Beranda / Romansa / Perfect Love / Part 5: Hukuman!

Share

Part 5: Hukuman!

Penulis: Lia Mauliza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 22:05:28

Keesokan harinya, pihak sekolah mengadakan rapat untuk menyelesaikan permasalah Eva dan Sindi. Permasalahan Eva dan Sindi harus dihadiri kedua orang yang bersangkutan. Namun, karena Sindi dalam proses pengobatan, Sindi diwakili oleh kedua orang tuanya yang memang wajib hadir di dalam rapat tersebut. Pihak sekolah, orang tua Sindi, dan pihak kepolisian sudah berada di ruangan.

Di sisi lain, Pak Erik masih memaksa Eva memasuki ruang rapat agar permasalahannya cepat selesai. Namun, Eva malah menolaknya dan berusaha melepaskan tangannya yang diseret Pak Erik menuju ruangan.

"Eva, cepat! Aku tak ada waktu mengurus hal sepele ini lagi. Cepat, jalan!" marah Pak Erik terus menarik tangannya hingga ke depan pintu ruangan yang tertutup.

"Eva nggak mau!" tolak Eva melepaskan tangannya.

"Masuk, sekarang juga!" suruh Erik memelototi.

Eva memajukan bibir bawahnya, lalu menunduk. Ia takut saat Pak Erik dalam keadaan marah. Tidak ada yang bisa membantah perkataannya jika sudah memberikan tatapan serius tanpa senyuman. Akhirnya, Eva terpaksa masuk ke ruangan rapat tanpa harus disuruh sekali lagi.

"Kreeek!"

Eva membuka pintu ruang rapatnya dan percaya diri memasuki ruangan itu tanpa rasa gugup hingga ia mengambil tempat duduk di kursi ke lima sebelah kiri berhadapan dengan ibu Sindi. Disusul dengan Pak Erik yang duduk di samping Eva.

"Pura-pura baik!" sahut Ibu Sindi terlihat kesal.

"Maaf, bu. Saya harap tidak ada keributan pada rapat ini," ucap kepala sekolah.

Ibu Sindi terdiam setelah kepala sekolah menyuruhnya diam. Ia melirik Eva dengan raut wajah kesal sambil bergumam seorang diri. Sifat Ibu Sindi yang begitu sembarangan dan tahu malu hingga ia mau bertengkar di mana pun tempatnya tanpa memikirkan resiko apa pun, begitu juga dengan ayahnya.

"Bisa kita lanjutkan," tanya kepala sekolah pada seorang polisi di samping kanannya.

"Silahkan," ucap polisi itu dengan santai.

"Eva Gricia Sukma Negara. Coba kamu ceritakan asal mula pertengkaran itu terjadi, dan apa penyebabnya kamu memukul anak dari ibu dan bapak ini sampai terluka parah?" tanya kepala sekolah menanyakannya perkataan yang bijak.

"Baik pak. Saya akan menjelaskannya dengan sangat jujur," ucap Eva.

***

Saking penasarannya, Cici, Raisa, dan Rena berlari menuju ruangan rapat untuk menguping pembicaraan dan keputusan kepala sekolah kepada sahabatnya itu.

Cici mengintip di celah jendela yang sedikit terbuka. Cici melihat Eva sedang menjelaskan panjang lebar tentang pertengkarannya dengan Sindi di depan kepala sekolah, polisi, guru-guru dan kedua orangnya Sindi. Cici membalikkan badannya dan menatap temannya yang lain dengan raut wajah sedih.

"Ci, bagaimana?" tanya Rena juga penasaran.

"Mereka seperti sedang menginterogasikan Eva," jawab Cici dengan suara lemas.

"Ah, yang benar kamu?" tanya Rena.

"Aku juga mau lihat," sahut Raisa.

Raisa juga mengintip untuk memastikan keadaan Eva di ruang rapat itu. Ia membalikkan badannya setelah memerhatikan beberapa saat. "Iya, Ren. Sepertinya Eva sedang menjelaskan kejadian kemarin," tambah Raisa mulai cemas.

"Waduh. Apa Eva akan di hukum?" tebak Rena.

"Jangan-jangan, Eva di keluarkan dari sekolah ini." Cici semakin cemas.

