"Bisa produksi lagi nggak, tuh?" tanya ibu kos berbisik pada pak Rt.
"Entah, Bu. Aku aja belum pernah ngerasain, dan semoga tidak pernah," jawab pak Rt yang ikut berbisik dengan mengedikkan pundak karena merinding.
"Kalau begitu jangan ikut jejaknya tuh orang luknut, kalau nggak nanti bu Rt nginjak burung titit tuitmu, Pak." Bisa-bisanya bu kos bercanda di tengah panasnya atmosfer di sekitar.
"Nggak berani." Seketika pak Rt merasa takut dengan kemampuan dan keberanian wanita yang biasa disebut dengan 'The power of emak-emak' yang sering disebut dalam akun sosial media yang terkadang pak Rt lihat.
Alvian masih merintih kesakitan, sedangkan wanita selingkuhannya ketakutan ketika melihat betapa garangnya Della yang dikira lemah dan penurut.
"Ck, sakit? Semoga kamu sudah investasi banyak bibit lele di rahimnya," ujar Della seraya melirik wanita simpanan sang suami. "Jadi, kalau nanti pabrikmu itu mengalami kerusakan, maka masih ada modal dan harapan memiliki lele dumbo di sana," imbuh Della santai, seakan tak takut dan tak merasa bersalah.
"Kamu kok tega banget, Del. Bagaimanapun aku ini masih suamimu," rintih Alvian masih dengan memegangi pabrik lelenya.
"Ck, kamu aja tega, kenapa aku tidak bisa? Ini hanya hukuman kecil, setelah ini jangan sampai aku melihatmu atau akan aku musnahkan pabrikmu itu!" ancam Della seraya membuat gerakan menggunting dengan kedua jari di depan wajah Alvian.
Alvian menelan saliva, tidak berani berkata apa-apa, terlalu takut melihat murka Della yang melebihi singa beranak.
Setelah mengancam Alvian, Della memaksa pria itu menandatangani surat cerai yang sudah disiapkan jauh-jauh hari. Awalnya Della ingin memberi kesempatan dan berharap Alvian berubah, tapi setelah diselidiki dan didiamkan ternyata Alvian tidak menyadari kesalahan dan malah semakin menggila, membuat Della naik pitam dan memutuskan untuk meminta cerai dari pada makan hati. Lagi pula Della adalah wanita mandiri yang kuat, tidak susah baginya hidup sendiri bersama putra semata wayangnya.
"Terima kasih, Bu, Pak. Maaf sudah merepotkan," ucap Della setelah mendapatkan tandatangan Alvian.
"Sama-sama," balas pak RT dan ibu kos bersamaan.
"Terus, mereka gimana, Mbak?" tanya ibu kos, melirik sekilas pada Alvian yang masih merintih di lantai dan selingkuhan yang beringsut dan menempel di dinding—seperti cicak.
Della menoleh sekilas pada Alvian yang masih merintih kesakitan, hingga kemudian mengulas senyum dan menjawab, "Terserah Ibu, saya sudah tidak ada urusan lagi dengannya. Kami sah bercerai!" Della mengangkat surat cerainya. "Mau dibawa ke kantor polisi dan dilaporkan sebagai pasangan mecum, atau mau diarak keliling kampung biar malu, saya sudah tidak peduli!"
"Owh, Mbaknya emang mantap dan tegas. Berantas perpelakoran ya, Mbak!" Ibu kos mengangkat kepala ke udara, sebagai tanda dukungan untuk Della.
Pak Rt hanya mengangguk-angguk setuju, sebagai suami idaman yang setia tentu saja pak Rt tidak suka lihat perselingkuhan.
Akhirnya setelah berterima kasih dan berpamitan, Della pun pergi. Dalam langkah sebenarnya ada rasa sakit yang begitu dalam, pria yang dicintai dan ayah dari putranya ternyata tega berbuat seperti itu dan hanya memanfaatkannya saja sejak dulu. Namun, Della juga merasa lega kaena dirinya tak selamanya dimanfaatkan.
"Bhagas, Mama datang."
