Beranda / Romansa / Perempuan Kopi / Sebuah Kontroversi (78)

Share

Sebuah Kontroversi (78)

last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-19 06:11:40

Sepulang mengunjungi Juli, Airin memutuskan untuk ke supermarket. Ia berkeliling mencari beberapa bahan makanan dan bumbu-bumbu kering. Airin berhenti di lemari pendingin dan menemukan beberapa pak jeruk nipis. Ia mengambil beberapa bungkus dan meletakannya di dalam keranjang.

“Alfian itu seperti duri dalam daging. Tak tampak, namun menyakitkan.” Tiba-tiba, ucapan Juli kembali terngiang. Airin mematung. “Karena dia sepupumu, maka kesempatan untuk mendekatimu lebih banyak demikian pun kesempatan untuk menyita waktumu. Seandainya cara Alfian memandangmu dan perlakuannya padamu tidak seperti itu.”

“Memang apa yang salah dari Alfian?” gumam Airin seraya melangkahkan kaki menjauhi lemari pendingin itu. Namun, langkah kaki Airin terhenti ketika ia mengingat pembicaraannya dengan Alfian di tepi pantai.

“Aku tidak tertarik untuk melindungi perempuan lain kecuali keluargaku.”

Bukankah Alfian pernah meminta pertimbangannya, ketika Airin meminta laki-laki itu untuk mencari pendamping. Dia berkat
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perempuan Kopi   Perempuan Penikmat Senja (1)

    Perempuan itu berdiri di hadapan seorang laki-laki yang menatapnya khawatir. “Alenna,” ujarnya, “coba dengarkan aku sebentar saja, Sayang.” Tatapnya penuh permohonan. Perempuan bernama Alenna itu bergeming. Matanya yang hitam pekat menatap tajam ke arah laki-laki itu, hingga membuatnya salah tingkah. “A-aku mencintaimu, Al, sumpah!" kembali laki-laki yang bernama Rafael itu berujar; berusaha meyakinkan kekasihnya. Hawa dingin menghantam tengkuknya. Ia bisa mendengar suaranya yang terdengar parau di antara kegelisahan batinnya sendiri. “Aku sangat mencintaimu, Al,” ulangnya kembali–pelan namun penuh kesungguhan. Setidaknya, ia harus berusaha terlihat dan terdengar sungguh-sungguh, walaupun ia sendiri tidak terlalu yakin akan hal itu. Angin dingin terus berhembus di antara keduanya. Angin yang membawa sisa-sisa hujan di bulan Desember yang dengan sukses berhasil membekukan otak Rafael untuk bekerja lebih baik di hadapan Alenna, perempuan yang hampir lima bulan menjadi tunangannya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-14
  • Perempuan Kopi   Sandy dan Sebuah Rencana yang Tersusun  (2)

    Airin berbaring di atas ranjang, setelah bersitegang dengan alter ego-nya sendiri. Tidak ada satu sayuran pun yang tersisa di atas lantai, ketika kemarahan merasukinya. Semua nampak busuk! Itu pula yang menjadi alasan baginya tidak menyisakan satu sayuran pun untuk dikembalikan ke dalam lemari pendingin, tapi justru ia lemparkan ke tempat sampah. Hari itu pun, Airin membereskan rumahnya selama 8 jam, setelah hampir 3 hari ia tidak memejamkan mata, merangkai 200 halaman cerita tanpa jeda.Perempuan itu tersentak dari atas ranjang, ketika ia menangkap suara dari lantai bawah. Ia bangkit dari tidurnya, lalu dengan segera berlari menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Matanya menangkap sesosok laki-laki tengah menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa seraya memejamkan mata.Airin tersenyum. Lalu menghambur ke arah laki-laki itu. Namun, tiba-tiba ia berhenti – menahan diri untuk tidak mendekat di kala jarak mereka hanya selangkah saja. Suara dengkuran halus terdengar pelan. Nampaknya, S

