Home / Romansa / Perfect Love / Part 2: Kebiasaan Aneh

Share

Part 2: Kebiasaan Aneh

Author: Lia Mauliza
last update Last Updated: 2021-09-24 09:58:50

Malam pun tiba, tepatnya pukul 19:00, dan Eva berkali-kali menelpon Jeremi, tapi tak ada jawaban. Eva mondar-mandir di dalam kamarnya dengan perasaan marah.

'BUUKH!'

Eva melempar ponselnya ke dinding kamar sampai hancur.

Suasana keheningan malam di rumahnya semakin terasa. Tidak orang tua di rumah karena sibuk kerja membuat Eva semakin stres.

"Aaaakkk! Jeremi sialan!" cibir Eva sangat murka. Air matanya jatuh dan merenungkan sejenak pikirannya sambil duduk di atas ranjang kasurnya. "Dan, apa yang ku harapkan di rumah ini. Hancur semuanya." Ia mengambil tas dan pergi meninggalkan rumah orang tuanya.

***

Keesokan paginya. Eva yang masih tertidur pulas dalam keadaan terlentang, tidak merasa terganggu dengan suara kicauan burung Beo yang tergantung di atas balkon kamar yang ia tempati, dan yang pasti bukan rumah orang taunya. Rumah putih bertingkat dua nomor 51, kompleks mekar.

Eva terlihat begitu polos saat tertidur. Wajahnya yang cantik menutup tingkah emosionalnya yang begitu membara. Ia berbalik ke posisi kiri menghadap jendela yang memancarkan sinar matahari pagi.

Di sisi lain, Pak Erik membuka pintu rumahnya dengan membawa beberapa makanan di dalam plastik. Ia terlihat masih mengenakan baju kerja dan ia terlihat lelah. Ia menutup pintu dan menghela napas seraya menuju ruang dapur. Ia melihat gelas dan piring kotor terletak di atas pantri begitu saja.

"Dia sudah kembali." Pak Erik menggelengkan kelapanya sambil tersenyum. Kemudian, ia bergegas membersihkan gelas dan piring kotor tersebut.

Pak Erik memasuki rumah dan menaruh makanan di atas meja makan. Lalu, Pak Erik menuju kamarnya yang berada di samping tangga dan segera membersihkan diri setelah lembur semalaman.

Beberapa saat kemudian. Tiba-tiba, Eva bangun dari tempat tidurnya dalam keadaan matanya yang masih tertutup. Ia berjalan menuju ke arah pintu tanpa sadar.

Lalu, ia membuka pintu kamarnya dan berjalan menuruni tanpa melihat. Tubuhnya berjalan lurus, namun tak karuan.

Secara kebetulan Pak Erik keluar dari kamarnya sambil memegang koran dan berjalan menuju ruang sofa berhadapan dengan tangga rumah. Sontak ia kaget melihat Eva berjalan layaknya hantu tak bersuara menabrak dinding. Pak Erik dengan cepat berlari ke arah Eva, memutar balikkan badannya dan menuntunnya berjalan menuju sofa. Pak Erik memegang kedua bahu Eva dan menyuruhnya duduk.

Tak sanggup menghadapi tingkah aneh Eva, Pak Erik mengambil semprotan pembersih kaca dan menyemprot air tersebut ke wajahnya. Dalam seketika mata Eva terbuka lebar dalam sekejap dan memandang kosong tanpa berkedip.

"Aaaakkk! Hujan hujan hujan!" teriak Eva sangat keras.

"Hujan? Ambil payungnya dulu sana!" perintah Pak Erik.

Sontak Eva berdiri dari tempat duduknya dan mengambil payung di keranjang, di balik pintu.

"Hei, Hei. Taruh balik itu payung. Balik ke sini." Pak Erik mengayun tangannya menyuruh Eva kembali.

Sontak langkah Eva terhenti dan berpikir sejenak sambil menatap Erik menahan ketawa.