Della kembali mengembangkan senyum, mencoba menepis rasa sakit dan bercita hidup bahagia hanya dengan putra yang kini dititipkan kepada saudara tirinya.
-
-
Della kembali ke kota di mana dirinya meninggalkan putra kesayangannya di rumah kakak tirinya. Della berharap Bagas baik-baik saja bersama kakak tiri yang sebenarnya belum mengenalnya—anehkan?
Della sudah sampai di depan pintu tempat meninggalkan Bagas, tak terasa sudah pergi lebih dari sebulan. Della menarik napas panjang hingga menghela perlahan, kemudian mengepalkan telapak tangan dan mengangkat untuk mengetik pintu.
TOK! TOK! TOK
Tak butuh waktu lama untuk Della menunggu, beberapa saat kemudian pintu terbuka dan Della melihat seorang wanita yang umurnya lebih muda darinya.
Della tersenyum riang seakan sudah merasa kenal dengan wanita yang kini berdiri di hadapannya.
"Maaf, Anda cari siapa, ya?" tanya wanita itu sopan, sepertinya dia adalah istri dari kakak tiri Della.
"Ahhh, kamu pasti istrinya Malik," kata Della yang membuat wanita itu terkejut.
Malik Mahardika adalah kakak tiri Della, beda ibu satu ayah.
"Kamu kenal suamiku?" tanya wanita itu memastikan karena baru melihat Della pertama kali.
"Oh tentu saja, tapi sebenarnya aku yang kenal dan suamimu tidak," ujar Della kemudian, masih dengan senyum merekah.
Wanita yang kini berdiri di hadapan Della terlihat mengernyitkan dahi menatap Della.
"Tunggu! Kamu wanita itu?" tanya kakak ipar tiri Della, menunjuk wajah Della seakan kenal.
Della melihat kakak tirinya berjalan ke arahnya, merasa senang karena ternyata tidak salah menaruh Bagas.
"Kamu wanita yang membuang Bagas ke sini, 'kan?!" Wanita itu menebak. Della tidak tahu kalau istri kakak tirinya adalah seorang Hacker, tentu saja mudah bagi wanita itu mencari info tentang Della.
"Hah, siapa membuang? Aku cuman nitipin aja," kilah Della dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Oh, jadi kamu yang membuang Bagas!" Malik yang mendengar akan hal itu pun langsung menghampiri Susan—istri Malik.
Della yang melihat Malik pun tampak begitu senang, membuat Susan pasang badan karena menganggap kalau Della menyukai suaminya.
"Hai, Kak!" sapa Della dengan senyum mengembang pada Malik dan tangan yang melambai.
"Kak?!" Malik dan Susan terkejut bersamaan, mereka saling tatap sebelum kembali menatap Della.
Della mengangguk-angguk melihat Malik dan Susan yang kebingungan. Sepasang suami-istri itu benar-benar dibuat heran dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Akhirnya, Susan mengajak Della masuk. Mereka melakukan percakapan membahas apa yang sebenarnya terjadi.
Della adalah putri dari ayah Malik, Mahendra Mahardika. Ayah Malik memang tidak menikah secara sah sejak ibu Malik meninggal, pria itu memilih menikah siri dengan ibu Della karena takut jika memberikan ibu baru akan mempengaruhi psikolog Malik waktu itu. Bagi ayah Malik, putranya itu adalah segalanya mengingat jika ayahnya begitu mencintai sang istri. Hingga akhirnya terjadilah pernikahan siri itu dan menghasilkan Della yang bisa dibilang saudara sedarah dengan Malik.
Susan dan Malik mendengarkan dengan seksama cerita Della, hingga akhirnya ada perasaan lega di hati keduanya.
"Hmm ... jadi begitu, lalu kenapa kamu mengatakan kalau Bagas dan suamiku memiliki darah yang sama? Membuatku salah paham dan hampir meninggalkannya!" protes Susan karena saat menemukan Bagas, Susan mengira bayi itu adalah darah daging sang suami hasil dari perselingkuhan.
"Hehehehe. Maaf, aku buru-buru. Kalau aku bilang keponakan nanti kalian semakin bingung lagi," kilah Della seraya nyengir kuda.
