Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.
“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”
Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.
Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.
“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.
Stevia menoleh kepada sahabatnya yang baru saja berujar demikian. Ia memperhatikan Raden sekilas.
“Lo naksir, Dil?” tanya Stevia sedikit berbisik.
“Suka sama es batu? Nggak dulu.”
Secara mentah-mentah Kadilla membalas pertanyaan Stevia. Stevia menganggukkan kepalanya percaya. Raden memang pintar, namun cowok itu tidak bisa bersosialisasi. Terlalu menutup diri, Stevia yang notabene-nya sebagai teman sekelas tidak pernah mengobrol dengan cowok itu.
“Selanjutnya, siswa berprestasi dari jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial ...”
Karena jurusannya sudah disebutkan siapa siswa berprestasi, Stevia tidak lagi berminat mendengarkan pengumuman. Berharap namanya masuk daftar siswa berprestasi? Itu sangat mustahil bagi Stevia.
****
Ekstrakurikuler seni musik hari ini ditiadakan. Stevia, salah satu anggota ekstrakurikuler seni musik yang jago bermain biola itu melirik celah jendela ruang musik. Nada-nada piano membentuk alunan indah menyita perhatiannya. Cukup penasaran dengan siapa di balik permainan piano itu, Stevia membuka pintu ruang musik.
“Raden,” gumamnya pelan. Raden masih belum sadar akan kehadiran Stevia. Laki-laki itu tetap melanjutkan menekan tuts piano.
Instrumen piano dari lagu milik Christina Perri berjudul A Thousand Years menerbitkan seulas senyum cantik Stevia. Tidak disangka-sangka bahwa Raden pintar bermain piano.
“Aduh, refleks jatuh cinta.”
Seusai permainan selesai. Stevia menghampiri Raden yang tampak terkejut atas kehadirannya. “Lo jago main piano?” tanya Stevia.
Raden buru-buru mengambil tasnya di lantai tanpa berminat membalas pertanyaan Stevia. Ia hendak pergi, namun gadis dengan sebuah biola di tangannya itu menahan lengannya.
“Mau ke mana?”
“Pulang.”
Menghela napasnya panjang. Stevia sampai heran, apa yang lebih menarik daripada berbicara dengan orang lain sampai-sampai Raden sangat hobi menghindari orang lain.
“Kenapa buru-buru? Kita bisa ngobrol soal musik.”
“Saya nggak punya banyak waktu.”
Jantung Stevia seolah dipaksa berhenti berdetak mendengar suara formal Raden. Bukannya menakutkan, justru terlihat lucu.
“Gue punya banyak waktu, mau minta?”
Pertanyaan sangat konyol. Raden jengah meladeni Stevia yang mengganggunya. Ia menyingkirkan tangan Stevia dari lengannya. Lalu, segera melenggang pergi.
“Raden!”
“RADEEEENNN, LO SUKA MAIN PIANO? LO BELUM JAWAB GUE!”
****
Jemari lentik Stevia masih setia menggeser notebook-nya. Sejak sore tadi, gadis itu bermain sosial media. Stevia mencari informasi tentang Raden melalui i*******m cowok itu.
Tidak ada yang aneh. Semua foto Raden di I*******m hanya tentang prestasinya. Jika pun bukan prestasi, cowok itu mengupload foto ketika liburan. Sama sekali tidak ada foto piano dan apa pun itu yang berhubungan dengan musik.
“Sayang, makan dulu!” panggil Mama Stevia dari ruang makan.
Stevia yang tadinya duduk di gazebo dekat kolam berenang, segera beranjak untuk makan bersama keluarganya. Keluarga Stevia sangat harmonis. Mereka semua juga memiliki hobi yang sama, yaitu bermain musik.
“Papa punya event musik berpasangan. Kamu ajak Kak Abi aja kalau mau ikut.”
Pria sebagai kepala keluarga Stevia mengulurkan sebuah poster tentang event musik dengan syarat peserta wajib memiliki pasangan.
“Yess, gue bakal ajak Raden buat ikut!” seru Stevia dalam hati.
“Sayang, panggilin Kak Abi suruh makan sekarang, ya?”
Stevia menganggukkan kepalanya atas permintaan Mama. Kakinya mulai melangkah menghampiri kamar Kakak laki-lakinya dan Kakak satu-satunya.
“Kak Abi!” panggil Stevia seraya mengetuk pintu kamar Abyan.
“Kaaakk!” ulang gadis itu. Kesal tak mendapat balasan apa pun, Stevia membuka pintu kamar Abi. “Telinganya pajangan doang?!” omel Stevia. Ia menarik kaki Abi yang bermain game online di ponselnya.
“STEPIAAAA!” teriak Abi merasa sangat terganggu dengan tindakan Stevia. Laki-laki itu langsung marah-marah akibat game-nya kalah.
“Mau apa, sih?”
“Disuruh makan.”
“Bawel banget, cepet tua mampus lo,” gerutu Abi sambil membenarkan penampilannya. Ia segera berjalan keluar kamar. Namun, suara Stevia menghentikannya.
“Kak, event musik gue sama temen cowok gue bukan lo. Jangan bilang sama Papa.”
Cukup menarik perhatian Abi. Abi membalikkan badannya memperhatikan Stevia yang membawa poster event musik itu. Senyum jail terbit di sudut bibir Abi.
****
“AWAS LO GUE ADUIN BOKAP!”
Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.Pesawat itu terbang dibawa hem
Kedatangan Stevia si gadis periang menggemparkan teman sekelasnya. Bahkan Raden yang berada di bangku sebelahnya sampai menoleh akibat suara Stevia. Stevia membanting bukunya di atas meja.“Nanti kelompok gue presentasi. Kalau sampai ada yang tanya, gue ajak lo ke lapangan buat adu jotos,” ancamnya.Sangat menyebalkan ketika prestasi seharusnya selesai, namun temannya bertanya ini-itu. Jika pertanyaannya mudah tidak masalah. Stevia hanya takut pertanyaan dari temannya tidak bisa dijawab. Bisa jelek nilai presentasinya.“Mending bikin pertanyaan sama jawaban, Pi. Kita pura-pura tanya nanti, lumayan semua kebagian poin tambahan,” usul Alam, ketua kelas.“Sabi, tuh.”Buru-buru Stevia dan teman satu kelompoknya menyiapkan pertanyaan sekaligus jawaban. Mereka membuat sekitar 5 soal dan dibagikan pada temannya yang ingin mendapat poin tambahan.Selesai membagi soal itu, Pak Wijaya memasuki kelas dengan sebuah buku dan laptop di tangan beliau. Berdoa, lalu sapaan hangat diterima oleh para si
Sudah menjadi santapan kelas 11 IPA 1 akhir-akhir ini melihat Stevia mencari perhatian kepada Raden. Penjelasan Bu Arin tentang teknik melukis saja Stevia abaikan, apalagi tatapan heran dari teman-temannya. Stevia terlalu bodo amat untuk hal-hal seperti itu.Stevia menopang dagunya, memperhatikan Raden yang fokus pada penjelasan Bu Arin. Hidung mancung serta rahang tegas Raden semakin membuat Stevia gila."Kalau ada yang bisa bikin gue berpaling dari musik, Raden Kastara jawabannya."Telinga Raden sangat sehat jika hanya untuk mendengarkan kalimat Stevia baru saja. Cowok itu menoleh ke arah Stevia. Sementara Stevia, menatapnya dengan senyum manis."Jangan berisik," tegur Raden.Jika saja Stevia memiliki kekuatan super hero yang sangat kuat. Sudah dipastikan ia akan melempar Raden ke kutub utara agar bertemu dengan kembarannya."Ibu mulai bagi kelompoknya sesuai absen ya. Satu kelompok isi empat orang."Bu Arin menarik atensi Stevia dan semua siswa. Semua sangat berharap mendapat rekan
Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.“Makan, tuh, Raden.”“A-Al-Alam!”“Ciee, otw ketemu ayang Raden.”“YOU ARE FREAK!”Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kel
Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.“Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.“Sendiri aja?”“Iya, bang.”Masih tidak menaruh curiga sedi
Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.“Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.“Sendiri aja?”“Iya, bang.”Masih tidak menaruh curiga sedi
Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.“Makan, tuh, Raden.”“A-Al-Alam!”“Ciee, otw ketemu ayang Raden.”“YOU ARE FREAK!”Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kel
Sudah menjadi santapan kelas 11 IPA 1 akhir-akhir ini melihat Stevia mencari perhatian kepada Raden. Penjelasan Bu Arin tentang teknik melukis saja Stevia abaikan, apalagi tatapan heran dari teman-temannya. Stevia terlalu bodo amat untuk hal-hal seperti itu.Stevia menopang dagunya, memperhatikan Raden yang fokus pada penjelasan Bu Arin. Hidung mancung serta rahang tegas Raden semakin membuat Stevia gila."Kalau ada yang bisa bikin gue berpaling dari musik, Raden Kastara jawabannya."Telinga Raden sangat sehat jika hanya untuk mendengarkan kalimat Stevia baru saja. Cowok itu menoleh ke arah Stevia. Sementara Stevia, menatapnya dengan senyum manis."Jangan berisik," tegur Raden.Jika saja Stevia memiliki kekuatan super hero yang sangat kuat. Sudah dipastikan ia akan melempar Raden ke kutub utara agar bertemu dengan kembarannya."Ibu mulai bagi kelompoknya sesuai absen ya. Satu kelompok isi empat orang."Bu Arin menarik atensi Stevia dan semua siswa. Semua sangat berharap mendapat rekan
Kedatangan Stevia si gadis periang menggemparkan teman sekelasnya. Bahkan Raden yang berada di bangku sebelahnya sampai menoleh akibat suara Stevia. Stevia membanting bukunya di atas meja.“Nanti kelompok gue presentasi. Kalau sampai ada yang tanya, gue ajak lo ke lapangan buat adu jotos,” ancamnya.Sangat menyebalkan ketika prestasi seharusnya selesai, namun temannya bertanya ini-itu. Jika pertanyaannya mudah tidak masalah. Stevia hanya takut pertanyaan dari temannya tidak bisa dijawab. Bisa jelek nilai presentasinya.“Mending bikin pertanyaan sama jawaban, Pi. Kita pura-pura tanya nanti, lumayan semua kebagian poin tambahan,” usul Alam, ketua kelas.“Sabi, tuh.”Buru-buru Stevia dan teman satu kelompoknya menyiapkan pertanyaan sekaligus jawaban. Mereka membuat sekitar 5 soal dan dibagikan pada temannya yang ingin mendapat poin tambahan.Selesai membagi soal itu, Pak Wijaya memasuki kelas dengan sebuah buku dan laptop di tangan beliau. Berdoa, lalu sapaan hangat diterima oleh para si
Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.Pesawat itu terbang dibawa hem
Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.Stevia menoleh kepada sahabatnya ya