Part 1
“Heran sama kehidupan Mak Bayah! Punya suami dua tapi suaminya akur semua, Apa nggak cemburu ya pas di ranjang?” tanya Asnah, salah satu tetangga Mak Bayah. Asnah sedang asik bercerita dengan Lusi mengenai Mak Bayah, dukun di kampung mereka yang sudah beberapa tahun ini memiliki suami dua dan anehnya, suaminya berada di satu atap. Kehidupan merekapun sangat akur. Bahkan kedua suaminya saling membantu saat Mak Bayah begitu repot menangani pasien berobat kampung yang datang tak hanya dari kampung saja, namun hingga luar daerah. Sesekali suaminya yang bernama Rizal dan Suwito tertawa bercanda. “Iya … ya, padahal kalau mau dibilang bodoh juga ya enggak. Soalnya si Rizal kan sekolahnya tinggi sampai SMA dan pernah bekerja juga di ladang Pak Tejo sebagai mandor, tapi kok mau-maunya dijadikan suami kedua Mak Bayah. Ini aneh!” Seru Lusi. Asnah langsung menyilangkan jari telunjuknya ke mulut, meminta Lusi untuk mengecilkan volume suaranya. Mereka yang tengah duduk di teras menunduk saat Mak Bayah lewat tak jauh dari tempat mereka. Tatapan sinis Mak Bayah membuat mereka menunduk. “Kalian itu kalau tidak ada kerjaan, tidak perlu menggunjing orang apalagi orang seperti aku. Memangnya kalian dapat apa! Urusi saja suami kalian, sebelum aku ambil nanti!” Bentak Mak Bayah lantas melintasi mereka, sementara Suwito, suami pertamanya mengekor di belakangnya. “Sebaiknya aku pulang dulu, Lus. Aku lupa belum masak nasi buat suamiku.” Tukas Asnah gegas meninggalkan Lusi sendirian. Lusi menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Sepulang Asnah dari rumahnya, Lusi memikirkan suami-suami Mak Bayah, terutama Rizal. Rizal sendiri sejatinya mantan kekasih Lusi dulu, kurang lebih hampir 6 tahun mereka menjalin kasih. Namun, tiba-tiba Rizal berubah dan memutuskannya tanpa alasan, dua pekan setelahnya Rizal menikah dengan Mak Bayah yang usianya terpaut 15 tahun. Pernikahan Rizal dan Mak Bayah sempat membuat geger kampung. Orang tua Rizal sendiri bahkan tidak mau mengakuinya sebagai anak. “Ibu sudah setuju kamu dengan Lusi, tapi kenapa kamu ngotot mau menikah dengan perempuan yang usianya hampir sama dengan Ibu? Di mana akal sehatmu, Rizal? Kamu benar-benar sudah dibutakan oleh Mak Bayah!” sengit Ibu Rizal, Suri kala itu. “Aku tak peduli, Bu. Aku cinta mati sama Mak Bayah. Pokoknya aku harus menikah dengannya, entah Ibu mau setuju atau tidak, aku sudah tak peduli lagi,” kata-kata Rizal benar-benar menghancurkan kokohnya dinding hati Suri. Begitu juga Lusi yang saat itu berada di tempat. Suri dan Lusi menangis bersama tak dipedulikan oleh Rizal, saat terlontar kata-kata tak mengakui sebagai anak. Bukannya takut, Rizal malah menantang dengan mengangkut semua pakaiannya dan serta merta ke luar dari rumah tanpa ampun. Rizal sudah menikah jelang dua tahun dengan Mak Bayah. Apa yang dilakukan oleh Mak Bayah dengan bersuami dua, pernah ditegur oleh kepala kampung, Jamal. Tapi, sepulang dari rumah Mak Bayah, Jamal pun sudah tak peduli lagi dengan keinginan warga. “Biarlah Mak Bayah bersuami dua, Toh, dia tidak merugikan kita juga sebagai warga kampung, apalagi selama ini Mak Bayah selalu menolong orang yang sakit baik karena di santet atau karena sakit biasa, semuanya ditolong dan Mak Bayah tak