Kaki Floryn berdiri lemas, teriakan terendam dalam bekapan kuat seorang lelaki berambut putih dengan balutan pakaian formal yang rapi dan bermerk, wajahnya yang tampan terlihat dingin dan tatapannya kosong.Floryn terintimidasi oleh ketenangannya yang berbahaya. “Jangan berteriak, aku utusan Alfred Morgan,” ucap lelaki itu berbisik memberitahu, menurunkan ketegangan dan ketakutan dibahu Floryn, “atur napasmu dan tenanglah,” ucapnya lagi mengintruksikan.Floryn menarik udara sebanyak yang dia bisa begitu bekapannya terlepas, beberapa kali dia harus mengatur napas agar bisa kembali tenang setelah dilanda ketakutan hebat, berpikir bahwa dia telah tertangkap para penjahat.“Sekarang kau sudah tenang?” tanya Michael.Floryn mengangguk tanpa suara, dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa keadaannya telah baik-baik saja.Michael mundur satu langkah dan melihat penjuru gang yang masih sepi, dilihatnya kembali Floryn yang tampak sudah mulai tenang. “Sekarang berjalanlah keluar dan biarkan merek
Mobil bergerak cepat membelah jalan kota Hanoi yang dipadati oleh para pengendara roda dua dan bangunan yang lebih banyak berasitektur colonial Prancis. Kota ini adalah sebuah ibukota paling tertua di Asia tenggara.Hanoi mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, pemerintahan sudah merencakan ditahun 2030 nanti, kota Hanoi akan melakukan pelarangan penggunakan motor untuk melancarkan lalu lintas dan mengurangi polusi.Steve Morgan membidik kota ini untuk pembangunan transportasi public sebagai jalan alternative. Alfred menopang dagunya melihat keluar jendela dengan senyuman cerah seperti bunga matahari yang berada dibawah birunya langit yang hangat.Carissa yang duduk disamping Alfred beberapa kali melirik, mencari-cari moment yang tepat untuk mengajaknya berbicara dan tidak mengganggu k
Dany berjalan terpincang-pincang dengan bantuan tongkat yang menyangga tangan, dia meninggalkan ruangan setelah melakukan pemeriksaan mengenai pelepasan perban dari bekas operasi kakinya.Semenjak kehilangan satu kakinya dan harus melalui berbagai pengobatan, Dany beristirahat dengan sejumlah uang hasil penipuan yang dia lakukan pada Rachel.Sampai detik ini, Dany masih dendam pada gadis yang sudah membuatnya cacat seumur hidup, Dany ingin memberinya pelajaran sampai tubuh gadis itu terbagi beberapa bagian. Kebetulan hari ini teman-temannya kembali mendapatkan perintah dari Rachel untuk mengeksekusi Floryn. Dany sudah meminta teman-temannya agar membawa Floryn dalam keadaan sehat ke kediamannya karena disana, Dany ingin menjadi orang pertama yang melukai dan menyiksanya sedikit demi sedikit.Dany menyeringai jahat, membayangkan bagaimana nanti Floryn menangis menjerit kesakitan saat Dany memotong kaki dan tangan kecilnya dengan pisau kecil yang sepanjang malam telah dia asah.Suara
Napas Emier tertahan didada, pria paruh baya itu mematung dengan mata lebar tajam dan rahang mengeras. Terkejut sekaligus tidak percaya dengan pengakuan lancang lelaki gelandangan yang kini berdiri dihadapannya.“Katakan sekali lagi,” pinta Emier dengan geraman yang tajam, dia masih tidak percaya dengan apa yang telah didengar.“Namaku Dany, Kakak ipar. Aku adik kandungnya Issabel,” sapa Dany mempertegas statusnya sebagai adik Issabel.Mata Emier membulat sempurna, pria paruh baya itu masih beraksi sama seperti sebelumnya, terkejut dan marah.Diam-diam Rachel meremas permukaan ranjang, tamat sudah riwayatnya, satu persatu kebohongan yang selama ini dia tutup rapat bersama Issabel terbuka begitu saja dengan mudahnya.Akan ada bencana kebih besar jika Dany buka suara dan menceritakan segalanya. Dany harus segera pergi apapun caranya!“Jaga bicaramu, Issabel tumbuh di panti asuhan dan tidak memiliki saudara!” geram Emier dengan mata menyala-nyala dipenuhi oleh amarah yang semakin membel