"Lalu, apa alasanmu menitipkan Bagas?" tanya Malik kemudian.
"Itu karena--" Della menghentikan ucapannya, ia lantas teringat kepada putranya. "Bagas mana? Aku kangen," ucapnya.
"Jawab dulu, baru setelah itu kami kasih lihat. Kalau kamu bohong atau alasanmu tidak masuk akal, jangan harap bisa bertemu Bagas!" ancam Malik dengan tatapan tajam.
"Ck ... galak amat, nggak kayak ayah yang lemah lembut dan baik hati!" cicit Della mencebik.
Malik memicingkan mata karena dikata galak, hingga sang istri malah menahan tawa karena ucapan Della.
"Ceritakan yang sebenarnya dan kamu bisa bertemu Bagas," ujar Susan.
Della menceritakan semuanya kenapa dirinya sampai meninggalkan Bagas di sana. Susan dan Malik akhirnya mencoba mengerti dan membawa Della ke rumah orangtua Susan karena Bagas dititipkan di sana.Mereka pun sampai di rumah orangtua Susan, dan kakak ipar Della itu langsung menjelaskan siapa Della pada ibunya juga duduk permasalahan kenapa Della membuang Bagas.Livia—ibu Susan pun mencoba memahami dan mengerti perasaan Della, wanita mana yang rela diduakan apalagi diselingkuhi."Sayang, maafin Mama. Mama udah pulang dan nggak akan meninggalkan kamu lagi," ucap Della pada Bagas yang sudah berada dalam gendongan. Della terus mengecup wajah tampan putranya.Livia terkejut mendengar ucapan Della, apakah itu artinya wanita paruh baya itu akan kehilangan Bagas, bayi menggemaskan yang sudah menemani kesepiannya selama sebulan ini."Del, kamu akan bercerai dengan suamimu. Lalu setelah itu kamu akan ke mana?" tanya Susan."Entah, intinya aku hanya
TOK! TOK! TOK!Della langsung bangun ketika mendengar suara ketukan, hingga berjalan dan membuka pintu."Nggak ganggu tidur, 'kan?" tanya Livia yang ternyata berdiri di depan pintu."Oh, nggak kok," jawab Della sedikit sungkan, hingga membuka pintu lebar dan mempersilahkan Livia masuk ke kamarnya.Livia tersenyum lebar, hingga kemudian masuk dan langsung menghampiri Bagas yang berada di ranjang. Livia langsung duduk di tepian ranjang dan langsung mengajak main dan bicara seakan bayi menggemaskan itu paham."Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Livia dengan tatapan yang masih tertuju pada Bagas. Sudah beberapa hari Della tinggal di sana dan bekerja di restoran milik Livia."Sangat baik, seperti biasa," jawab Della. "Terima kasih, karena Anda sudah banyak membantu saya," ucapnya kemudian."Sama-sama," balas Livia. Wanita itu masih terus mengajak main Bagas, seakan sebenarnya tak ingin lepas dari bayi itu."Terima kasih juga karena Anda
Kanaya mendatangi sebuah rumah sederhana, bertekad mencari tahu siapa yang membocorkan rahasia hubungannya dengan pria yang menjadikannya selingkuhan."Maaf cari siapa, ya?" tanya seorang wanita ketika pintu terbuka.Bukannya bersikap sopan, Kanaya langsung masuk dan mendorong wanita yang rumahnya didatangi."Katakan siapa bos kamu!" Kanaya menatap tajam wanita itu."Maaf, bos bagaimana ya? Anda siapa?" tanya wanita itu."Jangan pura-pura! Kamu kaki tangan seorang hacker, 'kan! Katakan siapa dia?" tanya Kanaya beringas.Wanita itu terlihat terkejut, tapi mencoba menutupi dan berpura tak tahu."Saya tidak tahu!""Jangan bohong kamu!" Kanaya melayangkan tas ke arah tubuh wanita yang memang dilihatnya pernah menerima sejumlah uang dari istri pria selingkuhannya."Mbak ini siapa? Kenapa kasar?" Wanita itu terkejut ketika Kanaya memukulnya."Jawab, atau aku akan menghajarmu!" ancam Kanaya.Wanita yang tern
Setelah bicara dengan Livia, akhirnya Della pun mencari rumah kontrakan yang murah untuknya. Ia akan mampir ke rumah Livia setelah pulang kerja, terkadang Livia yang membawa Bagas ke restoran agar Della bisa melihat putranya itu.Hingga tanpa terasa Della sudah bekerja di restoran Livia selama 5 bulan lamanya, menjalani hidup sebagai janda anak satu. Ia bersyukur karena Bagas terjamin kehidupannya bersama Livia dan Juan. Bayi mungil itu kini hampir berumur satu tahun dan tampak sehat serta terawat."Dompet, ponsel, apalagi yang belum?" Della tengah bersiap pergi ke restoran untuk bekerja seperti biasa."Ah, sudah semua."Della pun mencangklong tali tas menyilang di depan dada, berjalan keluar rumah untuk mencari taksi. Ia pun berangkat ke restoran untuk bekerja menggunakan taksi karena sudah kesiangan.Della duduk di kursi belakang dengan menyangga dagu, menatap jalanan yang tampak ramai, hingga tatapannya tertuju pada sosok yang dikenalnya.