"Ci, Ren, doakan saja yang terbaik untuk Eva. Kalau memang dia di keluarkan, berarti sekolah ini tidak adil!" tambah Raisa.

***

"Itu yang sebenarnya terjadi pak," tandas Eva. Ia sudah menjelaskan permasalahan itu dengan jujur.

"Dia berbohong, Pak. Anak saya tidak pernah melakukan hal itu!" potong Ayah Sindi.

"Tolong, Om. Jangan tutupi kejahatan anak Om itu!" ucap Eva geram.

"Diam kamu!" cetus Ibu Sindi.

"Dengar Ibu, Bapak, dia belum memperlihatkan bukti yang kuat tentang kejahatan anak Ibu," sahut Pak Erik.

"Kamu dengan keponakan kamu, sama-sama gila!" kata Ibu Sindi lagi.

"Ibu kalau ngomong hati-hati!" kesal Pak Erik.

"Sabar, Pak Erik," tahan polisi itu. Polisi itu berdiri dari tempat duduknya, "Ibu, Bapak, saya harap kalian bisa tenang dulu, biar bukti yang akan menyelesaikannya."

"Iya, Bu, Pak. Kalian jangan main menghakimi, jika Sindi terbukti melakukan tindakan kriminal, dia bisa dikeluarkan," sahut salah satu guru wanita di sebelah kiri kepala sekolah.

"Tapi, anak saya tidak pernah melakukan kejahatan. Dia anak yang baik," ucap Ibu Sindi mulai lemas.

"Kebenaran yang akan membuktikan perilaku anak bapak. Apapun boleh di jadikan alasan. Yang namanya kekerasan tetap kekerasan. Saya akan menunjukkan bererapa bukti, kalau anak ibu dan bapak lah yang bersalah dalam hal ini," sahut Pak Erik lagi.

"Tidak mungkin. Itu tidak mungkin." Ayah Sindi berusaha menolak.

***

"Wah, Eva menang!" teriak Cico gembira yang baru selesai mengintip.

"Sindi akan di keluarkan dari sekolah," ujar Rena sambil menari di depan ruangan.

***

Pak Erik memberikan flash rekaman CCTV kepada polisi. Polisi itu langsung memutarkan video kejahatan Sindi dalam beberapa tahun terakhir yang dilakukannya dalam lingkungan sekolah. Video tersebut diputar di laptop menggunakan infokus yang menampilkan gambar yang besar dan jelas.

Di dalam video itu, Sindi melakukan tindak kekerasan terhadap para siswa-siswi yang tidak bersalah. Sindi pernah tertangkap kamera CCTV saat memukul, menjambak dan menyiram siswa-siswi seperti boneka yang tak berani melawan tindak kekerasannya itu.

Setelah melihat kejahatan yang di lakukan Sindi. Timbullah rasa malu kedua orang tua dan sadar dengan perilaku jahat yang dilakukan anaknya.

"Kami tidak tahu kalau Sindi akan seperti ini. Kami kira, dia hanyalah seorang anak yang nakal yang sewajarnya saja," kata Ibu Sindi menunjukkan raut wajah sedih, tapi terlihat tidak bersungguh-sungguh.

"Itu sebabnya kami mengajak kedua pihak wali siswa-siswi untuk lebih mengenal anaknya sendiri. Ibu tidak perlu menyesal dengan semua ini. Yang perlu ibu ingat, sekarang ibu harus mengembalikan Sindi ke arah yang lebih baik," jelas Kepala sekolah dengan bijak.

"Baik, Pak. Kami juga minta maaf pada Eva dan Pak Erik," ucap Ibu Sindi menahan rasa malu dan kesal. Sedangkan suaminya menunduk dengan rasa malu.

Eva dan Pak Erik saling menatap menaikkan alis mereka. Batin mereka merasakan kalau kedua orang tua Sindi sebenarnya tidak tulus untuk meminta maaf.

"Iya, Bu, Pak. Kami juga minta maaf," ucap Pak Erik bersikap biasa saja.

"Baik. Permasalahan sudah selesai. Tapi, saya harus memberikan keputusan yang bijak untuk siswa-siswi saya yang sudah melanggar aturan sekolah," kata Pak Kepala sekolah.

"Jadi gimana Pak? Apa hukumannya?" tanya guru lainnya.

