Beranda / Romansa / Perfect Love / Part 4: Saling mengancam

Share

Part 4: Saling mengancam

Penulis: Lia Mauliza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 18:03:38

"Apa lagi sekarang? Hah? Kamu pukul dia?" tanya Jeremi dengan nada menuduh.

"Je. A-aku ...,"

"Diam! Aku tidak mau mendengar penjelasan bodoh kamu itu. Sudah kedua kalinya kamu pukul Sindi. Kenapa nggak sekalian jadi petinju, hah?"

Jeremi memarahi Eva di depan teman-temannya. Walaupun Eva bersalah sudah memukul Sindi, tapi ia memiliki alasan kuat untuk memberi pengajaran pada siswa seperti Sindi. Tapi, Jeremi tidak mau mendengar apa pun alasan itu.

"Mereka yang pukul Sindi, Je. Mereka juga menghajar kami!" sahut teman Sindi mengadu pada Jeremi agar Eva semakin terpojok.

"Kamu baik-baik saja, Sin?" tanya Jeremi memeriksa luka di bagian wajah Sindi.

"Wajah dan tanganku sangat sakit, Je. Tolong bawa kau ke rumah sakit. Aku sudah nggak kuat," keluh Sindi sambil menangis untuk menarik perhatian Jeremi.

"Drama! Jangan percaya sama dia, Je!" kata Eva geram melihat tingkah Sindi yang selalu saja bersandiwara di depan kekasihnya itu. Ia menarik lengan Jeremi untuk pergi bersamanya.

"Lepaskan aku!" bentak Jeremi menghentakkan tangan Eva.

Sontak Eva terkejut mendengar suara bentakan Jeremi padanya. Ia tercengang kaget karena sebelum ini Jeremi belum pernah membentaknya seperti itu.

"Je! Kamu nggak percaya sama aku?" tanya Eva mulai kesal.

"Aku memang sama sekali tidak percaya sama kamu, setelah apa yang telah kamu lakukan!" jawab Jeremi lantang menunjukkan ke wajahnya. Ia kembali pada Sindi. "Ayo Sin, aku bawa kamu ke rumah sakit."

"Aku nggak bisa berdiri, Je. Kakiku juga sakit." Sindi mulai berulah.

"Ya sudah, aku gendong kamu saja." Jeremi bergegas menggerakkan tangannya dan mengendong Sindi.

"Jeremi!" panggil Eva geram yang begitu percaya pada Sindi.

Tanpa peduli Jeremi langsung mengangkat Sindi turun dari atap sekolah dan membawanya ke rumah sakit.

Eva begitu marah melihat perlakuan baik Jeremi kepada Sindi. Eva merasakan Jeremi sudah tidak menghargai cintanya lagi. Eva sangat marah dan pergi meninggalkan Cici, Raisa, dan Rena di atap sekolah.

"Eva?" panggil Cici yang paham akan perasaan Eva.

"Ci, tunggu." Rena menghalanginya.

"Kenapa? Kita harus mengejar Eva," kata Cici khawatir.

"Biarkan Eva pergi untuk menenangkan pikirannya," jawab Rena.

"Iya, Ci. Sepertinya Eva akan pergi ke tempat yang biasa dia singgah untuk menenangkan pikirannya," tambah Raisa.

Mereka pun memutuskan untuk tidak menegejar Eva dan terlebih dahulu membantu siswi yang sedang kesakitan turun dari atap.

***

Pak Erik sedang membereskan buku-buku tugas siswa yang tergeletak di atas mejanya. Lalu, tiba-tiba seorang guru wanita menghampiri Erik.

"Pak Erik?" panggil guru itu.

"Iya Bu, kenapa?" tanya Erik sembari melanjutkan pekerjaannya.

"Eva kembali bertengkar dengan Sindi di atap. Kali ini, cukup parah," ujar guru itu terlihat cemas.