Malang nasib Dimas, pemuda itu kini disekap di rumah kontrakan Della. Mau memberontak tidak bisa, mengingat betapa garangnya Della."Aku sudah mengatakan yang sejujurnya, kenapa kalian tidak melepaskan 'ku?" tanya Dimas yang kini kedua tangan diikat ke belakang kursi. Dimas mengerakkan pergelangan tangannya terus menerus berharap agar ikatannya bisa lepas.Della tidak jadi pergi ke restoran. Ia menerima tugas dari Susan untuk menjaga sementara Dimas agar tidak kabur sampai Susan menemukan wanita berniat mencelakai."Berisik!" bentak Della seraya menggosok telinga seakan sedang mengejek pria itu jika pertanyaannya membuat telinga Della sakit."Kalian mau apa lagi?" tanya Dimas setengah berteriak, tak menyangka nasibnya akan sesial itu.Karena merasa jika Dimas benar-benar cerewet, Della menyumpal mulut dengan kain. Ia lantas mengambil kursi dan duduk dengan posisi sandaran kursi yang berada di depan. Della melipat kedua tangan di atas sandaran kursi
Della menggerutu di dalam kamar, menengok berulang kali pada jam yang ada di ponsel, berharap Susan cepat datang agar dirinya tidak berlama-lama dengan pemuda cerewet yang kini menjadi tawanannya."Susan kapan datang, sih? Satu jam lagi bersama pemuda itu, mungkin aku akan ikut sinting!" gerutu Della.Tiba-tiba perutnya terdengar keroncongan, sepertinya cacing di perut hendak meminta jatah makan siang."Agh, lapar! Biasanya jam segini makan siang enak di restoran, gara-gara si pabrik lele membuatku tertahan di rumah!"Della pun keluar dari kamar, lantas menengok sekilas ke arah Dimas yang memejamkan mata tapi terlihat menahan sesuatu."Apa dia juga lapar?" tanya Della dalam hati, padahal menolak peduli, tapi entah kenapa juga merasa kasihan."Heh, bodoh ah!" Della berjalan ke dapur, mencari sesuatu yang bisa dimasak.Namun, meski Della galaknya melebihi sipir hotel prodeo, tapi tetap saja hatinya selembut squisi, lembek dan halu
"Apa?" tanya Della dengan nada membentak dan mata melotot."Ak-aku, butuh ke kamar mandi." Dimas tampak merapatkan kedua kaki, sepertinya ada panggilan alam yang harus dipenuhi."Terus?" Della masih saja pura-pura tidak peka."Ya ampun! Kamu ini sengaja atau bagaimana? Aku seriusan ini, kamu mau aku buang air di sini!" geram Dimas menahan panggilan alam yang sepertinya tidak bisa ditahan."EGP! Emang gue pikirin!" ketus Della yang hendak kembali melangkah ke dapur.Dimas benar-benar tidak tahan, masih menahan panggilan alam, juga menahan betapa sadisnya wanita yang menyekap dirinya."Tolong! Serius, aku tidak bisa menahannya lebih lama!" teriak Dimas dengan nada memelas.Della mencebikkan bibir, lantas berjalan kembali ke arah Dimas. Dengan tatapan tajam ia berdiri setengah membungkuk di hadapan pemuda itu."Aku izinin kamu ke kamar mandi, kalau berani berpikir atau bahkan kabur, aku remas burung berkicaumu!" ancam Della seraya