pernah sungkan membantu kita, hanya karena dia punya suami dua membuat kita marah, buat apa … kalau dia pergi dari kampung kita, kita juga yang akan rugi. Jadi biarlah dia dengan urusannya.” Warga kampung pun pasrah mendengar kata-kata Jamal. Meski sudah lama putus dengan Rizal dan Rizal menikah dengan dukun kampung itu, perasaan Lusi tak pernah berubah bahkan semakin bertambah karena dia yakin jika mantan kekasihnya itu hanya salah jalan saja dan berharap suatu saat nanti, mereka akan kembali lagi. Dia yakin Rizal terkena pelet Mak Bayah. Logika saja, tidak mungkin ada seorang laki-laki yang dengan tulus, ikhlas di poliandri begitu. Benar-benar tak masuk akal. Lusi menghela napas mengingat semua rentetan kejadian, tak lama dia masuk ke dalam rumah, memasak nasi dan lauk untuk kepulangan orang tuanya dari ladang. Sebagai anak tunggal, Lusi tak diperbolehkan membantu kedua orang tuanya bekerja, mereka tidak mau anak cantiknya hitam karena terkena sengatan matahari. *** “Apa kamu masih cinta sama si Lusi itu?” tanya Mak Bayah ke pada Rizal saat mereka sedang duduk bertiga menyantap makan siang. Rizal mendongakkan kepala kemudian menggelengkan kepalanya. Mak Bayah nampak menyunggingkan senyumnya. “Kamu jangan pernah dekat-dekat lagi dengan perempuan manapun, termasuk sama mantan pacarmu itu, aku tak pernah suka dan sampai itu terjadi, kamu akan tahu akibatnya!” Ancam Mak Bayah sambil terus mengunyah. Rizal hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Selesai makan siang, Mak Bayah mencuci tangan lalu masuk ke dalam kamar sementara kedua suaminya bergotong royong membersihkan sisa makanan dan mencuci piring. Kegiatan seperti ini setiap hari mereka lakukan, makan siang yang baru saja mereka santap adalah hasil karya kedua suaminya. “Kamu jangan sampai membuat Mak Bayah marah, nanti dia akan mendiamkan kita berhari-hari. Lebih baik apa saja maunya, kita ikuti karena mendapatkan senyumannya saja kita sudah sayang sama dia.” Titah Suwito sambil menyapu bekas makan siang mereka yang lesehan di lantai. “Ya, aku selalu mengikuti apa maunya, tidak pernah tidak. Aku juga sudah tidak pernah mengangkat wajahku ke pada perempuan-perempuan manapun di luar sana.” Sahut Rizal mengangkut piring dan mangkuk untuk dicuci. Mak Bayah yang mendengar percakapan mereka dari dalam kamar tersenyum. Dia senang dengan kedua suaminya yang akur dan tak pernah sekalipun melawan dirinya. Dia tahu dengan pelet kotoran dari kemaluannya membuat kedua laki-laki itu tunduk dan patuh padanya sampai kapanpun. Setiap ia datang bulan, maka Mak Bayah dengan teganya akan mencampurkan sedikit kotoran darah haidnya ke dalam kopi yang ia suguhkan dan wajib diminum oleh mereka, setelahnya dia akan bercinta dengan kedua suaminya di ranjang dalam keadaan kotor. Para suaminya tidak jijik sama sekali, bahkan mereka menikmati permainan dengan penuh gelora. Mak Bayah sebenarnya memiliki wajah yang lumayan manis dengan kedua lesung pipinya, sebelum menikah dengan Suwito dan Rizal. Dia pernah menikah dengan Hamzah, suami yang meninggalkannya karena ada perempuan lain di hatinya. Berbekal pengetahuan yang diturunkan dari ibunya, Mak Bayah mengamalkan memberi kotoran darah haid ke dalam minuman untuk laki-laki yang disukai atau