Beranda / Romansa / Perfect Love / Part 1: Ratu Sekolah

Share

Perfect Love
Perfect Love
Penulis: Lia Mauliza

Part 1: Ratu Sekolah

Penulis: Lia Mauliza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-23 16:29:46

Para siswa-siswi SMA 1 Angkasa Jakarta berbaris di halaman sekolah dengan rapi dan tertib. Lima guru laki-laki dan wanita sedang menduduki meja di atas podium. Tepat pada hari senin, pihak sekolah akan mengumumkan juara umum siswa berprestasi pada semester satu tahun 2014. Pihak sekolah juga sudah menyiapkan penghargaan berupa piala dan sertifikat.

Kepala sekolah menaiki podium untuk memberikan nasihat kepada para siswa-siswi agar terus meningkatkan prestasi dan mematuhi aturan sekolah. Lalu, di lanjutkan oleh salah satu guru laki-laki bernama Anton yang akan mengumumkan nama siswa tersebut.

"Kali ini pasti dia lagi," ujar salah satu siswi berkacamata di barisan terakhir dengan raut wajah cemberut.

"Eva! Eva! Eva!" seru siswa-siswi serentak.

"Semua siswa diharapkan tenang. Bapak akan mengumumkan salah satu nama murid yang akan menerima penghargaan pada semester ini," ujar Pak Anton menggunakan mikrofon berdiri di atas mimbar podium. Lalu, Pak Anton membuka lembar kertas yang terlipat rapi dan sejenak memerhatikannya. "Siswa yang mendapatkan juara umum pada semester ini adalah Eva Gricia Sukma Negara!" sebut Pak Anton dengan suara lantang.

Semua guru dan siswa-siswi memberikan tepuk tangan yang meriah pada siswa berprestasi.

"Silahkan naik ke podium, Eva." Pak Anton mengakhiri permbicaraannya dan turun dari mimbar.

Eva yang berdiri di barisan ketiga sebelah kiri tersenyum bahagia mendengar namanya di sebut untuk kesekian kalinya

"Eva. Cepat naik ke podium!" teriak salah satu siswi berambut keriting di samping kanannya bernama Cici. Ia memiliki kepribadian yang genit dan rusuh.

"Selamat ya, Ev," ucap siswi lainnya di samping kirinya, bernama Raisa, gadis manis memiliki suara merdu.

Seorang siswi di baris kedua memalingkan wajahnya pada Eva dan memberikan jempol dengan wajah datar. Gadis bernama Rena ini terlihat tomboi dan pandai bela diri.

Eva memberikan jempol kembali pada ketiga sahabatnya Cici, Raisa dan Rena sambil tersenyum. Kemudian, Eva berjalan menuju podium. Eva menghadap seorang guru wanita untuk diberikan satu piala, rapor dan sertifikat untuknya.

"Terima kasih, Bu," ucap Eva pada seorang guru itu sambil bersalaman.

"Sama-sama. Belajar lagi dengan giat," ucap guru itu sambil tersenyum.

"Baik, Bu." Eva membalasnya dengan senyuman.

Setelah menerima penghargaan itu, Eva memperlihatkan penghargaannya kepada teman-teman. Eva menghela napas lega setelah berusaha begitu gigih untuk menjadi siswa yang berprestasi. Lalu, Eva menaiki mimbar untuk membacakan visi dan misi sekolah seperti biasa yang dilakukan oleh siswa-siswi sebelumnya.

"Eva!" teriak seorang siswa dari barisan kanan paling terakhir. Ia tersenyum dan melambaikan piala ke arah siswa bermata sipit itu.

"Dia pasti akan buat masalah lagi," ucap Cici menghela napas kesal.

"Kamu memang paling terbaik! Aku sayang sama kamu!" tambah siswa itu lagi.

"Jeremi! Ada kepala sekolah di depan," tegur teman di sampingnya.

Ia tak peduli dengan kehadiran kepala sekolah. Jeremi, sosok siswa nakal, tapi keren. Ia ahli dalam bermain basket dan mendapatkan kepercayaan menjadi kapten dalam Tim Merah dengan julukan tim Koko ganteng.