Sepanjang hari menunggu Nara di sekolah, Floryn menghabiskan waktunya untuk belajar mempersiapkan ujian masuk sekolah. Jauh didalam lubuk hati Floryn sesungguhnya dia mulai ragu apakah ada kesempatan untuknya bisa kembali ke sekolah mengingat kini situasinya semakin memanas.Floryn hanya ingin menikmati kesempatan yang datang dihari ini karena hari esok adalah misteri.Ditengah kesibukannya yang belajar, sesekali dia datang ke kelas Nara dan mengintip untuk mengajaknya berbicara sekadar menanyakan keadaannya dan menasihatinya untuk terus percaya diri.Senyuman cerah dan mata berbinar terlihat jelas dimatanya menunjukan semangat yang berbeda, anak itu mulai tertarik keluar untuk pergi ke kantin sekolah dan bermain di halaman bersama beberapa anak lainnya.Floryn bersyukur, berkat bantuan Alfred Morgan, hari ini Erika datang ke sekolah hanya didampingi oleh seorang asistan rumah tangga, begitupun dengan orang-orang yang mengintainya kini sudah tidak terlihat lagi.Floryn kembali memfoku
“Mengapa kau baru datang?” tanya seorang pria dengan rambut yang terikat dan mengenakan jaket, penampilannya terlihat urakan seperti seorang preman.Pria yang tengah berdiri sambil berdecak pinggang di depan kantor pusat itu adalah Jack, dia sudah menunggu kedatangan Emier sejak jam makan siang, namun Emier justru datang sore hari.“Aku minta maaf lupa memberimu kabar. Aku harus melakukan penggeledahan di distrik X,” jawab Emier terlihat lesu tidak begitu bersemangat. Hari ini cukup banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, namun tubuhnya menjadi mudah lelah tidak seperti biasanya.Kejadian tadi pagi masih mengguncang pikiran Emier dan mengganggu semua konsentrasi pekerjaannya. Emier masih tidak percaya bahwa dia telah dikhianati oleh anak dan isterinya yang selama ini selalu dia bela mati-matian, dan menyakitkannya lagi, uang hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun ikut digunakan untuk membebaskan penjahat.Emier mengusap keningnya dengan penuh tekanan, dia berusaha untuk memfok
Floryn dan Nara segera beranjak dari kursi ketika lampu-lampu taman sudah menyala dan langit menggelap kebiruan.Nara melangkah gontai disisi Floryn, gadis kecil itu bergeser semakin mendekat dan menggenggam tangan kasar Floryn, wajah mungilnya terangkat tidak berhenti menatap Floryn dengan sedih, seolah tidak percaya jika perawat yang setiap hari selalu menyemangatinya untuk menjadi anak yang berani ternyata tengah sakit.“Flo, aku memiliki dokter terbaik yang pasti bisa menyembuhkanmu,” ucap Nara dengan suara bergetar.Floryn langsung tersenyum cerah dengan ujung mata yang melengkung seperti bulan sabit. Floryn sedikit menyesal karena telah berbagi rahasia dengan Nara dan membuatnya menjadi sedih padahal selama ini Floryn tidak pernah merasa terbebani dengan sakitnya.Entah mengapa Floryn tidak penah merasa takut akan sakitnya meski dulu sering kali dia bertanya, mengapa harus dirinya yang kembali dipilih menerima penderitaan?“Nona, pikiran yang sehat dan kebahagiaan juga bisa me
Nara mengusap sudut matanya beberapa kali menahan tangisan yang semakin sulit untuk dia kendalikan setelah mendengar kata-kata buruk Melisa yang telah menghinanya. Nara datang ke lantai atas padahal hanya ingin menemui ibunya sekadar untuk mendapatkan pelukan agar suasana hatinya yang tengah bersedih bisa sedikit mereda, tapi kedatangan Melisa memperburuk kesedihannya.Nara berlari pergi memasuki ruangan kerja ibunya. “Ibu!” tangis Nara terpecah begitu tidak menemukan keberadaan Nathalia. “Ibu!” panggil Nara terisak kencang.“Nara, Sayang.” Nathalia berdiri di ambang pintu, Nara langsung berbalik dan berlari kedalam pelukan Nathalia.“Tenangkan dirimu Sayang, aturlah napas,” nasihat Nathalia menepuk nepuk bahu Nara dengan kesedihan yang begitu jelas dimatanya. Selepas kepergian Melisa, Nathalia sempat keluar untuk menyusul sekadar memberitahu jam pertemuan untuk disesuaikan dengan jadwal kepulangan Alfred.Nathalia sama sekali tidak berpikir jika dia mendengarkan obrolan antara Melis
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s