Setelah pertengkaran kami, Mas Bayu tampak berubah. Setiap hari, dia mengirimkan bunga ke rumah padahal dia sedang sibuknya di kantor. Setiap pagi juga, Mas Bayu memelukku dan mencium keningku. Aku bisa merasakan bahwa lelaki itu tidak mau kehilanganku.
Seperti malam ini, di meja makan, Bibi Sri sudah menyediakan beberapa makanan untuk kami. Suasana makan malam kali ini sangat hening. Dua hari setelah pertengkaran kami, Mas Bayu terlihat sangat berubah.
Mas Bayu mengengam tanganku. “Bulan, mas tidak bisa kau diami seperti ini!”
Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Aku mencoba menatap Mas Bayu. Sudah dua hari aku tidak berbicara dengannya.
“Mas sudah jujur kepadamu, mas tidak akan melakukan itu lagi!” sambungnya. Mas Bayu mengecup pundak tanganku sambil tersenyum. Wajah tampannya selalu menawan, pantas saja banyak perempuan yang menyukainya.
“Mas sudah jujur kepadamu, Bulan. Terserah jika kamu tidak percaya mas lagi.”
“Mas hanya mau tanya saja, jika kamu tidak setuju mas menikah, tidak masalah, Bulan!” Mas Bayu terus berbicara. Wajahnya benar-benar serius. Tapi, rasa sakit masih tertanam di hatiku.
Setelah makan malam, kami berdua bergegas menuju kamar. Seperti biasa, Mas Bayu selalu memuji apa yang aku pakai. Namun, ada yang aneh. Mas Bayu tidak biasanya memilih baju. Bahkan dia mengatakan bahwa aku harus memesan beberapa baju yang lain.
“Mengapa?” batinku.
“Apa dia sudah bosan saat aku memakai pakaian itu?”
Aku memilih terlelap tidur di sampingnya. Tidak ada percakapan lagi setelah kami sampai di dalam kamar. Mas Bayu memelukku dari belakang dan mengecup kepalaku. Namun, aku sama sekali tidak mengubris ucapan cintanya.
Aku terlelap tidur dan berusaha menyembunyikan rasa sakit ini. Pukul dua malam, aku terbangun. Aku meraba kasur yang berada di sampingku. Namun, Mas Bayu tidak ada. Aku mencoba memanggil namanya.
Aku berjalan keluar dari dalam kamar. Mungkin saja Mas Bayu berada di luar. Aku terus memangilnya. Namun, Mas Bayu tak kunjung terlihat. Aku bergegas kembali ke dalam kamar. Aku duduk sejenak sambil memikirkan di mana Mas Bayu?
Pintu kamar terbuka, aku menatap Mas Bayu yang memandangiku. Dia terlihat kaget.
“Kamu kok belum tidur, sayang?” tanyanya segera. Aku menyipitkan mata menatap Mas Bayu.
“Dari mana Mas?” tanyaku kemudian. Mas Bayu menghela napas panjang. Dia kemudian berjalan di sampingku. Dia mengengam tanganku dan mengecup keningku.
“Mas di luar, mas lagi butuh udara segar.”
“Pukul dua malam?” sahutku. Mas Bayu menganggukan kepala. Aku menatap wajahnya dengan sangat lama.
“Tidurlah Bulan, mas susah tidur belakangan ini, mungkin mas merasa bersalah kepadamu,” ucapnya.
***
Pagi-pagi buta Mas Bayu sudah tidak ada di rumah. Kata Bibi Sri, Mas Bayu tergesa-gesa berangkat ke kantor. Aku mencoba memahami semua situasi ini. Semakin lama, semakin sulit untuk aku mengerti.
“Non Bulan, apakah hari ini mau keluar?” tanya Bibi Sri. Aku menganggukan kepala.
“Sediakan makan siang yah, aku ingin membawahkan Mas Bayu,” ucapku. Aku ingin mengunjungi kantor Mas Bayu. Aku ingin memberikannya perhatian. Aku tidak ingin Mas Bayu terlihat kaku denganku. Tidak baik mendiaminya seperti ini. Aku akan berusaha memaafkannya dan memulai hubungan kami dengan hangat lagi.
