Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.
Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.
“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.
Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.
“Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.
Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.
“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.
“Sendiri aja?”
“Iya, bang.”
Masih tidak menaruh curiga sedikit pun. Stevia sibuk menikmati minumannya dengan tenang.
“Mau abang anter pulang?”
Mendapati tangan pria itu di bahunya, Stevia sontak menepis tangan lancang itu. Ia mulai waspada terhadap perilaku pria tua di hadapannya. Buru-buru Stevia meraih biolanya, hendak pergi dari sana.
“Abang anter aja, ayo!”
"Enggak mau!"
Stevia mundur beberapa langkah akibat rasa takut yang menyerangnya saat ini. Keadaan sekitarnya sangat sepi, tidak ada satu pun orang yang berlalu-lalang.
Dapat Stevia rasakan tangan pria itu menyentuh pinggangnya. Dengan keberaniannya, ia mendorong pria itu agar menjauh. i
Tba-tiba saja tangan nakal pria itu hendak melayangkan pukulan kepada Stevia. Bukan pukulan, melainkan sebuah ucapan di pinggang yang Stevia dapatkan.
"KYAAAAA!" teriak Stevia kencang. Tak selang lama, tangan itu terlepas akibat sentakan dari laki-laki di samping Stevia.
Terlihat jelas tangan gemetar Stevia. Gadis itu perlahan membuka matanya membuat mata indahnya bertemu dengan mata Raden.
“Raden,” lirih Stevia. Memutar kepalanya, Stevia melihat pria yang tadi hampir membuat jantungnya lepas. Pria itu menatapnya sinis.
“Anak kecil sok jagoan,” ucap pria itu.
Tak disangka pria itu menendang perut Raden hingga Raden terjatuh karena mendapat serangan mendadak.
Melihat pria itu akan melayangkan sebuah pukulan, buru-buru Stevia memeluk Raden yang masih terduduk di tanah.
“PLEASE JANGAN SAKITIN RADEN!” jerit Stevia ketakutan.
Raden mematung, tidak tahu harus memberi reaksi tubuh seperti apa selain terkejut. Tindakan Stevia benar-benar di luar nalarnya. Dengan posisi sedekat ini, Raden mendengar begitu jelas detak jantung Stevia.
“Kamu ikut abang aja kalau nggak mau temen kamu abang hajar.”
Pria itu menarik kasar Stevia hingga menjatuhkan milkshake Stevia. Stevia meringis merasakan tangannya dicekal sangat kuat. Ia bingung, atas hak apa pria itu memaksanya? Ia bahkan tidak memiliki masalah dengan pria itu.
“Arrkhh, sakit,” rintih Stevia.
“Lepasin temen saya,” ujar Raden tetap tenang. Raden memegang tangan pria itu, memberi peringatan supaya melepaskan Stevia.
Melihat tidak ada itikad baik yang ditunjukkan. Raden menghela napasnya panjang. Sekali sentakan ia berhasil membuat pria itu mundur. Tanpa disangka, Raden melakukan tendangan ke perut pria itu. Akhirnya pria itu tersungkur ke tanah.
“Ada rekaman CCTV kalau kamu mau masuk kantor polisi,” peringat Raden seraya menunjuk sebuah CCTV di pojok kafe.
Mendengar nama polisi sudah membuat pria itu ketakutan. Segera dia berlari menjauhi dua remaja itu.
“Makasih, Raden,” kata Stevia dengan senyum lebarnya. Bukannya menjawab, Raden justru menjauhi Stevia. Untung saja tadi dia ke toko buku di sebelah kafe itu. Jika tidak, ia tidak tahu bagaimana nasib Stevia selanjutnya.
“Raden, lo udah mau jadi sahabat gue?” tanya Stevia mengikuti langkah Raden.
“Radeennn,” panggilnya mendayu.
Merasa risi atas perilaku Stevia, Raden menghentikan langkahnya. Ia menatap Stevia dengan sorot mata yang serius. Selalu serius.
“Saya nggak mau.”
“Kenapa? Gue bisa jadi pelengkap lo yang pendiem,” sergah Stevia dengan seribu satu alasan yang dia punya.
“Apa alasan kamu maksa jadi sahabat saya?”
Stevia menerawang jauh ke depan. Ia berpikir untuk beberapa waktu. Sementara Raden, mulai lelah menunggu jawaban gadis itu.
“Soalnya gue mau lo ajarin gue belajar, biar gue populer di sekolah karena udah cairin beruang kutub utara kayak lo. Teru---“
“Saya makin nggak tertarik buat bicara sama kamu.”