bakal menjadi suaminya kelak. Untuk membalas dendam atas apa yang dilakukan Hamzah ke padanya, Mak Bayah pernah memberi darah tersebut pada minuman Hamzah, setelahnya Mak Bayah meninggalkan laki-laki yang telah membuat sakit hatinya itu. Sebelum Mak Bayah meninggalkan tanah kelahirannya dan berdiam diri di Pulau Kalimantan. Dia hanya mendengar kisah Hamzah yang kini mengalami gangguan jiwa akibat ditolak oleh Mak Bayah. Mak Bayah puas karena pelakor yang merebut Hamzah darinya, hanya kebagian jatah mengurus Hamzah yang dinyatakan gila. Begitu kedua suaminya menyelesaikan pekerjaan, Mak Bayah meminta mereka berdua memijat tubuhnya. Gegas Suwito dan Rizal melakukan tugasnya. Dengan mata berbinar mereka memijat dan selang beberapa menit, merekapun bercinta dengan dahsyatnya. Suara erangan dan desahan terus ke luar dari mulut ketiganya, keringat yang menitik dan membasahi sebagian tubuh, tak mereka pedulikan. Mereka terus melakukan aksinya, tilam lusuh yang beralaskan tikar menjadi saksi ketiganya. “Aku mau beristirahat dulu, kalian siapkan bahan pengobatan karena nanti siang ada orang yang mau ke sini.” Perintah Mak Bayah yang melanjutkan tidurnya setelah pertempuran sengit mereka. Tanpa banyak tanya, Suwito dan Rizal segera menggunakan pakaian dan menuju dapur mempersiapkan bahan yang diperlukan untuk pengobatan. Berbagai daun yang telah dikeringkan sudah mereka masukkan dalam wadah seperti mangkuk besar dan berbagai ramuan lainnya pun selesai ditata di atas meja yang ditempatkan di ruangan khusus persis bersebelahan dengan ruang makan. Mak Bayah memang melakukan pengobatan di dalam ruangan khusus, hanya dia dan orang yang sakit saja yang boleh masuk, tugas kedua suaminya menunggu perintah dari balik pintu ruangan yang hanya disekat oleh gorden bunga-bunga saja. Kehebatan Mak Bayah, orang sakit menahun dan sulit disembuhkan akan sembuh dalam hitungan jam saja ditangannya. Mak Bayah juga tak pernah meminta mahar yang ditukar untuk jasa pengobatannya. Dia hanya meminta jarum atau rokok saja sebagai ganti uang. Meski tak sedikit yang memberinya uang, dia juga tak menolak asalkan mahar terpenuhi. Tak sedikit pula yang membawakannya beras, bahan dapur sehingga tanpa bekerja pun Mak Bayah sangat tercukupi dari hasil pengobatan. Mak Bayah bangun dari tidurnya, kemudian menampung sperma milik kedua suaminya dan menaruhnya dalam gelas kecil yang sudah dia siapkan. Sperma kedua suaminya itu berguna untuk peletnya agar suaminya tak macam-macam.Part 2Bagaimana? Apa semuanya sudah siap?” berondong Mak Bayah. Kedua suaminya mengangguk.“Bagus! Bagaimana dengan persiapan mandi ku?” tanyanya lagi.“Sudah disiapkan Rizal, aku tadi mempersiapkan pengobatan. Apa Mak Bayah mau kami mandikan?” Tanya Suwito sambil memperhatikan kedua manik mata istrinya itu.“Tidak perlu, aku mau mandi sendiri. Nanti kalau aku sudah selesai mandi, kalian mandi lagi bekas air mandiku ya… nanti aku sisakan buat kalian!” serunya. Lagi-lagi mereka hanya manggut-manggut saja.Berselang satu jam, warga yang ingin berobat mulai mengantre. Pengobatan dibuka mulai Pukul 11 siang hingga menjelang maghrib. Setiap hari Mak Bayah melakukan pengobatan dan dia hanya libur sekali dalam sebulan di hari Jumat yang dia tentukan. “Silahkan mengantre dan kami mulai mencatat siapa-siapa saja nama dan asalnya. Jangan lupa bawa dua botol air minum yang sudah masak untuk dipakai pengobatan nanti.” Urai Rizal. Dalam antrean, ada salah satu pemuda seusia Rizal sekitar 25 tah