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Perempuan Kopi   Lelaki itu Pergi (3)

    Airin memasuki sebuah kantor penerbitan. Disapanya beberapa staf yang nampak tidak asing baginya dengan ramah.“Hai, Airy!” Seorang perempuan bertubuh gempal dengan kulit putih menghampirinya. Matanya tampak berbinar. Ada gurat bahagia yang terpancar di wajahnya tatkala perempuan bernama pena Airy itu datang.“Hai, Juli.” Airin tersenyum melihat Juli yang terlihat berbeda dengan kamisol warna kuning gadingnya itu. “Wow, cantiknya…” puji Airin kepada sahabat sekaligus editornya itu.“Ini kamisol baru, loh.” Juli tertawa seraya berputar. “Bagimana, cantikkan?”“Warnanya lembut banget. Dan, cocok banget sama kulitmu,” ujar Airin. “Cantik banget, deh.” Airin mengacungkan jempolnya seraya berdecak.“Cukup membahas kamisolnya, Ry. Aku ingin mengucapkan selamat dulu. Buku terakhirmu diminati banyak orang. Selamat, ya!” ujar Juli antusias.Airin tersenyum. “Terima kasih, Jul. Kalau bukan karena kejelianmu dan promosi yang luar biasa, apalah arti buku-buku yang kutulis. Sekali lagi, makasih, y

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Perempuan Kopi   Airin dan Mimpi Buruknya   (4)

    Asap rokok mengepul memenuhi ruangan. Gelas-gelas sisa kopi berserakan di lantai. Airin terkapar di atas tempat tidurnya. Mata hitamnya menatap lurus ke arah langit-langit kamar. Perempuan itu seolah-olah melihat masa depannya sendiri melalui langit-langit yang berhias bintang-bintang berbahan fosfor itu. Menyaksikan dunia yang dibangunnya runtuh tanpa mampu berbuat apa pun, bukanlah impiannya. Bahkan, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang berharap demikian. Airin sama sekali tidak memiliki harapan untuk bertahan, dalam kemelutnya sendirian.Kepergian Sandy menjadi puncak depresinya. Ia merasakan lelah yang teramat sangat. Sepulangnya menginap semalaman di rumah sakit, saat orang-orang menemukannya tidak sadarkan diri di jalan kemarin. Rasa lelah bukan hanya menyerang fisik Airin, tapi juga pikirannya.Di atas pembaringan, Airin menarik napas panjang. Diangkat tangannya tinggi-tinggi. Mencoba menggapai udara kosong di hadapannya. Sedang satu tangan lainnya bermain dengan rokok ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Perempuan Kopi   Sebuah Permintaan (5)

    Santa Maria merupakan sebuah rumah sakit kecil dengan bangunan yang tampak suram dan terletak di pinggiran kota. Tidak banyak tenaga medis yang dimiliki oleh rumah sakit itu. Namun, Adrian Keenan, adik Sandy Keenan memilih bekerja di tempat yang ‘katanya’ katanya tidak memiliki masa depan itu. Ia akan dengan senang hati melayani pasien-pasien skizofrenia dengan berbagai macam kondisi yang membelit mereka.Siang itu, setelah bercengkerama dengan beberapa pasien yang datang dengan permasalahan mereka, Adrian duduk di bawah pohon akasia yang berada di belakang bangunan rumah sakit. Laki-laki itu menikmati secangkir kopi, ditemani sebatang rokok yang dihisapnya dalam. “Adrian…” Sebuah suara mengejutkannya. Ia melihat Tania tengah berjalan ke arahnya.“Tania? Wow, ini kejutan.” Adrian berujar seraya tersenyum pada perempuan yang tengah berjalan mendekatinya. Laki-laki itu membuang dan menginjak putung rokoknya.“Aku mencarimu kemana-mana. Ternyata kamu di sini.” Tania duduk di samping

