“Jadi dia menolak keponakanku?” Ayah tiri William meremas kertas yang menjadi bulatan-bulatan kecil dan menjentikannya kembali ke atas meja.
Ia baru saja selesai menjamu keponakannya yang patuh dan cantik. Kembali mengatakan pada gadis berusia 23 tahun tersebut kalau anak tirinya akan menyetujui rencana pertunangan tersebut. Kini ia mendapatkan kabar yang bisa menghancurkan rencananya dengan cepat.
“Dia tidak punya hubungan dengan seorang gadis bukan?” tanya Wyatt pada mata-mata yang ditempatkan di dekat William.
Pemuda yang menjadi sopir pribadi William itu memberi hormat terlebih dahulu sebelum menjawab, “Saya mengantarkan seorang gadis dari hotel tempat menginap Tuan William di Bali. Gadis itu pergi dengan tergesa-gesa di pagi hari. Tuan Azzar meminta saya mengantarkan gadis itu ke bandara dengan selamat.
Wyatt mendesah. Ada-ada saja yang berusaha mengagalkan rencananya. Awalnya ia ingin memanfaatkan Esme, untuk mengekang William. Akan tetapi, pemuda itu malah melarikan diri dengan alasan sekolah untuk menjadi penerus perusahaan. Ia bahkan menyusun rencana supaya Esme mendapat kecelakaan supaya William pulang. Bukannya pulang, putra Esme malah semakin bebas di luar dan dirinya yang terikat pada wanita lumpuh tersebut.
“Sialan!” Ia melempar pajangan yang terletak di atas meja kerja hingga hancur. “Selidiki gadis itu!” perintahnya.
Mata-mata yang ditempatkan untuk mengawasi William menunduk dan pergi, meninggalkan Wyatt bersama dengan orang kepercayaannya Antonio.
“Kamu juga pergilah!” usir Wyatt.
Antonio menunduk dan mundur.
Wyatt harus memikirkan ulang rencananya sekarang. Bagaimana pun caranya ia harus membuat William menikah dengan Lily keponakannya.
***
William tidak tahu dari mana datangnya gadis ini. Tiba-tiba saja sudah ada di kantornya dan tidak bisa diusir lagi. Dengan sengaja ia berusaha mengabaikan gadis tersebut. Ia makan di luar bersama klien dan mengurus semua berkas yang seharusnya dibaca di ruangan kantor di lapangan golf. Gadis tersebut masih belum beranjak dari sana.
“Kamu benar-benar punya daya tahan seperti kecoak, ya?”
Mulut William sama sekali tidak manis. Awal pertemuannya dengan Lily ia masih berusaha bertahan dengan kelakukan gadis itu. Ia bersikap layaknya pria dewasa yang menghadapi anak-anak. Namun, lama kelamaan dirasakan keberadaan Lily yang menganggu bagai hama. Sampai ia melupakan sopan santun dan berkata semaunya.
LIhatlah bagaimana Lily beraksi. Gadis tersebut tertawa seolah-olah perkataan William sama sekali tidak menyakitkan.
“Apa yang kamu inginkan?” tanya William.
Ia akan mengabulkan apa saja asal Lily pergi. Tak masalah dengan beberapa juta uang yang akan melayang. Toh, ia mencarinya setiap hari seperti akan mati besok.
“Kakak sudah makan?” tanya Lily dengan gaya manja.
Menurut William Lily bisa mendapatkan lelaki manapun dengan sikapnya yang manis. Sayang sekali, William tidak termasuk. Bukan karena Lily tidak menarik. William mengakui kalau gadis yang bertanya ini cantik, tingginya sekitar 165 cm. Bibir Lily merekah indah, wajahnya bulat kecil, tubuhnya pun langsing. Ia selalu mengenakan pakaian yang membuat semua orang berdecak kagum. Semua itu tidak bisa membuat William tertarik. Lily adalah keponakan kesayangan yang akan dijodohkan Wyatt dengan William. Fakta itu saja sudah membuatnya melarikan diri setengah mati.
“Sudah. Aku makan di luar dengan klien.”
Wajah Lily mendadak sedih. Ia meremas-remas jemari di pangkuannya. “Jadi, Kakak tidak bisa menemaniku makan?”
Menemani Lily makan sama saja dengan mencari mati. William tahu ayah tirinya menempatkan seseorang untuk jadi mata-mata. Ia bahkan tahu siapa orang itu. Ia mengatus semua informasi yang keluar sesuai dengan yang diinginkan. Semua tindakannya sudah direncanakan sehingga tidak merugikan dirinya. Jadi tidak ada tempat buat Lily dalam rencana tersebut.
Pintu ruang kerjanya diketuk pelan. Azzar muncul dan menunduk di belakang, berbisik. Setelah itu William tersenyum. “Tentu saja, aku juga harus menemui seseorang sebenarnya. Akan kuperkenalkan dia padamu.”