Part 3Keesokan paginya, Raya yang baru saja terbangun kaget karena mendengar suara orang memanggil-manggil namanya dari luar kamar. Raya yang masih mengantuk berusaha beringsut dari tilam kapuk yang lusuh itu.“Ada apa, Mas?” tanyanya saat sudah berhadapan dengan Rizal.“Pacarmu sudah bisa berdiri sendiri. Sebaiknya kamu lihat sana, Mak Bayah juga sudah menunggumu.” Raya tak bisa menahan lajunya air matanya mendengar apa yang disampaikan oleh Rizal. Dia segera mencuci wajahnya lalu menyusul ke depan melihat keadaan Ryan.Benar saja, begitu ia sampai di ruang tamu yang hanya beralaskan tikar, Raya duduk dan melihat sendiri Ryan sudah berdiri tanpa tongkat penyangga. Mak Bayah melatihnya untuk berjalan.“Kamu masih harus sering latihan, mungkin dalam seminggu kedepan dia benar-benar sembuh, semuanya butuh proses.” Terang Mak Bayah sembari terus memegang kedua tangan Ryan melatihnya berjalan di sekitar ruang tamu berukuran 4 kali 5 meter tersebut.“Ya Allah, terima kasih Mak Bayah. Untu
Part 4Berjuta tanya masih ada di benak Raya, ia kembali memutuskan berjalan-jalan kendati dalam keadaan bingung tak karuan, ketika melewati ladang jagung ia merasa seperti ada yang membuntuti, ia menoleh dan tidak melihat siapa pun di belakangnya.“Anehh, terasa sekali ada yang membuntuti aku, sepertinya aku jalan sudah terlalu jauh sebaiknya aku kembali saja ke rumah Mak Bayah, sepertinya sebentar lagi akan hujan,” gumam Raya lalu melangkah memutar kembali ke jalan menuju ke rumah dukun kampung tersebut.Saat melewati sungai kecil, Raya kembali melihat perempuan dengan gigi gingsul yang tadi menegurnya, Raya menunduk seraya tersenyum namun sambutan perempuan tadi cuek dan bahkan dengan santainya memalingkan wajahnya, Raya menghela napas panjang.“Sebaiknya kalau jalan-jalan di kampung jangan terlalu jauh, apa pun yang kamu dengar tidak baik juga langsung kamu percaya begitu saja,” sambut salah satu suami Mak Bayah, Suwito ke pada Raya. Raya mengerutkan alisnya. Suwito seperti tahu
Part 5Sore hari semua pengobatan sudah selesai dan aktivitas Mak Bayah mengajak Ryan berlatih berjalan di halaman rumahnya yang terbilang sangat luas itu, seperti biasa kedua suaminya dengan patuh melihat dan menunggu perintah yang akan diberikan oleh Mak Bayah. Sementara Raya tidak nampak batang hidungnya sama sekali setelah meminum air ramuan dari Mak Bayah.Dia tak peduli dengan pandangan heran para tetangga, Mak Bayah terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta dari caranya menggandeng dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Ryan. Laki-laki dari kota itu sama sekali tak protes, bahkan tetangga melihat keduanya sangat mesra sekali. “Sepertinya ada mangsa baru. Mungkin nasibnya akan sama dengan suami-suaminya terdahulu. Bingung saja melihat kelakuan Mak Bayah, mau sampai kapan dia begitu.” Kata Lela ke pada Wati, tetangga Lusi yang kebetulan melintas dan melihat pemandangan itu.“Aku malah kasihan dengan para suaminya. Selain mereka itu akur, aku juga melihat Mak Bayah