"Paman!" teriaknya sangat keras.

"Aduh! Paman bisa tuli kalau kau terus berteriak." Erik menutup kedua telinganya.

Eva kembali menghampiri Pak Erik di sofa. "Paman sih, pakai semprot orang segala lagi."

"Biar kau cepat sadar. Paman sudah berkali-kali ingatin kau untuk cuci kaki dulu sebelum tidur. Tapi, kau tak dengar." Pak Erik terlihat kesal.

Eva tertawa kecil. "Lupa. Maaf."

"Sudah salah minta maaf. Jangan selalu minta maaf, tapi ubah kebiasaan aneh kau itu. Kamu mau jadi hantu beneran? hah? Ini demi kebaikanmu juga," tambah Erik menasihati Eva yang begitu keras kepala.

"Oke, oke. Besok malam Eva akan lakukan seperti yang paman katakan. Janji," ucap Eva. Ia menatap pamannya sambil tersenyum. "Paman?"

"Apa lagi?" tanya Erik sambil bersandar sofa seraya menekan tombol televisi.

"Lapar." Eva memegang perutnya yang sudah keroncongan. Ia meminta Pak Erik buatkan sarapan untuknya.

"Lapar?"

"Iya. Dari kemarin aku belum makan," keluhnya menunjukkan wajah kasihan.

"Memang kamu mau sarapan apa?" tanya Erik.

"Roti bakar rasa daun bawang," jawabnya.

"Itu lagi?"

"Iya. Boleh 'kan? Please," pinta Eva memohon seraya menempelkan kedua tangannya.

"Ya sudah, paman buatkan. Padahal paman sudah beli nasi guri. Oke, baiklah. Roti bakar daun bawang." Erik berdiri dari tempat duduk dan bergegas menuju ke dapur.

Beberapa menit kemudian, setelah Eva dan Pak Erik menyelesaikan sarapannya, mereka langsung bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Eva mengenakan seragam sekolah, kemeja putih berlengan pendek, memakai dasi berwarna biru, dan rok biru dongker sepanjang lutut. Tak lupa, Eva menambahkan sedikit riasan di wajahnya agar terlihat lebih cantik.

"Eva!" panggil Pak Erik.

"Iya!" jawabnya yang sedikit terburu-buru.

Erik mengetok pintu kamar Eva. "Udah apa belum? Jangan terlalu tebal juga itu makeup. Kau itu anak sekolahan bukan model majalah!" kata Pak Erik dari balik pintu menasehati Eva.

"Paman ini jadul banget deh. Ini riasan anak zaman now!" jawab Eva seraya mengambil tas di atas meja belajar dan segera membuka pintu kamarnya.

"Wow!" ucap Eva saat melihat penampilan pamannya yang selalu keren dan rapi.

Pak Erik terlihat tampan mengenakan kemeja hitam dengan dasi berwarna biru, lengkap dengan celana hitam berbahan kain katun, dan sepatu formal.

"Ganteng 'kan?" tanya Pak Erik memuji diri sendiri sambil memutarkan tubuhnya.

"Sempurna! Mmmccuuah!" cium Eva di pipi kiri Pamannya. Lalu, ia menarik tangan Pak Erik keluar dari rumah.

"Eva! Jijik aku." Erik menghapus bekas bibir Eva di pipinya.

***

Cici, Raisa, dan Rena sedang sarapan di kantin sekolah di tempat Kak Yeyen, seorang wanita seksi juga genit. Ia bekerja sebagai asisten koki.

"Eva ke mana? kok nggak ikut kalian sarapan hari ini?" tanya Kak Yeyen yang sedang beristirahat sejenak sambil menemani Cici, Raisa dan Rena sarapan.

Kata Eva, "Dia hari ini sarapan di rumah."

"Rumah Pak Erik?" tanya Kak Yeyen lagi tersenyum malu saat bertanya tentang Pak Erik.

Cici, Raisa, dan Rena tertawa melihat tingkah genit Kak Yeyen.

