Beranda / Romansa / Perfect Love / Part 3: Siswa nakal

Share

Part 3: Siswa nakal

Penulis: Lia Mauliza
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 12:06:36

Eva, Cici, Raisa, dan Rena berjalan di atas koridor sekolah menuju ruangan. Kehadiran mereka di sekolah membuat semua siswa-siswi bersemangat.

Kata Kak Yen, "Hari ini Sindi masuk ke sekolah."

Eva tersenyum sinis. "Belum jera juga itu anak."

Saat mereka hampir tiba di ruangan, tiba-tiba seorang siswi meminta pertolongan kepada Eva.

"Kak Eva! Kak Rena! Tolong kami!" teriak siswi itu sambil berlari menghampiri Eva.

Eva, Cici, Raisa, dan Rena memalingkan badan ke arah siswi itu.

"Ada apa?" tanya Eva.

"Tolong kami, kak. Temanku dibuli sama Kak Sindi!" ucap siswi itu kesal.

"lagi-lagi Sindi buat ulah." Rena sangat kesal mendengar Sindi kembali memukul para siswa.

Eva menatap ketiga sahabatnya itu seraya saling mengangguk dan pergi menghampiri siswa yang kena bulian oleh siswa-siswi nakal.

***

Seorang siswi berkacamata besar mendapatkan memar di wajahnya akibat kena pukul.

"Berlutut bodoh!" bentak seorang siswi berwajah judes terlihat begitu angkuh.

Siswa itu berlutut tepat di hadapannya sambil memohon ampun.

"Ampun, kak! Ampun!" mohon siswi itu ketakutan.

Siswi itu menempelkan kedua tangannya pada siswa jahat itu yang bernama Sindi Arkasha. Ia terkenal sebagai siswi pemberontak di sekolah dan ia juga mantan pacar Jeremi.

Sindi berdiri di depan siswa itu bersama lima temannya.

"Dia minta maaf, Sin," ucap salah satu temannya dan tertawa.

Siswa itu menangis ketakutan. "Jangan pukul aku, kak."

"Diam!" teriak Sindi. Sindi mendekati siswa itu dan menjambak rambutnya.

"Aaakkkh! Sakit!" teriak siswi itu kesakitan berusaha melepaskan tangan Sindi dari rambutnya.

"Sakit? Makanya jadi orang jangan lemah. Aku sudah bilang jangan ikut campur urusan kami, tapi kau malah sok hebat menantang kami." Sindi menghentakkan kepala siswi dan melepaskan tangannya.

Siswi itu terlihat sangat marah pada Sindi. "Lihat saja, Kak Eva akan menghajar kalian lagi."

Saat mendengar nama Eva, kemarahan Sindi semakin menggebu-gebu. Ia menggenggam kedua telapak tangannya dengan geram.

"Kamu sebut nama siapa tadi? Hauh!" teriak Sindi murka memegang kencang kerah baju siswi itu.

"Wah, parah! Kita pukul saja dia!" sahut teman-temannya.

"Kalian memang pengecut!" kata siswi itu begitu kesal. Ia tidak peduli jika harus dipukul lagi oleh Sindi.

Tak tanggung-tanggung Sindi langsung menonjok wajah siswi itu dan mengeluarkan darah di samping kelopak matanya.

"Aaaakkkh!" teriak siswi itu lagi ketakutan.

Namun, Sindi memiliki pribadi yang sangat cerdik dan pandai bersandiwara. Ia hendak memukul siswi itu lagi, dan Eva pun datang bersama ketiga sahabatnya untuk menolong siswi itu.

"Sindi!!!" teriak Eva menghentikan langkah sambil memberikan tatapan tajam.

Sindi menoleh ke arah Eva serentak bersama ke lima teman-temannya. Ia tersenyum sinis ke arah dan menghela napas berat yang terdengar menantang.

"Kamu memang nggak pernah jera ya, Sin?" tanya Eva sangat kesal.

"Bukan urusan kamu!" balas Sindi.

"Dasar perempuan tak tau diri. Lepaskan dia!" suruh Eva.

Eva, Cici, Raisa, dan Rena berusaha mendekat ke arah siswa itu.

