Beranda / Romansa / Perempuan Kopi / Sebuah Perdebatan (45)

Share

Sebuah Perdebatan (45)

last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-09 06:49:08
Amanda dengan tergesa-gesa keluar dari kamarnya. Perempuan berkacamata itu berjalan cepat menuju tempat Airin dan Alfian berada.

Airin masih nampak tertidur, begitu pula laki-laki itu. Amanda membangunkannya pelan dan mengajaknya menjauh dari kamar tempat Airin terbaring.

“Mereka sedang mencarimu. Apa kau tahu siapa perempuan yang bersamamu itu,” ujar Amanda cepat.

Alfian menatap perempuan yang berdiri kaku di hadapannya. “Ya, tentu saja aku tahu.”

“Lalu, bagaimana kau masih nekat membawanya. Kembalikan dia ke keluarganya atau kau akan mendekam di penjara.”

“Aku tak bisa.”

“Kenapa? Kau menyukainya?”

Alfian mengangkat bahu, “Aku tak butuh alasan untuk menahan dia di sisiku.”

“Ayolah, Al. Hentikan permainan ini.”

“Aku sedang tidak bermain-main. Mungkin perempuan itu sakit. Aku akan membereskan semuanya.”

Amanda frustasi seketika. “Kau bukan siapa-siapanya. Jadi, biarkan keluarganya yang mengurus.”

“Lakukan saja tugasmu, Amanda. Dan, jangan terlalu ikut campur dengan urusanku.
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perempuan Kopi   Sepasang Mata yang Mengganggu (46)

    Airin membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar. Rasanya seperti mimpi. Ia bisa kembali pulang, walaupun hanya ke rumah Juli. Airin coba memejamkan mata, kelelahan yang luar biasa menjangkiti sekujur tubuh, hati, hingga pikirannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya, kecuali mengambil beberapa waktunya untuk tidur. Belum sempat ia terlelap, tiba-tiba perempuan itu kembali membuka mata. Entah datang dari mana, sekonyong-konyong bayangan laki-laki asing yang mengurungnya muncul tanpa diundang. Airin merasa terganggu dengan tatapan mata redup dari lelaki itu. Dan, di mana ia pernah melihat bola mata dengan warna hazel yang indah itu? Akhirnya, Airin memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia terlalu penat untuk berada di tempat tidur terlalu lama tanpa bisa memejamkan mata. Kondisi pikirannya yang memburai di tambah kelelahan membuatnya merasa payah. Perempuan itu mendudukan tubuhnya di atas sofa, seraya meraih remote televisi di sisi sofa. Sebuah berita tersi

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-10
  • Perempuan Kopi   Bertahan untuk Menang (47)

    Sebuah mobil carry terparkir di halaman rumah berarsitektur Belanda. Halaman rumah itu terbilang cukup luas dengan bunga-bunga tumbuh subur serta terawat. Seorang lelaki paruh baya keluar dengan tergopoh-gopoh demi menyambut tamu yang datang dari jauh. Setelah membayar supir carry, seorang perempuan menghambur ke arah lelaki tua itu. Di belakangnya berdiri kaku suami dan tiga anaknya, seorang laki-laki kurus berbadan jangkung dengan wajah yang tak ramah. walaupun, terbilang cukup tampan untuk anak seusianya. Dan, kedua putrinya yang satu berwajah oval dengan mata sipit serta gadis kecil dengan rambut ikal. “Kenapa kalian hanya diam,” ujar perempuan itu. “Beri salam pada kakek,” perintahnya. Ketiga bocah itu pun memberi salam. Sang kakek pun tersenyum. “Ayo masuklah dulu. Kalian pasti sudah lapar.” “Airin…Airin, di mana kamu,” laki-laki itu memanggil nama Airin. Seorang bocah cilik muncul dari atas tangga. Dengan sedikit berlari, ia menuruni tangga. “Lihat bibimu sudah datang.” A