"Sepertinya iya. Oh, ya. Gimana kalau Kak Yen jemput Pak Erik di parkiran hari ini? Pasti dia suka," ajak Cici, tapi ia sedang bercanda.

"Boleh," jawab Kak Yeyen bersemangat.

"Tidak boleh pergi!" sahut seorang lelaki berusia 40 tahun yang merupakan Koki utama, Dodi.

"Dodi? Sekali saja," pinta Kak Yeyen pada atasan.

"Ini waktunya jualan, bukan pacaran!" tegas Koki Dodi.

Cici, Raisa, dan Rena tertawa melihat tingkah lucu Kakak Yeyen dengan Koki Dodi.

"Kalian pasti berjodoh," ujar Cici asal menebaknya.

"Ogah!" jawab Kak Yen dan Koki Dodi serentak.

"Sabar ya, Kak. Lain kali saja Kak Yeyen ketemu Pak Erik. Kami mau masuk ke kelas dulu," sahut Raisa.

"Iya," jawab Kak Yeyen terlihat sedih.

***

Eva dan Pak Erik masih dalam perjalanan menuju sekolah. Eva yang sibuk memeriksa buku catatannya merasa tidak puas dengan tugas yang dikerjakannya tadi malam. Soal matematika dan rumus penyelesaian yang kurang tepat. Ia segera memperbaiki tugasnya tanpa mengganggu Pak Erik yang sedang mengemudi.

Beberapa menit kemudian, setelah mengerjakan tugas, ia mulai berpikir untuk mengusik pamannya itu yang sangat berhati-hati dalam mengendarai mobil BMW kesayangannya itu.

"Hmm. Paman?" panggilnya menatap curiga.

"Kenapa? Apa lagi sekarang?" tanya Pak Erik sedikit meliriknya. Ia sangat mengetahui sifat keponakannya, jika sudah memanggilnya pelan dan menatap curiga.

"Paman punya pacar, ya?" tanya Eva kontan.

Sontak Pak Erik sedikit terkejut dengan pertanyaan Eva yang tiba-tiba. "Pacar?"

"Iya."

"Ngaco kamu." Pak Erik mengelak dan tak ingin menjawab.

"Keliatan banget tahu." Eva tidak mempercayainya. Ia memindahkan pandangannya menatap ke arah depan. "Akhir-akhir ini paman aneh banget. Pulang pergi ke luar kota lagi. Memangnya paman ketemu sama siapa?" tanya Eva penasaran.

"Ada deh. Mau tahu aja kamu," jawab Pak Erik sambil tersenyum.

"Kok gitu sih. Pokoknya, Paman nggak boleh nikah dulu, sebelum Eva lulus sekolah," pinta Eva melarang Pak Erik.

"Iya, iya. Dulu 'kan paman udah janji. Sebelum keponakan paman ini lulus sekolah, paman akan jadi pengawal hidupnya sampai dewasa," ucap Erik tersenyum sembari mengelus rambut Eva yang panjang dan lembut itu.

Eva tertawa kecil yang menampakkan gigi rapinya. "Makasih, paman."

Beberapa menit kemudian, Eva dan Pak Erik tiba di sekolah. Mereka turun dari mobil kemudian menghampiri Cici, Raisa, dan Rena yang sudah menunggu halaman sekolah dekat dengan parkiran.

Saat Pak Erik dan Eva menghampiri mereka, Cici malah menatap Pak Erik dengan genit.

"Hai, paman tampan," sapa Cici menggerakkan tangannya berusaha menyentuh tangan Pak Erik.

"Et, et, et. Saya ini guru kamu, buka pacar kamu!" tegur Pak Erik menghindari muridnya itu tanpa senyuman.

Eva, Raisa, dan Rena menertawakan tingkah genit Cici yang semakin berani.

"Oh ya. Kali ini kalian jangan buat masalah lagi. Ingat, saya mengawasi kalian," lontar Pak Erik tegas.

