Share

56. Hancur

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2022-08-12 16:46:23

POV Santi

Hancur, hidupku hancur sudah. Semua bermula karena kedatangan Winda ke rumah kami. Winda bersama ibuku, ada Mas Anjar, bapak dan ibu mertuaku juga. Entah kenapa mereka bisa datang secara bersamaan. Lalu, yang membuatku bertanya-tanya, kenapa ada Mas Anjar? Dan sepertinya mereka sangat dekat, bahkan Mas Anjarlah yang menggendong anaknya Winda.

Ibuku juga terlihat sangat shock ketika tahu kalau aku menikah dengan mantan suami Winda. Hingga ada perdebatan antara ibu dan ibu mertuaku.

"Tidak mungkin bagaimana? Lihatlah kenyataannya seperti ini. Putrimu itu seorang pelakor! Dan sialnya putraku ikut tergoda akan bujuk rayunya!" seru ibu mertuaku lagi, sungguh memuakkan. Ia pasti selalu membela Winda.

Aku tertunduk, memanglah benar yang ia tuduhkan. Tapi harga diriku terasa diinjak-injak dicaci maki begini.

"Kenapa kau berbuat seperti ini, Santi ...! kenapa?? Bertahun-tahun kau tidak pulang, inikah hasil yang ibu dapat?! Kau torehkan nama baik keluarga demi hal sekotor ini?!" bent
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   57. Percobaan bunuh diri

    Mas Rendy terlihat sangat marah. Dia bahkan mengancam akan menceraikanku setelah masa nifasku habis. Mas Rendy pergi meninggalkanku begitu saja. Hancur sudah, hatiku porak poranda"Mas... Tunggu mas, jangan pergi! Maafin aku, mas!" rengekku menghiba, tapi tak ia hiraukan lagi.Dia sudah tidak peduli lagi dengan teriakanku. Kulihat ibu memegangi dadanya, nafasnya terlihat makin sesak dan tersengal-sengal."Bu, ibu kenapa bu?" Aku menghampiri ibu.Bruukk ...! Ibu terjatuh, ia sudah tak kuat menopang tubuhnya sendiri."Ibuuuuuu ....!" pekikku.Aku segera berlari keluar dan meminta tolong. Tak lama para tetangga mulai berdatangan, dan mengangkat tubuh ibu ke atas Sofa.Aku mencoba menghubungi Mas Rendy berkali-kali namun dia tetap mengabaikanku. Ah, bagaimana ini. Rasa khawatir begitu menyelimuti diri.Entah sudah panggilan ke berapa, akhirnya Mas Rendy mengangkat teleponku. Aku menyuruhnya pulang karena terjadi sesuatu pada ibu.Tak berselang lama, Mas Rendypun pulang dan memeriksa kead

    Last Updated : 2022-08-14
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   58. Ratap penyesalan

    "Aku sudah kehilangan dia, harusnya aku menemaninya disaat yang terakhir, tapi aku malah meninggalkan dia sendirian, ibu macam apa aku ini ... Aku memang tak pantas jadi seorang ibu maupun seorang istri!" rutukku sendiri. Aku benar-benar menyesali kebodohanku sendiri.Aku makin tergugu. Pilu. Berkali-kali aku menghela nafas panjang. "Maaf," sambungku lagi."Kenapa harus minta maaf? Kau bisa ceritakan apa masalahmu, aku siap mendengarkan. Kamu pasti sangat butuh teman curhat," sahutnya lagi.Aku memandang kearahnya. Menatap dalam manik matanya. Mencari kebenaran apa yang sebenarnya dia pikirkan."Jangan mencurigaiku seperti itu. Aku tidak akan berbuat jahat terhadapmu," tukasnya lagi seakan tahu apa yang aku pikirkan.Dia menghela nafas dalam-dalam. "Kalau boleh tahu, dimana suamimu?"Aku memggeleng perlahan membuatnya bingung, ia menautkan kedua alisnya tanda tak mengerti."Suamiku sudah pergi," jawabku dengan mata berkaca-kaca.Mengingat semua yang terjadi begitu cepat, kehilangan ib