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-01
  • Perempuan Kopi   Kedatangan Adrian Keenan (6)

    Adrian memutuskan untuk mengikuti keinginan Sandy setelah mengikat Tania dalam sebuah pertunangan. Sejujurnya, Tania sendiri tidak menginginkan skenario seperti ini. Namun, ia tidak bisa menahan kebulatan tekad Adrian untuk pergi ke ibu kota.“Tania, bersabarlah sampai waktu pernikahan kita tiba,” ujar Adrian sore itu yang terlihat tampan dengan jaket levis belelnya.Tania tersenyum masam. “Setialah padaku, jangan pernah sekali pun kamu berani berpaling. Atau kamu akan rasakan akibatnya, Yan.”Adrian tertawa. “Kamu menyeramkan, Sayang. Kenapa, sih, nggak bisa berlaku seperti Taniaku yang manis?”“Sungguh, Adrian. Aku lagi nggak ingin bermanis-manis dengaanmu.”Lagi Adrian tersenyum. “Tapi, kamu tetap terlihat manis, kok. Tenang saja. Aku nggak akan pernah berpaling.”“Janji?”Adrian mengangguk. Mau tidak mau, Tania pun tersenyum. Lalu perempuan itu kembali berujar, “Pergilah, Yan. Jangan terlalu memaksakan diri, ya. Istirahatlah kalau kamu lelah mengemudi.”“Baik, Sayang.”Adrian menge

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-02
  • Perempuan Kopi   Adrian dan Logikanya (7)

    Siang itu, Adrian duduk di sebuah taman kota, tepat di bawah pohon bungur dengan bunga-bunga merah mudanya yang bermekaran. Mata coklat laki-laki itu mengawasi sekumpulan bocah yang tengah bermain petak umpet di antara bunga-bunga kanna warna merah, kuning dan oranye. Tiba-tiba rasa rindu menghimpitnya. Ia merindukan masa di mana ia, Sandy, serta Airin masih tinggal bersama di rumah tua peninggalan keluarga Keenan. Bukankah semua terasa menyenangkan? Airin berperan sebagai ibu yang sempurna bagi Adrian muda. Sedangkan, Sandy tetap memerankan tokoh sebagai kakak yang selalu cemburu akan perhatian ibu yang tercurah secara berlebihan pada adiknya. Adrian tersenyum. Mengingat penggalan-penggalan cerita yang muncul serupa film pendek dalam pikirannya itu.“Apa kamu sudah bertemu Airin?” Sebuah suara terdengar tepat di sampingnya. Sandy Keenan, kakak laki-lakinya itu telah mengambil duduk di sisi Adrian. Laki-laki itu terlihat tampan dengan hoodie navy berbahan tipis.Adrian mengangguk. “Ja

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Perempuan Kopi   Ketika Depresi itu Datang (8)

    Adrian membereskan botol vipe, sloki, abu beserta putung-putung rokok yang bertebaran di lantai dapur. Laki-laki itu mulai membongkar laci-laci lemari, setelah ia membersihkan lantai dapurnya. Adrian pun dibuat terkesima, ketika matanya menemukan beberapa botol vipe lainnya tersimpan dalam lemari. Dengan perasaan jengkel, adik Sandy Keenan itu mengeluarkan botol-botol yang tersusun rapi tersebut kemudian membuang isinya ke dalam wastafel. Setelah diyakininya tidak ada setetes cairan pun yang tersisa, ia menjinjing botol-botol itu ke halaman belakang lantas dilemparkannya ke dalam bak sampah.Setelah semua dirasa beres, laki-laki itu pun mencuci tangan sebelum kembali ke dalam kamar. Ia berhenti sejenak ketika melewati kamar kakak iparnya. Samar-samar, pemuda itu mendengar suara kegaduhan dari dalam. Sekitar 5 sampai 10 menit, kegaduhan itu pun mereda.“Adrian…” desahnya kemudian, “selamat, ya! Kamu sudah menjerumuskan hidupmu sendiri, demi si gila Sandy,” gumamnya sembari berlalu menu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-04