"Siap, pak!" jawab mereka berempat dengan serentak.

"Bagus. Jadi siswa yang baik," pungkas Pak Erik bergegas pergi menuju ruang staf.

Eva, Cici, Raisa dan Rena saling tersenyum menatap Pak Erik dari belakang punggungnya sembari bertepuk tangan.

"Guru hebat!" teriak mereka memuji Pak Erik dengan serentak.

***

Related chapters

  • Perfect Love   Part 3: Siswa nakal

    Eva, Cici, Raisa, dan Rena berjalan di atas koridor sekolah menuju ruangan. Kehadiran mereka di sekolah membuat semua siswa-siswi bersemangat. Kata Kak Yen, "Hari ini Sindi masuk ke sekolah." Eva tersenyum sinis. "Belum jera juga itu anak."Saat mereka hampir tiba di ruangan, tiba-tiba seorang siswi meminta pertolongan kepada Eva. "Kak Eva! Kak Rena! Tolong kami!" teriak siswi itu sambil berlari menghampiri Eva. Eva, Cici, Raisa, dan Rena memalingkan badan ke arah siswi itu. "Ada apa?" tanya Eva. "Tolong kami, kak. Temanku dibuli sama Kak Sindi!" ucap siswi itu kesal. "lagi-lagi Sindi buat ulah." Rena sangat kesal mendengar Sindi kembali memukul para siswa. Eva menatap ketiga sahabatnya itu seraya saling mengangguk dan pergi menghampiri siswa yang kena bulian oleh siswa-siswi nakal. *** Seorang siswi berkacamata besar mendapatkan memar di wajahnya akibat kena pukul. "Berlutut bodoh!" bentak seorang siswi berwajah judes terlihat begitu angkuh. Siswa itu berlutut tepat di had

    Last Updated : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 4: Saling mengancam

    "Apa lagi sekarang? Hah? Kamu pukul dia?" tanya Jeremi dengan nada menuduh."Je. A-aku ...," "Diam! Aku tidak mau mendengar penjelasan bodoh kamu itu. Sudah kedua kalinya kamu pukul Sindi. Kenapa nggak sekalian jadi petinju, hah?" Jeremi memarahi Eva di depan teman-temannya. Walaupun Eva bersalah sudah memukul Sindi, tapi ia memiliki alasan kuat untuk memberi pengajaran pada siswa seperti Sindi. Tapi, Jeremi tidak mau mendengar apa pun alasan itu. "Mereka yang pukul Sindi, Je. Mereka juga menghajar kami!" sahut teman Sindi mengadu pada Jeremi agar Eva semakin terpojok."Kamu baik-baik saja, Sin?" tanya Jeremi memeriksa luka di bagian wajah Sindi. "Wajah dan tanganku sangat sakit, Je. Tolong bawa kau ke rumah sakit. Aku sudah nggak kuat," keluh Sindi sambil menangis untuk menarik perhatian Jeremi. "Drama! Jangan percaya sama dia, Je!" kata Eva geram melihat tingkah Sindi yang selalu saja bersandiwara di depan kekasihnya itu. Ia menarik lengan Jeremi untuk pergi bersamanya. "Lepask

    Last Updated : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 5: Hukuman!

    Keesokan harinya, pihak sekolah mengadakan rapat untuk menyelesaikan permasalah Eva dan Sindi. Permasalahan Eva dan Sindi harus dihadiri kedua orang yang bersangkutan. Namun, karena Sindi dalam proses pengobatan, Sindi diwakili oleh kedua orang tuanya yang memang wajib hadir di dalam rapat tersebut. Pihak sekolah, orang tua Sindi, dan pihak kepolisian sudah berada di ruangan. Di sisi lain, Pak Erik masih memaksa Eva memasuki ruang rapat agar permasalahannya cepat selesai. Namun, Eva malah menolaknya dan berusaha melepaskan tangannya yang diseret Pak Erik menuju ruangan. "Eva, cepat! Aku tak ada waktu mengurus hal sepele ini lagi. Cepat, jalan!" marah Pak Erik terus menarik tangannya hingga ke depan pintu ruangan yang tertutup. "Eva nggak mau!" tolak Eva melepaskan tangannya. "Masuk, sekarang juga!" suruh Erik memelototi.Eva memajukan bibir bawahnya, lalu menunduk. Ia takut saat Pak Erik dalam keadaan marah. Tidak ada yang bisa membantah perkataannya jika sudah memberikan tatapan s