Part 6Sudah dua hari ini Raya merasakan kepalanya terasa berat dan matanya sulit sekali terbuka, ngantuk sekali dan tidak bisa ia tahan. Mulutnya terasa kering karena tidur terlalu lama, ia menyadari sejak meminum air merah yang diberikan Mak Bayah, tidurnya begitu pulas bahkan ia baru terbangun setelah berganti hari. Kali ini ia mencoba bangun dari tempat tidurnya, jalannya masih sempoyongan efek ngantuk dan pusing melanda. Perlahan berpegangan pada dinding, ia melangkah ke luar kamar menuju ke dapur mengambil air minum, baru saja melintas di kamar Mak Bayah, ia mendengar seperti orang yang sedang mengerang diiringi desahan, akan tetapi suaranya tak seperti biasanya.Raya menengok ke kanan dan kiri memastikan tidak ada yang memergokinya saat mengintip, ia tak ingin kejadian beberapa hari yang lalu terulang kembali. Dengan detak jantung tak karuan, mulailah Raya menyibak sedikit saja tirai penutup pintu di kamar Mak Bayah. Semua pintu di rumah Mak Bayah hanya ditutup oleh gorden
Part 7Sementara Rizal yang baru saja ke luar dari kamar Raya, tiba-tiba sebuah suara menegurnya.“Dari mana kamu?” Degg. Rizal mematung di tempatnya. Dengan pelan Rizal menoleh, sepersekian detik ia pun bernapas lega.“Kaget kamu, Kan? muka pucat begitu, pasti takut ketahuan kalau kamu lagi sembunyi-sembunyi ke kamar perempuan kota itu?” Suwito tertawa mengolok Rizal yang kepergok baru saja ke luar dari kamar yang ditempati Raya.“Ngapain aja kamu di sana? Ingat jangan coba macam-macam,” Rizal menggelengkan kepalanya.“Aku justru membawa perempuan kota itu tadi langsung masuk ke kamarnya daripada dia berniat mengintip Mak Bayah, pasti kita dianggap lalai juga disuruh berjaga di depan pintu kamar perempuan itu tapi malah membiarkannya mengintip apa yang dilakukan Mak Bayah dengan peliharaannya, kamu jangan mikir yang macam-macam, yakin aku juga nggak berani macam-macam,” “Ya, baguslah. Kamu pasti masih ingat bagaimana Mak Bayah mengancam akan menyakiti kita berdua atau malah orang t
Part 8 Rizal dan Suwito mulai mengangkat jenasah Raya ke belakang rumah, dengan tanah yang masih luas di belakang, apalagi ditanami dengan buah-buahan seperti durian, kelapa, rambutan juga mangga membuat kedua suami Mak Bayah leluasa melakukan aksinya. Setelah meletakkan jenasah gadis cantik itu di tanah, mereka berdua mulai menggali tanah sedalam mungkin agar tidak ada warga yang mencurigai pemakaman Raya. Kira-kira hampir satu setengah meter, jenasah mulai diturunkan dan diletakkan bersama sarung yang menutupi tubuh Raya, setelahnya kedua suaminya mulai menimbun dengan cepat karena hari sudah mulai terang dan jam menunjukkan pukul setengah tujuh.Setelah selesai, Suwito mengambil beberapa bibit rambutan yang sudah cukup besar dan mulai menanam persis di kuburan Raya, dengan tujuan agar apa yang mereka tanam tak diketahui warga.“Gimana, aman?” tanya Mak Bayah saat kedua suaminya baru saja selesai dan bersiap membersihkan tubuh mereka yang penuh dengan tanah. Mereka berdua kompak m
