Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.
“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”
“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.
“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”
Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.
“Makan, tuh, Raden.”
“A-Al-Alam!”
“Ciee, otw ketemu ayang Raden.”
“YOU ARE FREAK!”
Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.
Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kelas terkejut.
“MAU BERANTEM SAMA GUE?”
“Kalau kepala gue benjol, gue nggak cantik lagi. Nanti gue makin susah dapetin Raden. Lo kalau ngedukung gue yang bener kek,” gerutu Stevia seraya duduk di bangkunya.
Raden tidak tahu Stevia mengatakan itu sepenuh hati atau sebatas bercanda. Yang Raden tahu, hati dan pikirannya mulai menganggap keberadaan gadis itu. Gadis yang selalu mengemis untuk menjadi sahabatnya.
****
Suara siswa-siswi di kantin sekolah terdengar seperti seruan penonton sepak bola. Sangat ramai dan tidak kondusif. Terlebih sebuah tindakan dari seorang perempuan semakin membuat keadaan panas.
Stevia memasuki area kantin guna membeli sebotol air mineral. Jadwal pelajaran pertama olahraga sehingga dia harus menyiapkan minuman. Stevia membeli dua botol, untuknya dan Raden.
“Nggak punya malu lo jadi cewek ngejar-ngejar Raden terus,” ucap siswa bernama Aretha. Aretha tak hanya sekadar berbicara, melainkan sambil menumpahkan jus buah naga ke seragam Stevia.
Mulut Stevia menganga tak percaya dengan apa yang ia alami. “GUE NGGAK PUNYA MASALAH YA SAMA LO!” pekik Stevia di ambang amarah. Rasa dingin terasa begitu nyata mengenai dadanya.
“Samperin Raden sana, siapa tahu dia kegoda sama tubuh bas—“
Stevia mengambil gerakan mendorong Aretha hingga Aretha mundur beberapa langkah. Ia tidak memiliki masalah dengan gadis dengan nametag Aretha itu. Namun, Aretha berhasil mengusiknya.
“Kalau lo cemburu bilang, nggak usah cari ribut.”
“Lo dikasih tau nggak usah nyolot! Gue Cuma peringatin lo biar nggak nempel sama Raden terus, najis dilihat.”
“Lepas aja mata lo kalau nggak mau lihat,” hardik Stevia.
Aretha kini justru semakin gencar memancing sisi buruk Stevia. Bahkan tanpa perasaan ia merendahkan Stevia. “Lo itu bodoh, sedangkan Raden pinter. Ibaratnya lo itu tanah buat diinjek dan Raden itu langit buat dijunjung tinggi.”
“Satu hal yang harus lo tahu. Bumi nggak bakal sempurna kalau nggak ada tanah sama langit.”
Mendapati Stevia yang berani membalas setiap kalimatnya, Aretha merasa kalah. Sekali tarikan Aretha berhasil menjambak rambut Stevia kasar.
“GOD DAMN IT! LO BENER-BENER GILA!” teriak Stevia menahan rasa sakitnya.
“Makanya jadi orang jangan suka ngelawan!”
Tidak ingin kalah begitu saja karena harga diri seorang Stevia Lavanza sangat mahal. Lantas, Stevia mencekal tangan Aretha dan menyentakkan tangan Aretha hingga tarikan di rambutnya terlepas.
Para siswa tidak ada yang berani ikut campur dengan keributan dua perempuan itu. Mereka justru berseru mendukung jagoan mereka. Rata-rata dari mereka mendukung Stevia si gadis ceria. Karena, Aretha memang dikenal sebagai biang onar sejak dulu.
“KALIAN BERDUA IKUT SAYA KE RUANG BK!”
****
Setelah mendapatkan siraman rohani akibat tertangkap guru BK tengah ribut dengan Aretha. Kini Stevia harus menguras tenaganya dalam menjalani kegiatan olahraga kali ini. Lari, hal yang gadis itu sangat benci. Apalagi dia sudah kehilangan banyak tenaganya.
“Gue tandain mula lo, Tha,” gumam Stevia pelan.