    Last Updated : 2022-08-16
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   59. Pelajaran berharga

    "Apa yang akan kamu lakukan, Rendy?" tanya bapak saat kami melakukan perjalanan bersama."Bapak lihat, kamu sudah mulai menerima kenyataan kalau Winda sudah punya penggantimu," sambung bapak lagi.Aku tersenyum simpul. "Aku sadar sekarang pak, ternyata aku bukanlah yang terbaik untuk Winda, dia pantas meraih kebahagiaannya. Kadang memang harus merasakan kehilangan lebih dulu untuk menyadarkan bahwa dia sangat berarti untukku."."Aku benar-benar sangat menyesal sudah mengabaikan mereka. Tapi aku ingin berubah, pak.""Bagus kalau kamu sudah menyadari sendiri kesalahanmu. Lalu apa yang akan kamu lakukan?" tanya bapak lagi."Aku akan minta maaf pada Santi, pak. Aku akan kembali padanya. Aku juga sudah bersalah sama dia, aku meninggalkannya begitu saja saat dia merasa kehilangan.""Apa maksudmu, Ren?""Ah iya, aku lupa mengatakan pada kalian, kalau ibunya Santi sudah meninggal saat aku bertengkar hebat dengan Santi....""Innalilahi wa innailaihi roji'un." sahut bapak dan ibu dengan serempa

    Last Updated : 2022-08-17
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   60. Rumah perempuan

    Mobil yang kami naiki sudah memasuki area pelataran rumah. Rumah-rumah kuno dengan gaya bangunan khas belanda, rumah peninggalan penjajah Belanda pada waktu itu. Bangunan itu masih berdiri kokoh, walaupun ada perbaikan di beberapa bagian rumah. Sebelum memasuki rumah itu, terpampang plang bertuliskan "Rumah Perempuan", entah apa maksudnya, akupun tidak mengerti. Di sisi bangunan dikelilingi pohon-pohon yang tinggi, serta bunga-bunga indah warna-warni. Suasana rumah begitu asri dan sangat nyaman untuk dihuni."Ayo kita masuk, aku kenalkan dengan Bunda Aini," tukasnya sesaat setelah kami turun dari mobil.Aku mengangguk setuju dengan ajakan Mas Beno. Ya, nama lelaki itu adalah Mas Beno, teman semasa kuliahku. Bukan teman sebenarnya, dulu saat kuliah dia sering kali menggodaku. Perangainya yang playboy, membuatku malas meladeninya. Kerap kali aku bersikap ketus padanya. Aku tak pernah menyangka dia bisa berubah sedrastis ini."Ini namanya Bunda Aini, pengasuh Rumah Perempuan ini," ucap

    Last Updated : 2022-08-20
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 61

    Pagi-pagi sekali selepas sholat subuh, aku membereskan tempat tidur. Mas Anjar belum pulang, dia selalu sholat berjamaah di mushola terdekat bersama bapak.Karena keasyikan beberes, sampai tak kudengar langkah kaki mendekat. Seseorang memelukku dari belakang, cukup erat, lalu dia membenamkan wajahnya di pundakku. Aku tersenyum, kebiasaan Mas Anjar selalu begini kalau ada sesuatu."Ada apa, Mas?" tanyaku sambil tersenyum. Dia masih diam, hanya embusan nafasnya saja yang terdengar, membuatku tergelitik.Aku berbalik dan memandang wajahnya. Seperti ada kegelisahan disana."Ada apa, Mas?" tanyaku lagi tapi Mas Anjar justru merekatkan pelukannya membuatku hampir sesak nafas. Tapi aku merasa nyaman dibuatnya."Sebentar saja, Dek. Mas pengin meluk kamu. Mas masih kangeeeen," ucapnya sambil mengusap rambutku.Aku membiarkannya. Kubenamkan wajahku ke dadanya. Perasaan hangat menjalar di tubuhku. Aku sangat nyaman dibuatnya. Dia memang selalu begitu, memperlakukanku dengan lembut dan romantis.