Part 9 Suwito terus memegangi dadanya yang terasa nyeri, sesekali ia meremas dadanya untuk menghilangkan rasa sakitnya, Rizal yang melihat itu segera membawa Suwito ke kamar dan membaringkannya agar perasaannya lebih baik.Rizal tentu saja panik melihat suami pertama Mak Bayah tersebut. “Zal, rasanya aku sudah tidak kuat lagi, kamu yang sabar ya kalau ku tinggal sendirian,” sebutnya membuat Rizal menggelengkan kepalanya.“Kamu yang kuat ya, kita akan sama-sama menghadapi ini. Ingat kata-katamu kalau kita ini tetap kesayangan Mak Bayah, kamu jangan mikir yang macam-macam, kamu sabar ya … sebentar aku ambilkan kompres an, kamu hanya kaget saja mendengar apa yang dikatakan Mak Bayah, kamu akan sembuh sebentar lagi, tunggu ya aku ke dapur dulu,” Rizal berlari kecil menuju dapur mengambil kain dan air untuk mengompres Suwito nantinya.Baru saja ia selesai mengambil kain juga air, dengan jelas ia melihat sekumpulan asap hitam masuk ke dalam kamar di mana Suwito dibaringkan, langkah Ri
Part 13 “Sabar, Bu. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana mengobati Mas Rizal supaya dia kembali sembuh, Ibu jangan mengambil tindakan gegabah, Ibu tahu sendiri bagaimana dukun di kampung kita itu, ia tak akan pernah membiarkan siapa saja merusak hidupnya, lebih baik sekarang kita urus bersama-sama Mas Rizal dan usahakan agar dia pelan-pelan bisa kembali normal,” saran Lusi. Suri nampak menghela napas panjang.“Baiklah, betul apa yang kamu katakana, Ibu sangat berterima kasih sekali karena kamu dan Lela sudah repot-repot membawa Rizal ke sini, melihatnya begini rasanya Ibu tidak tega, ada apa dengan kamu, Nak? Apa yang sudah dilakukan oleh perempuan itu?” Suri tak lagi mau menyebut nama Mak Bayah di depan anaknya.Ia khawatir Rizal akan kembali histeris dan ketakutan, hal ini akan semakin memperburuk keadaannya saja. “Jadi apa yang harus kita lakukan, Nak?” tanya Suri ke pada Lusi.“Biar aku dan Lela nanti mencari mantri desa di kampung sebelah, semoga saja ada mantri yang bisa
Part 12Ikat saja kedua tangan dan kakinya dengan cepat, setelah itu kalian buatkan pasung dari kayu buat dia,” titah Mak Bayah kali ini membuat Parman juga Tejo melongo. Rizal ingin dipasung?“Tapi … tapi, Mak ….” Belum selesai Parman berbicara, Rizal tiba-tiba menggigit lengan Parman sehingga Parman mengaduh kesakitan. Dengan cepat Rizal melepaskan diri kemudian berlari ke belakang hutan yang ada di belakang rumah Mak Bayah.“Apa kubilang, Rizal tidak akan bisa baik-baik saja kecuali dia dipasung, aku tidak mau tahu, sekarang juga kalian kejar dia sampai dapat jangan sampai ada warga yang tahu keadaan Rizal, cepat … kalian tunggu apalagi,” Parman yang masih shock terkena gigitan Rizal, mau tak mau mengejar Rizal bersama Tejo. Parman dan Tejo terus mengejar Rizal yang larinya sangat cepat dan lincah, berbeda dengan kedua orang pesuruh Mak Bayah tadi yang sudah berumur 40 tahunan pasti kewalahan dengan Rizal yang masih muda. “Waduh, lari ke mana dia tadi, Jo. Kalau tidak ketemu bisa
Part 11Apa maksudmu berbicara begitu dengan Ryan?” Rizal tak berkutik saat menoleh dan mendapati Mak Bayah persis berdiri di belakang mereka. Tamatlah riwayatmu, Rizal. Rizal membeku, ia tak menyangka Mak Bayah sudah kembali secepat itu.Wajah Rizal pias, ia tak menyangka jika Mak Bayah akan kembali dengan cepat dari rumah Julaeha, padahal baru saja beberapa menit pergi, ia sudah kembali lagi. Rizal bingung akan menjawab apa, dengan rasa keberaniannya yang tersisa hanya sedikit, ia pun dengan berani membuka mulut.