Inayah mengotak atik ponsel barunya, dia masih bingung dengan beberapa fitur dan aplikasi baru di ponselnya. Jayden melirik pada Inayah, tersenyum miring karena memang lucu juga dengan gadis di sampingnya ini sedang fokus dengan ponsel barunya."Ish, aku tidak mengerti dengan aplikasi-aplikasi di ponsel ini. Apa harus sesusah ini ya mengoperasikannya," kata Inayah kesal sekali dia tidak juga menguasai model ponsel terbaru yang di belikan Jayden."Kenapa kamu ngedumel sendiri? Tidak harus di paksakan untuk memahami semua fitur dan aplikasi di situ, kamu bisa gunakan aplikasi seperti biasa kamu gunakan," kata Jayden."Ck, terlalu ribet. Meski ponsel baru dan bagus, tetap saja merepotkan," ucap Inayah memasukkan lagi ponselnya ke dalam tasnya.Meski kesal, tapi dia penasaran juga dengan ponsel barunya. Kembali di ambilnya ponsel itu dari tasnya, lagi-lagi di utak atik dengan sabar. Sedikit demi sedikit dia bisa memahaminya, tapi lagi-lagi kesal karena masih saja belum bisa di kuasainya.
Jayden memikirkan ucapan bu Masri, ibunya Inayah malam itu. Ada cerita sedih oada gadis itu, hatinya tergelitik mengenai cerita tentang tunangan Inayah dulu yang over dosis karena kecanduan narkoba. Beruntung dia bisa selamat setelah di rawat oleh gadis itu, sampai sekarang dia sudah sehat kembali dan bisa bekerja seperti biasanya."Jadi dia bertekad ingin menyembuhkan aku karena punya pengalaman buruk dengan tunangannya?" gumam Jayden.Punggungnya bersandar di kursi, kepalanya menengadah ke atas dan tangannya memainkan bolpoin. Sesekali di putar kursinya, dia sedang sendirian di ruangannya karena asistennya sedang izin tidak masuk. Di lihatnya pergelangan tangan, pukul empat sore jam di tangannya itu."Sebentar lagi waktunya pulang, aku akan ke yayasan itu lagi. Aku penasaran dengan cerita tentang tunangannya yang meninggal dulu, apa dia masih memikirkannya? Apa dia masih mencintainya?" ucap Jayden, dia ingin tahu semuanya tentang gadis itu.Aah, Jayden jadi semakin penasaran dengan
"Inayah, mau kamu menikah denganku?""Apa?!""Eh, itu bukan apa-apa," kata Jayden tiba-tiba dia gugup sendiri dengan ucapannya.Hatinya merutuki ucapannya sendiri, kenapa bisa dia bicara seperti itu. Apa karena dia ingin dekat terus dengan Inayah? Bahkan gadis itu sekarang lebih ketus dari biasanya dia berada di rumahnya dulu.Tapi, kenapa dia tiba-tiba melamar gadis itu? Benarkah dia ingin menikahi Inayah?Inayah sendiri kaget dengan ucapan Jayden secara tiba-tiba tersebut, wajah tegang, merah dan juga bingung jadi satu. Apa yang di pikirkan Inayah tentang pernyataan Jayden itu?Gadis tersebut melangkah meninggalkan Jayden yang masih kebingungan sendiri dengan sikapnya itu. Merasa malu sendiri, dia takut ucapan Jayden itu hanya gurauan. Terbukti tadi ucapan keduanya setelah kalimat lamarannya, itu bukan apa- apa."Dia pikir ucapannya tidak di pikirkan dulu apa? Kalau orang lain akan baper jadinya, tapi aku justru meragukan semua ucapannya tadi," ucap Inayah sambil berjalan meninggalk
Inayah terngiang ucapan Jayden tadi malam, pekerjaan mencuci piring di dapur membuatnya sangat lama selesainya. Membuat adiknya itu heran dengan kakaknya yang melamun pagi seperti ini."Kak Naya kenapa melamun? Tuh piringnya belum di siram dengan air," kata Sisil adik Inayah.Inayah terkejut, dia melihat piringnya sudah numpuk dan belum di siram dengan air. Buru-buru dia siram dengan air keran, menggosoknya. Sejak tadi adiknya memperhatikan apa yang di lakukan oleh Inayah. Berdiri bersandar di pinggiran westafel."Kak, semalam yang mengantar kakak itu siapa?" tanya Sisil."Kenapa memangnya?" tanya Inayah masih membersihkan piring-piring."Ganteng lho kak, penampilannya seperti bos-bos besar," ucap Sisil."Ck, kamu masih kecil. Jangan naksir laki-laki, lebih baik kamu belajar yang benar. Sebentar lagi menghadapi ujian," ucap Inayah mengakhiri mencuci piring."Dewasa ya orangnya," kata Sisil tidak mempedulikan ucapan Inayah.Inayah menghela napas panjang, menatap adiknya seksama."Kamu