Raden melanjutkan jalannya tanpa mengindahkan teriakan Stevia. Stevia sangat emosi mendengar ucapannya tadi. Padahal Stevia hanya berusaha jujur.
“RADEN!”
“GUE CUMA JUJUR AJA!”
“BESOK JADI SAHABAT GUE, YA?”
****
Stevia berguling ke sana-sini di atas tempat tidurnya. Tidak bisa dideskripsikan lagi bagaimana perasaan hatinya setelah ditolong Raden tadi. Semuanya masih begitu jelas. Ingatkan pada Stevia bahwa ini bukan mimpi.
“Gue rela dihadang preman kalau - ditolong Raden,” ucapnya sambil terus menahan senyumnya.
Sudah hampir 1 jam gadis itu cekikikan. Dia salah tingkah, sangat. Jika ada alat yang berfungsi mengukur sebuah rasa bahagia. Maka, alat itu akan rusak jika dipakai Stevia. Kebahagiaan gadis itu melebihi rata-rata.
“Gue chat Raden, aah.”
Benda pipih sejuta umat itu, Stevia buka. Stevia mencari nomor W******p Raden. Beruntung ada group kelas, jadi ia akan semakin mudah menemukan nomor Raden.
Stevia :
Raden
Tidak perlu menunggu lama, sebuah balasan mampu membuat Stevia menjerit dan melompat kegirangan. “KOK UDAH DIBALES? DIA SUKA SAMA GUE?” pekiknya penuh percaya diri.
Stevia memperhatikan jam di ponselnya. Ia akan menunggu 5 menit berlalu agar bisa membalas pesan Raden. Ia sedang berusaha terlihat sibuk dengan tidak langsung membalas pesan Raden.
“Lima menit kayak lima abad.”
Setelah lima menit berlalu, Stevia membuka pesan Raden.
Raden :
Kenapa?
Segera Stevia ketikan sebuah balasan di sana. Ia sangat antusias berkirim pesan dengan Raden. Ini di luar ekspektasinya. Stevia kira Raden tidak akan membalas pesannya. Namun, siapa sangka keberuntungan di pihaknya.
Stevia :
Mau ciuman
Sudah dipastikan jika gadis itu tidak akan mendapat balasan lagi akibat pesan frontalnya. Stevia meletakkan ponselnya di nakas. Malam ini ia akan tidur dengan sangat nyenyak. Ia tidak mau mimpi bertemu dengan Raden karena kisahnya bersama Raden harus di reallife saja, bukan mimpi.
Sebuah notifikasi membuatnya membuka mata dengan cepat. Penuh harap, semoga saja itu dari Raden.
Operator :
Salah satu kuota internet Anda telah habis, pastikan Anda memiliki kuota lainnya.
“KAMPRET! NGGAK JADI MIMPI INDAH GUE!”
Saat akan kembali memejamkan mata, lagi-lagi sebuah notifikasi memaksanya membuka mata.
Raden :
Besok
Saking terkejutnya mulut Stevia menganga begitu lebar. Jika saja ada lebah, mungkin bisa masuk hingga membawa sarang madu mereka ke dalam mulut Stevia.
Respons tidak terduga itu benar-benar mengobrak-abrik jiwa raga Stevia.
“TUHAN, STEVIA MAU RADEN!”
