“PRIA BRENGSEK!!” maki Prisilla keras-keras.
Bahkan Amanda yang bercerita padanya menutup telinga. Ia paham dengan kekesalan sahabat karibnya ini. Prisilla kenal Alex dan sejak awal hubungan Amanda dan lelaki itu, sahabatnya menentang.
“Bisa-bisanya dia brengsek!” Dari mulut Prisilla meluncur sumpah serapah untuk Alex. Amanda tidak akan menghapal satu pun sumpah serapah dari berbagai bahasa itu. Ia tidak berniat mengucapkannya, tetapi ia bersyukur ada yang mau memakai semua itu untuk menyumpahi lelaki paling brengsek dalam hidupnya. “Aku akan membunuhnya jika bertemu!” kata Prisilla sungguh-sungguh.
Amanda merasa dirinya amat sangat buruk kini. Ia tidak tahu apa yang bisa dikatakan pada Prisilla. Ia memang memberitahu kalau Alex menjualnya, tetapi tidak mengatakan kalau ia sudah terjual. Ia tidak mau Prisilla menghindarinya. Amanda merasa sangat egois, tetapi ia butuh teman seperti Prisilla sekarang.
“Aku benar-benar dibutakan cinta,” kata Amanda pada Prisilla pelan.
Sahabatnya merengkuh Amanda segera, membiarkan gadis itu menangis dan tidak mencoba menginterupsi. Lama sampai kemudian Amanda berhenti menangis. Matanya bengkak sekarang dan hidung Amanda menjadi mampet. Ia masih bersandar di bahu Prisilla.
“Jangan pikirkan lagi si Al … maksudku si brengsek itu!” tegas Prisilla pada Amanda.
Amanda mengangguk dan menyambar tisu lalu membersihkan hidungnya keras-keras. Walaupun sudah berjanji tidak memikirkan Alex, ia tak bisa menghilangkan kejadian buruk yang menimpanya begitu saja. Bayangan William yang duduk menunggunya sadar dengan hanya memakai pakaian tidur seperti mimpi buruk. Itu adalah kenyataan paling buruk yang hadir di hidup Amanda.
Ia butuh waktu yang lama untuk melupakan kecelakaan yang menimpa dirinya. Kecelakaan yang terjadi lima belas tahu lalu yang menjadikan Amanda yatim piatu. Selama waktu yang dilalui untuk menerima kejadian tragis itu, ia selalu mengalami mimpi buruk setiap malam. Kali ini, berapa lama waktu yang harus dihabiskannya. Ia sendiri tidak mau menerima kenyataan sudah tidur dengan seorang pria yang baru dua kali ditemui. Ditambah lagi hal tersebut didasarkan azas jual beli. Dirinya bukan barang. Amanda adalah seorang manusia.
“Baiklah … kita akan pergi bersenang-senang!” Tiba-tiba Prisilla berseru.
Amanda menarik selimut hingga menutupi kepalanya segera. Bersenang-senang dalam kamus Amanda berada jauh dari keramaian. Namun, untuk Prisilla sebaliknya. Ia akan menyeret Amanda ke sebuah pesta yang penuh dengan dentuman musik dan orang-orang yang nyaris tidak dikenal.
“Aku tidak mau pergi,” gumamnya dari dalam selimut.
Selimut yang menutupi tubuh Amanda seketika itu terbang dan mendarat di lantai. Prisilla sudah berkacak pinggang, bibirnya yang seksi cemberut.
“Inilah yang harus diubah darimu. Kamu tidak boleh sendirian saat seperti ini. Kamu tahu kan setan bisa saja menyuruhmu melakukan hal aneh?” Prisilla menarik kedua tangan Amanda untuk berdiri.
“Aku benar-benar tidak mau pergi,” rengek Amanda. Suaranya terdengar sengau.
Ia ingin sendirian sekarang. Mungkin menangis sampai tertidur karena kelelahan. Akan tetapi, selama ada Prisilla di sini hal itu tidak akan terjadi.
