Nara mengayunkan kakinya di atas kursi, kedua tangan kecilnya bersedekap didada, anak itu terlihat masih cemberut tidak senang meski seorang pelayan sudah menghidangkan makan siang untuknya.Suasana hati Nara kembali tidak baik, dia menginginkan boneka dinosaurusnya.Floryn menyadari hal itu, rasa bersalah menggelayuti hatinya, dia harus memikirkan cara untuk membuat Nara kembali senang dan memberinya nasihat.“Nara makanlah,” nasihat Alfred.“Tidak mau!” “Nara, makanlah.” Alfred merendahkan nada suaranya dan menepuk-nepuk bahu Nara, Alfred tahu apa yang telah membuat Nara marah, meskipun begitu dia tidak ingin memberikan segala hal yang diinginkan Nara, Alfred ingin Nara terbiasa jika tidak semua hal yang dia mau bisa didapatkan.Dengan bibir yang masih cemberut Nara mengambil sendoknya.“Nara, berdo’alah terlebih dahulu,” ucap Alfred mengingatkan.Suara dentingan piring terdengar ketika Nara sedikit melempar sendoknya untuk melimpahkan kekesalan. “Aku tidak mau makan,” jawab Nara
“Jangan mendekat! Aku merekamnya dan sedang menelpon polisi!”“Hey anak kecil, jangan ikut campur urusan kami atau kau akan menyesalinya!” ancam salah satu pemuda dengan teriakan marahnya.“Bereskan dia,” titah pemuda berambut pirang.“Jangan mendekat!” teriak Floryn kian keras ketika salah satu pemuda itu berlari kearahnya, Floryn melompat menghindar ke sisi gang lain untuk menjaga jarak, sementara tangannya tidak berhenti mengarahkan kamera kepada mereka bertiga.“Kau mau aku pukul juga?” ancam salah satu pemuda. “Ayahku seorang polisi dan sekarang aku sedang menelpon teman polisinya!” jawab Floryn menunjukan handponenya. “Omong kosong!”Seorang pemuda bertubuh besar berlari ke arah Floryn, mencoba untuk merebut kamera untuk menghiangkan barang bukti.Refleks saja Floryn berlari ke sisi untuk menjaga jarak, sementara tangannya mempertahankan handycamnya seperti sedang merekam. “Pak polisi, penjahat itu hendak memukul saya setelah melukai seseorang, cepatlah datang kesini saya taku
Alfred berdiri di belakang Floryn, matanya bergerak tajam melihat apa yang tengah gadis kecil itu keluarkan dari dalam tas berwarna merah mudanya. Floryn mengeluarkan beberapa buah handycam dan meletakannya di atas meja.Seorang pegawai toko memeriksanya satu persatu dengan teliti untuk mengetahui apa yang saja yang perlu diperbaiki.Kening Alfred mengerut samar, tergelitik rasa penasaran. “Darimana semua handycam itu berasal?”Wajah Floryn mengadah, matanya melengkung seperti bulan sabit saat bibir mungilnya mengukir senyuman. “Ayahku seorang polisi dan kami baru pindah hari ini ke rumah dinas baru. Sepertinya, pemilik lama adalah seorang detective, aku menemukannya di dalam kamar.”“Bagaimana dengan handycam yang tadi kau gugunakan merekam?”“Tadi aku sedang berakting, aktingku bagus bukan?” ungkap Floryn berhasil membuat Alfred menganga terkejut sampai kehilangan kata-kata.Betapa meyakinkannya acting Floryn beberapa saat yang lalu ketika menolongnya. Alfred tidak bisa membayangkan
Malam yang gemerlap di kota Loor berhasil menghipnotis, diantara gedung-gedung yang berdiri kokoh, ada banyak pemandangan yang bisa Floryn nikmati sebagai orang yang baru pertama kali datang ke kota Loor.Jalanan yang luas begitu tertib dipenuhi oleh para pengendara, beberapa orang pejalan kaki bergerak cepat menuju halte dan stasiun kereta, masyarakat kota Loor lebih suka menggunakan angkutan umum atau bersepeda, karena harga kendaraan yang mahal dan pajak yang tinggi. Restaurant dan kedai-kedai tengah sibuk dipenuhi oleh pengunjung yang akan makan malam dan bersantai melepas penat mereka dari pekerjaan.Sekumpulan pengamen professional tengah bernyanyi dengan indah di sebuah taman, sementara di sebelah utara terdapat gedung opera yang tengah melakukan pertunjukan.Semakin jauh Floryn berjalan, dia semakin suka dengan pemadangan yang ada. “Apa kau menyukai bunga?”Suara Alfred yang bertanya mengalihkan perhatian Floryn, gadis kecil itu tertunduk malu sambil memeluk tas berisi semu