“Bicara apa, Mak? Aku tidak ada berbicara apa pun dengan Ryan, betul kan Ryan aku tidak berbicara apa pun denganmu, aku hanya membahas soal rencana pernikahan kalian saja, tidak lebih,” tutur Rizal dengan gugup, bahkan tangannya terasa gemetar. Mak Bayah memindainya dan juga Ryan bergantian.“Suami Mak mencoba menggoda aku dengan mengatakan bahwa aku adalah calon istri Raya, entah Raya itu siapa? Aku sudah bilang padanya kalau aku akan setia dengan Mak, tapi tetap saja dia
Part 10Sesuai rencana Mak Bayah, setelah sepekan kematian Suwito, suaminya pertama. Tiba-tiba saja Mak Bayah mulai mengumumkan akan menikah kembali dengan Ryan, laki-laki dari kota tersebut. Tentu saja hal ini segera menjadi buah bibir warga kampung. Tak terkecuali Lela, Wati dan Lusi. Setelah mendengar gosip tersebut, Lela gegas datang menjemput Lusi untuk mencuci sekaligus mandi di sungai, seperti aktivitas mereka setiap harinya. Lela membawa sebakul penuh cucian kotor. Begitu juga dengan Lusi. Setelahnya Lusi pun pamit dengan kedua orang tuanya.“Kamu sudah dengar ya berita kalau Mak Bayah katanya mau menikah lagi dengan laki-laki kota itu,” Lusi memandang wajah Lela kemudian mengangguk pelan.“Aku sama Wati dua hari yang lalu melihatnya dengan mata kepala, perempuan tua itu dengan mesranya menggandeng, baringkan kepalanya di dada laki-laki itu, aku sama Wati jijik melihatnya, tua-tua keladi dia … makin tua makin jadi,” Lusi fokus mencuci pakaiannya.“padahal baru saja dia diting
Part 9 Suwito terus memegangi dadanya yang terasa nyeri, sesekali ia meremas dadanya untuk menghilangkan rasa sakitnya, Rizal yang melihat itu segera membawa Suwito ke kamar dan membaringkannya agar perasaannya lebih baik.Rizal tentu saja panik melihat suami pertama Mak Bayah tersebut. “Zal, rasanya aku sudah tidak kuat lagi, kamu yang sabar ya kalau ku tinggal sendirian,” sebutnya membuat Rizal menggelengkan kepalanya.“Kamu yang kuat ya, kita akan sama-sama menghadapi ini. Ingat kata-katamu kalau kita ini tetap kesayangan Mak Bayah, kamu jangan mikir yang macam-macam, kamu sabar ya … sebentar aku ambilkan kompres an, kamu hanya kaget saja mendengar apa yang dikatakan Mak Bayah, kamu akan sembuh sebentar lagi, tunggu ya aku ke dapur dulu,” Rizal berlari kecil menuju dapur mengambil kain dan air untuk mengompres Suwito nantinya.Baru saja ia selesai mengambil kain juga air, dengan jelas ia melihat sekumpulan asap hitam masuk ke dalam kamar di mana Suwito dibaringkan, langkah Ri
Part 8 Rizal dan Suwito mulai mengangkat jenasah Raya ke belakang rumah, dengan tanah yang masih luas di belakang, apalagi ditanami dengan buah-buahan seperti durian, kelapa, rambutan juga mangga membuat kedua suami Mak Bayah leluasa melakukan aksinya. Setelah meletakkan jenasah gadis cantik itu di tanah, mereka berdua mulai menggali tanah sedalam mungkin agar tidak ada warga yang mencurigai pemakaman Raya. Kira-kira hampir satu setengah meter, jenasah mulai diturunkan dan diletakkan bersama sarung yang menutupi tubuh Raya, setelahnya kedua suaminya mulai menimbun dengan cepat karena hari sudah mulai terang dan jam menunjukkan pukul setengah tujuh.Setelah selesai, Suwito mengambil beberapa bibit rambutan yang sudah cukup besar dan mulai menanam persis di kuburan Raya, dengan tujuan agar apa yang mereka tanam tak diketahui warga.“Gimana, aman?” tanya Mak Bayah saat kedua suaminya baru saja selesai dan bersiap membersihkan tubuh mereka yang penuh dengan tanah. Mereka berdua kompak m