“Baik Non!” ucap Bibi Sri.
Aku mencoba menghubungi Mas Bayu, namun teleponnya tidak aktif. Aku mencoba menghubungi ibuku di kampung. Ingin rasanya menceritakan hal ini, tapi aku memilih menyimpannya dulu. Mas Bayu terlihat merasa bersalah sekarang.
Namun, ada yang ingin aku cari. Perempuan bernama Zara. Siapa perempuan itu dan di mana dia bertemu Mas Bayu? Apakah perempuan itu menemani perjalanan dinas Mas Bayu? Aku berusaha mencari nama Zara di kontak media sosial Mas Bayu. Namun, aku sama sekali tidak menemukannya. Tidak ada seorang pun bernama Zara di media sosial Mas Bayu.
Aku menghela napas panjang. Pukul sebelas siang, aku bersiap diri untuk ke kantor. Bibi Sri sudah menyediakan makan siang untuk Mas Bayu. Aku memakai pakaian terbaikku dan tidak lupa merias diri. Mas Bayu sangat suka jika aku datang ke kantor.
Aku meminta tolong kepada Pak Ujang untuk mengantarku ke kantor Mas Bayu.
“Non Bulan kebetulan sekali ke kantor pak Bayu,” sahutnya. Aku yang berada di kursi belakang hanya tersenyum. Sudah dua bulan aku tidak berkunjung di kantor suamiku. Aku rasa, saat aku berada di kantor dan membawahkan makan siang, hubunganku dengan Mas Bayu akan baik-baik saja.
“Non Bulan tampak sedih yah?”
“Lagi tidak enak badan, pak Ujang!” ujarku.
Lima belas menit melewati jalan menuju kantor Mas Bayu, aku bergegas turun. Aku masuk ke loby kantor dan beberapa resepsionis menyapaku. Semuanya terlihat bahagia melihatku berada di kantor. Ah, sudah lama aku tidak menyapa mereka.
“Mbak Bulan tambah cantik aja!”
Para resepsionis yang berada di kantor Mas Bayu selalu suka memujiku. Aku hanya tersenyum lalu bergegas masuk setelah memastikan bahwa Mas Bayu ada di kantor.
Aku berjalan masuk ke ruang direktur. Aku membuka pintu, namun tidak ada Mas Bayu di ruangannya. Aku bertanya kepada Gani, sekretaris suamiku. Gani mengatakan Mas Bayu lagi keluar.
Aku menghela napas panjang. Aku mencoba menghubungi Mas Bayu. Namun ponselnya tidak aktif. Aku kemudian meletakkan makanan itu di atas meja Gani dan menitipkan pesanku kepada Mas Bayu.
Aku melangkah keluar, aku bergegas menuju rumah sakit. Yuni, sahabatku bekerja sebagai dokter di tempat itu. Yuni juga sudah mengirimkan pesan agar aku mengunjunginya dan menceritakan apa keresahanku.
Aku bergegas menuju rumah sakit Bunda Kasih. Rumah sakit yang tidak jauh dari Bayu Corp, kantor suamiku. Pak Ujang masih setia menemani perjalananku. Sesampai di rumah sakit, aku mempercepat langkahku menuju ruangan Yuni. Namun, seketika mataku menatap mobil Mas Bayu. Tidak jauh dari tempat itu, aku melihat Mas Bayu sedang berjalan ke arah salah satu ruangan.
Tidak tinggal diam, aku mengikutinya dari belakang. Namun, langkahnya sangat cepat. Seperti seseorang yang sedang terburu-buru.
“Mas Bayu buat apa di sini?”
“Siapa yang sakit?” batinku penasaran.
Aku bergegas menuju sebuah ruangan tempat Mas Bayu masuk. Ada beberapa suster yang menjaga di depan ruangan itu. Aku melangkah dengan sangat pelan menuju salah satu sisi kamar. Aku melihat Mas Bayu dari balik jendela. Untung saja tidak ada yang melihatku di sini.