Karena dorongan Prisilla, Amanda sudah selesai berdandan sekarang. Entah memang sahabatnya memiliki intuisi yang kuat, atau sejak awal memang sudah berencana mengajak Amanda ke pesta. Di dalam tas Prisilla ada gaun cantik yang pas di tubuh Amanda.
“Kamu harus tunjukkan pada cecungguk itu, kalau tidak butuh dia lagi. Oke?”
Amanda tidak berharap bertemu Alex sekarang. Seluruh tubuhnya jadi gemetar setiap kali melihat Alex. Ia masih bisa merasakan bagaimana Alex begitu mempengaruhinya di bandara. Namun, ia mengangguk juga. “Ya. Aku pasti akan menunjukan hal itu padanya,” tekad Amanda.
***
Pesta yang didatanginya menyebalkan. Bukan hanya karena tidak ada seorang pun yang dikenal, tetapi juga karena setelah sampai di pesta Prisilla malah menghilang.
Apanya yang datang ke sini mau menghiburku? Amanda merungut. Ia mengambil koktail buah yang berada di atas nampan yang dibawa pelayan.
Amanda mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Bisa dibilang ke beberapa tempat yang bisa dilihat dan tidak menemukan Prisilla di sana. Ia ingin tahu ke mana sahabatnya itu pergi.
“Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini.”
Seluruh tubuh Amanda menegang seketika. Ia tak mungkin lupa suara yang menjadi mimpi indahnya beberapa lama ini. Bahkan, beberapa minggu lalu ia tak sabar mendengar suara yang sama menyatakan lamaran padanya. Ia berharap sekarang sedang bermimpi dan terbangun di kamar kosnya. Namun, akhirnya lelaki yang menghancurkan mimpi indah Amanda berdiri di depannya. Ia meletakan gelas koktail yang baru sedikit disesapnya dan melirik cemas. Ia berharap Prisilla muncul sekarang supaya bisa keluar dari sini segera. Akan tetapi, harapannya tidak terkabul.
“Wajahmu pucat, apa kamu sakit?”
Biasanya Amanda akan senang mendengar nada khawatir yang keluar dari mulut Alex. “Jangan sentuh aku!” Ia menepis tangan Alex yang sudah terulur. Tubuhnya sudah mulai gemetaran.
Lelaki di depannya tampak tersinggung dengan sikap Amanda. “Jadi kalau William boleh menyentuhmu? Upss … aku lupa kalau kalian ….”
Amanda tahu kalau Alex sengaja ingin memancing emosinya sekarang. Lelaki di depannya sedang ingin mempermalukannya. Ia mengenggam erat-erat gaunnya untuk menahan amarah dan air mata. “Mungkin,” kata Amanda tak kalah pongah. Mendengar pengakuan dirinya sendiri, Amanda merasa jijik. Tidak ada satupun yang terjadi malam itu yang disyukurinya.
“Kalau begitu, kamu juga akan suka jika aku mendekatimu lagi, kan?” Alex maju.
Amanda tidak tahu harus lari ke mana. Ia berharap seseorang datang dan menyelamatkannya, bahkan jika itu iblis. Punggungnya sudah membentur dinding dan di manapun pahlawan yang dipanggil Amanda harus segera datang.
“Ah … sepertinya kamu memiliki kebiasaan buruk, ya?”
Amanda mendengar suara seorang lelaki lagi saat memejamkan matanya karena takut. Ia tak mau membuka mata dan menyadari jika hanya memanggil pahlawan di dalam khayalannya saja.
“Wah, aku baru saja mendengar sesuatu yang aneh? Kebiasaan buruk? Maksudmu?” tanya Alex.
Ia bertanya-tanya apakah sekarang boleh membuka mata dan mengetahui siapa yang sudah mengambil peran menjadi pahlawannya.
“Perempuan ini milikku!”
Tubuh Amanda melayang beberapa inci dari tanah. Ia membuka mata dan melihat William telah membopongnya di pangkuan. Ia melotot, tapi malah berpegangan erat pada pria itu. Bahkan ia dengan sengaja bersandar di dada bidang William.
“Kamu sudah menjualnya padaku. Artinya kamu sudah tidak punya hak untuk menganggunya sekarang,” kata William. Ia membawa Amanda pergi dengan tidak membiarkannya turun dulu.