Pak Erik terdiam sejenak. Lalu, ia bergegas mengambil tasnya dan pergi menyusul Eva ke atap.

***

Pendaratan Maskapai Garuda Indonesia dari New York, tiba di bandara Soekarno Hatta pada pukul 12:45 WIB. Setelah turun dari pesawat, Rendra menuju lobby bandara seraya mendorong koper. Ia keluar dari bandara dan berhenti sejenak mencari sebuah mobil.

Tak lama kemudian, mobil van berwarna hitam tiba tepat di depannya. Seorang pria dewasa berusia 35 tahun, turun dari mobil dan menghampiri Rendra.

"Tuan Rendra Leunard Pratama?" tanya pria itu untuk memastikan orangnya.

"Yes, i am Rendra. Bisa kita berangkat sekarang?"

"Oke, tentu." Pria itu tersenyum ke arahnya sambil mengambil koper Rendra dan memasukkannya ke dalam bagasi.

Sedangkan Rendra langsung menaiki mobil kursi baris kedua. Lalu, Ia mengambil ponsel di saku jaketnya dan mengirim sebuah pesan untuk 'Daddy' seperti yang tertulis di ponsel.

'Dad. Rendra sudah tiba di Indonesia. Daddy jaga diri dan Rendra akan baik-baik saja di sini. See you, Daddy'

*New York*

"Tuan, apa perlu saya susul Tuan Muda ke Indonesia?" tanya seorang pria paruh baya kepada seorang pria lebih tua darinya dan sedang membaca chat dari 'Rendra'

Pak Sem berumur 45 tahun, merupakan asisten pribadi Daddy Leunard, ayah kandung Rendra yang sudah lama menetap di New York.

"Jangan dulu. Biarkan saja dia hidup mandiri dan lebih banyak bergaul dengan orang lain. Mungkin dia tak akan terbiasa dengan kehidupan di Indonseia, tapi percayalah, dia akan menjadi seorang pria yang lebih ramah daripada sebelumnya," ucap Daddy Leunard.

"Baik, Tuan. Saya akan menyuruh Pati untuk menjaganya dengan baik," kata Pak Sem akan memerhatikan keselamatan Rendra di Indonesia.

***

Seharian penuh Erik mencari keberadaan Eva, tapi tidak ditemukan. Ia memilih kembali untuk ke rumah dan akan mencari lagi setelah membersihkan dirinya. Apalagi langit sudah mulai gelap dan tubuhnya semakin lelah.

'Kreek'

Suara pintu rumah saat Pak Erik membuka dan menutup pintunya kembali.

Eva memalingkan wajahnya ke kiri tersenyum ke arah pamannya. Ia terlihat sedang asyik nonton drama korea sambil ngemil keripik kentang balado dengan air soda.

Hai, Paman," sapa Eva dengan raut wajah senang seperti tidak memiliki masalah apa pun.

Sontak Pak Erik menyeringai heran saat melihat keponakannya itu terlihat gembira setelah menimbulkan masalah di sekolah.

"Eva!" teriaknya cukup keras hingga Eva kaget ketakutan.

***

Keesokan paginya, Pak Erik menghadap kepala sekolah atas perbuatan keponakannya dengan rasa malu.

"Sebagai perwakilan sekolah, saya meminta Anda untuk menjenguk Sindi di rumah sakit dan sampaikan permohonan maaf. Tapi, kamu harus kumpulkan bukti siapa yang bersalah dalam hal ini." Kepala Sekolah berharap permasalahan ini tidak menimbulkan keributan yang panjang.

"Baiklah. Saya akan menemui mereka ke rumah sakit." Pak Erik sanggup melakukannya untuk Eva.

Beberapa saat kemudian, Pak Erik pergi ke rumah sakit menemui Sindi dan orang tuanya. Sesampai di ruang kamar pasien 'Anggrek', Sindi ditemani oleh kedua orang tuanya juga Jeremi yang begitu setia menemaninya.