    Last Updated : 2022-08-22
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 62

    "Sudah dibawa semua baju-bajumu sama Sofia?" tanya Mas Anjar, saat kita akan berangkat."Sudah mas," jawabku."Ayah, memangnya kita mau kemana?" tanya Sofia."Sofia, kita mau ke kota. Ayah ada pekerjaan disana. Sofia mau gak ketemu sama Ayah Rendy, kakek sama nenek?" tanya Mas Anjar. Ya, Mas Rendy masih sering menghubungi kami untuk sekedar bercengkrama dengan Sofia. Jadi, Sofia pun merespon dengan suka cita meski jarang bertemu."Mau, yah. Aku kangen sama mereka.""Ya sudah, nanti kita mampir kesana ya...""Asyiiik ...." jawaban riang Sofia membuatku ikut tersenyum.Kami memulai perjalanan kembali. Sofia dengan riang bernyanyi-nyanyi dengan gembira. Tak lama diapun mulai tertidur karena kelelahan."Mas, memangnya kita mau mampir ke rumah Pak Darmawan?" tanyaku."Iya sayang, kita lewat sana. Sudah lama juga kan kita gak silaturahmi.""Iya, mas."***Sembilan jam perjalanan sun

    Last Updated : 2022-08-22
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 63

    Hari pertama disini rasanya masih canggung. Apalagi aku belum terbiasa berpakaian seperti ini. Tapi mereka terus saja menyemangatiku. Aku benar-benar dianggap seperti keluarga, merasa sangat dihargai.Hari demi hari, minggu berganti minggu, aku belajar banyak hal dari mereka. Belajar bersama dengan perempuan hebat lainnya. Dari mulai sholat, mengaji, dan kegiatan keagamaan yang lainnya. Selain itu, kami diajari ketrampilan menjahit, memasak, membuat kue serta yang lain. Mereka yang lebih dulu berada disana sangat peduli padaku. Tak disangka, beberapa diantara mereka adalah wanita-wanita yang pernah berkecimpung di dunia malam. Mereka sudah insaf dan bertaubat. Belajar hijrah menjadi lebih baik lagi di tempat ini. Aku benar-benar merasakan kedamaian di tempat ini. Di "Rumah Perempuan", rumah yang sangat ramah bagi kami yang tengah terluka atau pernah terjebak dalam kubangan dosa. Tak ada makian disini, yang ada justru saling menyemangati dan saling menguatkan.

    Last Updated : 2022-08-22
  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 64

    POV SantiEntah kenapa suasana mendadak hening kembali. Kami sepertinya larut dengan perasaan masing-masing. Bayangan masa lalu kembali hadir silih berganti bak adegan film yang terputar dalam ingatan."Sekali lagi aku minta maaf Pak, Bu, Mas, tolong maafin aku biar hatiku merasa tenang. Kesalahanku memang sangat banyak, tapi tolong berikan kesempatan maaf kalian untukku. Insyaallah aku ingin berubah, ingin menjadi lebih baik lagi," terangku lagi dengan mata berkaca-kaca.Tiba-tiba Bu Darmawan menghampiriku dan memelukku dengan erat. "Kami maafin kamu, Nak. Pasti kami maafin kamu, kami juga minta maaf sama kamu ya, karena sikap kami selalu ketus sama kamu. Alhamdulillah, kamu sudah berubah. Kami sempat tak percaya kalau kamu sudah berubah sesantun ini."Dekapan ibu membuat air mataku meleleh kembali. Ini pertama kalinya aku dipeluk oleh ibu mertuaku dan mungkin untuk terakhir kalinya juga."Terima kasih banyak, Bu. Aku terharu,