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Perempuan Kopi   Semua Sesuai Kehendakmu (48)

    Sandy tiba di rumahnya dalam kondisi semua lampu tidak menyala. Ia heran, karena mobil Hanna terparkir di garasi. Setelah menyalakan lampu, laki-laki itu menuju kamar istrinya dan mengetuk pintu. Tidak ada jawaban dari dalam. Sandy mendorong pintu kamar istrinya pelan. Ia terperanjat melihat perempuan itu terbaring di ranjang tak bergerak. Sandy menghampiri mencoba membangunkan Hanna. Sesuatu telah terjadi, Sandy tak ingin membuang waktu lagi. Laki-laki itu membopong istrinya dan dengan segera membawanya ke rumah sakit **** Adrian mendapati Tania di depan flatnya sepulang ia mengunjungi Airin. “Hai, Tania,” sapa laki-laki itu. “Sudah dari tadi?” Tania tersenyum mendengar pertanyaan Adrian lalu menggeleng. “Baru saja.” Adrian terdiam, “Aku ingin masuk…” ujarnya basa basi. “Mau aku buatkan sesuatu?” Adrian tampak berpikir sesaat, “Hmmm… aku tak yakin…” Tania merajuk, “Hmm… sayang sekali, aku tadi membeli dimsum dan mie instan sebelum ke sini.” Perempuan itu berujar seraya menunj

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-15
  • Perempuan Kopi   Ibu Peri Harus Mati (49)

    Adrian merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Laki-laki tampan itu mencoba kembali memejamkan mata, karena hampir semalaman ia terus terjaga. Namun, secara tiba-tiba bayangan Airin berkelindan dalam benaknya. Laki-laki itu menarik napas panjang. Pagi harinya dimulai dengan kelelahan yang teramat sangat; lelah hati dan juga pikiran. Maka, ia memutuskan untuk keluar dari kamar dan menikmati secangkir kopi dengan ditemani pesan yang masuk dari Tania melalui ponselnya. “Kamu sudah sarapan?” Adrian menjawab singkat. “Belum. Mungkin nanti aku akan keluar sebentar untuk mencari sarapan.” “Baguslah, Yan.” Pesan Tania terhenti hingga di situ. Adrian kembali menyesap kopinya secara perlahan. “Mungkinkah Kak Rin berubah?” Laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ucapan Airin menyakiti hatinya, namun ia tak juga bisa membenci perempuan itu. Sial! Adrian pun memutuskan untuk keluar, sekedar mencari udara segar dan sarapan. Namun langkah kakinya terhenti ketika melihat Sandy sudah ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-16
  • Perempuan Kopi   Sebuah Janji yang Terucap (50)

    Adrian mendorong tubuh Tania lembut. “Tania maafkan aku…” desah Adrian. Tania terdiam beberapa saat, lalu ia tersenyum. “Lupakan, Yan. Anggap itu tak pernah terjadi.” Adrian beringsut mundur seraya menggigit bibirnya. Ada rasa sesak yang tiba-tiba menekan dadanya. “Yan, kamu baik-baik saja, kan?” Tania menatap Adrian khawatir. “Dadaku nyeri sekali,” desah Adrian seraya memukul-mukul dadanya. “Kamu pasti kebanyakan merokok, Yan.” Adrian menggeleng. Tiba-tiba, ia teringat pada Airin. Kecemasan menghantuinya. “Kita ke rumah sakit, ya?” “Tidak usah. Aku ingin pulang saja dan beristirahat.” “Kalau begitu, aku antar, ya,” ujar Tania lagi. “Sudah malam. Kamu istirahat saja di rumah.” Setelah berkata demikian, Adrian keluar dari apartemen Tania. Ia terus berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilnya. Laki-laki itu melajukan mobilnya dengan pelan menembus gelapnya malam. **** Alfian berjalan cepat mengikuti petugas IGD melewati koridor yang tengah mendorong brankar dari ambu