    Last Updated : 2021-09-24
  • Perfect Love   Part 6: Gadis Pembalut!

    Setelah menyelesaikan permasalahan Eva di sekolah. Erik mengajak Eva ke sebuah kafe untuk menghilang rasa kesalnya atas keputusan pihak sekolah terhadap dirinya. Erik dan Eva menuju ke sebuah kafe dimaksud. Eva hanya terdiam di dalam mobil sembari menatap ke arah luar sembari menyandarkan diri pada kaca mobil. "Eva?" panggil Erik lembut membujuknya. Eva hanya terdiam tak menjawab panggilan Erik. Erik ingin mencoba menasihati Eva, bahwa keputusan kepala sekolah sudah sangat bijak. "Kamu harus terima hukuman dari kepala sekolah, Ev. Kamu nggak boleh mengeluh seperti itu. Dengarin Paman, oke. Ini demi kebaikan kamu," jelas Erik. "Nggak harus semua prestasi Eva juga di cabut. Eva nggak mau kembalikan penghargaan itu. Eva nggak mau!" tolak Eva kesal. "Tapi itu hukuman yang harus kamu terima. Patuhi aturannya, dan jangan membantah!" tegas Erik agar Eva mengerti. Eva terdiam kesal. Lalu, memindahkan tatapanya dari Erik. *** Rendra hanya bisa memakan sepotong roti dan segelas air put

    Last Updated : 2021-09-26
  • Perfect Love   Part 7: Kompleks Elit Cenderwasih

    Menjatuhkan pembalut di atas kepala seorang pria adalah hal yang paling memalukan. Eva tak sanggup mengambil pembalut itu hingga pergi melarikan diri dari super market dan membiarkan Rendra mengambil pembalut itu. Rendra mengambil pembalut yang jatuh ke lantai. Lalu, petugas super market menatap Rendra aneh. "Apa kamu juga butuh pembalut?" sindir petugas super market sambil tersenyum. Rendra sadar akan sindiran itu dan menjatuhkan pembalut itu kembali karena malu. Rendra melepaskan nafas berat, kemudian mendorong tempat belajaannya ke karsir dan pergi dari super market. Kompleks Elit Cenderawasih, seperti itulah tertulis pada tembok di dekat rumah Paman Eva, Erik Harris. Pepohonan yang rindang membuat pejalan nyaman melewati kompleks itu. Tiupan angin terasa menghilangkan rasa penat setelah seharian melakukan aktivitas dengan menghabiskan waktu bersantai di taman kompleks elit cenderwasih. Eva singgah di taman kompleksnya. "Malunya aku!" teriak Eva menutup wajah dengan kedua telap