"Kak, aku tidak yakin," kata Della yang mengkhawatirkan keselamatan Susan."Tidak apa," balas Susan mengusap tangan Della yang menahan lengannya.Akhirnya mereka pun mengikuti langkah Dimas. Mereka naik ke lantai lima gedung itu. Della sudah pasang alarm peringatan, jangan sampai dia lengah dan membahayakan keselamatan dirinya dan Susan.Begitu sampai di lantai itu, Dimas menunjukkan kamar yang berada di ujung."Kalian tunggu dulu, setelah dia membuka pintu, kalian baru keluar," ujar Dimas yang langsung mendapat anggukan dari Susan.Dimas beralih menatap Della, tahu jika wanita itu tidak mempercayai dirinya. Namun, meski begitu Dimas tetap berusaha agar niatannya dapat diterima, karena sesungguhnya juga tidak ingin jadi orang jahat, hanya cinta saja yang sudah membutakan mata hati.TOK! TOK! TOK!Dimas mulai mengetuk pintu, Susan dan Della tampak berjaga-jaga. Hingga saat pintu terbuka, Susan langsung menghampiri dan mendorong wanita
Setelah semua kejadian yang menimpa, akhirnya Della dan Dimas memutuskan untuk tidak jadi pindah karena merasa aman tinggal bersama Salsa dan Anggara. Salsa sendiri begitu bahagia, karena dia tidak harus merasa kehilangan anggota keluarganya.Satu bulan berlalu setelah kejadian penculikan Bagas. Kini baik Della maupun Dimas pun sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa.Siang itu Della masih bekerja seperti biasa, hingga saat melihat darah dari daging yang hendak dibersihkan, Della tiba-tiba merasa mual dan muntah.“Del, kamu baik-baik saja?” tanya teman Della.Della belum menjawab, dirinya terus muntah di washbak. Perutnya rasanya dikocok hingga ingin sekali mengeluarkan semua isi makanan di dalam.Teman Della segera mengambilkan minyak kayu putih, berpikir jika Della mungkin saja masuk angin.“Olesi perutmu dengan ini agar hangat,” kata teman Della memberikan perhatian.Della mengangguk-angguk, kemudian membuka sedikit seragamnya dan mengolehkan minyak itu.“Kamu sakit? Apa kam
Della semakin menitikkan air mata saat tangan Alvian mulai menjamah tubuhnya. Pakaian bagian atasnya kini terbuka, memperlihatkan bra yang menutup dua bukit kembarnya. Alvian semakin bersemangat untuk menyetubuhi Della saat melihat betapa bulat dan indahnya bukit kembar milik mantan istrinya itu.“Tubuhmu benar-benar makin indah, Del.” Alvian menyentuh salah satu bukit kembar Della dari balik bra.Della memejamkan mata begitu rapat dengan buliran kristal yang meluncur bebas saat Alvian menyentuh dan kini meremas bukit kembarnya. Sungguh dia sangat berdosa karena kini ada pria lain yang sudah menyentuh tubuhnya selain sang suami.“Menangislah, Del. Aku sangat suka melihatmu tersiksa dalam kenikmatan.”Alvian semakin menggila, dia bahkan kini menciumi belahan dada mantan istrinya itu.Kedua kaki Della terus menendang, mencoba memberontak tapi usahanya sia-sia karena Alvian menindih dengan satu kaki berada di antara dua pahanya.Di luar kamar, Max tersenyum miring mendengar Della yang me
Della pergi ke alamat yang dikirimkan Alvian. Demi mendapatkan Bagas kembali, dia rela melakukan segalanya. Della tidak akan pernah terima jika Bagas diambil begitu saja oleh Alvian yang tidak pernah bertanggung jawab sama sekali.Wanita itu sudah sampai di depan pintu kamar di sebuah apartemen tua, bangunan di sana tidak terlalu terawat, terlihat dari cat yang memudar dan seperti lama tidak diperbaharui.Della mengetuk pintu beberapa kali, hingga terlihat pintu itu terbuka.Alvian menyeringai melihat Della benar-benar datang ke sana dengan sebuah tas di tangan. Pria itu menyembulkan kepala keluar, menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan Della datang sendirian.“Kamu tidak datang bersama orang lain, ‘kan?” Alvian mencoba memastikan.“Apa matamu buta? Apa kamu tidak lihat jika tidak ada orang lain di sini?” Della bicara dengan nada membentak karena begitu benci dengan mantan suaminya itu.Alvian terkekeh mendengar Della memaki, tapi dirinya cukup tertarik karena ternyata istrinya i