Ia bersama teman-teman berlari bersama-sama mengelilingi lapangan. Ini sudah putaran ke 3, kurang 2 putaran lagi.
Kondisi mood yang sangat buruk, serta hilangnya banyak tenaga membuat Stevia ingin menghilang detik ini juga. Andai saja Stevia memiliki tongkat sihir. Sudah dipastikan perempuan bernama Aretha menjadi kodok.
“Lama banget, anjir,” gerutunya.
Stevia memelankan langkahnya. Sedikit ia menoleh ke arah jajan laki-laki di belakangnya. Lalu detik berikutnya badannya ambruk di atas lapangan.
“PI, KOK TIDUR?” teriak Alam panik.
Alam menarik tangan Raden agar membawa Stevia ke UKS. Mungkin Stevia hanya modus agar mendapat gendongan romantis dari Raden. “Den, lo kuat, kan? Angkat ke UKS, tolong.”
Tanpa basa-basi, Raden mengangkat tubuh Stevia yang seringan kapas. Tidak menaruh curiga sedikit pun. Raden buru-buru menuju UKS. Usai meletakkan Stevia di brankar, Raden berniat kembali ke lapangan. Namun, suara Stevia menghentikannya.
“Den,” panggil Stevia.
Tentu saja Raden merasa dibohongi. Bagaimana bisa gadis itu sadar begitu cepat? Bahkan ini belum ada lima menit dari saat Stevia terjatuh tadi.
“Kamu nggak pingsan?”
“Gue nyaris jadi jeli ini. Tolong ambilin kotak p3k, dong, Raden.”
Menurut, Raden mengambilkan kotak p3k sesuai permintaan Stevia. Ia memperhatikan Stevia yang mulai membelah rambutnya.
“Raden, lo nggak punya niat bantuin gue?”
“Bantuin apa?”
Stevia menundukkan kepalanya, berharap Raden melihat lukanya di kepala. Surai hitamnya menutupi wajahnya, seperti hantu. “Tengokin, ada luka nggak? Gue tadi habis dijambak nenek lampir.”
Raden merangkum jarak. Ia melihat luka di kepala Stevia. Walaupun tertutup rambut, cairan merah itu tertangkap di matanya. “Ada. Boleh saya pegang rambut kamu?”
“Iya, boleh. Bantuin obatin, Den. Ini sakit.”
Dengan patuh Raden mulai mengobati luka akibat cakaran Aretha di kepala Stevia. Perlakuannya mampu membuat Stevia menahan segala jeritan yang ingin ia keluarkan detik ini juga. Oh, Tuhan, Raden sangat manis.
“Rambut kamu bau matahari,” kata Raden.
“RADEEEENNN!!”
****
Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.“Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.“Sendiri aja?”“Iya, bang.”Masih tidak menaruh curiga sedi
Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.Stevia menoleh kepada sahabatnya ya
Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.Pesawat itu terbang dibawa hem
Kedatangan Stevia si gadis periang menggemparkan teman sekelasnya. Bahkan Raden yang berada di bangku sebelahnya sampai menoleh akibat suara Stevia. Stevia membanting bukunya di atas meja.“Nanti kelompok gue presentasi. Kalau sampai ada yang tanya, gue ajak lo ke lapangan buat adu jotos,” ancamnya.Sangat menyebalkan ketika prestasi seharusnya selesai, namun temannya bertanya ini-itu. Jika pertanyaannya mudah tidak masalah. Stevia hanya takut pertanyaan dari temannya tidak bisa dijawab. Bisa jelek nilai presentasinya.“Mending bikin pertanyaan sama jawaban, Pi. Kita pura-pura tanya nanti, lumayan semua kebagian poin tambahan,” usul Alam, ketua kelas.“Sabi, tuh.”Buru-buru Stevia dan teman satu kelompoknya menyiapkan pertanyaan sekaligus jawaban. Mereka membuat sekitar 5 soal dan dibagikan pada temannya yang ingin mendapat poin tambahan.Selesai membagi soal itu, Pak Wijaya memasuki kelas dengan sebuah buku dan laptop di tangan beliau. Berdoa, lalu sapaan hangat diterima oleh para si