"Jangan mendekat!" teriak Sindi.

Teman-teman Sindi mencoba menghalangi mereka. Cici, Raisa, dan Rena kompak ingin memberikan pelajaran pada kelompok Sindi. Sedangkan Eva, ke arag mendekat siswi itu untuk menolongnya.

"Tolong saya kak!" pinta siswa itu menangis.

"Jangan berani kau mendekat!" teriak Sindi lagi berusaha menghalanginya.

Geram melihat tingkah laku Sindi yang sangat jahat, Eva langsung menonjok Sindi tanpa berpikir panjang. Eva menonjok Sindi dua kali di wajahnya hingga ia terjatuh ke lantai.

Di sisi lain, Cici, Raisa, dan Rena menghajar teman-temannya sampai kapok dan meyerah. Kemudian, mereka langsung pergi menghampiri Sindi yang sudah terjatuh.

"Sindi!" teriak mereka.

Eva menghampiri siswi itu yang menangis tersedu-sedu karena ketakutan. "Sudah, kamu jangan nangis lagi. Kamu sudah aman bersama kami"

Siswi itu melihat ke arah Sindi yang mengeluarkan darah di wajahnya.

"Tapi, dia ...," tunjuk siswi ke arah Sindi.

"Sudah, kamu tidak perlu memikirkan hal ini. Kamu hanya perlu bersaksi, jika kepala sekolah menghukum kami, oke?"

"Baik kak," jawab siswa itu mengangguk.

***

Jeremi bersama Tim Merah sedang latihan basket di lapangan. Jeremi merebut bola dari lawan dan memasukkan ke dalam ring dari jarak jauh. Tepukan tangan dari siswa-siswi yang mengidolakan Jeremi terdengar begitu semarak sambil berteriak memanggil namanya.

"Jeremi, semangat!" teriak seorang gadis yang berdiri di luar garis lapangan.

"Andai saja dia jadi pacarku," ujar salah satu siswi begitu mengagumi Jeremi.

Saat Jeremi melanjutkan latihannya, tiba-tiba salah satu temannya bernama Diyo sambil berlari menghampirinya.

"Je!" panggil Diyo menghentikan langkah di depan Jeremi seraya mengatur napasnya yang terengah-engah.

Jeremi menghentikan latihannya dan memalingkan badannya ke arah Diyo.

"Ada apa? tanya Jeremi.

"E-Eva! Eva sama Sindi bertengkar lagi!" ujar Diyo menatap Jeremi serius.

"Apa?!"

Sontak Jeremi terkejut dan menjatuhkan bola basket dari tanganya ke lantai, dan bergegas pergi menyusul Eva dan Sindi di atap gedung sekolah yang sedang bertengkar hebat.

***

Pak Erik menerima panggilan dari kakak perempuannya bernama Nia seperti yang tertulis di ponselnya.

"Iya, kak," jawab Pak Erik keluar dari ruang staf guru.

Pak Erik berdiri di luar ruangan untuk menerima panggilan.

"Gimana keadaannya?" tanya wanita paruh baya itu dari seberang ponsel.

"Dia baik-baik saja," jawab Pak Erik menghela napas lelah. "Hanya saja, jika dia buat masalah lagi, Erik nggak sanggup."

"Kakak mohon sama kamu, tolong jagain Eva sekali lagi sampai dia lulus sekolah. kakak janji, akan jemput dia kembali. Kamu tahu 'kan, dia akan ikut kemana pun kamu pergi." Suara wanita itu terdengar lesu.

Nia Sukma Negara adalah Ibu kandung Eva. Ia sosok ibu yang sibuk bekerja dan jarang berada di rumah. Eva selalu pergi meninggalkan rumah dan menetap di rumah pamannya karena ia tidak ingin sendirian. Tapi, ia begitu menyayangi anaknya, Eva.

"Aku tahu, kak. Aku akan jaga dia dengan baik asalkan Kakak jangan paksa aku untuk menikah. Jangan kirimkan aku gambar wanita manapun, oke? Eva juga melarang aku, jangan menikah dulu sebelum dia lulus sekolah." Erik memberikan alasan yang tepat untuk menolak perjodohan dari kakaknya itu.