Ia menjadi perhatian semua orang di dalam ruangan sekarang. Maka Amanda kembali memejamkan mata. Begitu udara dingin sudah menerpa wajahnya, Amanda berontak dan berhasil turun dari gendongan William.
“Kamu juga tidak memiliki hak untuk memperlakukanku seperti ini!” Suara Amanda kecil, padahal dorongan untuk berteriak sangat besar .
William tersenyum dan Amanda memiliki keinginan untuk melayangkan tonjokan ke wajah tampan milik pria di depannya.
“Aku harus bicara denganmu. Ini masalah penting,” kata William tenang.
“Sayangnya aku tidak ingin bicara padamu. Apa kamu mengerti itu? Bahkan tidak ada sedikitpun bagian diriku yang ingin dekat denganmu!” Amanda kembali menekan keinginannya untuk berteriak dan menepis ingatan bahwa ia baru saja bersandar pada William.
Masih dengan senyuman di wajahnya, William berkata, “Kamu akan bersyukur saat mendengarnya. Sungguh. Ini penawaran yang sangat bagus untukmu.” Kemudian ia membunuh jarak yang hanya tersedia sedikit di antara mereka. “Kamu yakin tidak ada bagian dari dirimu yang menginginkanku.”
Amanda bertanya pada dirinya, bolehkah sekarang ia melayangkan pukulan ke wajah William yang tampan dan tidak menyesal karena memutuskan itu?
Bolehkah William merasa senang melihat reaksi Amanda? Pupil gadis di depannya membesar dan tubuh Amanda bergetar. Walau gadis itu berusaha keras untuk menyembunyikan reaksi tubuhnya, William bisa melihatnya dengan jelas. Mengemaskan. Ia membatin. Rasanya kehidupan bersama Amanda akan sangat menarik. Setiap pagi ia akan melihat wajah cantik Amanda. Kadang-kadang melihat kilatan kemarahan di mata gadis ini. Lalu bisa jadi ia akan melihat cinta. Untuk semua hal yang bisa dilakukan, William bersedia mengorbankan apapun untuk menjadikan Amanda istri kontraknya. Amanda mendorong tubub William untuk mundur dari dirinya. Kemudian ia memeluk dirinya sendiri untuk bisa menghentikan getaran dari perasaan takut yang menjalarinya. “Kamu baik-baik saja?” tanya William mulai sedikit khawatir. Amanda memang terlihat kuat. Namun, masalah yang tumpeng tindih menimpanya bukan sesuatu yang bisa dihadapi manusia yang waras untuk tidak terguncang. “Jangan
Taman tempat ia sering bermain masih seperti dulu. Rumpun mawar tertata sangat cantik di tengah dan perdu-perdu berwarna-warni mengelilingi bagian yang berfungsi sebagai jalan setapat dan tempat bermain. Aku tidak ingin kembali. William menyugar rambutnya dengan kedua tangan. Ia enggan keluar dari mobil. Ketukan di kaca mobil membuatnya membuka mata. Ia harus keluar. Atau bisa saja diseret secara paksa nanti. “Aku senang bisa melihatmu setelah sekian lama, Nak.” Sayang sekali, William tidak merasakan hal yang sama. Ia juga tahu kalimat yang diucapkan ayah tirinya hanya di bibir saja. Jauh di dalam lubuk hati pria yang terpaksa dipanggil Ayah sejak umur lima tahun mengumpat, menyuruhnya mati setiap kali bertemu. “Aku juga begitu, Papa. Aku rindu sekali dengan rumah.” Kalimatnya begitu kontradiksi mengingat betapa ia selalu mencari alasan untuk bisa keluar dari rumah sejak umurnya sepuluh tahun. “Ibumu sudah menunggu. Ia
Kepala Amanda sakit sekali. Ia susah payah mengusir Prisilla semalam. Teman karibnya itu memaksa untuk tetap berada di kamar kosnya sampai ia menceritakan bagaimana William dan Amanda bisa bertemu. Selepas Prisilla pulang, Amanda tak lantas tidur. Pikirannya berkelana tanpa arah. Pertama-tama menyalahkan takdir pertemuannya dengan Alex. Kemudian menyalahkan dirinya yang kerasa kepala, padahal banyak orang yang sudah memperingatkannya. Selanjutnya ia mengutuk diri sendiri karena terpesona pada William. Amanda mengacak kepalanya karena frustrasi. Ia lalu merebahkan diri memandang langit-langi yang mungkin saja bisa menenangkan hatinya sedikit. “Kenapa hal seperti ini bisa terjadi? Aku punya dosa apa di masa lalu sampai dihukum seperti ini?” keluhnya sebelum menutup wajah dengan bantal. Begitu merasa sesak ia melempar benda itu ke sisi lain ranjang. Jika terus-terusan berada di rumah, Amanda tidak tahu akan sebanyak apalagi pikiran buruk datang padanya.