Lily tampak riang. Ia meloncat berdiri dan berkata kalau sangat senang.
William sendiri berujar dalam hati, kalau raut cerah di wajah Lily akan hilang sebentar lagi. Ia berjalan lebih dulu dan meninggalkan Lily di belakang. Langkahnya sengaja dipercepat supaya tak bisa gadis manis di belakangnya bergelayut di lenggan.
“Kamu datang?” William merasakan dirinya terdengar riang begitu melihat wajah Amanda.
Gadis itu datang mengenakan gaun yang dikirimkan bersama Azzar. Amanda terlihat cantik mengenakan warp dress. Hanya saja wajahnnya cukup mengkhawatirkan. Ia tampak tak suka dibawa menemui William dengan paksa.
“Kamu masih marah karena aku ingkar janji untuk makan siang tadi?” William tidak punya janji makan siang dengan Amanda. Ia bahkan diancam Amanda kemarin. Untuk kelangsungan hubungan mereka, ia terpaksa menyetujui.
“Aku sudah bilang untuk tidak mengangguku sementara ini, kan? Aku memintamu membiarkan aku berpikir.” Amanda berbisik. Emosi terasa di setiap kata-katanya.
Senyum William tidak menghilang dan ia berpura-pura menyangkan ciuman di pipi Amanda untuk bisa berbisik. “Aku juga tidak berencana seperti ini. Tapi aku butuh bantuanmu untuk lepas dari masalah di belakang.”
William membayangkan ekspresi tidak suka di wajah Amanda. Ia berharap Amanda tidak menendang atau menonjok wajahnya. Belajar dari pengalaman, Amanda kadang bisa meledak-ledak. Saat di hotel Amanda bahkan menyerangnya dengan bantal sambil menangis, padahal ia membayangkan gadis itu meringkuk ketakutan.
Ia merasa lega saat melihat ekspresi Amanda berubah senang. Bibir Amanda bergerak pelan minta diterjemahkan: Kamu berhutang padaku, katanya.
William tahu. Ia juga tahu kalau setiap hutang harus dibayar. Ia tidak akan pernah lupa. Ia juga tahu kalau hubungan yang akan terjalin dengan Amanda hanya berdasarkan kesepakatan saja.
“Kamu harus memberiku makan malam yang menyenangkan hari ini.”
Amanda pasti sering menonton drama roman, karena kalimatnya benar-benar seperti seorang kekasih yang merajuk. William bisa merasakan gejolak aneh di dadanya saat mendengar kalimat manja dari gadis itu.
“Apa boleh minta keringanan padamu?” tanya William. Ia berharap saat mengatakan hal ini, Lily akan mundur sendiri. Bukannya tak bisa bersikap romantis sepanjang mala mini dengan Amanda. Namun, hutangnya akan terlampau banyak pada gadis itu nantinya.
“Apa?”
“Ada sepupuku yang menunggu sejak tadi siang. Katanya dia belum makan, kita … bisa mengajaknya?” tanya William.
Ia menoleh pada Lily dan mendapati gadis itu tidak akan mundur. William memejamkan mata pasrah. Apapun yang terjadi maka terjadilah sekarang.
“Tidak.”
Wiliam membuka mata dan melotot.
“Kenapa aku harus berbagi waktuku dengannya! Kalau kamu mau makan malam dengannya juga, sana lakukan sendiri. Aku akan pulang!” seru Amanda menghentakan kaki dan berbalik pergi.
William menelan ludah. Azzar mengedip padanya dan memberi kode untuk mengejar Amanda yang kabur. Ia seperti mendapatkan angin surga dan berlari berteriak memanggil nama Amanda.
William berkata di dalam hati kalau Amanda sangat berbakat dalam akting. Saat Amanda menyetujui tawarannya nanti, ia akan menambahkan poin di mana gadis itu sekolah akting. Karena setelah lepas darinya, Amanda bisa jadi aktris besar.