Bab terbaru

  • Perempuan Kopi   Sebuah Kontroversi (78)

    Sepulang mengunjungi Juli, Airin memutuskan untuk ke supermarket. Ia berkeliling mencari beberapa bahan makanan dan bumbu-bumbu kering. Airin berhenti di lemari pendingin dan menemukan beberapa pak jeruk nipis. Ia mengambil beberapa bungkus dan meletakannya di dalam keranjang.“Alfian itu seperti duri dalam daging. Tak tampak, namun menyakitkan.” Tiba-tiba, ucapan Juli kembali terngiang. Airin mematung. “Karena dia sepupumu, maka kesempatan untuk mendekatimu lebih banyak demikian pun kesempatan untuk menyita waktumu. Seandainya cara Alfian memandangmu dan perlakuannya padamu tidak seperti itu.”“Memang apa yang salah dari Alfian?” gumam Airin seraya melangkahkan kaki menjauhi lemari pendingin itu. Namun, langkah kaki Airin terhenti ketika ia mengingat pembicaraannya dengan Alfian di tepi pantai.“Aku tidak tertarik untuk melindungi perempuan lain kecuali keluargaku.”Bukankah Alfian pernah meminta pertimbangannya, ketika Airin meminta laki-laki itu untuk mencari pendamping. Dia berkat

  • Perempuan Kopi   Kepergian Moza (77)

    Airin berjalan cepat menuju Instalasi Gawat Darurat. Dengan resah perempuan itu menunggu ambulan yang membawa Moza datang. Beberapa jam berlalu, sebuah ambuan berhenti di depan lobi IGD, ketika pintu pasien terbuka, Nadia menghambur lebih dulu ke arah Airin. Bocah cilik itu menangis dalam pelukan bibinya.Petugas IGD membawa Moza yang terbaring lemah di atas brakar. Mereka bergerak cepat menangani Moza yang sesekali masih terus muntah darah.“Bi, apa mama akan baik-baik saja?” tanya Nadia pada Airin.Airin mengusap kepala Moza. “Kita do’akan saja, Sayang.”Nadia hanya menatap ke arah ibundanya dengan tatapan hampa. Airin menatap ke arah bibinya kemudian membawa Nadia untuk mendekat.“Airin…bagaimana kalau Moza tidak tertolong,” ujarnya terbata di antara isak tangis.“Kenapa Nenek bicara seperti itu?” protes Nadia. “Mama akan baik-baik saja.”Perempuan itu kembali menangis. “Apa Alfian tahu?”Airin menggeleng lemah. “Airin tidak tahu bagaimana caranya memberitahu Alfian, Bi.”“Keluarg

  • Perempuan Kopi   Kecemburuan Adrian (76)

    Airin terlihat sedikit berpikir, hingga tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Tampak kepala Adrian menyembul dari balik pintu.“Boleh aku masuk?” tanyanya tatkala merasakan ada aura berbeda di dalam ruang perawatan Alfian. Hawa yang sedikit memanas di antara dua orang wanita yang saling berdiri berhadapan itu.“Hai, Yan. Masuklah,” suara Alfian terdengar renyah. “Dengan siapa kamu datang?”Adrian mendorong pintu pelan, hingga tampaklah sosok Daniela di sisinya.“Dia bersikeras ingin ikut,” ujar Adrian seraya menunjuk ke arah Daniela dengan dagunya.Alfian tersenyum. Daniela masuk dengan senyum mengambang. “Apa kami mengganggu?” sindirnya pada Airin dan Amanda.Alfian lagi-lagi tersenyum. “Tentu saja tidak. Senang bertemu dengan kalian.”Airin Mengalihkan perhatiannya pada dua tamu yang baru saja datang, sedang Amanda memilih memutari tempat duduk Alfian dan mengambil tempat di sisi laki-laki itu.“Oh iya, ini Amanda, rekan kerjaku,” ujar Alfian kepada Adrian. “Kami beda unit tapi kami sa