****
Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.Stevia menoleh kepada sahabatnya ya
Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.Pesawat itu terbang dibawa hem
Kedatangan Stevia si gadis periang menggemparkan teman sekelasnya. Bahkan Raden yang berada di bangku sebelahnya sampai menoleh akibat suara Stevia. Stevia membanting bukunya di atas meja.“Nanti kelompok gue presentasi. Kalau sampai ada yang tanya, gue ajak lo ke lapangan buat adu jotos,” ancamnya.Sangat menyebalkan ketika prestasi seharusnya selesai, namun temannya bertanya ini-itu. Jika pertanyaannya mudah tidak masalah. Stevia hanya takut pertanyaan dari temannya tidak bisa dijawab. Bisa jelek nilai presentasinya.“Mending bikin pertanyaan sama jawaban, Pi. Kita pura-pura tanya nanti, lumayan semua kebagian poin tambahan,” usul Alam, ketua kelas.“Sabi, tuh.”Buru-buru Stevia dan teman satu kelompoknya menyiapkan pertanyaan sekaligus jawaban. Mereka membuat sekitar 5 soal dan dibagikan pada temannya yang ingin mendapat poin tambahan.Selesai membagi soal itu, Pak Wijaya memasuki kelas dengan sebuah buku dan laptop di tangan beliau. Berdoa, lalu sapaan hangat diterima oleh para si
Sudah menjadi santapan kelas 11 IPA 1 akhir-akhir ini melihat Stevia mencari perhatian kepada Raden. Penjelasan Bu Arin tentang teknik melukis saja Stevia abaikan, apalagi tatapan heran dari teman-temannya. Stevia terlalu bodo amat untuk hal-hal seperti itu.Stevia menopang dagunya, memperhatikan Raden yang fokus pada penjelasan Bu Arin. Hidung mancung serta rahang tegas Raden semakin membuat Stevia gila."Kalau ada yang bisa bikin gue berpaling dari musik, Raden Kastara jawabannya."Telinga Raden sangat sehat jika hanya untuk mendengarkan kalimat Stevia baru saja. Cowok itu menoleh ke arah Stevia. Sementara Stevia, menatapnya dengan senyum manis."Jangan berisik," tegur Raden.Jika saja Stevia memiliki kekuatan super hero yang sangat kuat. Sudah dipastikan ia akan melempar Raden ke kutub utara agar bertemu dengan kembarannya."Ibu mulai bagi kelompoknya sesuai absen ya. Satu kelompok isi empat orang."Bu Arin menarik atensi Stevia dan semua siswa. Semua sangat berharap mendapat rekan
Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.“Makan, tuh, Raden.”“A-Al-Alam!”“Ciee, otw ketemu ayang Raden.”“YOU ARE FREAK!”Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kel
Sorot temaramnya lampu kafe menjadi saksi gesekan merdu dari biola Stevia. Tubuh terbalut dress selutut berwarna peach serta rambut panjang tergerai membuat Stevia begitu cantik malam ini. Rutinitasnya tiap malam minggu, mengisi sebuah kafe dengan instrumental biola.Seusai membawakan penampilan terakhirnya. Stevia berjalan ke arah tempat pemesanan.“Kak, milkshake strawberry satu ya,” pesan Stevia.Mata cantik itu menyapu seluruh penjuru kafe. Hanya ada beberapa orang yang tersisa, mungkin dikarenakan waktu yang sudah mulai larut.“Milkshake strawberry satu, ya?” Barista itu mengulurkan pesanan Stevia.Setelah melakukan transaksi jual beli tersebut, Stevia berjalan keluar kafe sambil menenteng biola juga milkshake-nya. Sebentar, Stevia duduk di bangku depan kafe guna meminum minumannya. Ia sangat haus.“Cantik,” panggil seorang pria berbadan kekar. Stevia yang memang dasarnya ramah pun membalas sapaan itu dengan senyumannya.“Sendiri aja?”“Iya, bang.”Masih tidak menaruh curiga sedi
Sepasang netra menatap nyalang kepada ketua kelas. Stevia nyaris saja kehilangan detak jantung akibat Alam mengagetinya saat ia masuk kelas. Dengan kesal, Stevia menarik seragam Alam secara kasar.“Alam! Lo nggak kapok cari masalah sama gue?”“BERCANDA, PI!” teriak Alam tatkala Stevia menariknya kasar.“Kalau jantung gue melorot, terus jantung gue nggak bisa jedag-jedug dekat Raden gimana?”Alam mengubah raut kesakitannya menjadi datar. Ia sudah overthinking jika Stevia akan marah, namun ternyata oh ternyata gadis itu sangat membuatnya muak. Ide jail tersusun rapi di otak Alam. Cowok itu mendorong-dorong Stevia ke meja Raden.“Makan, tuh, Raden.”“A-Al-Alam!”“Ciee, otw ketemu ayang Raden.”“YOU ARE FREAK!”Hampir saja tubuh Stevia tersungkur menabrak meja akibat dorongan Alam. Beruntung Raden melindungi kepala Stevia yang hendak mencium sudut meja.Bukan merasa senang, Stevia justru terlihat lebih murka. Gadis itu mendorong Alam dengan kasar, lalu menampar cowok itu membuat warga kel