    Last Updated : 2021-09-28
  • Perfect Love   Part 8: Ketampanan Yang Sempurna

    "Cukup Sin!" bentak Jeremi. Jeremi marah kepada Sindi karena sudah memfitnah Eva. Sindi menemui Rendra di tempat tongkrongannya. "Aku minta maaf, Je. Aku tau aku salah. Aku mohon, kita balikan, ya?" mohon Sindi "Jangan harap, oke? Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Jeremi. "Kamu lebih memilih Eva daripada aku?" tanya Sindi kesal. "Jelas. Aku lebih memilih Eva dari pada kamu!" jawab Jeremi sangat yakin. "Kamu yakin akan hal itu? Kamu pikir Eva akan terima kamu lagi? Kamu pikir itu baik-baik. Lebih baik aku memilih pergi daripada aku berjuang demi lelaki yang nggak pernah setia seperti kamu!" balas Sindi sadar. Lalu, ia pergi meninggalkan Jeremi. Jeremi sangat kesal mendengar perkataan Sindi yang memungkikan Eva tidak akan memaafkannya lagi. *** Rendra menerima panggilan dari orang suruhannya. "Besok hari pertama Tuan Muda masuk sekolah," ujar suruhannya itu. "Eum." "Apa perlu saya jemput?" "Tidak perlu. Biar saya pergi sendiri," jawab Rendra menolak jemputan suruhannya.

    Last Updated : 2021-10-01
  • Perfect Love   Part 9: Putus!

    Bagi Rendra, sekolah adalah tempat mencari ilmu. Rendra sama sekali tidak peduli kursi siapa yang ia duduki. Menurutnya, meja yang kosong bisa dimiliki oleh siapa saja. Saat Erik memulai pengajaran, ia hanya fokus belajar dan mengejar pelajaran yang tertinggal tanpa memperdulikan siswa yang memperhatikannya. Kekesalan terlihat jelas di wajah Diyo yang tidak menyukai keberanian Rendra saat pertama kali masuk sekolah. Saat waktunya istirahat, Diyo keluar dari ruangan dan menghampiri Jeremi di atap sekolah yang sedang melepaskan asap rokoknya. Jeremi sangat menikmati kebebasan saat menghisap rokok yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menatap banyak pepohonan di depan sekolah membuatnya merasakan kebebasan yang sungguh menyenangkan. "Je?" panggil Diyo menepuk bahu Jeremi. Sontak Jeremi terkejut hampir menjatuhkan rokok yang dipegangnya. "Yo!" teriak Jeremi kesal. "Maaf-maaf," ucap Diyo tersenyum. Lalu, Diyo berdiri di samping kiri Jeremi, "Kamu nggak takut ketahuan, Je? tanya Diyo. "

    Last Updated : 2021-10-03
  • Perfect Love   Part 10: Keluar Kota

    Erik bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam tas. "Bukankah minggu lalu Paman baru pulang dari luar kota?" tanya Eva mengikuti Erik ke mobil yang terparkir di depan rumah. "Paman ada urusan mendesak," jawab Erik seraya membuka pintu mobil. "Kamu jaga diri, oke? Jangan keluar malam dan jangan ketemu Jeremi lagi." Erik memperingatkan Eva untuk menjauh dari sang mantan. "Siap, Bos!" jawab Eva tanpa membantah. "Ya sudah, Paman pergi dulu," tandas Erik memasuki mobil. Erik menghidupkan mesin mobil dan memundurkan mobilnya lurus keluar pagar rumah. "Hati-hati, Paman." Eva melambaikan tangan. Erik membuka kaca mobil dan membalas lambaian Eva sambil tersenyum. Setelah Erik jauh dari pandangannya, Eva tertawa gembira setelah Erik pergi keluar kota selama lima hari karena ada urusan penting. "Yes, yes, yes! Akhirnya aku bisa ajak Cici, Raisa, dan Rena ke rumah. Aku bisa sekalian bikin party lagi sama mereka." Eva melompat-lompat kegirangan. Eva membalikkan badannya ke arah rumah. Lalu

    Last Updated : 2021-10-06

Latest chapter

  • Perfect Love   113: Menua Bersama (End)

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   112: Janji Kita

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

  • Perfect Love   111: Jalan Bahagia

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   110: Ini Tempatku!

    Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek

  • Perfect Love   109: Aku Bisa Saja Tidak Memilih

    Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia

  • Perfect Love   108: Seperti debu

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   107: Tapi Kalem dan Anggun

    Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di

  • Perfect Love   106: Sepertinya Ibunya Dulu

    Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa

  • Perfect Love   105: Kedatangan Siswa Baru

    Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P

DMCA.com Protection Status