Sontak semua guru merasa kesal dengan tingkah Jeremi yang tak sopan. Kepala sekolah diri dari tempat duduknya dan menatap Jeremi tajam. Jeremi terdiam dan menundukkan kepala.

Eva tersenyum mendengar pujian dari kekasihnya itu.

"Terima kasih, Sayang. Aku juga sangat menyayangimu!" balas Eva masih menggunakan mikrofon.

"Hhhuuu! So sweet!" teriak siswa-siswi serentak.

Sontak seorang guru laki-laki berwajah tampan dan bertubuh tinggi juga tegap, berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Eva.

"Eva!" tegur salah guru itu. Ia menarik tangan Eva turun dari mimbar podium.

"Paman!" ucap Eva berusaha melepaskan tangannya.

"Di sini, saya bukan pamanmu," ucap guru itu tegas. Guru membawa Eva kembali turun dari podium. "Buat malu saja dia."

"I love you, paman," ucap Eva dengan suara manja dan kembali ke barisan.

"Dia berani karena ada Pak Erik," kata siswi berkacamata di barisan tadi yang begitu membenci Eva.

Beberapa menit kemudian. Guru tampan tadi menghadap kepala sekolah di ruangannya. Bapak Hardi sangat terlihat sangat kecewa kepada siswa-siswi yang selalu membuat keributan di sekolah apa lagi bermesraan yang tak semestinya dilakukan anak sekolah.

"Bapak Erik Harris. Tolong nasehati keponakan bapak. Ini sudah kelewatan."

"Sekali lagi saya minta maaf, pak. Setelah ini saya akan memberikan peringatan dan nasehat kepada Eva, juga Jeremi, ucap Pak Erik merasa bersalah.

"Baiklah. Kamu boleh keluar." Pak Hardi mengakhiri pembicaraan.

Erik Harris merupakan paman kandung Eva yang berusia 33 tahun, dan berprofesi sebagai guru Matematika dan Sosial. Di mata siswa-siswi ia seorang guru yang sangat bijak dan tegas.

***

Sekolah Horace Maan, New York. Seorang siswa terbaik memutuskan pindah sekolah ke negara asalnya, Indonesia. Rendra Leunard Pratama, sosok siswa tampan, cerdas, tapi cuek. Sekarang, ia berdiri di depan gedung sekolah bersama seorang gadis cantik yang menunjukkan raut wajah sedih.

"Are you really going?" tanya gadis itu.

"Yes. I was right to go!" jawab Rendra jelas tanpa basa basi.

"Okay. Take care," ucap gadis itu tetap tersenyum.

Tak tunggu lama, Rendra memberikan senyuman tipis pada gadis bule itu dan pergi meninggalkannya. Rendra terus berjalan tanpa menoleh. Ia menatap lurus seolah-olah tersirat perasaan dendam di hatinya. Namun, ia tetap bersikap tenang dan memberikan sedikit senyum di ujung sudut bibirnya.

'Hidup memang tak ada yang sempurna. Namun, hidup akan sempurna jika sudah mendapatkan restunya'

***

"Sayang?" panggil Eva menyandarkan kepalanya di atas bahu Jeremi. Mereka berada di kursi barisan terakhir.

"Iya. Kenapa, Sayang? tanya Jeremi asyik bermain game di ponselnya.

"Nanti malam kita nonton bareng, yuk?" ajak Eva.

"Nonton lagi?

Sontak Jeremi kaget menghentikan tembakan pada gamenya. Raut wajahnya menunjukkan rasa tidak nyaman dengan ajakan Eva.

"Iya, nonton. Kenapa? Apa alasan kamu lagi?" tanya Eva kesal dan mengangkat kepalanya dari bahu Jeremi.

"Nggak. Tapi, bukannya baru kemarin kamu habis ajak aku nonton bareng? Sekarang kita mau pergi nonton lagi? Aku bosan." Jeremi menolak ajakan Eva.

"Oh. Jadi, ingkar janji kemarin malam, kamu bosan? tanya Eva mulai kesal Eva.

Jeremi melanjutkan bermain game dan seolah-olah ia tak ingin peduli.

Eva menyeringai heran dengan sikap Jeremi. Ia berdiri dari tempat duduk dan ingin segera pergi meninggalkan Jeremi.