"Sebagai guru, saya minta maaf atas kelalaian saya dan pihak sekolah karena tidak belum bisa mendidik siswa-siswi kami dengan baik. Dan, saya juga minta maaf sebagai wali dari keponakan saya Eva, karena sudah memukul anak Bapak dan Ibu. Tapi, pihak sekolah akan menghukum siswa-siswi yang sudah membuat keributan, termasuk Sindi," ucap Pak Erik jelas tanpa basa-basi pada kedua orang tua Sindi. Sedangkan Sindi sendiri tak bisa berkutik terbarik di atas ranjang yang sesekali menatap Jeremi di sampingnya. Pak Erik bersikap seperti itu karena ia tahu bukan hanya Eva yang bersalah dalam hal ini.

"Saya tidak terima permohonan maaf Anda. Saya mau Anda, bawa keponakan Anda itu kesini, dan suruh dia berlutut di hadapan anak saya. Saya tidak mau tahu, dia sudah buat anak saya terluka." Ibu Sindi menolaknya dan menyuruh Eva untuk menemui mereka dengan permintaan yang sangat keterlaluan.

"Iya. Bawa dia sekarang juga untuk berlutut di hadapan anak saya!" tambah Ayah Sindi marah-marah. Ia mendekati Pak Erik seraya memberikan tatapan menanatang. "Dia keponakan Anda, 'kan? Ini kedua kalinya keponakan Anda menghajar anak saya. Saya tidak ingin permintaan maaf Anda. Jika, keponakan Anda tidak ke sini, saya akan menuntutnya."

Erik sangat geram melihat perkataan kasar kedua orang tuanya itu. Tak tahu sopan santun. Namun, Erik tetap berusaha sabar dan mendengar pendapat mereka sampai akhir.

"Sekali lagi saya minta maaf, ibu, bapak," ucap Erik sekali lagi.

Jeremi hanya berdiam diri dan tak membela Eva sama sekali. Ia hanya peduli kepada Sindi, padahal mereka sudah putus sejak lama. Ia percaya dengan perkataan manis Sindi dan mengabaikan Eva.

"Saya terluka parah, pak," sahut Sindi mulai mengecoh.

"Saya akan membayar semua perawatan rumah sakit kamu, tapi syaratnya kamu harus menarik tuntutan terhadap Eva," pinta Pak Erik baik-baik.

"Oh, tidak bisa. Saya akan coploskan keponakan kamu ke dalam penjara!" ancam Ibu Sindi.

"Oke. Tapi dia harus keluar dari sekolah itu!" kata Sindi lagi memberikan Eva kesempatan.

"Tidak bisa! Saya tidak setuju. Sayang, kamu jangan terlalu jadi anak yang baik. Kamu bisa mati karena ulah anak sialan itu!" cibir ibunya sangat kasar.

Pak Erik sangat murka mendengar mereka yang begitu menghina Eva tanpa tahu asal usul permasalahannya.

Mungkin, Eva tidak bermaksud seperti itu, Tante, Om. Dia nggak sengaja. Jangan tuntut dia ya, Om," sahut Jeremi yang tiba-tiba membela Eva.

"Cukup!" teriak Pak Erik sangat geram. Ia menggenggam besi ranjang Sindi dengan kuat. "Kalian tidak bisa menghina keponakan saya seperti itu. Kamu, Sindi!" tunjuk Pak Erik.

"Kenapa dengan anak saya." Ibu Sindi berusaha menyingkirkan Pak Erik dengan menarik tangannya keluar.

Pak Erik menghentakkan tangan wanita itu dan hampir terjatuh. Ia begitu kuat dengan tubuhnya yang kekar.

"Anda akan menyesal!" ancam Pak Erik dengan suara menekan tapi tidak terlalu besar.

"Maksud kamu apa? Kamu ancam anak saya?" tanya Ayah Sindi.