"Saya terpaksa mengeluarkan Sindi dari sekolah, Eva diskor untuk tidak diizinkan masuk sekolah selama satu minggu, penghargaannya juara umumnya akan kami cabut," putus kepala sekolah dengan tegas. Ia berdiri dari tempat duduknya.

"Tapi, Pak ...," Eva ingin membantahnya, tapi Pak Erik menahan Eva untuk tetap diam.

"Dan, beberapa siswa-siswi lainnya dari kelompok mereka harus dihukum. Saya serahkan mereka kepada wali kelas masing-masing. Terima kasih atas waktunya, Pak polisi. Ayo kita minum teh bersama di ruangan saya," pungkas kepala sekolah mengajak polisi itu meninggalkan ruang rapat.

Di sisi lain, Kedua orang tua Sindi sangat kesal dengan keputusan kepala sekolah terhadap anaknya. Tapi, kedua orang tuanya harus menerima apa yang telah konsekuensi telah dilakukan anaknya.

***

Suara alarm Rendra berbunyi tepat pada pukul 16:30 sore. Rendra terbangun dari tidurnya kemudian pergi menuju kamar mandi. Suasana rumah baru Rendra terlihat luas, bersih, dan rapi. Setelah Rendra mencuci wajahnya dan mengganti pakaian dengan setelan baju dan celana berkaos.

Ia berjalan menuju dapur untuk mencari beberapa makanan di kulkas. Namun, kulkas Rendra masih kosong dan belum terisi bahan makanan sama sekali.

Rendra menutup kulkasnya kembali sambil menghela napas. "Aku lupa, kalau aku sudah berada di Indonesia. Oh My God!"

***

Bab terkait

  • Perfect Love   Part 6: Gadis Pembalut!

    Setelah menyelesaikan permasalahan Eva di sekolah. Erik mengajak Eva ke sebuah kafe untuk menghilang rasa kesalnya atas keputusan pihak sekolah terhadap dirinya. Erik dan Eva menuju ke sebuah kafe dimaksud. Eva hanya terdiam di dalam mobil sembari menatap ke arah luar sembari menyandarkan diri pada kaca mobil. "Eva?" panggil Erik lembut membujuknya. Eva hanya terdiam tak menjawab panggilan Erik. Erik ingin mencoba menasihati Eva, bahwa keputusan kepala sekolah sudah sangat bijak. "Kamu harus terima hukuman dari kepala sekolah, Ev. Kamu nggak boleh mengeluh seperti itu. Dengarin Paman, oke. Ini demi kebaikan kamu," jelas Erik. "Nggak harus semua prestasi Eva juga di cabut. Eva nggak mau kembalikan penghargaan itu. Eva nggak mau!" tolak Eva kesal. "Tapi itu hukuman yang harus kamu terima. Patuhi aturannya, dan jangan membantah!" tegas Erik agar Eva mengerti. Eva terdiam kesal. Lalu, memindahkan tatapanya dari Erik. *** Rendra hanya bisa memakan sepotong roti dan segelas air put

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Perfect Love   Part 7: Kompleks Elit Cenderwasih

    Menjatuhkan pembalut di atas kepala seorang pria adalah hal yang paling memalukan. Eva tak sanggup mengambil pembalut itu hingga pergi melarikan diri dari super market dan membiarkan Rendra mengambil pembalut itu. Rendra mengambil pembalut yang jatuh ke lantai. Lalu, petugas super market menatap Rendra aneh. "Apa kamu juga butuh pembalut?" sindir petugas super market sambil tersenyum. Rendra sadar akan sindiran itu dan menjatuhkan pembalut itu kembali karena malu. Rendra melepaskan nafas berat, kemudian mendorong tempat belajaannya ke karsir dan pergi dari super market. Kompleks Elit Cenderawasih, seperti itulah tertulis pada tembok di dekat rumah Paman Eva, Erik Harris. Pepohonan yang rindang membuat pejalan nyaman melewati kompleks itu. Tiupan angin terasa menghilangkan rasa penat setelah seharian melakukan aktivitas dengan menghabiskan waktu bersantai di taman kompleks elit cenderwasih. Eva singgah di taman kompleksnya. "Malunya aku!" teriak Eva menutup wajah dengan kedua telap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Perfect Love   Part 8: Ketampanan Yang Sempurna