Tubuhku tiba-tiba menegang saat aku melihat Mas Bayu berdiri di samping seorang pasien perempuan. Aku melihat Mas Bayu duduk di sampingnya. Mas Bayu menatap perempuan itu dengan sangat lama. Tiba-tiba saja aku merasa tekanan udara di sekitarku mendadak naik. Darahku berdesir dan ketakutan itu seketika menghantuiku kembali.
Aku mencoba menahan segala sesak di dadaku. Aku mencoba untuk berpikir positif. Mungkin perempuan itu adalah salah satu teman Mas Bayu. Tidak, tidak mungkin dia sedang mengunjungi selingkuhannya. Mas Bayu sudah berjanji kepadaku.
Bola mataku membulat saat tangan Mas Bayu mengelus kepala perempuan itu dengan lembut. Aku tidak bisa menahan sesak di dadaku. Perlahan, bola mataku memanas dan seketika berkabut. Aku berusaha untuk tetap berdiri dan melihat semua kejadian di depanku.
Mas Bayu duduk di samping perempuan itu. Mengengam tangannya dengan erat lalu menyentuh keningnya.
Oh, aku tidak bisa berdiri lagi. Kakiku seakan menginjak jelly dan tidak bisa menopang tubuhku. Hatiku terluka, bagaikan sepuluh belati yang menusukku secara paksa. Sakit, sangat sakit hingga aku ingin terjatuh begitu saja.
Kecupan di kening perempuan itu membuatku menangis. Sungguh, Mas Bayu selalu melakukan itu kepadaku. Tapi, mengapa dia melakukan untuk perempuan lain? Apa kurangnya aku? Mengapa Mas Bayuku melakukan hal seperti itu?
“Mas, kamu membohongiku!”
“Kamu membohongiku!” batinku dalam linangan air mata.
Bersambung …
Aku menatap wajah Mas Bayu dengan sangat lama. Aku benar-benar tidak bisa menahan sakit ini. Aku memilih pergi sambil terus menangis. Aku tidak memperdulikan orang-orang yang melihatku. Aku bagaikan anak kecil yang berlari sambil terus menangis. Seakan ada orang yang sedang mencuri permenku. Ya, suamiku bersama perempuan lain. Hatiku nyaris lebam membiru.Pak Ujang kaget saat aku berada di dalam mobil dan menutup wajahku sambil berteriak histeris. Namun, pak Ujang memilih diam sambil bergegas meninggalkan area rumah sakit. Selama di perjalanan, pak Ujang mencoba menatapku melalui kaca spion.“Ada apa Non Bulan?”Aku terdiam. Lidahku mendadak keluh untuk berucap. Aku memandang keluar jendela dengan tatapan kosong. Bayangan Mas Bayu mencium kening perempuan itu seakan jelas terbesit di pikiranku dan membuat air mataku menetes lagi. Aku terluka, benar-benar terluka dengan sikap Mas Bayu.Sesampai di depan rumah, aku bergegas berlari masuk ke dalam kamar. Aku membaringkan tubuhku di kasur.