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-16
  • Perempuan Kopi   Musuh Terselubung (51)

    Adrian membuka lembar demi lembar file berisi catatan keperawatan dan tindakan yang telah dilakukan pada Airin. Lagi-lagi, nama Alfian mengganggunya. Bagaimana mungkin, ‘kakak’ Airin tiba-tiba muncul begitu saja. “Terima kasih.” Adrian mengembalikan file yang selesai dibacanya kepada perawat. “Oh iya, ada siapa di dalam, selain Airin.” “Kakak pasien, Dok.” Lagi-lagi, Adrian mengernyit. “Kakak macam apa…” gerutu Adrian yang mulai didera oleh kecemburuan. Adrian berjalan menuju kamar Airin lalu mengetuk pintunya. Terdengar suara laki-laki dari dalam yang memintanya masuk. Dengan perlahan, Adrian membuka pintu seraya mengatur debaran jantungnya sendiri. “Apa yang harus aku lakukan di dalam?” Dan, tentu saja Adrian tidak menginginkan pemandangan ini. Ia melihat seorang laki-laki tengah mengelap wajah Airin dengan waslap. Yang lebih menyakitkan, Airin bersikap layaknya bocah cilik yang tengah dibersihkan oleh ibunya. Sudah barang tentu kehadiran Adrian membuat Airin sedikit terkejut

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Perempuan Kopi   Tinggalkan Aku, Tania (52)

    “Hanna, kamu tidak bekerja hari ini?” Sandy bertanya kepada istrinya yang tengah tergagap melihatnya. “Aku cuti.” Hanna menjawab cepat seraya mematikan ponselnya. “Apa kamu sakit?” “Tidak. Aku hanya sedikit lelah.” Sandy manggut-manggut lalu mundur teratur. Ia meninggalkan Hanna menuju kamarnya sendiri. Hanna melempar ponselnya ke atas ranjang seperginya Sandy, suaminya. “Apa dia mendengar sesuatu?” Hanna bergumam. Tubuh perempuan itu mulai gemetar. Dia tahu, ia telah melakukan sesuatu tapi tidak tahu bagaimana cara mengakhirinya. **** Setelah beberapa hari menjalani perawatan, Airin pada akhirnya diizinkan pulang. Alfian masih saja di sisinya. Yang mau tidak mau membuat Adrian dibakar cemburu. Namun ia tahu, Airin tidak bisa dipaksa. Maka, Adrian memilih memberikannya waktu untuk bisa berpikir jernih. Laki-laki itu masih meyakini bahwa Airin masih mencintainya. Kegelisahan Adrian tentu saja terbaca oleh Tania. Perempuan itu merasa peluangnya untuk mendekati Adrian makin b

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-28
  • Perempuan Kopi   Kenangan yang Sisakan Cerita (53)

    Airin tertegun ketika Juli menyerahkan sebuah amplop berwarna kuning gading padanya, saat perempuan itu mengunjunginya di kantor. “Apa ini?” tanya Airin seraya menerima amplop tersebut. Netranya menatap Juli heran. “Buka saja. Nanti kamu juga tahu,” ujar Juli datar. Airin membuka amplop itu dan menarik secarik surat yang ada di dalamnya. Dibukanya surat tersebut. Airin menatap tulisan tangan Adrian yang tertera di sana dan mulai membaca kata demi kata yang digoreskan oleh lelaki itu. Perempuan itu pun terdiam, merasa seakan udara di sekelingnya menghampa dan napasnya pun terhenti. “Sebenarnya, apa yang kamu inginkan Airin? Apakah seperti itu?” Juli bertanya dengan nada menyindir. Airin menghela napas panjang. Lalu melipat kembali suratnya, sembari berujar pelan, “Ka-kapan kamu menerima surat ini, Juli?” tanya Airin. “Kemarin.” Airin kembali menghela napas panjang. “Baiklah. Te-terima kasih. A-aku harus pergi sekarang,” Airin berujar dengan kikuk. Perempuan itu keluar dari ru