Della pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Dimas dan yang lain. Pikirannya kini hanya penuh dengan Bagas, dia hanya ingin agar Bagas kembali ke pelukannya.Sebelum menemui Alvian di alamat yang dikirimkan mantan suaminya itu. Della pergi ke bank untuk menarik sejumlah uang, Alvian ingin menukar Bagas dengan uang, sehingga Della mau tidak mau harus mengambil tabungannya juga uang pemberian Dimas.Di rumah. Dimas kembali ke kamar karena ingin bicara dengan Della. Namun, alangkah terkejutnya Dimas saat tidak melihat Della di kamar.“Del! Della!” Dimas memanggil sang istri tapi tidak ada balasan.Dimas panik dan kebingungan, hingga kemudian keluar dari kamar untuk mencari Della di tempat lain.“Ada apa, Dim?” tanya Anggit yang melihat Dimas panik.“Della tidak ada di kamar,” jawab Dimas.Anggit ikut panik, hingga kemudian mencari Della di seluruh rumah. Namun, mereka tidak menemukan Della di mana pun, membuat Dimas semakin cemas dan takut jika istrinya mencari keberadaan Bagas sendirian.
Anggit masih berada di kamar Dimas. Dia mencemaskan adik iparnya yang sampai pingsan karena memikirkan Bagas yang dibawa kabur ayah kandungnya.“Apa kamu sudah melaporkannya ke kantor polisi?” tanya Anggit, menatap sang adik yang terlihat cemas sambil memandang sang istri.“Sudah, polisi akan membantu mencari berbekal nomor plat mobil yang membawa Bagas,” jawab Dimas tanpa menoleh sang kakak.“Apa kamu ada video rekaman Cctv-nya?” tanya Anggit yang penasaran.Dimas menganguk, lantas mengeluarkan ponsel dan membuka galeri untuk menunjukkan video yang dimilikinya.Anggit pun terlihat begitu antusias, mengambil ponsel dari tangan Dimas, kemudian menonton rekaman video Cctv. Hingga Anggit menekan tombol paus saat video memutar posisi mobil berhenti di depan rumah Dimas, lantas dirinya memperbesar resolusi gambar itu.“Tunggu!” Anggit mengerutkan dahi saat melihat nomor plat mobil itu.Dimas menoleh sang kakak, hingga melihat Anggit yang mengerutkan dahi.“Ada apa, Kak?” tanya Dimas.“Ini
Salsa terduduk lemas saat mendengar kabar yang disampaikan Dimas. Wanita itu merasa tulang-tulang di kedua kakinya seolah ditarik keluar dari tubuh.Dimas dan Della pulang setelah mereka melaporkan Bagas yang hilang karena diculik. Mereka memiliki bukti rekaman Cctv yang terpasang di salah satu rumah yang dekat dengan rumah Dimas dan Della.Della pun terduduk tidak berdaya, sejak dari kantor polisi hingga sampai rumah, air matanya terus mengalir hingga membuat wajahnya begitu basah.“Bagaimana bisa kalian tidak hati-hati? Kenapa kalian membuat Bagas diculik!” Salsa menyalahkan Dimas dan Della yang teledor.Wanita itu menangis, bahkan sampai sesenggukan dan mencengkram baju bagian dada.Della terdiam, dirinya pun begitu kehilangan dan takut terjadi sesuatu dengan Bagas. Dalam rekaman itu hanya terlihat Alvian yang menggendong Bagas, kemudian masuk ke mobil dan meninggalkan tempat itu.“Kamu tenang, sayang. Tarik napas panjang dan embuskan perlahan.” Anggara mencoba menenangkan Salsa.D