Bulan tampaknya malu-malu untuk memunculkan dirinya. Aku ingat saat Mas Bayu memujiku. Katanya, aku bagaikan Bulan purnama di hatinya. Menyinari Mas Bayu saat lelaki itu mengalami keterpurukan.Tapi, apa balasannya kepadaku?Aku masih menunggunya di atas balkon. Semua memori mengenai kebersamaan kami tiba-tiba terputar kembali. Bagaikan kaset kusut yang tidak bernilai. Rumah tangga ini sudah retak dengan kebohongan. Kebohongan Mas Bayu yang berusaha ditutupinya.“Bulan,” sahut Mas Bayu kemudian. Dia berjalan mendekatiku dan duduk di sampingku.“Mas mencarimu, mengapa suka duduk di sini?” Aku menghela napas panjang saat dia duduk di sampingku. Aku ingin mencabik mulutnya saja.“Bulan sayang,” panggilnya. Dia menyentuh kepalaku. Mas Bayu menatapku dengan sangat lama. Aku spontan tertunduk ke bawah. Air mataku mengalir tanpa komando dan membuat Mas Bayu panik.“Kamu masih marah sama mas?”“Mas tidak membohongimu sayang, mas tidak melakukan apapun!” ucap Mas Bayu. Aku menggelengkan kepala
Tanganku dingin, aku merasa tubuhku menegang seketika. Bahkan kakiku tidak bisa menopang massa tubuhku sekarang. Aku hancur, terluka dan semuanya mendadak gelap.Aku terus menangis. Perempuan cantik itu segera melompat dari tubuh Mas Bayu. Tubuh seksinya tidak memakai benang sehelai pun. Aku sangat malu menatapnya. Mas Bayu segera berlari mengambil handuk. Dia berjalan mendekatiku. Wajahnya terlihat terkejut. "Bulan?""Sayang, mengapa kau di sini?" ucapnya. Aku hancur, aku jijik melihat wajah suamiku. Mengapa dia masih bisa bertanya? Seharusnya aku yang bertanya kepadanya. Apa yang dilakukan dengan perempuan itu? Mengapa dia menjama tubuh perempuan lain? Tidak tahu kah bahwa aku merindukan setiap sentuhannya?Sorot mataku tajam melihat Zahrani. Oh rupanya wanita itu!Zahrani menunduk ke bawah dengan cepat. Ya, aku tahu. Dia sangat malu. Dia sangat malu setelah ketahuan beradegan ranjang dengan suami orang lain. Sangat menjijikan! Sangat memalukan!Deru napasku memburuh. Aku hampir ja
Aku mengusap wajahku frustasi. Tangisanku terus mengema di dalam kamar. Aku bingung harus berbuat apa. Sampai pukul lima sore, Mas Bayu belum meneleponku. Ibu mertuaku pun belum juga pulang. Apa dia mengetahui hal ini?“Atau ibu mertuaku bersama perempuan sialan itu?” Aku terus menerka-nerka. Bayangan Mas Bayu sedang bercinta terus terputar di memori otakku. Dadaku terasa sesak hingga aku sulit bernapas. Aku mencoba menghubungi Yuni. Aku butuh teman cerita saat ini. Aku butuh teman untuk menemaniku. “Halo.”“Bulan, ada apa? Mengapa suaramu berbeda?” Yuni panik mendengarkanku. Aku terus menangis di dalam sambungan telepon. Yuni semakin panik. “Bulan, tenang dulu. Ada apa?” serunya lagi. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Memberikan sedikit udara di kerongkonganku yang terasa sesak.“Mas Bayu, dia selingkuh Yuni!” “Bulan, kau percaya Mas Bayu selingkuh?” tukasnya. Hanya isak tangisanku yang menjadi jawabanku. Aku benar-benar sakit. Aku tidak bisa
Aku berusaha untuk tenang selama di dalam mobil. Air mataku terjatuh. Sesampai di rumah, aku melihat mobil Mas Bayu. Rupanya Mas Bayu sudah pulang. Aku berjalan menghampirinya. Mas Bayu tersenyum menatapku. Aku tidak membalas senyumannya. Lelaki itu berpura baik-baik saja padahal aku hampir mati memikirkan semua ini. “Bulan,” panggilnya. “Duduk di sini, ada yang mas mau katakan,” jawabnya kemudian. Aku duduk di depan Mas Bayu. Dia terus menatapku. Sesekali Mas Bayu menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Dia memandangiku dengan serius. “Maafkan mas.”Kata pertama yang keluar dari mulut manisnya. Sama seperti janji manisnya saat itu. “Mas tidak ingin kamu terluka lebih banyak lagi, Bulan.”“Mas sama sekali tidak bisa menahan godaan ini, mas khilaf.” Mas Bayu menunduk ke bawah. Ku kepal tanganku dengan kuat. Aku berusaha tenang mendengarkan ucapannya. “Mas tidak bisa meninggalkan Zara, sama sepertimu.”“Mas tidak bisa memilih diantara kalian berdua,” jawabnya. Aku