    "Cukup Sin!" bentak Jeremi. Jeremi marah kepada Sindi karena sudah memfitnah Eva. Sindi menemui Rendra di tempat tongkrongannya. "Aku minta maaf, Je. Aku tau aku salah. Aku mohon, kita balikan, ya?" mohon Sindi "Jangan harap, oke? Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Jeremi. "Kamu lebih memilih Eva daripada aku?" tanya Sindi kesal. "Jelas. Aku lebih memilih Eva dari pada kamu!" jawab Jeremi sangat yakin. "Kamu yakin akan hal itu? Kamu pikir Eva akan terima kamu lagi? Kamu pikir itu baik-baik. Lebih baik aku memilih pergi daripada aku berjuang demi lelaki yang nggak pernah setia seperti kamu!" balas Sindi sadar. Lalu, ia pergi meninggalkan Jeremi. Jeremi sangat kesal mendengar perkataan Sindi yang memungkikan Eva tidak akan memaafkannya lagi. *** Rendra menerima panggilan dari orang suruhannya. "Besok hari pertama Tuan Muda masuk sekolah," ujar suruhannya itu. "Eum." "Apa perlu saya jemput?" "Tidak perlu. Biar saya pergi sendiri," jawab Rendra menolak jemputan suruhannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Perfect Love   Part 9: Putus!

    Bagi Rendra, sekolah adalah tempat mencari ilmu. Rendra sama sekali tidak peduli kursi siapa yang ia duduki. Menurutnya, meja yang kosong bisa dimiliki oleh siapa saja. Saat Erik memulai pengajaran, ia hanya fokus belajar dan mengejar pelajaran yang tertinggal tanpa memperdulikan siswa yang memperhatikannya. Kekesalan terlihat jelas di wajah Diyo yang tidak menyukai keberanian Rendra saat pertama kali masuk sekolah. Saat waktunya istirahat, Diyo keluar dari ruangan dan menghampiri Jeremi di atap sekolah yang sedang melepaskan asap rokoknya. Jeremi sangat menikmati kebebasan saat menghisap rokok yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap banyak pepohonan di depan sekolah membuatnya merasakan kebebasan yang sungguh menyenangkan. "Je?" panggil Diyo menepuk bahu Jeremi. Sontak Jeremi terkejut hampir menjatuhkan rokok yang dipegangnya. "Yo!" teriak Jeremi kesal. "Maaf-maaf," ucap Diyo tersenyum. Lalu, Diyo berdiri di samping kiri Jeremi, "Kamu nggak takut ketahuan, Je? tanya Diyo. "

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Perfect Love   Part 10: Keluar Kota

    Erik bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam tas. "Bukankah minggu lalu Paman baru pulang dari luar kota?" tanya Eva mengikuti Erik ke mobil yang terparkir di depan rumah. "Paman ada urusan mendesak," jawab Erik seraya membuka pintu mobil. "Kamu jaga diri, oke? Jangan keluar malam dan jangan ketemu Jeremi lagi." Erik memperingatkan Eva untuk menjauh dari sang mantan. "Siap, Bos!" jawab Eva tanpa membantah. "Ya sudah, Paman pergi dulu," tandas Erik memasuki mobil. Erik menghidupkan mesin mobil dan memundurkan mobilnya lurus keluar pagar rumah. "Hati-hati, Paman." Eva melambaikan tangan. Erik membuka kaca mobil dan membalas lambaian Eva sambil tersenyum. Setelah Erik jauh dari pandangannya, Eva tertawa gembira setelah Erik pergi keluar kota selama lima hari karena ada urusan penting. "Yes, yes, yes! Akhirnya aku bisa ajak Cici, Raisa, dan Rena ke rumah. Aku bisa sekalian bikin party lagi sama mereka." Eva melompat-lompat kegirangan. Eva membalikkan badannya ke arah rumah. Lalu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Perfect Love   Part 11: Party Night