Bayangan tubuh kecil Floryn terlihat di atas dilantai, gadis itu tengah bersimpuh mencari-cari koin yang bisa dia dapatkan dari bawah claw machine dan beberapa mesin lainnya. Dibalik niat baiknya yang ingin menyenangkan hati Nara, Floryn telah lupa diri jika dia sangat miskin, satu sen uang yang dia miliki begitu berharga untuk bisa mengganjal perutnya yang sering kelaparan.Floryn menjangkau kolong mesin dengan tangannya, perjuangan Floryn membuahkan hasil. Kini, ada beberapa koin uang yang dia dapatkan digenggaman tangannya yang penuh debu.Floryn membuang napasnya perlahan mencoba untuk menurunkan ketegangan di bahunya, keberadaan boneka dinosaurus yang Nara inginkan masih berada di sudut tabung kaca. Apapun yang terjadi, dia harus berhasil karena tidak ada koin lagi yang bisa Floryn cari ditempat ini.Enam buah koin masuk ke dalam mesin, dengan tangan yang berkeringat dingin Floryn mulai memegang tuas dan menggerakannya dengan hati-hati.Suara mesin terdengar sedikit lebih kuat
Ketika Floryn masuk ke dalam kamar, dia menemukan Nara tengah duduk dilantai, bersandara pada lemari makanan, anak itu tengah memakan beberapa bungkus biscuit dengan segelas susu sambil bermain dengan seekor anak anjing yang tengah melompat-lompat disekitar Nara.Floryn menatap ngeri keadaan kamar Nara kini berantakan, barang-barang berserakan dipenjuru tempat hingga tidak ada jalan untuk Floryn melangkah.Floryn hanya bisa menghela napasnya dengan berat, kini tugasnya bertambah lebih berat. Floryn tidak hanya harus membujuk Nara dan memperbaiki suasana hatinya, dia juga harus membereskan seisi kamar yang kini seperti kapal pecah.Inilah salah satu sifat buruk Nara ketika marah dan tidak mendapatkan apa yang dia inginkan, dia akan menjangkau apapun disekitarnya dan melemparkannya sebagai bentuk penyaluran amarah agar tidak memukuli dirinya sendiri.Melihat kedatangan Floryn, Nara merangkak naik ke ranjang bersama anjing poodlenya, gadis kecil itu menyembunyikan diri dibawah selimut.
Floryn mengetuk daun pintu beberapa kali sebelum melangkahkan kakinya memasuki dapur belakang, gadis itu tersenyum malu melihat seorang pria berperawakan tinggi besar, kulitnya yang cokelat eksotis dihiasi beberapa buah tato hingga sampai ke leher dan sebagian kepalanya yang plotos. Pria besar itu tengah memeriksa beberapa buah dari keranjang.Floryn meremas kuat permukaan pakaiannya, berusaha memberanikan diri untuk menyapa lebih dulu. “Maaf, saya datang terlambat. Saya Flo, saya perawat baru nona Nara,” ucap Floryn memperkenalkan diri dengan suara yang nyaris tidak terdengar.Floryn malu atas keterlambatannya, dia telah menghabiskan terlalu banyak waktunya untuk mencari sepatunya ke penjuru tempat dan beberapa tong sampah. Hingga kini, sepatu itu tidak Floryn temukan.Entah siapa orang yang sudah mengambil sepatu jeleknya, Floryn takut orang itu akan membuang sembarangan.Diam-diam Floryn sempat menangis sendirian didalam toilet, dia tidak dapat membayangkan akan berjalan tanpa ala
Selembar document terlipat ke belakang, Alfred membacanya dengan teliti, mempelajari beberapa hal penting yang harus dia ketahui sebelum memulai ikut bekerja dengan ayahnya besok nanti.Selama ini, meski Alfred sibuk dengan pekerjaannya sebagai pilot, dia juga tahu tugasnya sebagai pewaris yang suatu hari nanti, lambat laun akan berpindah ke tangannya. Alfred tidak pernah berhenti untuk belajar hingga mendatangkan bebera guru khusus untuk mengajarinya tentang bisnis.Beberapa laporan penting terkadang sampai ketangannya agar Alfred tidak ketinggalan tentang perkembangan bisnis keluarganya.Menjadi pewaris adalah kewajiban mutlak yang tidak akan pernah bisa Alfred tolak, terkecuali dia tidak lagi menjadi dari bagian keluarga Morgan. Alfred tahu betul, kedatangannya ke perusahaan dan langsung menduduki sebuah jabatan akan menerima pandangan yang berbeda-beda. Rasa hormat, rasa iri, sekelompok penjilat, hingga kelompok orang yang akan terus meremehkan kemampuannya dan berpikir jika dia
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s