Aku sulit terlelap tidur. Aku terus menangis di bawah tumpukan bantal. Dadaku terasa sesak. Ini adalah mimpi buruk. Mimpi buruk yang sama sekali tidak aku harapkan.“Bulan, kamu harus berjuang. Jangan pernah maafkan Mas Bayu, dia bercinta dengan perempuan lain!”“Dia bercinta dengan perempuan lain!” Aku berusaha menguatkan diriku sendiri malam ini.Mas Bayu benar-benar kurang ajar. Apa dia tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini? Aku hancur, aku terluka. Aku benar-benar tidak bisa berpikir apapun sekarang. Dadaku terasa sesak bahkan aku sangat sulit untuk bernapas.Dari tadi sore, ibu dan ayah berusaha menghubungiku. Namun, aku belum mengangkat telepon dari mereka. Aku tidak kuasa menjelaskan bagaimana Mas Bayu menghianatiku.Klek~Pintu tiba-tiba terbuka. Aku spontan menutup seluruh tubuhku dengan selimut. Langkah kaki itu jelas terdengar. Perlahan, Mas Bayu naik di atas tempat tidur.“Bulan?” panggilnya. Aku tidak bersuara. Aku ingin berteriak di depannya namun aku tidak punya tenag
Apa rasanya melihat sang suami sedang bercinta dengan perempuan lain? Bagaikan mimpi buruk. Aku tidak pernah berpikir jika Mas Bayu akan melakukan hal itu. Tapi, kenyataan menyadarkanku. Di depan mataku sendiri, aku melihatnya. Saling mendesah dalam kenikmatan cinta yang semu.Dia berselingkuh. Air mataku terjatuh lagi. Dadaku terasa sesak. Di ruangan serba putih itu, aku terus menangis.Hening.Tidak ada yang menghampiriku. Siapa yang membawahku ke sini? Apa yang terjadi? Otakku bahkan tidak bekerja dengan baik lagi. Aku rasa, sekarang aku sudah gila.“Bulan!” Dari arah pintu, Yuni berlari menghampiriku. Aku membuang pandangan. Aku tidak ingin menatapnya. Dia dan Mas Bayu sama saja. Para penghianat yang menutupi aksi bejat ini.“Aku nggak tahu jika Bayu berselingkuh sejauh ini.”“Aku hanya tahu jika dia menyukai perempuan lain. Aku sudah melarangnya. Aku sudah berusaha untuk menasehatinya. Dia akan datang ke sini.”“Tadi kamu pingsan, secepat mungkin aku bawah ke sini.”Yuni berusaha
Dua hari tidak bertemu Mas Bayu, aku merasa lebih baik seperti ini. Melihatnya membuatku marah.“Bulan, apa kamu sudah siap menyandang status janda?” tanya ibu. Dia tiba-tiba berdiri di depan pintu. Menatapku dengan ekspresi nanar. Penuh tanda tanya di wajahnya.“Aku sudah siap ibu, apa salahnya?” jawabku.Aku mengambil ponsel. Ku lihat ada sepuluh panggilan tidak terjawab dari Mas Bayu. Ah, lelaki itu masih punya nyali untuk menghubungiku saat ini.“Apa tidak malu?”Aku menggelengkan kepala. Untuk saat ini, semua orang akan menertawaiku. Semua orang akan menghinakan statusku. Bahkan saat aku keluar rumah, beberapa tetangga sudah mulai bertanya.“Aku tidak malu, dari pada aku harus bersama Mas Bayu dalam kebohongan. Aku tidak mau!” ucapku segera. Air mataku terjatuh. Namun secepat mungkin aku menyekanya. Aku tidak ingin ibu melihatku menangis. Aku tidak ingin!“Tapi Bulan, kamu masih muda. Semua orang akan bertanya-tanya, bahkan beberapa tetangga sudah bertanya mengenai semua ini.“Aku