    Bel berbunyi pada pukul 14:00 WIB. Tak tunggu lama semua siswa-siswi SMA Angkasa bergegas pulang dari sekolah. "Rai, Ren. Saatnya kita berangkat menuju ke rumah Eva." Cici memasukkan bukunya ke dalam tas. "Aku akan ikut kalian." Jeremi dan Citra meminta ikut ke rumah Eva. "Kalian mau ikut?" tanya Raisa. "Iya," jawab mereka serentak. Rena ingin menolak permintaan mereka, "Tapi, kami..." Potong Jeremi, "Kalian nggak boleh tolak." "Kalau kalian tolak, aku akan paksain masuk ke rumah Eva tanpa sepengatuan kalian semua," sahut Citra memaksa. Cici, Raisa, dan Rena terlihat kesal kepada Jeremi dan Citra yang memaksa ikut. Sedangkan hubungan mereka dengan Eva sedang tidak baik. Namun, mereka terpaksa menurutinya karena Jeremi dan Citra adalah orang yang sangat nekat. *** Di sisi lain, Rendra meninggalkan sekolah dengan mobil pribadinya yaitu Honda Civic Type R. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi, lalu, ia berhenti di sebuah super market untuk membeli air mineral botol sebanyak dua

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Perfect Love   Part 12: Masa Lalu

    Eva mengakhiri hubungannya dengan Jeremi. Jeremi terpaksa menuruti keputusan Eva yang tak ingin bersamanya lagi. Ia pergi meninggalkan rumah Eva dengan rasa kecewa dan penyesalan. Tiada gunanya Jeremi memohon pada Eva untuk memaafkannya. Rasa cinta Eva telah sirna, bahkan hatinya tak pernah lagi berdebar untuknya. Eva memeluk ketiga sahabatnya itu seraya menghela nafas lega. "Aku yakin kamu pasti kuat, Ev," ucap Rena menepuk lembut bahu Eva. Mereka saling melepaskan pelukan. "Aku nggak papa." Eva hanya tersenyum. Cici, Raisa, dan Rena saling menatap dengan rasa khawatir. "Benaran kamu nggak papa?" tanya Raisa. "Kalau kamu mau nangis, nangis saja. Kami ngerti kok, Ev, gimana rasanya putus cinta?" tambah Cici. "Hadeh. Aku baik-baik saja. Jeremi sudah jadi masa laluku. Aku ingin melupakan dia dan menemukan cinta sejati yang sesungguhnya," jelas Eva tersenyum. *** Di sisi lain Citra ingin membuktikan rasa keraguannya terhadap isu pernikahan Erik. Ia mencari foto pernikahan Erik d

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-11
  • Perfect Love   Part 13: Kembali Ke Sekolah

    Dengan beraninya Eva membuat Rendra jadi serba salah di depan karsir toko kelontong itu. Rendra sangat kesal melihat tingkah Eva. Tanpa ragu, Rendra membalas perbuatan Eva dengan kejam. "Maaf Pak, ini bayarannya lima belas ribu. Perlu Bapak tau ...," ucap Rendra namun terpotong dan melepaskan tangan Eva dari tangannya. "Saya ini bukan pacar dia. Saya bukan pelit, tapi saya memang nggak kenal sama ini cewek." Rendra menatap Eva tajam. "Ka... Kamu," "Kalau mau jadi penipu, bukan dengan saya," ujar Rendra cuek. Rendra ingin segera pergi. "Otak miring, ngaku-ngaku jadi pacar orang," gumam Rendra menyindir Eva. Rendra mengambil minumannya dan pergi meninggalkan toko itu. "O... Otak miring? Hei, dasar cowok sombong!" kesal Eva. Eva kembali ke rumah dan menelpon Pamannya dengan penuh kemarahan. "Paman!" panggilnya dengan suara keras. Kemarahan Eva terhadap Rendra masih terasa. Ia mondar-mandir di ruangan tamu sambil memukul-mukul sofa. "Kamu kenapa lagi?" tanya Erik dari seberang po

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17

Bab terbaru

  • Perfect Love   113: Menua Bersama (End)

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   112: Janji Kita

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   111: Jalan Bahagia

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   110: Ini Tempatku!

    Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek

  • Perfect Love   109: Aku Bisa Saja Tidak Memilih

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   108: Seperti debu

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   107: Tapi Kalem dan Anggun

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   106: Sepertinya Ibunya Dulu

    Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa

  • Perfect Love   105: Kedatangan Siswa Baru

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

DMCA.com Protection Status