  • Perempuan Kopi   Hadirnya Amanda (75)

    Alfian telah dipindahkan ke ruang ICU. Ia masih juga belum sadar akibat luka di kepalanya dan beberapa luka di bagian tubuh lainnya. Bibi Airin datang hanya sekali selama Alfian di rawat. Dan, ia tidak bisa berhenti menangis demi melihat putranya terbaring penuh luka dan tanpa daya.“Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Alfian?” ujar perempuan itu.“Semua akan baik-baik saja, Bi,” jawab Airin.“Seharusnya kamu bisa lebih memperhatikannya, Airin. Bukankah Alfian sudah banyak berkorban untukmu?”Airin terdiam. Lalu kembali berujar, “Maafkan Airin, Bi.”Perempuan itu mendengus kesal. “Bagaimana aku bisa memaafkan seseorang yang membuat putraku menderita…” rutuknya.Airin menatap sang bibi dengan tatapan bingung. Ia tidak mengerti ke mana arah pembicaraan adik ibunya itu.***Airin mengelap tubuh Alfian dengan lap hangat ketika ia menemui laki-laki itu di ruang intensif.“Dia akan baik-baik saja, jangan khawatir.” Seorang perawat berujar seraya mencatat tekanan darah Alfian dengan papan b

  • Perempuan Kopi   Sebuah Kecelakaan (74)

    Airin merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Entah mengapa, hari ini terasa begitu berat baginya. Rasanya ia ingin sekali menghilang. Semua orang yang dikenalnya meminta mantan istri Sandy Keenan itu untuk mengakui hubungannya dengan Adrian di hadapan Moza. Namun keraguan mengantuk langkah kakinya untuk menuju ke sana. Apakah Moza akan baik-baik saja dan menerima bahwa ia dan Adrian saling mencintai? Airin benar-benar dibuat gila dengan kenyataan ini.***Daniela duduk di beranda. Tubuhnya memang berada di sana namun pikirannya tengah bergerilya jauh meningglkan jasadnya. Hingga hal tersebut membuat Adrian merasa heran.“Kamu sedang berpikir apa?” tanya laki-laki itu seraya duduk di sisi sahabat cantiknya.“Hmm… Moza,” ujarnya cepat.Adrian mengernyitkan dahi. “Moza?” ulangnya.Daniela mengangguk. “Aku belum pernah bertemu perempuan seblak-blakan itu. Entah apa yang ada di dalam kepalanya.”Adrian terdiam. “Tekadnya sangat kuat.”“Kukira, itu justru sebuah kekonyolan.”Adrian menatap Da

  • Perempuan Kopi   Kegusaran Alfian (73)

    “Kak Rin terlihat luar biasa,” bisik Adrian kepada Airin ketika perempuan itu tengah menyiapkan piring-piring di meja makan. “Daniela pun sama.” Airin menjawab cepat. Adrian tersenyum ketika melihat ada nada cemburu terselip dalam pernyataan Airin.“Aku sengaja membawanya agar terselamatkan dari Moza.”Airin menatap Adrian sesaat dan Adrian tersenyum manis di hadapannya.“Halo, Yan!” Suara Alfian mengejutkan keduanya. Tampaknya laki-laki itu baru muncul setelah pesta berjalan separuh jalan.“Hai, Al. Apa kabar,” Adrian menghampiri kakak sepupu Airin dan mengulurkan tangan. Alfian membalas uluran tangan Adrian hangat.“Kau datang bersama siapa?” tanya Alfian, “apa gadis berbaju merah jambu itu?” Alfian menunjuk ke arah Daniela yang tengah bicara dengan Juli dengan matanya.“Ah, ya. Dia Daniela, temanku dari Kanada,” terang Adrian.“Aku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu.”“Ya, dia bercerita padaku.”Alfian tersenyum, “Kembalilah bersamanya, aku akan membantu Airin di sini,” Alf