"Keponakan saya itu, tidak bodoh seperti anak kalian!" balas Erik dengan kasar dan menatap Jeremi dengan tatapan tajam.

"Saya tetap akan tuntut dia!" kata Ayah Sindi kembali menantang Pak Erik.

"Saya tidak takut dengan tuntutan kalian. Saya bisa mengeluarkan Sindi dari sekolah, sekaligus saya coblos kan dia ke dalam penjara. Camkan itu!" ancam Pak Erik lagi tanpa ragu sedikit pun dan pergi meninggalkan mereka dengan amarah yang membara.

"Kurang ajar!" sahut ayah Sindi sangat murka.

***

Bab terkait

  • Perfect Love   Part 5: Hukuman!

    Keesokan harinya, pihak sekolah mengadakan rapat untuk menyelesaikan permasalah Eva dan Sindi. Permasalahan Eva dan Sindi harus dihadiri kedua orang yang bersangkutan. Namun, karena Sindi dalam proses pengobatan, Sindi diwakili oleh kedua orang tuanya yang memang wajib hadir di dalam rapat tersebut. Pihak sekolah, orang tua Sindi, dan pihak kepolisian sudah berada di ruangan. Di sisi lain, Pak Erik masih memaksa Eva memasuki ruang rapat agar permasalahannya cepat selesai. Namun, Eva malah menolaknya dan berusaha melepaskan tangannya yang diseret Pak Erik menuju ruangan. "Eva, cepat! Aku tak ada waktu mengurus hal sepele ini lagi. Cepat, jalan!" marah Pak Erik terus menarik tangannya hingga ke depan pintu ruangan yang tertutup. "Eva nggak mau!" tolak Eva melepaskan tangannya. "Masuk, sekarang juga!" suruh Erik memelototi.Eva memajukan bibir bawahnya, lalu menunduk. Ia takut saat Pak Erik dalam keadaan marah. Tidak ada yang bisa membantah perkataannya jika sudah memberikan tatapan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 6: Gadis Pembalut!

    Setelah menyelesaikan permasalahan Eva di sekolah. Erik mengajak Eva ke sebuah kafe untuk menghilang rasa kesalnya atas keputusan pihak sekolah terhadap dirinya. Erik dan Eva menuju ke sebuah kafe dimaksud. Eva hanya terdiam di dalam mobil sembari menatap ke arah luar sembari menyandarkan diri pada kaca mobil. "Eva?" panggil Erik lembut membujuknya. Eva hanya terdiam tak menjawab panggilan Erik. Erik ingin mencoba menasihati Eva, bahwa keputusan kepala sekolah sudah sangat bijak. "Kamu harus terima hukuman dari kepala sekolah, Ev. Kamu nggak boleh mengeluh seperti itu. Dengarin Paman, oke. Ini demi kebaikan kamu," jelas Erik. "Nggak harus semua prestasi Eva juga di cabut. Eva nggak mau kembalikan penghargaan itu. Eva nggak mau!" tolak Eva kesal. "Tapi itu hukuman yang harus kamu terima. Patuhi aturannya, dan jangan membantah!" tegas Erik agar Eva mengerti. Eva terdiam kesal. Lalu, memindahkan tatapanya dari Erik. *** Rendra hanya bisa memakan sepotong roti dan segelas air put

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Perfect Love   Part 7: Kompleks Elit Cenderwasih