"Kamu itu adik aku. Pastinya, Kakak khawatir sama kamu. Jangan karena Eva, kamu korbankan hidup kamu untuknya. Jadi, kamu pikir baik-baik, ya." Mama Nia sangat mengkhawatirkan Pak Erik yang belum juga menikah.

"Iya, kak. Tapi, pokoknya jangan kirimkan gambar mereka lagi," kata Erik sekali lagi untuk mengingatkan kakaknya.

"Iya. Ya sudah, Mba harus pergi. Sebentar lagi akan siaran," ucap Mama Nia yang ingin mengakhiri panggilan.

"Baik, kak. Selamat bekerja. Salam buat Mas Sukma, ya." Pak Erik menitipkan salam pada Kakak iparnya.

"Baik. Titip Eva," pungkas Mama Nia mengakhiri panggilan.

***

"Eva!" teriak Jeremi menatap Eva penuh amarah.

"Jeremi? Aku ...,"

Eva terdiam saat memerhatikan raut wajah Jeremi yang begitu kesal padanya.

Sindi kembali bersandiwara dengan menjatuhkan tubuhnya ke lantai seolah-olah ia begitu kesakitan dengan pukulan Eva.

"Jeremi." Sindi memanggil Jeremi dengan suara lembut.

***

Bab terkait

  • Perfect Love   Part 4: Saling mengancam

    "Apa lagi sekarang? Hah? Kamu pukul dia?" tanya Jeremi dengan nada menuduh."Je. A-aku ...," "Diam! Aku tidak mau mendengar penjelasan bodoh kamu itu. Sudah kedua kalinya kamu pukul Sindi. Kenapa nggak sekalian jadi petinju, hah?" Jeremi memarahi Eva di depan teman-temannya. Walaupun Eva bersalah sudah memukul Sindi, tapi ia memiliki alasan kuat untuk memberi pengajaran pada siswa seperti Sindi. Tapi, Jeremi tidak mau mendengar apa pun alasan itu. "Mereka yang pukul Sindi, Je. Mereka juga menghajar kami!" sahut teman Sindi mengadu pada Jeremi agar Eva semakin terpojok."Kamu baik-baik saja, Sin?" tanya Jeremi memeriksa luka di bagian wajah Sindi. "Wajah dan tanganku sangat sakit, Je. Tolong bawa kau ke rumah sakit. Aku sudah nggak kuat," keluh Sindi sambil menangis untuk menarik perhatian Jeremi. "Drama! Jangan percaya sama dia, Je!" kata Eva geram melihat tingkah Sindi yang selalu saja bersandiwara di depan kekasihnya itu. Ia menarik lengan Jeremi untuk pergi bersamanya. "Lepask

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 5: Hukuman!

    Keesokan harinya, pihak sekolah mengadakan rapat untuk menyelesaikan permasalah Eva dan Sindi. Permasalahan Eva dan Sindi harus dihadiri kedua orang yang bersangkutan. Namun, karena Sindi dalam proses pengobatan, Sindi diwakili oleh kedua orang tuanya yang memang wajib hadir di dalam rapat tersebut. Pihak sekolah, orang tua Sindi, dan pihak kepolisian sudah berada di ruangan. Di sisi lain, Pak Erik masih memaksa Eva memasuki ruang rapat agar permasalahannya cepat selesai. Namun, Eva malah menolaknya dan berusaha melepaskan tangannya yang diseret Pak Erik menuju ruangan. "Eva, cepat! Aku tak ada waktu mengurus hal sepele ini lagi. Cepat, jalan!" marah Pak Erik terus menarik tangannya hingga ke depan pintu ruangan yang tertutup. "Eva nggak mau!" tolak Eva melepaskan tangannya. "Masuk, sekarang juga!" suruh Erik memelototi.Eva memajukan bibir bawahnya, lalu menunduk. Ia takut saat Pak Erik dalam keadaan marah. Tidak ada yang bisa membantah perkataannya jika sudah memberikan tatapan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 6: Gadis Pembalut!

