi perusahaan untuk pergi ke lokasi pemotretan berikutnya, hingga lengannya ditarik oleh seseorang menuju samping gedung. Anggit sangat terkejut dengan yang terjadi, memandang pria yang menariknya paksa. “Max?” Anggit terkejut mengetahui pria itu masih mengganggunya. “Lepas!” Anggit menarik paksa tangan dari cengkraman Max. Mereka kini sudah berada di samping gedung. Max memandang Anggit yang menatapnya dengan rasa tak suka. “Kamu harus tanggung jawab!” Max bicara sambil menunjuk wajah Anggit. “Tanggung jawab apa? Enak saja! Masih mending aku tidak meminta harta gono-gini, kamu malah berani minta pertanggung jawaban dariku? Dasar banci!” cibir Anggit yang kesal. Max mendorong bahu Anggit ke belakang hingga punggung wanita itu membentur tembok. Anggit memekik kesakitan karena perlakuan kasar
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu