Inayah terngiang ucapan Jayden tadi malam, pekerjaan mencuci piring di dapur membuatnya sangat lama selesainya. Membuat adiknya itu heran dengan kakaknya yang melamun pagi seperti ini."Kak Naya kenapa melamun? Tuh piringnya belum di siram dengan air," kata Sisil adik Inayah.Inayah terkejut, dia melihat piringnya sudah numpuk dan belum di siram dengan air. Buru-buru dia siram dengan air keran, menggosoknya. Sejak tadi adiknya memperhatikan apa yang di lakukan oleh Inayah. Berdiri bersandar di pinggiran westafel."Kak, semalam yang mengantar kakak itu siapa?" tanya Sisil."Kenapa memangnya?" tanya Inayah masih membersihkan piring-piring."Ganteng lho kak, penampilannya seperti bos-bos besar," ucap Sisil."Ck, kamu masih kecil. Jangan naksir laki-laki, lebih baik kamu belajar yang benar. Sebentar lagi menghadapi ujian," ucap Inayah mengakhiri mencuci piring."Dewasa ya orangnya," kata Sisil tidak mempedulikan ucapan Inayah.Inayah menghela napas panjang, menatap adiknya seksama."Kamu
Inayah bergegas pergi ke depan, dia penasaran siapa yang datang mencarinya. Tapi tebakannya pasti mantan majikannya, dan benar saja. Di kursi teras duduk Jayden di temani adiknya yang sedikit centil mengobrol dengan Jayden. Inayah berdecak kesal, kenapa adiknya jadi berubah centil pada laki-laki. Apa lagi Jayden yang di hadapannya, dia ingat akan ucapan Sisil yang meminta di kenalkan pada Jayden. Entah kenapa dia jadi tidak suka pada adiknya itu.Jayden melihat Inayah hanya berdiri saja di depan pintu dengan wajah kesal. Dia tersenyum tipis melihat wajah Inayah yang kesal."Inayah, sini duduk," kata Jayden seolah dia yang jadi tuan rumahnya.Dahi Inayah berkerut dengan ucapan Jayden, bibirnya terkatup rapat. Sisil menoleh, dia tersenyum senang dan beranjak menghampiri kakaknya."Kak, tuan Jayden datang. Katanya ingin ketemu kak Naya, oh ya. Kakak tidak lupa kan mau mengenalkan aku sama tuan Jayden?" tanya Sisil."Bukannya kamu tadi bicara dengannya? Kenapa minta sama kakak?" tanya Ina
Mobil melaju pelan, suasana jalanan tampak ramai ketika mobil Jayden melintas di jam waktu siang hari di hari Minggu. Tidak ada pembicaraan di antaranya dan Inayah, Jayden hanya menoleh ke arah Inayah yang masih diam saja. Wajah tanpa ekspresi itu membuat Jayden jadi waswas akan keputusan Inayah nanti, tapi dia akan tetap meminta gadis itu mau menikah dengannya.Satu jam perjalanan, mereka tidak pergi ke kafe atau restoran. Tapi pergi ke pantai terdekat, sesuai keinginan Inayah. Jayden menuruti saja, dia memarkirkan mobilnya di area parkir. Keduanya keluar dan menuju sebuah warung yang di kelilingi pohon kelapa.Angin bertiup dari arah laut, membuat kerudung Inayah berkibar. Angin yang cukup besar itu membuat Inayah harus menutupi wajahnya agar tidak tersapu angin laut. Jayden mengajak Inayah duduk, seorang pelayan menghampiri. Bertanya apakah mereka akan memesan sesuatu."Kelapa muda dua ya, kalau ada rujak manis juga," kata Jayden pada pelayan itu."Baik tuan, ada lagi?" tanya pelay
"Jadi, apa jawabanmu Inayah?" tanya Jayden, berharap gadis itu menjawab iya."Aku ..."Ucapan Inayah menggantung, entah kenapa Jayden jadi berdebar dengan jawaban Inayah nanti. Dia menatap gadis itu dengan lekat, apa perlu dia mengungkap perasaannya?"Inayah aku ...""Apa boleh aku menjawab nanti?" Inayah bertanya cepat sebelum Jayden mengatakan hal lain, dia menatap Jayden dari samping."Emm, boleh. Tapi aku mohon jangan lama-lama, besok sepulang dari kantor akan menjemputmu lagi," kata Jayden."Tidak usah tuan," kata Inayah menolak."Jangan menolak, aku akan menjemputmu pulang," kata Jayden memaksa."Ck, pemaksa," Inayah kesal juga.Sejak Jayden jadi pemaksa seperti itu, dia selalu kesal. Apa lagi dulu sewaktu masih di rumahnya, kadang memang sering sekali memaksa. Karena dulu dia adalah masih berstatus perawatnya, jadi dia hanya menurut saja. Tapi sekarang, Inayah lebih banyak menolak bahkan rasa kesalnya selalu di tunjukkan. Justru itu yang membuat Jayden suka, senang dengan wajah
Jayden mengantar Inayah pulang sore harinya setelah mereka mengobrol masalah mereka. Mobil berhenti di depan halaman rumah Inayah, laki-laki itu belum membukakan kunci pintu mobil. Membuat Inayah berkerut, menatap Jayden."Tuan, ini belum di buka kuncinya," kata Inayah."Aku ingin melihatmu," jawab Jayden santai.Inayah membola, dia menggeleng kepala dan tertawa kecil. Lucu sekali dia mendengar ucapan seperti rayuan dari orang yang tidak biasanya merayu, aneh baginya mendengar ucapan Jayden itu."Kamu tahu, aku sebanarnya lelaki romanti. Hanya saja mereka menganggapku dingin karena mungkin aku terlihat begitu," kata Jayden."Ya, aku merasa anda itu aneh. Apa lagi hari ini, apa anda sedang baik-baik saja?""Hari ini aku sangat baik, karena bisa jalan denganmu tanpa harus berdebat," ucap Jayden.Inayah menarik napas panjang, di rapikannya kerudungnya yang tidak nyaman. Jayden masih menatapnya, membuat gadis itu gugup. Entahlah, Inayah merasa aneh dengan sikap Jayden. Apakah benar kalau
Pagi ini, Inayah masih bimbang memberi jawaban pada Jayden. Hari ini dia berangkat lebih pagi dari biasanya, karena sebenarnya jawdal untuk bimbingan pada para pasien pecandu itu siang hari. Jika pagi hari tugasnya staf di yayasan dan juga dokter praktek untuk memastikan kesehatan para pasien itu.Dia menaiki angkot, bertemu dengan teman satu yayasan bekerja di sana. Narti, teman Inayah itu heran kenapa dia berangkat lebih pagi."Kamu ada tugas dari pak Jalal? Kok berangkat lebih pagi, Inayah," tanya Narti heran."Tidak sih, hanya saja aku ingin berangkat pagi. Pengen mengecek pasien yang kemarin baru masuk," jawab Inayah beralasan."Hemm, kemarin kamu minta di tangani nanti saja. Kenapa sekarang jadi tiba-tiba mau mengecek anak itu? Ada apa sebenarnya?" tanya Narti lagi."Sudahlah, ngga ada apa-apa. Terkadang mood bisa berubah tidak sesuai waktu, kadang mau sekarang kadang juga bisa besok," ucap Inayah lagi."Seperti bukan kamu saja Inayah, biasanya kamu konsisten.""Kan aku sudah bi
"Inayah?"Inayah tertunduk malu, dia datang di waktu yang tidak tepat menurutnya. Dia pikir memang Jayden akan lembur sampai malam, karena yang dia tahu laki-laki itu mengatakan sedang sibuk di kantornya.Jayden melangkah mendekat, bi Ratih pun tersenyum lalu perlahan pergi meninggalkan Inayah dan Jayden."Saya ke belakang dulu, tuan Jayden, Inayah," kata bi Ratih."Bi Ratih tunggu!" ucap Inayah.Bi Ratih tersenyum lalu pergi meninggalkan Inayah. Jayden berhenti di depan Inayah, kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong celana, menatap dalam gadis di depannya. Ada perasaan senang ketika Inayah berada di rumahnya, meski dia pasti mengelak hanya menemui bi Ratih. Tapi Jayden yakin Inayah pasti sedang mencarinya."Kamu kesini mau ketemu aku?" tanya Jayden."Tidak. Ingin ketemu bi Ratih saja, sudah lama tidam bertemu," jawab Inayah gugup.Dia tidak menyangka Jayden ada di hadapannya, Jayden hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik tapi berhenti lagi."Emm, kalau sudah selesai deng
Jayden sudah menyiapkan semuanya, dia ingin menikah dengan mewah di hotel berbintang lima. Tamu yang dia undang adalah klien binsisnya, juga sahabatnya dokter Andrew. Dia mengundang Aldo dan Marlyn juga, karena dia ingin kebahagiaannya di lihat oleh keduanya. Bukannya mau membalas perbuatan mereka, tapi dia sudah melupakan kejadian itu.Baginya, kebahagiaan lebih penting di banding harus dendam pada mereka berdua. Belum lagi dia juga sudah memberitahu papanya, tuan Andra. Laki-laki itu tidak merespon ketika Jayden memberitahu kalau akan menikah.Kini, menjelang satu hari sebelum pernikahannya. Dia duduk di kafe dengan dokter yang selama ini menjadi kawan, sahabatnya yang setia."Jadi kamu sudah memberitahu papamu?" tanya dokter Andrew."Sudah," singkat Jayden menjawab."Lalu, bagaimana tanggapannya?" tanya dokter Andrew lagi."Entah, tidak ada reaksi apa pun," jawab Jayden menyesap kopinya.Keduanya diam, dokter Andrew melirik jam di pergelangan tangannya. Jayden melirik sahabatnya ya