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-04

Bab terbaru

  • Perempuan Kopi   Sebuah Kontroversi (78)

    Sepulang mengunjungi Juli, Airin memutuskan untuk ke supermarket. Ia berkeliling mencari beberapa bahan makanan dan bumbu-bumbu kering. Airin berhenti di lemari pendingin dan menemukan beberapa pak jeruk nipis. Ia mengambil beberapa bungkus dan meletakannya di dalam keranjang.“Alfian itu seperti duri dalam daging. Tak tampak, namun menyakitkan.” Tiba-tiba, ucapan Juli kembali terngiang. Airin mematung. “Karena dia sepupumu, maka kesempatan untuk mendekatimu lebih banyak demikian pun kesempatan untuk menyita waktumu. Seandainya cara Alfian memandangmu dan perlakuannya padamu tidak seperti itu.”“Memang apa yang salah dari Alfian?” gumam Airin seraya melangkahkan kaki menjauhi lemari pendingin itu. Namun, langkah kaki Airin terhenti ketika ia mengingat pembicaraannya dengan Alfian di tepi pantai.“Aku tidak tertarik untuk melindungi perempuan lain kecuali keluargaku.”Bukankah Alfian pernah meminta pertimbangannya, ketika Airin meminta laki-laki itu untuk mencari pendamping. Dia berkat

  • Perempuan Kopi   Kepergian Moza (77)

    Airin berjalan cepat menuju Instalasi Gawat Darurat. Dengan resah perempuan itu menunggu ambulan yang membawa Moza datang. Beberapa jam berlalu, sebuah ambuan berhenti di depan lobi IGD, ketika pintu pasien terbuka, Nadia menghambur lebih dulu ke arah Airin. Bocah cilik itu menangis dalam pelukan bibinya.Petugas IGD membawa Moza yang terbaring lemah di atas brakar. Mereka bergerak cepat menangani Moza yang sesekali masih terus muntah darah.“Bi, apa mama akan baik-baik saja?” tanya Nadia pada Airin.Airin mengusap kepala Moza. “Kita do’akan saja, Sayang.”Nadia hanya menatap ke arah ibundanya dengan tatapan hampa. Airin menatap ke arah bibinya kemudian membawa Nadia untuk mendekat.“Airin…bagaimana kalau Moza tidak tertolong,” ujarnya terbata di antara isak tangis.“Kenapa Nenek bicara seperti itu?” protes Nadia. “Mama akan baik-baik saja.”Perempuan itu kembali menangis. “Apa Alfian tahu?”Airin menggeleng lemah. “Airin tidak tahu bagaimana caranya memberitahu Alfian, Bi.”“Keluarg

  • Perempuan Kopi   Kecemburuan Adrian (76)

    Airin terlihat sedikit berpikir, hingga tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Tampak kepala Adrian menyembul dari balik pintu.“Boleh aku masuk?” tanyanya tatkala merasakan ada aura berbeda di dalam ruang perawatan Alfian. Hawa yang sedikit memanas di antara dua orang wanita yang saling berdiri berhadapan itu.“Hai, Yan. Masuklah,” suara Alfian terdengar renyah. “Dengan siapa kamu datang?”Adrian mendorong pintu pelan, hingga tampaklah sosok Daniela di sisinya.“Dia bersikeras ingin ikut,” ujar Adrian seraya menunjuk ke arah Daniela dengan dagunya.Alfian tersenyum. Daniela masuk dengan senyum mengambang. “Apa kami mengganggu?” sindirnya pada Airin dan Amanda.Alfian lagi-lagi tersenyum. “Tentu saja tidak. Senang bertemu dengan kalian.”Airin Mengalihkan perhatiannya pada dua tamu yang baru saja datang, sedang Amanda memilih memutari tempat duduk Alfian dan mengambil tempat di sisi laki-laki itu.“Oh iya, ini Amanda, rekan kerjaku,” ujar Alfian kepada Adrian. “Kami beda unit tapi kami sa