Sudah menjadi santapan kelas 11 IPA 1 akhir-akhir ini melihat Stevia mencari perhatian kepada Raden. Penjelasan Bu Arin tentang teknik melukis saja Stevia abaikan, apalagi tatapan heran dari teman-temannya. Stevia terlalu bodo amat untuk hal-hal seperti itu.Stevia menopang dagunya, memperhatikan Raden yang fokus pada penjelasan Bu Arin. Hidung mancung serta rahang tegas Raden semakin membuat Stevia gila."Kalau ada yang bisa bikin gue berpaling dari musik, Raden Kastara jawabannya."Telinga Raden sangat sehat jika hanya untuk mendengarkan kalimat Stevia baru saja. Cowok itu menoleh ke arah Stevia. Sementara Stevia, menatapnya dengan senyum manis."Jangan berisik," tegur Raden.Jika saja Stevia memiliki kekuatan super hero yang sangat kuat. Sudah dipastikan ia akan melempar Raden ke kutub utara agar bertemu dengan kembarannya."Ibu mulai bagi kelompoknya sesuai absen ya. Satu kelompok isi empat orang."Bu Arin menarik atensi Stevia dan semua siswa. Semua sangat berharap mendapat rekan
Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.“Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.“Sendiri aja?”“Iya, bang.”Masih tidak menaruh curiga sedi
Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.“Makan, tuh, Raden.”“A-Al-Alam!”“Ciee, otw ketemu ayang Raden.”“YOU ARE FREAK!”Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kel
Sudah menjadi santapan kelas 11 IPA 1 akhir-akhir ini melihat Stevia mencari perhatian kepada Raden. Penjelasan Bu Arin tentang teknik melukis saja Stevia abaikan, apalagi tatapan heran dari teman-temannya. Stevia terlalu bodo amat untuk hal-hal seperti itu.Stevia menopang dagunya, memperhatikan Raden yang fokus pada penjelasan Bu Arin. Hidung mancung serta rahang tegas Raden semakin membuat Stevia gila."Kalau ada yang bisa bikin gue berpaling dari musik, Raden Kastara jawabannya."Telinga Raden sangat sehat jika hanya untuk mendengarkan kalimat Stevia baru saja. Cowok itu menoleh ke arah Stevia. Sementara Stevia, menatapnya dengan senyum manis."Jangan berisik," tegur Raden.Jika saja Stevia memiliki kekuatan super hero yang sangat kuat. Sudah dipastikan ia akan melempar Raden ke kutub utara agar bertemu dengan kembarannya."Ibu mulai bagi kelompoknya sesuai absen ya. Satu kelompok isi empat orang."Bu Arin menarik atensi Stevia dan semua siswa. Semua sangat berharap mendapat rekan
Kedatangan Stevia si gadis periang menggemparkan teman sekelasnya. Bahkan Raden yang berada di bangku sebelahnya sampai menoleh akibat suara Stevia. Stevia membanting bukunya di atas meja.“Nanti kelompok gue presentasi. Kalau sampai ada yang tanya, gue ajak lo ke lapangan buat adu jotos,” ancamnya.Sangat menyebalkan ketika prestasi seharusnya selesai, namun temannya bertanya ini-itu. Jika pertanyaannya mudah tidak masalah. Stevia hanya takut pertanyaan dari temannya tidak bisa dijawab. Bisa jelek nilai presentasinya.“Mending bikin pertanyaan sama jawaban, Pi. Kita pura-pura tanya nanti, lumayan semua kebagian poin tambahan,” usul Alam, ketua kelas.“Sabi, tuh.”Buru-buru Stevia dan teman satu kelompoknya menyiapkan pertanyaan sekaligus jawaban. Mereka membuat sekitar 5 soal dan dibagikan pada temannya yang ingin mendapat poin tambahan.Selesai membagi soal itu, Pak Wijaya memasuki kelas dengan sebuah buku dan laptop di tangan beliau. Berdoa, lalu sapaan hangat diterima oleh para si
Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.Pesawat itu terbang dibawa hem
Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.Stevia menoleh kepada sahabatnya ya