Part 7Sementara Rizal yang baru saja ke luar dari kamar Raya, tiba-tiba sebuah suara menegurnya.“Dari mana kamu?” Degg. Rizal mematung di tempatnya. Dengan pelan Rizal menoleh, sepersekian detik ia pun bernapas lega.“Kaget kamu, Kan? muka pucat begitu, pasti takut ketahuan kalau kamu lagi sembunyi-sembunyi ke kamar perempuan kota itu?” Suwito tertawa mengolok Rizal yang kepergok baru saja ke luar dari kamar yang ditempati Raya.“Ngapain aja kamu di sana? Ingat jangan coba macam-macam,” Rizal menggelengkan kepalanya.“Aku justru membawa perempuan kota itu tadi langsung masuk ke kamarnya daripada dia berniat mengintip Mak Bayah, pasti kita dianggap lalai juga disuruh berjaga di depan pintu kamar perempuan itu tapi malah membiarkannya mengintip apa yang dilakukan Mak Bayah dengan peliharaannya, kamu jangan mikir yang macam-macam, yakin aku juga nggak berani macam-macam,” “Ya, baguslah. Kamu pasti masih ingat bagaimana Mak Bayah mengancam akan menyakiti kita berdua atau malah orang t
Part 6Sudah dua hari ini Raya merasakan kepalanya terasa berat dan matanya sulit sekali terbuka, ngantuk sekali dan tidak bisa ia tahan. Mulutnya terasa kering karena tidur terlalu lama, ia menyadari sejak meminum air merah yang diberikan Mak Bayah, tidurnya begitu pulas bahkan ia baru terbangun setelah berganti hari. Kali ini ia mencoba bangun dari tempat tidurnya, jalannya masih sempoyongan efek ngantuk dan pusing melanda. Perlahan berpegangan pada dinding, ia melangkah ke luar kamar menuju ke dapur mengambil air minum, baru saja melintas di kamar Mak Bayah, ia mendengar seperti orang yang sedang mengerang diiringi desahan, akan tetapi suaranya tak seperti biasanya.Raya menengok ke kanan dan kiri memastikan tidak ada yang memergokinya saat mengintip, ia tak ingin kejadian beberapa hari yang lalu terulang kembali. Dengan detak jantung tak karuan, mulailah Raya menyibak sedikit saja tirai penutup pintu di kamar Mak Bayah. Semua pintu di rumah Mak Bayah hanya ditutup oleh gorden
Part 5Sore hari semua pengobatan sudah selesai dan aktivitas Mak Bayah mengajak Ryan berlatih berjalan di halaman rumahnya yang terbilang sangat luas itu, seperti biasa kedua suaminya dengan patuh melihat dan menunggu perintah yang akan diberikan oleh Mak Bayah. Sementara Raya tidak nampak batang hidungnya sama sekali setelah meminum air ramuan dari Mak Bayah.Dia tak peduli dengan pandangan heran para tetangga, Mak Bayah terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta dari caranya menggandeng dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Ryan. Laki-laki dari kota itu sama sekali tak protes, bahkan tetangga melihat keduanya sangat mesra sekali. “Sepertinya ada mangsa baru. Mungkin nasibnya akan sama dengan suami-suaminya terdahulu. Bingung saja melihat kelakuan Mak Bayah, mau sampai kapan dia begitu.” Kata Lela ke pada Wati, tetangga Lusi yang kebetulan melintas dan melihat pemandangan itu.“Aku malah kasihan dengan para suaminya. Selain mereka itu akur, aku juga melihat Mak Bayah