  • Perempuan Kopi   Hadirnya Amanda (75)

    Alfian telah dipindahkan ke ruang ICU. Ia masih juga belum sadar akibat luka di kepalanya dan beberapa luka di bagian tubuh lainnya. Bibi Airin datang hanya sekali selama Alfian di rawat. Dan, ia tidak bisa berhenti menangis demi melihat putranya terbaring penuh luka dan tanpa daya.“Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Alfian?” ujar perempuan itu.“Semua akan baik-baik saja, Bi,” jawab Airin.“Seharusnya kamu bisa lebih memperhatikannya, Airin. Bukankah Alfian sudah banyak berkorban untukmu?”Airin terdiam. Lalu kembali berujar, “Maafkan Airin, Bi.”Perempuan itu mendengus kesal. “Bagaimana aku bisa memaafkan seseorang yang membuat putraku menderita…” rutuknya.Airin menatap sang bibi dengan tatapan bingung. Ia tidak mengerti ke mana arah pembicaraan adik ibunya itu.***Airin mengelap tubuh Alfian dengan lap hangat ketika ia menemui laki-laki itu di ruang intensif.“Dia akan baik-baik saja, jangan khawatir.” Seorang perawat berujar seraya mencatat tekanan darah Alfian dengan papan b

  • Perempuan Kopi   Sebuah Kecelakaan (74)

    Airin merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Entah mengapa, hari ini terasa begitu berat baginya. Rasanya ia ingin sekali menghilang. Semua orang yang dikenalnya meminta mantan istri Sandy Keenan itu untuk mengakui hubungannya dengan Adrian di hadapan Moza. Namun keraguan mengantuk langkah kakinya untuk menuju ke sana. Apakah Moza akan baik-baik saja dan menerima bahwa ia dan Adrian saling mencintai? Airin benar-benar dibuat gila dengan kenyataan ini.***Daniela duduk di beranda. Tubuhnya memang berada di sana namun pikirannya tengah bergerilya jauh meningglkan jasadnya. Hingga hal tersebut membuat Adrian merasa heran.“Kamu sedang berpikir apa?” tanya laki-laki itu seraya duduk di sisi sahabat cantiknya.“Hmm… Moza,” ujarnya cepat.Adrian mengernyitkan dahi. “Moza?” ulangnya.Daniela mengangguk. “Aku belum pernah bertemu perempuan seblak-blakan itu. Entah apa yang ada di dalam kepalanya.”Adrian terdiam. “Tekadnya sangat kuat.”“Kukira, itu justru sebuah kekonyolan.”Adrian menatap Da

  • Perempuan Kopi   Kegusaran Alfian (73)

    “Kak Rin terlihat luar biasa,” bisik Adrian kepada Airin ketika perempuan itu tengah menyiapkan piring-piring di meja makan. “Daniela pun sama.” Airin menjawab cepat. Adrian tersenyum ketika melihat ada nada cemburu terselip dalam pernyataan Airin.“Aku sengaja membawanya agar terselamatkan dari Moza.”Airin menatap Adrian sesaat dan Adrian tersenyum manis di hadapannya.“Halo, Yan!” Suara Alfian mengejutkan keduanya. Tampaknya laki-laki itu baru muncul setelah pesta berjalan separuh jalan.“Hai, Al. Apa kabar,” Adrian menghampiri kakak sepupu Airin dan mengulurkan tangan. Alfian membalas uluran tangan Adrian hangat.“Kau datang bersama siapa?” tanya Alfian, “apa gadis berbaju merah jambu itu?” Alfian menunjuk ke arah Daniela yang tengah bicara dengan Juli dengan matanya.“Ah, ya. Dia Daniela, temanku dari Kanada,” terang Adrian.“Aku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu.”“Ya, dia bercerita padaku.”Alfian tersenyum, “Kembalilah bersamanya, aku akan membantu Airin di sini,” Alf