    Setelah menyelesaikan permasalahan Eva di sekolah. Erik mengajak Eva ke sebuah kafe untuk menghilang rasa kesalnya atas keputusan pihak sekolah terhadap dirinya. Erik dan Eva menuju ke sebuah kafe dimaksud. Eva hanya terdiam di dalam mobil sembari menatap ke arah luar sembari menyandarkan diri pada kaca mobil. "Eva?" panggil Erik lembut membujuknya. Eva hanya terdiam tak menjawab panggilan Erik. Erik ingin mencoba menasihati Eva, bahwa keputusan kepala sekolah sudah sangat bijak. "Kamu harus terima hukuman dari kepala sekolah, Ev. Kamu nggak boleh mengeluh seperti itu. Dengarin Paman, oke. Ini demi kebaikan kamu," jelas Erik. "Nggak harus semua prestasi Eva juga di cabut. Eva nggak mau kembalikan penghargaan itu. Eva nggak mau!" tolak Eva kesal. "Tapi itu hukuman yang harus kamu terima. Patuhi aturannya, dan jangan membantah!" tegas Erik agar Eva mengerti. Eva terdiam kesal. Lalu, memindahkan tatapanya dari Erik. *** Rendra hanya bisa memakan sepotong roti dan segelas air put

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-26
  • Perfect Love   Part 7: Kompleks Elit Cenderwasih

    Menjatuhkan pembalut di atas kepala seorang pria adalah hal yang paling memalukan. Eva tak sanggup mengambil pembalut itu hingga pergi melarikan diri dari super market dan membiarkan Rendra mengambil pembalut itu. Rendra mengambil pembalut yang jatuh ke lantai. Lalu, petugas super market menatap Rendra aneh. "Apa kamu juga butuh pembalut?" sindir petugas super market sambil tersenyum. Rendra sadar akan sindiran itu dan menjatuhkan pembalut itu kembali karena malu. Rendra melepaskan nafas berat, kemudian mendorong tempat belajaannya ke karsir dan pergi dari super market. Kompleks Elit Cenderawasih, seperti itulah tertulis pada tembok di dekat rumah Paman Eva, Erik Harris. Pepohonan yang rindang membuat pejalan nyaman melewati kompleks itu. Tiupan angin terasa menghilangkan rasa penat setelah seharian melakukan aktivitas dengan menghabiskan waktu bersantai di taman kompleks elit cenderwasih. Eva singgah di taman kompleksnya. "Malunya aku!" teriak Eva menutup wajah dengan kedua telap

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-28
  • Perfect Love   Part 8: Ketampanan Yang Sempurna

    "Cukup Sin!" bentak Jeremi. Jeremi marah kepada Sindi karena sudah memfitnah Eva. Sindi menemui Rendra di tempat tongkrongannya. "Aku minta maaf, Je. Aku tau aku salah. Aku mohon, kita balikan, ya?" mohon Sindi "Jangan harap, oke? Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Jeremi. "Kamu lebih memilih Eva daripada aku?" tanya Sindi kesal. "Jelas. Aku lebih memilih Eva dari pada kamu!" jawab Jeremi sangat yakin. "Kamu yakin akan hal itu? Kamu pikir Eva akan terima kamu lagi? Kamu pikir itu baik-baik. Lebih baik aku memilih pergi daripada aku berjuang demi lelaki yang nggak pernah setia seperti kamu!" balas Sindi sadar. Lalu, ia pergi meninggalkan Jeremi. Jeremi sangat kesal mendengar perkataan Sindi yang memungkikan Eva tidak akan memaafkannya lagi. *** Rendra menerima panggilan dari orang suruhannya. "Besok hari pertama Tuan Muda masuk sekolah," ujar suruhannya itu. "Eum." "Apa perlu saya jemput?" "Tidak perlu. Biar saya pergi sendiri," jawab Rendra menolak jemputan suruhannya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Perfect Love   Part 9: Putus!

