Share

Bulan Purnama Yang Sendu

Bulan tampaknya malu-malu untuk memunculkan dirinya. Aku ingat saat Mas Bayu memujiku. Katanya, aku bagaikan Bulan purnama di hatinya. Menyinari Mas Bayu saat lelaki itu mengalami keterpurukan.

Tapi, apa balasannya kepadaku?

Aku masih menunggunya di atas balkon. Semua memori mengenai kebersamaan kami tiba-tiba terputar kembali. Bagaikan kaset kusut yang tidak bernilai. Rumah tangga ini sudah retak dengan kebohongan. Kebohongan Mas Bayu yang berusaha ditutupinya.

“Bulan,” sahut Mas Bayu kemudian. Dia berjalan mendekatiku dan duduk di sampingku.

“Mas mencarimu, mengapa suka duduk di sini?” 

Aku menghela napas panjang saat dia duduk di sampingku. Aku ingin mencabik mulutnya saja.

“Bulan sayang,” panggilnya. Dia menyentuh kepalaku. Mas Bayu menatapku dengan sangat lama. Aku spontan tertunduk ke bawah. Air mataku mengalir tanpa komando dan membuat Mas Bayu panik.

“Kamu masih marah sama mas?”

“Mas tidak membohongimu sayang, mas tidak melakukan apapun!” ucap Mas Bayu. Aku menggelengkan kepala. Aku tidak kuasa berkata. Luka ini menghujam seluruh tubuhku.

“Bulan, mas mau kamu percaya kepada mas, semua sudah kita lewati berdua, sayang!”

“Mas terpuruk, masa mas tega menghianatimu?”

“Mas bertemu Zara, hanya pertemuan biasa saja, sayang!” ucap Mas Bayu. Aku tidak memandangi wajahnya. Aku jijik.

“Bulan,” panggil Mas Bayu lagi. Dia mendekatkan wajahnya. Dia menyentuh pipiku, tangannya beralih ke bibirku. Mas Bayu mendekatkan bibirnya namun segera aku memundurkan wajahku. Aku tidak mau. Aku tidak bisa.

“Tidak mau cium mas lagi?” Wajahnya terlihat kecewa. Aku menyeka air mataku secepat mungkin. Angin malam mengibaskan rambut panjangku.

“Aku lelah, aku mau masuk ke dalam kamar.” Aku bergegas meninggalkan Mas Bayu. Dia mengengam tanganku secepat mungkin.

“Bulan…,”

“Mas sangat sayang denganmu.”

“Mas tidak bisa jika kamu seperti ini, mas …,”

“Mas merindukanmu malam ini, sangat merindukanmu,” ucapnya. Aku menghela napas kasar ke udara. Serasa ada bongkahan besar yang berusaha aku telan.

“Bulan, dia berselingkuh! Dia menjama perempuan lain, suamimu bercinta dengan perempuan lain!” batinku. Aku berusaha tetap tenang. Aku sekuat tenaga menahan emosi di dadaku.

Aku tidak menghiraukan Mas Bayu, aku bergegas pergi dan meninggalkannya tanpa bersuara sedikit pun.

***

Pagi hari seperti biasanya Mas Bayu tidak membangunkanku. Dia bergegas pergi ke kantor. Biasanya, Mas Bayu membangunkanku dengan mengecup keningku. Tapi, semuanya tampak berbeda, Mas Bayu tidak melakukan itu lagi.

Sejujurnya, aku ingin membongkar perselingkuhan ini. Menjelaskan kepadanya dan memakinya. Aku ingin mematahkan kata-kata Mas Bayu tentang cinta. Semua itu omong kosong, semua itu hanya kebohongan.

“Non Bulan mau keluar?” tanya bibi Sri yang melihatku sudah siap untuk keluar.

“Pak Ujang di rumah saja, biar aku sendiri!”

“Tapi Non Bulan tidak apa-apa?” tanyanya lagi. Aku mengangguk sambil berusaha tersenyum. Sejujurnya kepalaku sangat sakit. Namun hatiku lebih sakit, bahkan sekarang menjadi kaku. Aku tidak bisa merasakan apapun.

Aku menyetir mobil menuju rumah sakit, aku lupa menghubungi Yuni dan menjelaskan semua ini. Aku sengaja melakukannya. Aku ingin mengumpulkan banyak bukti dan segera ku aduhkan Mas Bayu kepada kedua orang tuanya.

Sesampai di rumah sakit Bunda, aku bergegas turun. Aku berjalan menuju kamar VVIP. Aku harus tahu, mengapa perempuan itu sakit. Apa yang terjadi?

Aku bertanya kepada salah satu perawat, aku melihat tidak ada mobil Mas Bayu di parkiran, mungkin saja Mas Bayu tidak mengunjunginya.

“Suster, perempuan yang di dalam sana di mana?” tanyaku. Seorang suster sedang sibuk memeriksa beberapa berkas.

“Nona Zara, dia sudah keluar,” jawabnya.