  • Perempuan Kopi   Ulang Tahun Moza (72)

    Moza memasuki kamarnya, lalu meletakkan semua hadiah yang didapatnya dari Alfian di atas tempat tidur. Ada kegelisahan bergelayut dalam relung batinnya. Ia yakin, kalau Alfian tidak akan pernah melakukan keinginan adik semata wayangnya itu untuk mengundang Adrian di hari ulang tahunnya.“Kenapa kamu tidak berjuang untuk memenangkan hati Airin saja, Al. Dasar bodoh!” maki Moza. Sesungguhnya, Moza ingin melihat laki-laki itu bahagia bersama perempuan yang dicintainya sepenuh hati. Itu sebabnya, ia bersusah payah menjadi gila dengan mendekati Adrian apa pun yang terjadi. Mengenai perasaannya, sudah tidak penting lagi. Dia jatuh cinta atau tidak, rasanya tidak pernah akan ada bedanya. Toh, ia pun akan segera mati.***Alfian memasuki ruang makan di pagi itu dengan kaos oblong dan celana katun longgar. Jelas sekali kalau laki-laki itu tidak memiliki rencana apa pun hari ini. Moza dan Nadia telah duduk di meja makan. Mamanya meletakkan sepanci sup di atas meja seraya tersenyum menatap ke ar

  • Perempuan Kopi   Perempuan yang Berbeda (71)

    Alfian duduk tepekur di balkon, di depan kamarnya. Ia ‘sedikit’ terkejut mendengar penuturan Airin yang ingin melepaskan Adrian. Jauh di dalam lubuk hati terdalam, laki-laki itu merasa bahagia. Namun, di sisi lainnya, Alfian merasa tidak memiliki arti apa-apa. Mungkin, ke depan ia bisa saja mulai melancarkan aksinya untuk membuat Airin berpaling dari Adrian. Akan tetapi ia memiliki keraguan yang besar terhadap sikap Airin sendiri. Benarkah perempuan itu bisa move on dari Adrian lalu berpaling menatapnya?Di tempat lain, Airin tengah berbaring di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamar. Menimbang kembali apa yang dikatakan Alfian, “Kalau kamu meninggalkan Adrian dan merasa baik-baik saja, maka silakan kamu lakukan. Namun, jika kamu meninggalkannya tapi kamu merasa ingin mati karena hal itu, maka jangan pernah lakukan. Ingat Airin, bukan hanya dua tiga hari kamu berharap bisa bertemu dan berharap hubunganmu membaik dengannya, tapi kamu men

  • Perempuan Kopi   Sebuah Kendali (70)

    Adrian dan Airin sama-sama tertegun demi mendengar ucapan Daniela.“Niel, kamu apa-apaan, sih?” protes Adrian.Daniela tersenyum melihat perubahan air muka Airin. “Aku hanya berkata yang sebenarnya, Yan. Apa kamu tidak pernah mengatakan padanya, apa alasanku menyusulmu ke sini?”“Niel, cukup!” Adrian membentak Daniela. “Ayo, Kak, kita pergi dari sini.” Adrian menggengam jemari tangan Airin membawanya menjauh dari Daniela.“Sebentar, Yan.” Airin melepaskan genggaman tangan Adrian. “Seharusnya aku bertanya kenapa perempuan itu tinggal bersamamu?”Adrian menatap Airin, “Aku hanya menampungnya, Kak. Dia tidak punya siapa-siapa di sini.”“Sedekat apa kamu dan dia?”“Tentu saja kami sangat dekat. Dia satu-satunya temanku di Kanada.”Bibir Airin baru saja ingin membuka untuk bicara lagi, namun tiba-tiba ia terdiam. Entah apa yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status