"Cukup Sin!" bentak Jeremi. Jeremi marah kepada Sindi karena sudah memfitnah Eva. Sindi menemui Rendra di tempat tongkrongannya. "Aku minta maaf, Je. Aku tau aku salah. Aku mohon, kita balikan, ya?" mohon Sindi "Jangan harap, oke? Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Jeremi. "Kamu lebih memilih Eva daripada aku?" tanya Sindi kesal. "Jelas. Aku lebih memilih Eva dari pada kamu!" jawab Jeremi sangat yakin. "Kamu yakin akan hal itu? Kamu pikir Eva akan terima kamu lagi? Kamu pikir itu baik-baik. Lebih baik aku memilih pergi daripada aku berjuang demi lelaki yang nggak pernah setia seperti kamu!" balas Sindi sadar. Lalu, ia pergi meninggalkan Jeremi. Jeremi sangat kesal mendengar perkataan Sindi yang memungkikan Eva tidak akan memaafkannya lagi. *** Rendra menerima panggilan dari orang suruhannya. "Besok hari pertama Tuan Muda masuk sekolah," ujar suruhannya itu. "Eum." "Apa perlu saya jemput?" "Tidak perlu. Biar saya pergi sendiri," jawab Rendra menolak jemputan suruhannya.
Bagi Rendra, sekolah adalah tempat mencari ilmu. Rendra sama sekali tidak peduli kursi siapa yang ia duduki. Menurutnya, meja yang kosong bisa dimiliki oleh siapa saja. Saat Erik memulai pengajaran, ia hanya fokus belajar dan mengejar pelajaran yang tertinggal tanpa memperdulikan siswa yang memperhatikannya. Kekesalan terlihat jelas di wajah Diyo yang tidak menyukai keberanian Rendra saat pertama kali masuk sekolah. Saat waktunya istirahat, Diyo keluar dari ruangan dan menghampiri Jeremi di atap sekolah yang sedang melepaskan asap rokoknya. Jeremi sangat menikmati kebebasan saat menghisap rokok yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap banyak pepohonan di depan sekolah membuatnya merasakan kebebasan yang sungguh menyenangkan. "Je?" panggil Diyo menepuk bahu Jeremi. Sontak Jeremi terkejut hampir menjatuhkan rokok yang dipegangnya. "Yo!" teriak Jeremi kesal. "Maaf-maaf," ucap Diyo tersenyum. Lalu, Diyo berdiri di samping kiri Jeremi, "Kamu nggak takut ketahuan, Je? tanya Diyo. "
Erik bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam tas. "Bukankah minggu lalu Paman baru pulang dari luar kota?" tanya Eva mengikuti Erik ke mobil yang terparkir di depan rumah. "Paman ada urusan mendesak," jawab Erik seraya membuka pintu mobil. "Kamu jaga diri, oke? Jangan keluar malam dan jangan ketemu Jeremi lagi." Erik memperingatkan Eva untuk menjauh dari sang mantan. "Siap, Bos!" jawab Eva tanpa membantah. "Ya sudah, Paman pergi dulu," tandas Erik memasuki mobil. Erik menghidupkan mesin mobil dan memundurkan mobilnya lurus keluar pagar rumah. "Hati-hati, Paman." Eva melambaikan tangan. Erik membuka kaca mobil dan membalas lambaian Eva sambil tersenyum. Setelah Erik jauh dari pandangannya, Eva tertawa gembira setelah Erik pergi keluar kota selama lima hari karena ada urusan penting. "Yes, yes, yes! Akhirnya aku bisa ajak Cici, Raisa, dan Rena ke rumah. Aku bisa sekalian bikin party lagi sama mereka." Eva melompat-lompat kegirangan. Eva membalikkan badannya ke arah rumah. Lalu
Bel berbunyi pada pukul 14:00 WIB. Tak tunggu lama semua siswa-siswi SMA Angkasa bergegas pulang dari sekolah. "Rai, Ren. Saatnya kita berangkat menuju ke rumah Eva." Cici memasukkan bukunya ke dalam tas. "Aku akan ikut kalian." Jeremi dan Citra meminta ikut ke rumah Eva. "Kalian mau ikut?" tanya Raisa. "Iya," jawab mereka serentak. Rena ingin menolak permintaan mereka, "Tapi, kami..." Potong Jeremi, "Kalian nggak boleh tolak." "Kalau kalian tolak, aku akan paksain masuk ke rumah Eva tanpa sepengatuan kalian semua," sahut Citra memaksa. Cici, Raisa, dan Rena terlihat kesal kepada Jeremi dan Citra yang memaksa ikut. Sedangkan hubungan mereka dengan Eva sedang tidak baik. Namun, mereka terpaksa menurutinya karena Jeremi dan Citra adalah orang yang sangat nekat. *** Di sisi lain, Rendra meninggalkan sekolah dengan mobil pribadinya yaitu Honda Civic Type R. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi, lalu, ia berhenti di sebuah super market untuk membeli air mineral botol sebanyak dua