“Kalo boleh tahu, perempuan di sana sakit apa?” tanyaku lagi. Aku benar-benar penasaran.

“Nona Zara batuk, dia segera di bawah ke rumah sakit ini tiga hari yang lalu,” jelasnya.

“Batuk? Hanya batuk biasa? Kok masuk ke rumah sakit?” tanyaku lagi.

“Terima kasih Suster.”

Aku bergegas pergi meninggalkan rumah sakit. Aku harus mencari alamat rumah perempuan bernama Zara. Aku juga tidak lupa menghubungi Gani. Sekretaris suamiku itu. Kata Gani, Mas Bayu lagi keluar.

“Mungkin ke rumah perempuan itu,” pikirku kemudian.

Aku melangkah menuju parkiran. Aku bergegas meancap gas menuju salah satu apartemen. Mas Bayu pernah menagatakan bahwa dia ingin membeli satu apartemen di daerah Menteng. Tapi tidak mungkin Mas Bayu ke sana. Tidak mungkin, pikirku.

“Mbak Bulan, sepertinya bapak ke perumahan angrek,” jelasnya.

“Oke, makasih Gani yah,” sahutku kemudian. Aku meletakkan ponsel di atas dashboard. Aku bergegas menuju perumahan angrek. Aku pernah ke tempat itu bersama Yani.

Sesampai di depan gerbang angrek, aku bertanya kepada salah satu satpam, katanya tidak ada perempuan bernama Zara. Hanya ada nama Zahrani. Mungkin saja nama perempuan itu Zahrani. Aku bergegas ke alamat yang ditujuh.

Rumah perempuan itu terletak di paling ujung. Aku memarkir mobilku sedikit berjauhan. Aku kemudian turun. Sebelum melangkahkan kakiku. Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Berusaha untuk tetap tenang.

Namun, bola mataku terbelalak saat melihat mobil Mas Bayu berwarna putih yang terparkir di depan rumah minimalis itu. Aku melangkah dengan sangat pelan. Deru napasku memburu. Aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih.

Aku mencoba berjalan di sekitar perumahan itu, aku melihat tidak ada yang berada di dalam rumah. Aku perlahan masuk dan mencoba untuk menekan bel. Sialnya, tidak ada yang keluar.

Air mataku mengalir saat melihat sepatu Mas Bayu berada di luar. Aku yakin, suamiku berada di dalam sana. Jantungku berdetak lebih cepat. Aku gugup, tanganku sangat dingin dan serasa tengorokanku tercekak.

“Permisi!”

Tidak ada yang menyahut.

“Di mana mereka?” batinku kemudian.

Sebuah kamar terletak di depan rumah tamu. Kamar itu terbuka dengan jelas. Aku perlahan masuk dan mencoba mengintip dari balik pintu.

“Mas … ah … mas geli!” suara desahan itu nyaris membuatku mati. Tanganku sangat dingin dan aku mencoba untuk tetap melihat apa yang terjadi di dalam. Siapa itu? Mas Bayu kah? Air mataku mengalir. Dadaku bergemurung dan aku merasa pasokan oksigen di sekitarku menipis. Tuhan, aku benar-benar tidak sangup.

Suara desahan itu semakin mengelegar. Apa yang terjadi di dalam sana. Mereka bercinta? Ah, mereka bercinta? Pikirku. Aku kalud, aku tidak bisa bepikir jernih lagi.

Mataku terbelalak saat melihat seorang perempuan berlingerie sedang berada di bawah kungkungan seorang pria. Perempuan itu mendesah bersama Mas Bayu. Itu Mas Bayu, lelaki itu Mas Bayu. Air mataku tumpah, pertahananku roboh. Aku tidak bisa berpikir apapun. Belati itu seakan menusuk hatiku lebih dalam, membuatku seakan mati.

“Tunggu sebentar lagi sayang … mas mau keluar!”

“Kita keluar sama-sama!” kicauannya itu membuatku muntah. Mereka bercinta, suamiku bercinta. Mas Bayu bersama perempuan lain dan mereka nyaris telanjang.

“Mas, sedikit lagi!”

“Mas …,” desahan panjang itu mengakhiri pergulatan panas mereka. Mas Bayu membaringkan tubuhnya di samping perempuan itu dan memeluknya dari belakang. Aku berusaha mengigit bibir bawahku agar tangisanku tidak pecah. Darahku bercampur saliva, aku mengepal tanganku hingga jemariku berwarna putih.

Dadaku sangat sakit, cairan penyatuan mereka begitu jelas terlihat di atas tempat tidur. Tuhan, aku rasnaya ingin lenyap saja sekarang ini. Aku tidak tahan lagi, aku tidak tahan lagi.

“MAS!”

“MAS SEDANG APA?” teriakku dan membuat kedua manusia yang ditengah mabuk asmara itu spontan menatapku yang berada di depan pintu.

Bersambung …

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah kau zahra. kau g berguna, syujurin diselingjuhi. makanya punya kemampuan jgn dibawa tidur nyet.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status