    Last Updated : 2022-08-23

Latest chapter

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 81

    Hari HPagi itu di kediaman Pak Darmawan, para tetangga dan kerabat sudah ramai berkumpul mengunjungi di hari pernikahan kami. Beberapa yang lain terlihat sibuk memasak di dapur. Saat ini aku masih berada di dalam kamar, Bu Devina tengah merias wajahku dengan make-up yang natural. Kebaya pengantin berwarna putih dan kain batik membalut tubuhku untuk hari spesialku ini.Bapakku dan istrinya ternyata datang bersama dengan Rania dan juga Mas Beno. Alhamdulillah, akhirnya mereka semua bisa berkumpul kembali dan berbahagia. Bunda Aini serta beberapa pengurus rumah perempuan pun ikut datang meramaikan acara kami.Aku disandingkan bersama Mas Rendy. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum tulus. "Kau sangat cantik," bisiknya sesaat sebelum pak penghulu itu datang.Aku pun tersenyum mendengar kata pujiannya. Dia pintar menggodaku rupanya.Tak lama, Pak penghulu hadir, dia yang menjadi wali nikahku berhubung bapakku tidak bisa apa-apa.Hatiku makin bergembira ketika Mas Rendy dengan lancar menguca

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 80

    Mas Rendy mulai mengerjapkan matanya secara perlahan. Setelah 3 hari tak sadarkan diri, akhirnya Mas Rendy mulai membukakan matanya lagi. Aku tersenyum melihatnya."Alhamdulillah, kamu sadar, mas..."Mas Rendy menoleh kearahku dengan keadaan lemah."Santi, kau ada disini?" tanyanya dengan suara begitu pelan.Aku mengangguk. "Tunggu mas, kamu jangan banyak bergerak. Biar aku panggilkan suster dulu," sahutku saat dia ingin bangun dari posisi tidurnya.Kemudian aku memencet bel untuk memanggil perawat yang bertugas. Tak berselang lama, perawat itu datang dan memeriksa kondisi Mas Rendy. Senyuman merekah dari bibir perawat itu."Alhamdulilkah, kondisi mas'nya mulai membaik. Kami akan panggilkan dokter yang menangani pasien dulu ya," tukas perawat itu dengan ramah.Kami mengangguk. Rasanya sangat bersyukur mendengar keadaan Mas Rendy mulai membaik.3 hari kemudian...Dokter dan perawat itu kembali datang memeriksa kondisi pasien. Iapun bertanya-tanya kecil tentang keluhan yang dirasakan ole

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 79

    Setelah memilih kebaya untuk hari pernikahan nanti, Mas Rendy mengantarku ke rumah perempuan. Sebelumnya kami ke kontrakan baru, bahwa aku tidak jadi pindah, alias dibatalkan. Uang yang sudah masuk untuk membayar kontrakan hanya dikembalikan separuh. Tidak apalah, beruntung aku ambil yang bayar bulanan bukan tahunan."Aku pulang dulu ya, tadi juga aku udah sempat mengurus berkas-berkas pernikahan kita, seperti yang ayah dan ibu mau, kita menikah 1 bulanan lagi. Kamu gak keberatan, kan?""Gak mas, terserah kamu saja.""Besok insyaallah aku mau nyari tempat tinggal baru, nanti kalau udah dapat, kamu langsung pindah saja kesana, dan gak usah bekerja lagi, biar aku yang nanggung biaya hidupmu," tukas Mas Rendy lagi, penuh dengan semangat."Ya sudah, aku pulang dulu ya... Assalamualaikum...""Iya, waalaikum salam... Hati-hati dijalan, mas."Setelah Mas Rendy berlalu, seseorang menepuk pundakku. Aku berbalik, rupanya ada Bunda Aini dan juga Rania di belakangku. "Apa bunda gak salah dengar?