Jeremi melirik ke arah Eva sambil tersenyum bercanda dan menarik tangan Eva menahannya pergi. "Aku cuma bercanda kok, Sayang." Ia menatap Eva dengan tatapan halus penuh godaan. "Aku janji, nanti malam aku jemput kamu dan kita nonton bareng di bioskop, oke?"

Eva masih terdiam dan hanya menatap Jeremi tanpa senyuman. "Bohong."

"Aku janji. Aku nggak bohong. Udah dong marahnya." Jeremi hendak memeluk Eva.

"Eh. Kamu nggak boleh peluk aku gitu aja, ini sekolah, " tolak Eva menghindar.

"Ya udah. Kamu nggak marah lagi 'kan?" tanya Jeremi masih meyakinkannya.

"Asalkan kamu tepati janjimu. Aku nggak akan marah." Eva masih sedikit jual mahal.

"Siap, Ratuku!" Jeremi mengangkat tangannya ke dahi dan memberikan senyuman pada kekasihnya itu.

Di sisi lain, Cici, Raisa dan Rena berdiri di samping meja guru sambil memerhatikan kemesraan Eva dan Jeremi. Mereka bertiga menunjukkan wajah kesal dan geram akan sikap Jeremi yang terlalu palsu, jika diperhatikan. Tapi, Eva tidak sadar akan hal itu.

"Aku harap mereka bisa putus," kata Cici.

"Eum. Aku juga nggak suka," lanjut Raisa.

"Nanti malam Eva akan putusin dia," tambah Rena begitu yakin.

Sontak Cici dan Raisa kaget mendengar perkataan Rena yang terdengar sembarangan dan mereka tak percaya akan perkataannya.

"Eva, Jeremi! Ikut bapak sekarang!" perintah Erik tiba-tiba muncul dan membuat semua siswa-siswi kelas 2 A terkejut.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perfect Love   Part 2: Kebiasaan Aneh

    Malam pun tiba, tepatnya pukul 19:00, dan Eva berkali-kali menelpon Jeremi, tapi tak ada jawaban. Eva mondar-mandir di dalam kamarnya dengan perasaan marah. 'BUUKH!'Eva melempar ponselnya ke dinding kamar sampai hancur. Suasana keheningan malam di rumahnya semakin terasa. Tidak orang tua di rumah karena sibuk kerja membuat Eva semakin stres."Aaaakkk! Jeremi sialan!" cibir Eva sangat murka. Air matanya jatuh dan merenungkan sejenak pikirannya sambil duduk di atas ranjang kasurnya. "Dan, apa yang ku harapkan di rumah ini. Hancur semuanya." Ia mengambil tas dan pergi meninggalkan rumah orang tuanya.*** Keesokan paginya. Eva yang masih tertidur pulas dalam keadaan terlentang, tidak merasa terganggu dengan suara kicauan burung Beo yang tergantung di atas balkon kamar yang ia tempati, dan yang pasti bukan rumah orang taunya. Rumah putih bertingkat dua nomor 51, kompleks mekar. Eva terlihat begitu polos saat tertidur. Wajahnya yang cantik menutup tingkah emosionalnya yang begitu membar

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 3: Siswa nakal

    Eva, Cici, Raisa, dan Rena berjalan di atas koridor sekolah menuju ruangan. Kehadiran mereka di sekolah membuat semua siswa-siswi bersemangat. Kata Kak Yen, "Hari ini Sindi masuk ke sekolah." Eva tersenyum sinis. "Belum jera juga itu anak."Saat mereka hampir tiba di ruangan, tiba-tiba seorang siswi meminta pertolongan kepada Eva. "Kak Eva! Kak Rena! Tolong kami!" teriak siswi itu sambil berlari menghampiri Eva. Eva, Cici, Raisa, dan Rena memalingkan badan ke arah siswi itu. "Ada apa?" tanya Eva. "Tolong kami, kak. Temanku dibuli sama Kak Sindi!" ucap siswi itu kesal. "lagi-lagi Sindi buat ulah." Rena sangat kesal mendengar Sindi kembali memukul para siswa. Eva menatap ketiga sahabatnya itu seraya saling mengangguk dan pergi menghampiri siswa yang kena bulian oleh siswa-siswi nakal. *** Seorang siswi berkacamata besar mendapatkan memar di wajahnya akibat kena pukul. "Berlutut bodoh!" bentak seorang siswi berwajah judes terlihat begitu angkuh. Siswa itu berlutut tepat di had