    Bagi Rendra, sekolah adalah tempat mencari ilmu. Rendra sama sekali tidak peduli kursi siapa yang ia duduki. Menurutnya, meja yang kosong bisa dimiliki oleh siapa saja. Saat Erik memulai pengajaran, ia hanya fokus belajar dan mengejar pelajaran yang tertinggal tanpa memperdulikan siswa yang memperhatikannya. Kekesalan terlihat jelas di wajah Diyo yang tidak menyukai keberanian Rendra saat pertama kali masuk sekolah. Saat waktunya istirahat, Diyo keluar dari ruangan dan menghampiri Jeremi di atap sekolah yang sedang melepaskan asap rokoknya. Jeremi sangat menikmati kebebasan saat menghisap rokok yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap banyak pepohonan di depan sekolah membuatnya merasakan kebebasan yang sungguh menyenangkan. "Je?" panggil Diyo menepuk bahu Jeremi. Sontak Jeremi terkejut hampir menjatuhkan rokok yang dipegangnya. "Yo!" teriak Jeremi kesal. "Maaf-maaf," ucap Diyo tersenyum. Lalu, Diyo berdiri di samping kiri Jeremi, "Kamu nggak takut ketahuan, Je? tanya Diyo. "

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Perfect Love   Part 10: Keluar Kota

    Erik bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam tas. "Bukankah minggu lalu Paman baru pulang dari luar kota?" tanya Eva mengikuti Erik ke mobil yang terparkir di depan rumah. "Paman ada urusan mendesak," jawab Erik seraya membuka pintu mobil. "Kamu jaga diri, oke? Jangan keluar malam dan jangan ketemu Jeremi lagi." Erik memperingatkan Eva untuk menjauh dari sang mantan. "Siap, Bos!" jawab Eva tanpa membantah. "Ya sudah, Paman pergi dulu," tandas Erik memasuki mobil. Erik menghidupkan mesin mobil dan memundurkan mobilnya lurus keluar pagar rumah. "Hati-hati, Paman." Eva melambaikan tangan. Erik membuka kaca mobil dan membalas lambaian Eva sambil tersenyum. Setelah Erik jauh dari pandangannya, Eva tertawa gembira setelah Erik pergi keluar kota selama lima hari karena ada urusan penting. "Yes, yes, yes! Akhirnya aku bisa ajak Cici, Raisa, dan Rena ke rumah. Aku bisa sekalian bikin party lagi sama mereka." Eva melompat-lompat kegirangan. Eva membalikkan badannya ke arah rumah. Lalu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Perfect Love   Part 11: Party Night

    Bel berbunyi pada pukul 14:00 WIB. Tak tunggu lama semua siswa-siswi SMA Angkasa bergegas pulang dari sekolah. "Rai, Ren. Saatnya kita berangkat menuju ke rumah Eva." Cici memasukkan bukunya ke dalam tas. "Aku akan ikut kalian." Jeremi dan Citra meminta ikut ke rumah Eva. "Kalian mau ikut?" tanya Raisa. "Iya," jawab mereka serentak. Rena ingin menolak permintaan mereka, "Tapi, kami..." Potong Jeremi, "Kalian nggak boleh tolak." "Kalau kalian tolak, aku akan paksain masuk ke rumah Eva tanpa sepengatuan kalian semua," sahut Citra memaksa. Cici, Raisa, dan Rena terlihat kesal kepada Jeremi dan Citra yang memaksa ikut. Sedangkan hubungan mereka dengan Eva sedang tidak baik. Namun, mereka terpaksa menurutinya karena Jeremi dan Citra adalah orang yang sangat nekat. *** Di sisi lain, Rendra meninggalkan sekolah dengan mobil pribadinya yaitu Honda Civic Type R. Ia mengemudi dengan kecepatan tinggi, lalu, ia berhenti di sebuah super market untuk membeli air mineral botol sebanyak dua

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10

Bab terbaru

  • Perfect Love   113: Menua Bersama (End)

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   112: Janji Kita

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   111: Jalan Bahagia

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   110: Ini Tempatku!

    Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek

  • Perfect Love   109: Aku Bisa Saja Tidak Memilih

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   108: Seperti debu

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   107: Tapi Kalem dan Anggun

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   106: Sepertinya Ibunya Dulu

    Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa

  • Perfect Love   105: Kedatangan Siswa Baru

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

DMCA.com Protection Status