“Jadi dia menolak keponakanku?” Ayah tiri William meremas kertas yang menjadi bulatan-bulatan kecil dan menjentikannya kembali ke atas meja.Ia baru saja selesai menjamu keponakannya yang patuh dan cantik. Kembali mengatakan pada gadis berusia 23 tahun tersebut kalau anak tirinya akan menyetujui rencana pertunangan tersebut. Kini ia mendapatkan kabar yang bisa menghancurkan rencananya dengan cepat.“Dia tidak punya hubungan dengan seorang gadis bukan?” tanya Wyatt pada mata-mata yang ditempatkan di dekat William.Pemuda yang menjadi sopir pribadi William itu memberi hormat terlebih dahulu sebelum menjawab, “Saya mengantarkan seorang gadis dari hotel tempat menginap Tuan William di Bali. Gadis itu pergi dengan tergesa-gesa di pagi hari. Tuan Azzar meminta saya mengantarkan gadis itu ke bandara dengan selamat.Wyatt mendesah. Ada-ada saja yang berusaha mengagalkan rencananya. Awalnya ia ingin memanfaatkan Esme, untuk mengekang
“Bersumpahlah padaku kamu tidak akan memberitahu siapapun!”Mata Amanda lekat memandang Prisilla. Gadis itu balas menatapnya bingung. Mungkin tidak menyangka alih-alih mendengar kabar gembira, Prisilla malah diminta bersumpah.“Tunggu sebentar, sebenarnya ada apa?” Prisilla jelas tak mau begitu saja disumpah untuk sesuatu yang tidak dimengerti.Amanda mulai menimbang-nimbang untuk jujur. Jika ia ingin kepercayaan dari Prisilla, dirinya tentu juga harus mengatakan semuanya. Mana mungkin ada seseorang yang percaya tanpa pikir panjang.“Ada sesuatu yang tidak kuceritakan padamu.” Amanda memulainya. Namun, ia tetap gelisah karena merasa akan mencoreng arang ke keningnya.“Ada apa, Amanda? Jangan buat aku penasaran!” pekik Prisilla akhirnya karena Amanda tidak kunjung bicara.Amanda malah meremas-remas jemarinya. Matanya menatap gelisah dan tidak fokus di satu tempat saja. “Kamu pasti ingat pa
Mobil yang membawa Amanda melewati perbukitan dan kemudian menghamparkan pemandangan laut, berhenti di perhentian terakhir sekitar lima belas menit lalu. Karena baru pertama kali berada di tempat itu, jujur Amanda memang kebingungan apa yang harus dilakukan. Ia memang sudah mendapatkan nomor kakaknya Prisilla, tapi apa yang akan dikatakannya saat menelepon? Aku sudah sampai? Siapa memang dirinya sampai berkata seperti itu.“Sebaiknya kutunggu saja.”Diedarkan pandangan ke sekitar terminal bus kecil tersebut dan melihat beberapa warung makan yang masih buka. Barulah kini Amanda menyadari jika dirinya merasa lapar. Ia mengangkat tas kain yang berisi beberapa helai pakaian ganti menju warung bertuliskan nasi soto.“Silakan duduk, Nak, mau makan apa?” tanya seorang ibu yang memakai kebaya.Amanda memperhatikan menu yang ada di dinding yang dilengkapi dengan gambar, bukan hanya soto saja yang dihidangkan di warung kecil ini. Ad
Prisilla anak bungsu dari lima bersaudara. Rumah mereka terletak tak jauh dari pantai. Tiga kakak laki-laki Prisilla di atas Agus sudah menikah. Agus sendiri juga sudah diburu pertanyaan “Kapan nikah?” oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, kakak Prisilla tersebut tidak terlalu memikirkan dan sibuk dengan pekerjaannya sebagai satpam.“Oh … kamu di sini?”Amanda menoleh dan menemukan Agus berdiri dua meter dari kursi kayu di tepi pantai tempat ia menghabiskan waktu.“Ada sesuatu?” tanya Amanda yang langsung berdiri.Ia sudah hampir seminggu tinggal di rumah Prisilla. Keluarga temannya tersebut membiarkannya menggunakan kamar Prisilla yang kosong untuk waktu yang lama. Bahkan mereka senang dengan keberadaannya. Malahan, belakangan ia dijodohkan dengan Agus, kakak Prisilla yang belum menikah.“Tidak. Hanya Ibu memintaku untuk melihat di mana kamu berada. Prisilla mewanti-wanti kami untuk menjagamu tetap
Amanda tahu kalau tidak ada gunanya marah. Namun, ia tetap merasa dikhianati oleh Prisilla. Ia sudah benar-benar percaya pada sahabatnya itu.“Aku benar-benar minta maaf, Manda.” Prisilla terisak dan Amanda masih belum menyahuti permintaan tersebut sejak tadi.Ia mendekam diam di dalam kamar kosnya sejak datang dan belum keluar sama sekali. Didengarnya Prisilla mengetuk kembali pintu kamar kosnya. Amanda sempat mengintip sebentar tadi dan menemukan asisten pribadi William juga ada di sana. Seorang laki-laki bernama Azzar.“Pulang saja, Prisilla. Aku tidak mau bertemu denganmu hari ini atau besok. Biarkan aku sendiri dan berpikir!” seru Amanda keras dari dalam kamar.Jam menunjukan pukul 10 pagi dan semua orang di rumah kos ada di luar melakukan kegiatan mereka. Sehingga Amanda tidak khawatir berteriak-teriak dan kemungkinan menganggu seseorang.“Amanda, ini tidak baik. Kamu harus membiarkanku menemuimu. Aku bisa menjel
Kuburan Wyatt terletak di dekat makan Anna. Nama Wyatt terpampang jelas di sana. William sangat keberatan dengan kedatangan William ke makan Wyatt. Menurutnya tak perlu melakukan hal yang berlebihan menunjukkan rasa hormat yang tak seharusnya tak diterima Wyatt. “Usia kandunganku sekarang tiga bulan! William sangat tidak suka saat aku mengusulkan ke sini! Tapi, aku harus pergi ke sini!” Amanda bermonolog sendiri. Ia berhenti dan menoleh ke arah jalan masuk tempat ia datang. Ada Azzar di sana dan juga Inel. Ia berhasil menyuruh dua orang itu berhenti di pintu masuk. Jadi ia bisa mengatakan apa yang ingin dikatakan di sini. “Aku sama sekali tidak merasa sedih karena kematianmu! Hubungan kita tidak sampai seperti itu, bukan! Kamu tidak menyukaiku, aku juga tidak!” Ia lalu meletakan salah satu buket bunga yang dibawa di makam Wyatt dan satunya lagi di tempat Anna. “Ibu menceritakan padaku seperti apa Anna. Kami berhasil menemukan salah satu foto tua wanita yang kamu cintai itu. Dia .
“Kenapa kamu muncul di sini lagi? Astaga!” Stefani terpekik di depan pintu. Kepala William muncul kembali. Kalau Amanda tak salah hitung itu sudah terjadi sebanyak tiga kali dengan intensitas sepuluh menit sekali. Amanda yang mengetahui perbuatan William hanya berpura-pura saja tak mendengar dan tetap fokus pada riasannya yang sedang dikerjakan. “Apa riasannya sudah selesai?” tanya William datar. “Kalau dia sudah selesai, aku akan mengantarnya ke depan pintu! Pergilah dari sini atau aku akan membawa kabur istrimu!” Ancaman keluar dari mulut Stefani. Saat wanita yang menjadi perancang busana itu menutup pintu dengan dibanting keras, ia masih saja merungut panjang pendek. “Lihat bagaimana pria menyebalkan itu menjadi posesif pada apa yang dimilikinya!” tambahnya sambil menyentak-nyentak ujung gaun Amanda sehingga semakin cantik jatuhnya. “Maafkan dia!” pinta Amanda mewakili William. “Pastikan dia membayar dua kali lipat. Biaya jasa dan permintaan maaf karena sudah menganggu!” seru
Amanda memandangi bayangannya di cermin. Tak menyangka akan bersama William semalam. Mereka berdua bahkan melupakan makan malam. Lalu pagi tadi, William bangun di sampingnya tersenyum dan mengucapkan kata “pagi” dengan senyum cerah.“Jantungku tidak akan kuat!” keluh Amanda.Mengingat bagaimana William begitu menginginkannya saja sudah membuat Amanda meledak karena senang. Benar seperti ini, kan, rasanya dicintai?” Tanya Amanda di dalam hati.Suara ketukan di pintu kamar menyentak lamunan Amanda. Ia menoleh. “Siapa?” tanyanya. Dalam hati ia menebak, Jangan-jangan itu William?Setelah selesai mandi, William bergegas pergi. Amanda sempat melihat Azzar ada di pintu tadi. Ia akan memarahi Azzar nanti saat hanya ada mereka berdua saja.“Ini Inel, Nyonya! Sarapannya mau di kamar atau di ruang makan saja?” tanya Inel.“Ruang makan saja!” seru Amanda.Ia benar
“Astaga ... Pak Azzar! Kenapa berdiri di depan pintu!” seru Amanda kaget.Ia menutup pintu dengan sangat hati-hati supaya tidak terdengar sampai ke dalam kamar mandi. Tetapi, malah hampir menabrak Azzar yang entah bagaimana telah berdiri di sana. Amanda yakin kalau saat ia masuk beberapa saat lalu, tidak ada siapapun di sana. Bahkan saat Inel pelayan yang membantu Amanda membuka pintu, masih tidak ada siapa-siapa.“Tuan William mengirimi saya pesan untuk berada di sekitar sini jika ada apa-apa!” Setelah mengatakan itu Azzar berdehem. Ia sepertinya sedikit malu dengan perintah yang diberikan padanya. Amanda jadi penasaran apa isi perintah sebenarnya. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Azzar pada Amanda.“Prisilla sebentar lagi akan datang!”Jika William bahkan menempatkan Azzar di depan pintu, maka sepertinya pembicaraan yang akan dilakukan suaminya itu begitu penting.“Jadi?” tanya
“Maafkan aku!” Esme hampir terjatuh karena membungkuk untuk minta maaf pada Amanda.Sementara itu Amanda sama sekali tidak mengerti kenapa wanita yang menjadi ibu suaminya itu minta maaf. Tetapi, Amanda berhasil menyambut tubuh Esme dan membantunya duduk dengan benar kembali.“Jangan lakukan hal yang berbahaya, Bu!” William terdengar memperingatkan dengan kesal.Di telinga Amanda walau terdengar ketus, peringatan William terdengar tulus. Suara dingin setiap kali berbicara pada ibunya yang keras didengar Amanda sudah tidak lagi ada. Ia benar-benar senang mendapati perubaha selama dirinya tak ada.“Ibu mau minum teh denganku di taman?” tanya Amanda.Ia telah banyak tidur di atas pesawat dan penerbangan yang tak sampai dua jam tersebut sama sekali tidak memberinya efek buruk seperti mabuk. Dilihatnya Esme menoleh dahulu pada William.“Tidak ....”Sebelum William selesai mengatakan penolakan