Sudah menjadi santapan kelas 11 IPA 1 akhir-akhir ini melihat Stevia mencari perhatian kepada Raden. Penjelasan Bu Arin tentang teknik melukis saja Stevia abaikan, apalagi tatapan heran dari teman-temannya. Stevia terlalu bodo amat untuk hal-hal seperti itu.Stevia menopang dagunya, memperhatikan Raden yang fokus pada penjelasan Bu Arin. Hidung mancung serta rahang tegas Raden semakin membuat Stevia gila."Kalau ada yang bisa bikin gue berpaling dari musik, Raden Kastara jawabannya."Telinga Raden sangat sehat jika hanya untuk mendengarkan kalimat Stevia baru saja. Cowok itu menoleh ke arah Stevia. Sementara Stevia, menatapnya dengan senyum manis."Jangan berisik," tegur Raden.Jika saja Stevia memiliki kekuatan super hero yang sangat kuat. Sudah dipastikan ia akan melempar Raden ke kutub utara agar bertemu dengan kembarannya."Ibu mulai bagi kelompoknya sesuai absen ya. Satu kelompok isi empat orang."Bu Arin menarik atensi Stevia dan semua siswa. Semua sangat berharap mendapat rekan
Kedatangan Stevia si gadis periang menggemparkan teman sekelasnya. Bahkan Raden yang berada di bangku sebelahnya sampai menoleh akibat suara Stevia. Stevia membanting bukunya di atas meja.“Nanti kelompok gue presentasi. Kalau sampai ada yang tanya, gue ajak lo ke lapangan buat adu jotos,” ancamnya.Sangat menyebalkan ketika prestasi seharusnya selesai, namun temannya bertanya ini-itu. Jika pertanyaannya mudah tidak masalah. Stevia hanya takut pertanyaan dari temannya tidak bisa dijawab. Bisa jelek nilai presentasinya.“Mending bikin pertanyaan sama jawaban, Pi. Kita pura-pura tanya nanti, lumayan semua kebagian poin tambahan,” usul Alam, ketua kelas.“Sabi, tuh.”Buru-buru Stevia dan teman satu kelompoknya menyiapkan pertanyaan sekaligus jawaban. Mereka membuat sekitar 5 soal dan dibagikan pada temannya yang ingin mendapat poin tambahan.Selesai membagi soal itu, Pak Wijaya memasuki kelas dengan sebuah buku dan laptop di tangan beliau. Berdoa, lalu sapaan hangat diterima oleh para si
Kicauan burung menjadi pelengkap suasana sejuk pagi ini. Embun-embun di dedaunan berangsur hilang sebagai tandai bahwa sang surya mulai menampakkan diri.Semangat tinggi mengawali hari yang indah. Seperti Stevia, gadis berambut panjang itu bersenandung ria sepanjang koridor sekolah. Terlihat sangat cerita tanpa beban hidup.“Raden?” gumamnya tatkala melihat Raden bermain laptop di lantai dasar.Keberadaan Stevia yang berada di lantai dua membuat cewek itu memiliki ide jail. Lantas, Stevia mengambil buku di tasnya. Ia dengan telaten melipatnya membentuk sebuah pesawat terbang.“Semoga kena, huh, hah!” Memberi tiupan pada bagian belakang pesawat dengan harapan hal itu akan menjadi sebuah mantra agar pesawatnya tidak melesat.Detik selanjutnya, Stevia mulai meluncurkan pesawatnya. Meski cobaan pertama gagal, ia tidak gentar untuk mencoba lagi. “Astaga, Raden! Demi lo, nih, gue rela buku gue habis,” dumel Stevia. Kini di tangannya hanya tersisa satu pesawat.Pesawat itu terbang dibawa hem
Lelah para peserta upacara seketika lenyap tatkala seorang guru mulai mengumumkan hasil Penilaian Akhir Semester satu. Semua pasang netra tertuju kepada guru tersebut, dengan penuh harapan nama mereka menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah. Bahkan sorot surya yang sangat panas tidak lagi mengganggu mereka.“Siswa berprestasi jurusan ilmu pengetahuan alam dengan meraih rata-rata nilai ujian delapan puluh sembilan koma enam puluh dua. Selamat kepada RADEN KASTARA DARI SEBELAS IPA SATU!”Sudah tidak mengherankan lagi jika asma seorang Raden Kastara disebut sebagai peraih juara satu di SMA Garuda. Otak genius serta polahnya yang anteng patut diteladani. Pantas saja banyak guru yang menggadang-gadangnya sebagai siswa kesayangan.Suara riuh tepuk tangan terdengar sebagai apresiasi atas usaha keras Raden. Laki-laki tampan itu maju ke depan untuk mengambil sebuah hadiah.“Udah ganteng, pinter pula,” ucap salah satu siswi di barisan paling belakang.Stevia menoleh kepada sahabatnya ya