Eva mengakhiri hubungannya dengan Jeremi. Jeremi terpaksa menuruti keputusan Eva yang tak ingin bersamanya lagi. Ia pergi meninggalkan rumah Eva dengan rasa kecewa dan penyesalan. Tiada gunanya Jeremi memohon pada Eva untuk memaafkannya. Rasa cinta Eva telah sirna, bahkan hatinya tak pernah lagi berdebar untuknya. Eva memeluk ketiga sahabatnya itu seraya menghela nafas lega. "Aku yakin kamu pasti kuat, Ev," ucap Rena menepuk lembut bahu Eva. Mereka saling melepaskan pelukan. "Aku nggak papa." Eva hanya tersenyum. Cici, Raisa, dan Rena saling menatap dengan rasa khawatir. "Benaran kamu nggak papa?" tanya Raisa. "Kalau kamu mau nangis, nangis saja. Kami ngerti kok, Ev, gimana rasanya putus cinta?" tambah Cici. "Hadeh. Aku baik-baik saja. Jeremi sudah jadi masa laluku. Aku ingin melupakan dia dan menemukan cinta sejati yang sesungguhnya," jelas Eva tersenyum. *** Di sisi lain Citra ingin membuktikan rasa keraguannya terhadap isu pernikahan Erik. Ia mencari foto pernikahan Erik d
Dengan beraninya Eva membuat Rendra jadi serba salah di depan karsir toko kelontong itu. Rendra sangat kesal melihat tingkah Eva. Tanpa ragu, Rendra membalas perbuatan Eva dengan kejam. "Maaf Pak, ini bayarannya lima belas ribu. Perlu Bapak tau ...," ucap Rendra namun terpotong dan melepaskan tangan Eva dari tangannya. "Saya ini bukan pacar dia. Saya bukan pelit, tapi saya memang nggak kenal sama ini cewek." Rendra menatap Eva tajam. "Ka... Kamu," "Kalau mau jadi penipu, bukan dengan saya," ujar Rendra cuek. Rendra ingin segera pergi. "Otak miring, ngaku-ngaku jadi pacar orang," gumam Rendra menyindir Eva. Rendra mengambil minumannya dan pergi meninggalkan toko itu. "O... Otak miring? Hei, dasar cowok sombong!" kesal Eva. Eva kembali ke rumah dan menelpon Pamannya dengan penuh kemarahan. "Paman!" panggilnya dengan suara keras. Kemarahan Eva terhadap Rendra masih terasa. Ia mondar-mandir di ruangan tamu sambil memukul-mukul sofa. "Kamu kenapa lagi?" tanya Erik dari seberang po
Semua siswa-siswi kembali tenang saat seorang guru perempuan memasuki ruang kelas dan memulai pengajaran. "Citra,"panggil guru itu mengabsen nama-nama siswa. Namun, Citra tidak hadir ke sekolah. "Dimana Citra?" tanya guru itu. "Kami tidak tau, Bu," jawab siswa-siswi. Disisi lain, Eva sedikit melirik ke arah kursi Citra yang kosong. "Apa Paman sudah menegurnya? Bodoh amat, ah, untuk apa aku peduli sama dia. Sama sekali tidak tau diri," lirih Eva dalam hati. Eva masih sangat kesal pada Citra karena sembarangan memasuki rumah Pamannya. Cici berbalik badan ke arah Eva. "Ev, kamu tau Citra dimana?" tanya Cici. "Aku nggak tau," jawab Eva tak peduli. "Oke, kita lanjut saja. Rendra Pratama," panggil guru itu lagi. Rendra mengangkat tangannya kepada guru itu. "Jadi, kamu siswa pindahan luar negeri?" tanya guru itu pada Rendra. "Iya Bu," jawab Rendra singkat. Eva sekidit memalingkan wajahnya kearah Rendra. "Rendra? Nama yang buruk," lirih Eva lagi dalam hati seraya tersenyum di u
Saat akhir pekan tiba, Eva memilih untuk tidur sampai siang. Menurutnya, akhir pekan adalah hal yang sangat penting baginya, karena bisa tidur tanpa bangun di waktu pagi. Namun, akhir pekan kali ini berbeda, kepulangan orang tua Eva tanpa sepengatahuannya membuat suatu kejutan untuknya tanpa ia sangka. Suara bel rumah berbunyi berkali-kali dan menganggu tidurnya. "Aduh! Siapa sih yang bunyikan bel pagi-pagi. Paman jangan iseng!!!" jeritnya seraya menutup telinganya dengan bantal. "Dia pasti masih tidur, Pa," ujar Mama Nia. "Coba tekan belnya lagi," suruh Papa Eva. Kedua orang tuanya terus menekan bel agar Eva membuka pintu. "Ah. Bikin kesal aja deh, pagi-pagi begini," ujar Eva seraya bangun dari tidurnya dan pergi membuka pintu. "Surprise!" ucap kedua orang tua Eva. Lalu, Mama Nia melebarkan tangannya untuk memberikan pelukan hangat kepada Eva. "Mama! Papa!" sapa Eva segera memeluk Mama Nia dengan penuh kegembiraan. "Sayang Mama," ucap Mama Nia menepuk bahu Eva lembut. Eva me
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P
Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia
Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek
Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia
Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di
Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di
Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P