Amanda menatap awan-awan tipis yang ada di bawahnya. Beberapa saat lalu ia melihat hamparan berwarna biru yang diyakini sebagai laut. Kini ada pepohonan dan rumah-rumah yang seperti kotak korek api. Walau Amanda tidak pernah suka dengan getaran yang dirasakan saat pesawat pertama kali naik dan mendarat. Semua terbayarkan dengan apa yang dilihat sekarang.“Kamu menyukainya?” tanya William.Amanda menoleh dan mengangguk senang. Sejak tadi pipinya ia tersenyum dan rahangnya akan mencapai batasnya sebentar lagi. Ia bisa merasakan sentakan rasa ngilu pada persendian rahang. Akan tetapi, ia merasa sangat senang bisa bersama William, bergenggaman tangan, dan tak harus bersikap tak tertarik pada pria yang menjadi suaminya itu. Ia bahkan siap membayar dengan apapun yang dimiliki karena sudah melangar kontrak.“Apa lagi yang kamu sukai?” tanya William selanjutnya.Senyum Amanda tak lantas menghilang walau saat ini ia sedang berpikir. “
Mobil-mobil berhenti tepat di depan rumah sederhana terbuat dari bata merah dan belum d plester. Terasnya cukup lebar dan ada bale-bale bambu di depan sana. Dua wanita berbeda usia keluar dengan tergesa-gesa dari pintu dan tampak terkejut menatap dua mobil yang berhenti di halaman yang rapi. Satu mobil lagi parkir di tepi jalan karena tidak muat di halaman.Ketika para lelaki yang ada di dalam mobil keluar, kedua wanita yang berbeda usia tersebut mundur. Yang lebih muda melindungi wanita yang lebih tua yang berada di belakangnya.“Maaf mengagetkan kalian berdua!” kata William lekas.Begitu turun ia bergegas menghampiri kedua wanita yang berdiri dan menatap takut ke arah mobil-mobil yang datang.“Kalian siapa? Ada urusan apa kemari?”Ada getaran yang jelas-jelas didengar William tanpa usaha. Datang dengan tiga mobil sekaligus ternyata adalah pilihan yang buruk. Ia mendesah dan sekali lagi mengumamkan kata maaf.“
“Aku akan ikut untuk menjemput Amanda!” Keputusan bulat itu mendadak muncul di kepala William dan lekas disuarakan.Mata-mata yang tidak setuju milik Esme dan Azzar langsung terlihat. William sama sekali tidak peduli. Kalau ia mengutus orang lain maka akan butuh waktu untuk bisa melihat Amanda. Waktu yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat dihitung saat keberangkatan dan saat pulang.“Ada banyak yang harus kamu urus di sini, Wil!” ingat Esme.“Semuanya bisa diurus atau kalau benar-benar membutuhkanku bisa dipending! Aku akan pergi dengan mereka juga!”Azzar dan juga Esme tahu kalau William sudah mengambil keputusan maka tidak ada seorang pun yang bisa mengubahnya. Mereka berdua hanya bisa menghela napas.“Berhati-hatilah dan bawa istrimu pulang dengan selamat!” Pesan Esme pada akhirnya.Ia mengangat tangan dan seorang pelayan datang lalu mendorong kursi roda milik Esme. Mereka berdua keluar dari
“Kami berhasil membawa wanita yang disebut-sebut dokter itu, Tuan!” kata Azzar memberitahu William.William duduk dengan wajah tegang. Tetapi ia benar-benar sangat bahagia. Akhirnya setelah sebulan lebih pencarian, ia menemukan titik terang ke mana Amanda di bawa oleh Wyatt. Pantas saja tak ada kabarnya kalau Amanda disembunyikan di tempat kecil begitu.“Apa wanita itu mencoba melarikan diri?” tanya William.“Tidak, Tuan, malahan ia langsung pergi saat kami mengatakan kalau merupakan utusan Anda dan memperlihatkan foto pernikahan Anda!” kata Azzar.Ia pikir komplotan Wyatt yang kali ini lumayan bodoh. Atau ia tahu kalau Wyatt sudah tewas dan makanya berpendapat sudah tak ada gunanya membantu. Semakin lama bersama Amanda kemungkinan terciduk juga akan semakin besar.“Bawa dia kemari!” suruh William.Ia ingin mendengar wanita yang sudah menyembunyikan istrinya memohon dan meminta ampun untuk tida