    Menjatuhkan pembalut di atas kepala seorang pria adalah hal yang paling memalukan. Eva tak sanggup mengambil pembalut itu hingga pergi melarikan diri dari super market dan membiarkan Rendra mengambil pembalut itu. Rendra mengambil pembalut yang jatuh ke lantai. Lalu, petugas super market menatap Rendra aneh. "Apa kamu juga butuh pembalut?" sindir petugas super market sambil tersenyum. Rendra sadar akan sindiran itu dan menjatuhkan pembalut itu kembali karena malu. Rendra melepaskan nafas berat, kemudian mendorong tempat belajaannya ke karsir dan pergi dari super market. Kompleks Elit Cenderawasih, seperti itulah tertulis pada tembok di dekat rumah Paman Eva, Erik Harris. Pepohonan yang rindang membuat pejalan nyaman melewati kompleks itu. Tiupan angin terasa menghilangkan rasa penat setelah seharian melakukan aktivitas dengan menghabiskan waktu bersantai di taman kompleks elit cenderwasih. Eva singgah di taman kompleksnya. "Malunya aku!" teriak Eva menutup wajah dengan kedua telap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Perfect Love   Part 8: Ketampanan Yang Sempurna

    "Cukup Sin!" bentak Jeremi. Jeremi marah kepada Sindi karena sudah memfitnah Eva. Sindi menemui Rendra di tempat tongkrongannya. "Aku minta maaf, Je. Aku tau aku salah. Aku mohon, kita balikan, ya?" mohon Sindi "Jangan harap, oke? Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Jeremi. "Kamu lebih memilih Eva daripada aku?" tanya Sindi kesal. "Jelas. Aku lebih memilih Eva dari pada kamu!" jawab Jeremi sangat yakin. "Kamu yakin akan hal itu? Kamu pikir Eva akan terima kamu lagi? Kamu pikir itu baik-baik. Lebih baik aku memilih pergi daripada aku berjuang demi lelaki yang nggak pernah setia seperti kamu!" balas Sindi sadar. Lalu, ia pergi meninggalkan Jeremi. Jeremi sangat kesal mendengar perkataan Sindi yang memungkikan Eva tidak akan memaafkannya lagi. *** Rendra menerima panggilan dari orang suruhannya. "Besok hari pertama Tuan Muda masuk sekolah," ujar suruhannya itu. "Eum." "Apa perlu saya jemput?" "Tidak perlu. Biar saya pergi sendiri," jawab Rendra menolak jemputan suruhannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Perfect Love   Part 9: Putus!

    Bagi Rendra, sekolah adalah tempat mencari ilmu. Rendra sama sekali tidak peduli kursi siapa yang ia duduki. Menurutnya, meja yang kosong bisa dimiliki oleh siapa saja. Saat Erik memulai pengajaran, ia hanya fokus belajar dan mengejar pelajaran yang tertinggal tanpa memperdulikan siswa yang memperhatikannya. Kekesalan terlihat jelas di wajah Diyo yang tidak menyukai keberanian Rendra saat pertama kali masuk sekolah. Saat waktunya istirahat, Diyo keluar dari ruangan dan menghampiri Jeremi di atap sekolah yang sedang melepaskan asap rokoknya. Jeremi sangat menikmati kebebasan saat menghisap rokok yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap banyak pepohonan di depan sekolah membuatnya merasakan kebebasan yang sungguh menyenangkan. "Je?" panggil Diyo menepuk bahu Jeremi. Sontak Jeremi terkejut hampir menjatuhkan rokok yang dipegangnya. "Yo!" teriak Jeremi kesal. "Maaf-maaf," ucap Diyo tersenyum. Lalu, Diyo berdiri di samping kiri Jeremi, "Kamu nggak takut ketahuan, Je? tanya Diyo. "

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Perfect Love   Part 10: Keluar Kota