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 4: Saling mengancam

    "Apa lagi sekarang? Hah? Kamu pukul dia?" tanya Jeremi dengan nada menuduh."Je. A-aku ...," "Diam! Aku tidak mau mendengar penjelasan bodoh kamu itu. Sudah kedua kalinya kamu pukul Sindi. Kenapa nggak sekalian jadi petinju, hah?" Jeremi memarahi Eva di depan teman-temannya. Walaupun Eva bersalah sudah memukul Sindi, tapi ia memiliki alasan kuat untuk memberi pengajaran pada siswa seperti Sindi. Tapi, Jeremi tidak mau mendengar apa pun alasan itu. "Mereka yang pukul Sindi, Je. Mereka juga menghajar kami!" sahut teman Sindi mengadu pada Jeremi agar Eva semakin terpojok."Kamu baik-baik saja, Sin?" tanya Jeremi memeriksa luka di bagian wajah Sindi. "Wajah dan tanganku sangat sakit, Je. Tolong bawa kau ke rumah sakit. Aku sudah nggak kuat," keluh Sindi sambil menangis untuk menarik perhatian Jeremi. "Drama! Jangan percaya sama dia, Je!" kata Eva geram melihat tingkah Sindi yang selalu saja bersandiwara di depan kekasihnya itu. Ia menarik lengan Jeremi untuk pergi bersamanya. "Lepask

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 5: Hukuman!

    Keesokan harinya, pihak sekolah mengadakan rapat untuk menyelesaikan permasalah Eva dan Sindi. Permasalahan Eva dan Sindi harus dihadiri kedua orang yang bersangkutan. Namun, karena Sindi dalam proses pengobatan, Sindi diwakili oleh kedua orang tuanya yang memang wajib hadir di dalam rapat tersebut. Pihak sekolah, orang tua Sindi, dan pihak kepolisian sudah berada di ruangan. Di sisi lain, Pak Erik masih memaksa Eva memasuki ruang rapat agar permasalahannya cepat selesai. Namun, Eva malah menolaknya dan berusaha melepaskan tangannya yang diseret Pak Erik menuju ruangan. "Eva, cepat! Aku tak ada waktu mengurus hal sepele ini lagi. Cepat, jalan!" marah Pak Erik terus menarik tangannya hingga ke depan pintu ruangan yang tertutup. "Eva nggak mau!" tolak Eva melepaskan tangannya. "Masuk, sekarang juga!" suruh Erik memelototi.Eva memajukan bibir bawahnya, lalu menunduk. Ia takut saat Pak Erik dalam keadaan marah. Tidak ada yang bisa membantah perkataannya jika sudah memberikan tatapan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 6: Gadis Pembalut!

    Setelah menyelesaikan permasalahan Eva di sekolah. Erik mengajak Eva ke sebuah kafe untuk menghilang rasa kesalnya atas keputusan pihak sekolah terhadap dirinya. Erik dan Eva menuju ke sebuah kafe dimaksud. Eva hanya terdiam di dalam mobil sembari menatap ke arah luar sembari menyandarkan diri pada kaca mobil. "Eva?" panggil Erik lembut membujuknya. Eva hanya terdiam tak menjawab panggilan Erik. Erik ingin mencoba menasihati Eva, bahwa keputusan kepala sekolah sudah sangat bijak. "Kamu harus terima hukuman dari kepala sekolah, Ev. Kamu nggak boleh mengeluh seperti itu. Dengarin Paman, oke. Ini demi kebaikan kamu," jelas Erik. "Nggak harus semua prestasi Eva juga di cabut. Eva nggak mau kembalikan penghargaan itu. Eva nggak mau!" tolak Eva kesal. "Tapi itu hukuman yang harus kamu terima. Patuhi aturannya, dan jangan membantah!" tegas Erik agar Eva mengerti. Eva terdiam kesal. Lalu, memindahkan tatapanya dari Erik. *** Rendra hanya bisa memakan sepotong roti dan segelas air put

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Perfect Love   Part 7: Kompleks Elit Cenderwasih