Dimas sangat terkejut saat mengetahui jika Alvian kembali mendatangi Della, tentu saja pria itu takkan bisa tenang jika sampai Alvian kembali mengganggu Della.“Kamu kasih dia uang lagi?” tanya Dimas sangat geram dengan ulah Alvian.“Tentu saja tidak, Dim,” jawab Della. Dia tak ingin terlalu berbaik hati menuruti keinginan Alvian.Jika dulu Della memberi karena berharap mantan suaminya itu sadar lalu pergi dari kehidupannya, kini Della takkan mengulang kedua kali memberi karena jelas yang kedua karena sebuah keserakahan.“Lalu, apakah dia memaksamu atau melakukan sesuatu kepadamu?” tanya Dimas yang semakin cemas.Della menggelengkan kepala, kemudian menjawab, “Aku langsung pergi, tapi samar-samar mendengar dia berteriak tapi tidak terlalu jelas. Aku mencoba mengabaikan dirinya.”Dimas menghela napas lega, kemudian meraih kepala Della dan membawa ke pelukan. Bahkan mengecup lembut pucuk kepala istrinya itu.“Ya sudah, lain kali kalau dia mengganggumu lagi, segera hubungi aku. Aku takka
Anggit kembali ke rumah Salsa. Sepanjang perjalanan masih terus memikirkan ucapan Max tentang ibunya, apakah benar Salsa yang menyebar informasi tentang perselingkuhan Max dengan salah satu model itu. Gara-gara ucapan Max, Anggit sampai tak fokus di pemotretan keduanya. Membuatnya harus terkena teguran fotografer berulang kali. Mobil Anggit sudah sampai di garasi. Dia langsung turun dan melihat Salsa yang sedang menunggui Bagas bermain di halaman rumah. “Sore, Ma.” Anggit langsung menyapa dan memberikan kecupan kanan-kiri di pipi Salsa. “Sore, sayang. Bagaimana tadi pemotretannya?” tanya Salsa. “Lancar,” jawab Anggit kemudian memilih duduk di kursi bersebelahan dengan Salsa, memandang Bagas yang sedang bermain bola. Salsa pun memandang Bagas, melihat betapa aktifnya bocah itu. Anggit menoleh Salsa, hingga berniat menanyakan tentang Max. “Ma. Boleh aku tanya sesuatu?” Salsa menoleh, melihat Anggit yang sudah memandangnya. “Tanya saja.” Salsa mempersilakan. “Apa Mama yang menyeb
Della masih saja bekerja sebagai seorang pramusaji setelah beberapa bulan menikah dengan Dimas. Dirinya hanya ingin mandiri, karena sejak awal sudah berkomitmen jika dirinya akan tetap bekerja.“Del, aku heran sama kamu,” kata teman Della.“Heran kenapa?” tanya Della yang sedang sibuk mengelap meja.“Kamu tuh sudah nikah sama pria kaya, kenapa masih mau bekerja begini?” tanya teman Della, memandang mantan janda cantik itu dengan perasaan heran.Della mengulas senyum mendengar pertanyaan temannya, hingga menoleh dan melihat teman yang memandang dirinya.“Apa hubungannya menikah dengan pria kaya dan bekerja?” tanya balik Della. Dia berhenti mengelap meja dan memilih menatap temannya.“Ya, bukankah lebih enak di rumah, ngurus anak dan rumah saja. Lagian aku yakin, suamimu pasti tidak kekurangan uang untuk sekadar memberimu uang belanja atau jajan,” jawab teman Della.Della mengulas senyum, kemudian berkata, “Memang uang dari suamiku tidak kurang, tapi aku pun tidak ingin terlalu bergantu