Inayah bergegas pergi ke depan, dia penasaran siapa yang datang mencarinya. Tapi tebakannya pasti mantan majikannya, dan benar saja. Di kursi teras duduk Jayden di temani adiknya yang sedikit centil mengobrol dengan Jayden. Inayah berdecak kesal, kenapa adiknya jadi berubah centil pada laki-laki. Apa lagi Jayden yang di hadapannya, dia ingat akan ucapan Sisil yang meminta di kenalkan pada Jayden. Entah kenapa dia jadi tidak suka pada adiknya itu.Jayden melihat Inayah hanya berdiri saja di depan pintu dengan wajah kesal. Dia tersenyum tipis melihat wajah Inayah yang kesal."Inayah, sini duduk," kata Jayden seolah dia yang jadi tuan rumahnya.Dahi Inayah berkerut dengan ucapan Jayden, bibirnya terkatup rapat. Sisil menoleh, dia tersenyum senang dan beranjak menghampiri kakaknya."Kak, tuan Jayden datang. Katanya ingin ketemu kak Naya, oh ya. Kakak tidak lupa kan mau mengenalkan aku sama tuan Jayden?" tanya Sisil."Bukannya kamu tadi bicara dengannya? Kenapa minta sama kakak?" tanya Ina
Mobil melaju pelan, suasana jalanan tampak ramai ketika mobil Jayden melintas di jam waktu siang hari di hari Minggu. Tidak ada pembicaraan di antaranya dan Inayah, Jayden hanya menoleh ke arah Inayah yang masih diam saja. Wajah tanpa ekspresi itu membuat Jayden jadi waswas akan keputusan Inayah nanti, tapi dia akan tetap meminta gadis itu mau menikah dengannya.Satu jam perjalanan, mereka tidak pergi ke kafe atau restoran. Tapi pergi ke pantai terdekat, sesuai keinginan Inayah. Jayden menuruti saja, dia memarkirkan mobilnya di area parkir. Keduanya keluar dan menuju sebuah warung yang di kelilingi pohon kelapa.Angin bertiup dari arah laut, membuat kerudung Inayah berkibar. Angin yang cukup besar itu membuat Inayah harus menutupi wajahnya agar tidak tersapu angin laut. Jayden mengajak Inayah duduk, seorang pelayan menghampiri. Bertanya apakah mereka akan memesan sesuatu."Kelapa muda dua ya, kalau ada rujak manis juga," kata Jayden pada pelayan itu."Baik tuan, ada lagi?" tanya pelay
"Jadi, apa jawabanmu Inayah?" tanya Jayden, berharap gadis itu menjawab iya."Aku ..."Ucapan Inayah menggantung, entah kenapa Jayden jadi berdebar dengan jawaban Inayah nanti. Dia menatap gadis itu dengan lekat, apa perlu dia mengungkap perasaannya?"Inayah aku ...""Apa boleh aku menjawab nanti?" Inayah bertanya cepat sebelum Jayden mengatakan hal lain, dia menatap Jayden dari samping."Emm, boleh. Tapi aku mohon jangan lama-lama, besok sepulang dari kantor akan menjemputmu lagi," kata Jayden."Tidak usah tuan," kata Inayah menolak."Jangan menolak, aku akan menjemputmu pulang," kata Jayden memaksa."Ck, pemaksa," Inayah kesal juga.Sejak Jayden jadi pemaksa seperti itu, dia selalu kesal. Apa lagi dulu sewaktu masih di rumahnya, kadang memang sering sekali memaksa. Karena dulu dia adalah masih berstatus perawatnya, jadi dia hanya menurut saja. Tapi sekarang, Inayah lebih banyak menolak bahkan rasa kesalnya selalu di tunjukkan. Justru itu yang membuat Jayden suka, senang dengan wajah
Jayden mengantar Inayah pulang sore harinya setelah mereka mengobrol masalah mereka. Mobil berhenti di depan halaman rumah Inayah, laki-laki itu belum membukakan kunci pintu mobil. Membuat Inayah berkerut, menatap Jayden."Tuan, ini belum di buka kuncinya," kata Inayah."Aku ingin melihatmu," jawab Jayden santai.Inayah membola, dia menggeleng kepala dan tertawa kecil. Lucu sekali dia mendengar ucapan seperti rayuan dari orang yang tidak biasanya merayu, aneh baginya mendengar ucapan Jayden itu."Kamu tahu, aku sebanarnya lelaki romanti. Hanya saja mereka menganggapku dingin karena mungkin aku terlihat begitu," kata Jayden."Ya, aku merasa anda itu aneh. Apa lagi hari ini, apa anda sedang baik-baik saja?""Hari ini aku sangat baik, karena bisa jalan denganmu tanpa harus berdebat," ucap Jayden.Inayah menarik napas panjang, di rapikannya kerudungnya yang tidak nyaman. Jayden masih menatapnya, membuat gadis itu gugup. Entahlah, Inayah merasa aneh dengan sikap Jayden. Apakah benar kalau