    Menjatuhkan pembalut di atas kepala seorang pria adalah hal yang paling memalukan. Eva tak sanggup mengambil pembalut itu hingga pergi melarikan diri dari super market dan membiarkan Rendra mengambil pembalut itu. Rendra mengambil pembalut yang jatuh ke lantai. Lalu, petugas super market menatap Rendra aneh. "Apa kamu juga butuh pembalut?" sindir petugas super market sambil tersenyum. Rendra sadar akan sindiran itu dan menjatuhkan pembalut itu kembali karena malu. Rendra melepaskan nafas berat, kemudian mendorong tempat belajaannya ke karsir dan pergi dari super market. Kompleks Elit Cenderawasih, seperti itulah tertulis pada tembok di dekat rumah Paman Eva, Erik Harris. Pepohonan yang rindang membuat pejalan nyaman melewati kompleks itu. Tiupan angin terasa menghilangkan rasa penat setelah seharian melakukan aktivitas dengan menghabiskan waktu bersantai di taman kompleks elit cenderwasih. Eva singgah di taman kompleksnya. "Malunya aku!" teriak Eva menutup wajah dengan kedua telap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Perfect Love   Part 8: Ketampanan Yang Sempurna

    "Cukup Sin!" bentak Jeremi. Jeremi marah kepada Sindi karena sudah memfitnah Eva. Sindi menemui Rendra di tempat tongkrongannya. "Aku minta maaf, Je. Aku tau aku salah. Aku mohon, kita balikan, ya?" mohon Sindi "Jangan harap, oke? Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Jeremi. "Kamu lebih memilih Eva daripada aku?" tanya Sindi kesal. "Jelas. Aku lebih memilih Eva dari pada kamu!" jawab Jeremi sangat yakin. "Kamu yakin akan hal itu? Kamu pikir Eva akan terima kamu lagi? Kamu pikir itu baik-baik. Lebih baik aku memilih pergi daripada aku berjuang demi lelaki yang nggak pernah setia seperti kamu!" balas Sindi sadar. Lalu, ia pergi meninggalkan Jeremi. Jeremi sangat kesal mendengar perkataan Sindi yang memungkikan Eva tidak akan memaafkannya lagi. *** Rendra menerima panggilan dari orang suruhannya. "Besok hari pertama Tuan Muda masuk sekolah," ujar suruhannya itu. "Eum." "Apa perlu saya jemput?" "Tidak perlu. Biar saya pergi sendiri," jawab Rendra menolak jemputan suruhannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Perfect Love   Part 9: Putus!

    Bagi Rendra, sekolah adalah tempat mencari ilmu. Rendra sama sekali tidak peduli kursi siapa yang ia duduki. Menurutnya, meja yang kosong bisa dimiliki oleh siapa saja. Saat Erik memulai pengajaran, ia hanya fokus belajar dan mengejar pelajaran yang tertinggal tanpa memperdulikan siswa yang memperhatikannya. Kekesalan terlihat jelas di wajah Diyo yang tidak menyukai keberanian Rendra saat pertama kali masuk sekolah. Saat waktunya istirahat, Diyo keluar dari ruangan dan menghampiri Jeremi di atap sekolah yang sedang melepaskan asap rokoknya. Jeremi sangat menikmati kebebasan saat menghisap rokok yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap banyak pepohonan di depan sekolah membuatnya merasakan kebebasan yang sungguh menyenangkan. "Je?" panggil Diyo menepuk bahu Jeremi. Sontak Jeremi terkejut hampir menjatuhkan rokok yang dipegangnya. "Yo!" teriak Jeremi kesal. "Maaf-maaf," ucap Diyo tersenyum. Lalu, Diyo berdiri di samping kiri Jeremi, "Kamu nggak takut ketahuan, Je? tanya Diyo. "

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03

Bab terbaru

  • Perfect Love   113: Menua Bersama (End)

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   112: Janji Kita

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   111: Jalan Bahagia

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   110: Ini Tempatku!

    Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek

  • Perfect Love   109: Aku Bisa Saja Tidak Memilih

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   108: Seperti debu

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   107: Tapi Kalem dan Anggun

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   106: Sepertinya Ibunya Dulu

    Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa

  • Perfect Love   105: Kedatangan Siswa Baru

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

DMCA.com Protection Status