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 78

    Hari minggu...Setelah kekalutanku semalam, akhirnya aku pergi. Pergi ke tempat yang membuatku nyaman. Makam ibu dan juga Maura. Padahal seharusnya hari ini aku pindah ke kontrakan yang baru. Namun urung kuniatkan, perasaan dilema kembali menyelimuti hati. Apakah aku harus tetap bekerja di kantornya Mas Beno? Atau resign saja? Aku tak mau gejolak hatiku mempengaruhi segalanya.Sesampainya disana, aku melihat pemandangan yang tak biasa. Ada seseorang di samping pusara anakku. Aku mendekatinya dan tak percaya. Dia menoleh dan cukup terkejut melihat kedatanganku. "Mas Rendy? Apa yang kamu lakukan disini?" tanyaku.Dia tersenyum, sambil mengusap embun di sudut matanya."Aku kangen sama Maura, dia terlalu cepat meninggalkan kita," ungkapnya yang membuatku tak mengerti.Aku menghela nafas dalam-dalam. Andai saja dulu kau tak meninggalkanku, mungkin ... Ah sudahlah aku tak ingin mengingat masa lalu, memang sudah takdirnya begini. "San, kamu lagi libur kerja?" tanyanya."Iya mas, aku sempa

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 77

    Pak Jae ada di sana sendirian. Duduk di atas kursi roda, termenung sendiri sembari mendengarkan suara lantunan orang mengaji dari ruang tamu."Pak!" sapaku. Dia menoleh, mulutnya yang tertarik ke bawah membuatnya tak bisa bersuara dengan jelas. Aku pandangi dia dengan seksama. Menatapnya lagi sambil bertanya-tanya, lebih tepatnya mengingat-ingat perihal dirinya. Garis-garis keriput halus di wajahnya begitu kentara menandakan ia sudah tua.Ya, sekarang aku ingat. Dia orang yang ada di foto itu. Foto aku, ibu dan laki-laki itu. Aku yang saat itu masih kecil dan digendong olehnya. Foto yang selalu kubawa kemana-mana hingga aku SMA. Karena itu satunya kenang-kenangan tentangnya yang aku miliki. Laki-laki yang hanya kukenal lewat potret itu. Ibu bilang dia bapakku. Walaupun wajahnya mulai menua, tapi aku mengenalinya, dia sama sekali tak berubah. Hanya umurnya yang bertambah, serta rambutnya yang tampak memutih. Dulu, aku selalu berharap agar lelaki itu datang menemui kami, namun sayang

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 76

    "Hei, Santi, kamu kenapa mau sama lelaki kere seperti dia?! Ikut pulanglah denganku...!" teriaknya.Aku tak peduli. Hatiku terasa sakit bila terus mengingatnya. Terlanjur sakit. "Mas, kenapa kau ada disini? Kau mengikutiku lagi?" tanyaku. Dia hanya tersenyum."Hah, aku tidak menyangka kau sudah mirip seperti stalker." Aku mendumel tapi Mas Rendy hanya tertawa."Aku hanya ingin tahu kegiatanmu selain di rumah perempuan. Ternyata kau sudah mulai bekerja lagi," jawabnya dengan santai."Hentikan ini mas, jangan terus ikuti aku. Aku gak nyaman kalau kamu seperti ini terus.""Kenapa? Aku kan suamimu. Aku khawatir terjadi sesuatu denganmu, kayak tadi benar bukan? Sudah seharusnya seorang suami menjaga istrinya dengan baik.""Suami? Itu dulu mas, duluuu ... Aku udah menganggap kita berpisah.""Ah ya, kalau begitu kita menikah lagi.""Hah?""Ayo naik, kamu mau pulang gak?" tegurnya.Aku menaiki boncengan motor Mas Rendy. Ingatan masa lalu kembali hadir menari-nari dalam benakku. Ya, aku jadi