  • Perempuan Kopi   Ulang Tahun Moza (72)

    Moza memasuki kamarnya, lalu meletakkan semua hadiah yang didapatnya dari Alfian di atas tempat tidur. Ada kegelisahan bergelayut dalam relung batinnya. Ia yakin, kalau Alfian tidak akan pernah melakukan keinginan adik semata wayangnya itu untuk mengundang Adrian di hari ulang tahunnya.“Kenapa kamu tidak berjuang untuk memenangkan hati Airin saja, Al. Dasar bodoh!” maki Moza. Sesungguhnya, Moza ingin melihat laki-laki itu bahagia bersama perempuan yang dicintainya sepenuh hati. Itu sebabnya, ia bersusah payah menjadi gila dengan mendekati Adrian apa pun yang terjadi. Mengenai perasaannya, sudah tidak penting lagi. Dia jatuh cinta atau tidak, rasanya tidak pernah akan ada bedanya. Toh, ia pun akan segera mati.***Alfian memasuki ruang makan di pagi itu dengan kaos oblong dan celana katun longgar. Jelas sekali kalau laki-laki itu tidak memiliki rencana apa pun hari ini. Moza dan Nadia telah duduk di meja makan. Mamanya meletakkan sepanci sup di atas meja seraya tersenyum menatap ke ar

  • Perempuan Kopi   Perempuan yang Berbeda (71)

    Alfian duduk tepekur di balkon, di depan kamarnya. Ia ‘sedikit’ terkejut mendengar penuturan Airin yang ingin melepaskan Adrian. Jauh di dalam lubuk hati terdalam, laki-laki itu merasa bahagia. Namun, di sisi lainnya, Alfian merasa tidak memiliki arti apa-apa. Mungkin, ke depan ia bisa saja mulai melancarkan aksinya untuk membuat Airin berpaling dari Adrian. Akan tetapi ia memiliki keraguan yang besar terhadap sikap Airin sendiri. Benarkah perempuan itu bisa move on dari Adrian lalu berpaling menatapnya?Di tempat lain, Airin tengah berbaring di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamar. Menimbang kembali apa yang dikatakan Alfian, “Kalau kamu meninggalkan Adrian dan merasa baik-baik saja, maka silakan kamu lakukan. Namun, jika kamu meninggalkannya tapi kamu merasa ingin mati karena hal itu, maka jangan pernah lakukan. Ingat Airin, bukan hanya dua tiga hari kamu berharap bisa bertemu dan berharap hubunganmu membaik dengannya, tapi kamu men

  • Perempuan Kopi   Sebuah Kendali (70)

    Adrian dan Airin sama-sama tertegun demi mendengar ucapan Daniela.“Niel, kamu apa-apaan, sih?” protes Adrian.Daniela tersenyum melihat perubahan air muka Airin. “Aku hanya berkata yang sebenarnya, Yan. Apa kamu tidak pernah mengatakan padanya, apa alasanku menyusulmu ke sini?”“Niel, cukup!” Adrian membentak Daniela. “Ayo, Kak, kita pergi dari sini.” Adrian menggengam jemari tangan Airin membawanya menjauh dari Daniela.“Sebentar, Yan.” Airin melepaskan genggaman tangan Adrian. “Seharusnya aku bertanya kenapa perempuan itu tinggal bersamamu?”Adrian menatap Airin, “Aku hanya menampungnya, Kak. Dia tidak punya siapa-siapa di sini.”“Sedekat apa kamu dan dia?”“Tentu saja kami sangat dekat. Dia satu-satunya temanku di Kanada.”Bibir Airin baru saja ingin membuka untuk bicara lagi, namun tiba-tiba ia terdiam. Entah apa yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status