    Erik bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam tas. "Bukankah minggu lalu Paman baru pulang dari luar kota?" tanya Eva mengikuti Erik ke mobil yang terparkir di depan rumah. "Paman ada urusan mendesak," jawab Erik seraya membuka pintu mobil. "Kamu jaga diri, oke? Jangan keluar malam dan jangan ketemu Jeremi lagi." Erik memperingatkan Eva untuk menjauh dari sang mantan. "Siap, Bos!" jawab Eva tanpa membantah. "Ya sudah, Paman pergi dulu," tandas Erik memasuki mobil. Erik menghidupkan mesin mobil dan memundurkan mobilnya lurus keluar pagar rumah. "Hati-hati, Paman." Eva melambaikan tangan. Erik membuka kaca mobil dan membalas lambaian Eva sambil tersenyum. Setelah Erik jauh dari pandangannya, Eva tertawa gembira setelah Erik pergi keluar kota selama lima hari karena ada urusan penting. "Yes, yes, yes! Akhirnya aku bisa ajak Cici, Raisa, dan Rena ke rumah. Aku bisa sekalian bikin party lagi sama mereka." Eva melompat-lompat kegirangan. Eva membalikkan badannya ke arah rumah. Lalu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Perfect Love   Part 11: Party Night

    Bel berbunyi pada pukul 14:00 WIB. Tak tunggu lama semua siswa-siswi SMA Angkasa bergegas pulang dari sekolah. "Rai, Ren. Saatnya kita berangkat menuju ke rumah Eva." Cici memasukkan bukunya ke dalam tas. "Aku akan ikut kalian." Jeremi dan Citra meminta ikut ke rumah Eva. "Kalian mau ikut?" tanya Raisa. "Iya," jawab mereka serentak. Rena ingin menolak permintaan mereka, "Tapi, kami..." Potong Jeremi, "Kalian nggak boleh tolak." "Kalau kalian tolak, aku akan paksain masuk ke rumah Eva tanpa sepengatuan kalian semua," sahut Citra memaksa. Cici, Raisa, dan Rena terlihat kesal kepada Jeremi dan Citra yang memaksa ikut. Sedangkan hubungan mereka dengan Eva sedang tidak baik. Namun, mereka terpaksa menurutinya karena Jeremi dan Citra adalah orang yang sangat nekat. *** Di sisi lain, Rendra meninggalkan sekolah dengan mobil pribadinya yaitu Honda Civic Type R. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi, lalu, ia berhenti di sebuah super market untuk membeli air mineral botol sebanyak dua

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Perfect Love   Part 12: Masa Lalu

    Eva mengakhiri hubungannya dengan Jeremi. Jeremi terpaksa menuruti keputusan Eva yang tak ingin bersamanya lagi. Ia pergi meninggalkan rumah Eva dengan rasa kecewa dan penyesalan. Tiada gunanya Jeremi memohon pada Eva untuk memaafkannya. Rasa cinta Eva telah sirna, bahkan hatinya tak pernah lagi berdebar untuknya. Eva memeluk ketiga sahabatnya itu seraya menghela nafas lega. "Aku yakin kamu pasti kuat, Ev," ucap Rena menepuk lembut bahu Eva. Mereka saling melepaskan pelukan. "Aku nggak papa." Eva hanya tersenyum. Cici, Raisa, dan Rena saling menatap dengan rasa khawatir. "Benaran kamu nggak papa?" tanya Raisa. "Kalau kamu mau nangis, nangis saja. Kami ngerti kok, Ev, gimana rasanya putus cinta?" tambah Cici. "Hadeh. Aku baik-baik saja. Jeremi sudah jadi masa laluku. Aku ingin melupakan dia dan menemukan cinta sejati yang sesungguhnya," jelas Eva tersenyum. *** Di sisi lain Citra ingin membuktikan rasa keraguannya terhadap isu pernikahan Erik. Ia mencari foto pernikahan Erik d

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11

Bab terbaru

  • Perfect Love   113: Menua Bersama (End)

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   112: Janji Kita

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   111: Jalan Bahagia

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   110: Ini Tempatku!

    Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek

  • Perfect Love   109: Aku Bisa Saja Tidak Memilih

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   108: Seperti debu

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   107: Tapi Kalem dan Anggun

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   106: Sepertinya Ibunya Dulu

    Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa

  • Perfect Love   105: Kedatangan Siswa Baru

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

DMCA.com Protection Status