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 75

    pov SantiSemenjak pulang dari kediaman almarhum Riska, rasa penasaran begitu menghantuiku. Akhirnya saat berada di kantor, aku pun bertanya pada Mas Beno, siapa sebenarnya ayah Riska. Kenapa wajahnya sangat mirip dengan ayahku."Maaf pak, kalau boleh tahu siapa nama bapaknya Riska?" tanyaku ragu-ragu."Oh Pak Jae, kenapa?""Pak Jae? Jae siapa pak?" tanyaku dengan degup jantung tak beraturan. "Jaelani Santoso. Ada apa, San? kamu kenal dengan beliau?" Dia balik bertanya.Deg! Deg! Deg!Jantungku kembali berdegup tak karuan. Jaelani, juga nama bapakku, tapi tak ada Santoso di belakangnya. Apakah ini hanya kebetulan? Tapi sepertinya aku pernah melihatnya, entahlah dimana."Hei kok bengong? Kamu kenal sama pak Jae?" tanya bosku lagi."Ah enggak pak, sepertinya aku salah orang," sahutku terbata-bata.Aku masih kepikiran tentang Pak Jae. Bagaimana aku harus memastikannya? Kepalaku penat dibuatnya. Benarkah dia bapakku? Bapak yang sudah mencampakkan kami sejak aku kecil?"Santi, nanti ikut

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 74

    "Oh iya, nanti kita ke Bu bidan ya," sahutnya."Kan hari ini hari minggu, mas. Bu Bidannya juga libur.""Ah iya, mas lupa saking senangnya. Berarti besok ya kita kontrol ke Bu Bidan."Aku hanya mengangguk mendengar perkataan suamiku."Kamu gak merasa mual, dek?" tanyanya lagi, begitu mengkhawatirkanku."Kadang memang pusing sama lemes, mual juga, tapi aku kira masuk angin biasa, Mas."Dia tersenyum seraya tangannya mengusap-usap lembut perutku yang masih terlihat rata. "Mas, aku siapin sarapan dulu ya..." ucapku kemudian. "Nanti tolong susul Sofia di rumah temannya ya.""Iya sayang... Nanti siang gak usah masak ya, hari ini mas ingin mengajakmu jalan-jalan, bagaimana?"Aku mengangguk, menyetujui ajakannya. Akhir-akhir ini memang Mas Anjar sibuk bekerja dan bolak-balik ke Semarang untuk menjenguk adiknya.Waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi, aku baru selesai membuat sarapan dan menyiapkannya ke meja makan. Agak telat memang. "Pak, alhamdulillah ada kabar baik," celetuk Mas Anjar."Ada

  • Perempuan Yang Merebut Suamiku   Part 73

    POV WindaSudah 3 hari Mas Anjar belum pulang, aku merasa khawatir padanya. Apalagi dia tak membawa persiapan apapun. Ya memang, dia sering mengabariku lewat telepon maupun lewat video call. Namun rasanya berbeda, entahlah rasanya aku kangen sekali padanya.Deru mobil memasuki area pelataran rumah. Malam-malam begini, apakah Mas Anjar pulang? Aku mengintip dari balik tirai jendela. Ah benar, itu mobil Mas Anjar. Dia keluar dari mobil itu dan menuju ke teras. Belum sempat ia mengetuk, aku langsung membuka pintu dan tersenyum padanya."Assalamualaikum, dek..." ucapnya memberi salam sembari mengulurkan tangannya. Aku menyambut ukurannya dan mencium punggung tangannya dengan takdzim."Mas kira kamu sudah tidur, dek.""Belum, mas. Aku nungguin kamu, kan katanya mau pulang.""Iya, maaf ya dek, nunggu lama. Tadi macet, rame jalannya.""Iya mas, syukur alhamdulillah, sekarang sudah nyampe."Wajahnya terlihat sangat lelah. "Mas mau mandi dulu, tolong siapkan air hangat ya, dek," ucapnya semba

DMCA.com Protection Status