“Bersumpahlah padaku kamu tidak akan memberitahu siapapun!”Mata Amanda lekat memandang Prisilla. Gadis itu balas menatapnya bingung. Mungkin tidak menyangka alih-alih mendengar kabar gembira, Prisilla malah diminta bersumpah.“Tunggu sebentar, sebenarnya ada apa?” Prisilla jelas tak mau begitu saja disumpah untuk sesuatu yang tidak dimengerti.Amanda mulai menimbang-nimbang untuk jujur. Jika ia ingin kepercayaan dari Prisilla, dirinya tentu juga harus mengatakan semuanya. Mana mungkin ada seseorang yang percaya tanpa pikir panjang.“Ada sesuatu yang tidak kuceritakan padamu.” Amanda memulainya. Namun, ia tetap gelisah karena merasa akan mencoreng arang ke keningnya.“Ada apa, Amanda? Jangan buat aku penasaran!” pekik Prisilla akhirnya karena Amanda tidak kunjung bicara.Amanda malah meremas-remas jemarinya. Matanya menatap gelisah dan tidak fokus di satu tempat saja. “Kamu pasti ingat pa
Mobil yang membawa Amanda melewati perbukitan dan kemudian menghamparkan pemandangan laut, berhenti di perhentian terakhir sekitar lima belas menit lalu. Karena baru pertama kali berada di tempat itu, jujur Amanda memang kebingungan apa yang harus dilakukan. Ia memang sudah mendapatkan nomor kakaknya Prisilla, tapi apa yang akan dikatakannya saat menelepon? Aku sudah sampai? Siapa memang dirinya sampai berkata seperti itu.“Sebaiknya kutunggu saja.”Diedarkan pandangan ke sekitar terminal bus kecil tersebut dan melihat beberapa warung makan yang masih buka. Barulah kini Amanda menyadari jika dirinya merasa lapar. Ia mengangkat tas kain yang berisi beberapa helai pakaian ganti menju warung bertuliskan nasi soto.“Silakan duduk, Nak, mau makan apa?” tanya seorang ibu yang memakai kebaya.Amanda memperhatikan menu yang ada di dinding yang dilengkapi dengan gambar, bukan hanya soto saja yang dihidangkan di warung kecil ini. Ad
Prisilla anak bungsu dari lima bersaudara. Rumah mereka terletak tak jauh dari pantai. Tiga kakak laki-laki Prisilla di atas Agus sudah menikah. Agus sendiri juga sudah diburu pertanyaan “Kapan nikah?” oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, kakak Prisilla tersebut tidak terlalu memikirkan dan sibuk dengan pekerjaannya sebagai satpam.“Oh … kamu di sini?”Amanda menoleh dan menemukan Agus berdiri dua meter dari kursi kayu di tepi pantai tempat ia menghabiskan waktu.“Ada sesuatu?” tanya Amanda yang langsung berdiri.Ia sudah hampir seminggu tinggal di rumah Prisilla. Keluarga temannya tersebut membiarkannya menggunakan kamar Prisilla yang kosong untuk waktu yang lama. Bahkan mereka senang dengan keberadaannya. Malahan, belakangan ia dijodohkan dengan Agus, kakak Prisilla yang belum menikah.“Tidak. Hanya Ibu memintaku untuk melihat di mana kamu berada. Prisilla mewanti-wanti kami untuk menjagamu tetap
Amanda tahu kalau tidak ada gunanya marah. Namun, ia tetap merasa dikhianati oleh Prisilla. Ia sudah benar-benar percaya pada sahabatnya itu.“Aku benar-benar minta maaf, Manda.” Prisilla terisak dan Amanda masih belum menyahuti permintaan tersebut sejak tadi.Ia mendekam diam di dalam kamar kosnya sejak datang dan belum keluar sama sekali. Didengarnya Prisilla mengetuk kembali pintu kamar kosnya. Amanda sempat mengintip sebentar tadi dan menemukan asisten pribadi William juga ada di sana. Seorang laki-laki bernama Azzar.“Pulang saja, Prisilla. Aku tidak mau bertemu denganmu hari ini atau besok. Biarkan aku sendiri dan berpikir!” seru Amanda keras dari dalam kamar.Jam menunjukan pukul 10 pagi dan semua orang di rumah kos ada di luar melakukan kegiatan mereka. Sehingga Amanda tidak khawatir berteriak-teriak dan kemungkinan menganggu seseorang.“Amanda, ini tidak baik. Kamu harus membiarkanku menemuimu. Aku bisa menjel
Hanya satu hari William membiarkan Amanda tenang. Keesokan harinya Azzar kembali diutusnya ke rumah indekosnya dan tetap bertahan di sana sampai siang. Padahal Amanda bertekad untuk mendekam di dalam kamar sepanjang hari setelah mengirim Prisilla yang menginap di kamarnya keluar.“Saya cuma ingin tenang sehari saja, Pak,” keluhnya pada Azzar begitu keluar kamar.Seperti pertama kali bertemu, Azzar menghubungi pemilik kos Amanda untuk memaksa gadis tersebut.“Maaf, Nona, ini perintah Tuan. Saya tidak bisa menolaknya,” kata Azzar sambil menundukkan kepala.Andai saja Amanda diberi kekuatan super, ia akan mengunakan sebagian kekuatan tersebut untuk menghukum William. Tiba-tiba ia memiliki ide untuk mengirimkan mimpi buruk ditidur William sebagai balasan sudah menganggunya.“Jadi apa yang harus saya lakukan sekarang?” tanya Amanda bingung.Azzar tidak menjawab dan membawa Amanda ke toko pakaian wanita. Begitu
Hanya satu hari William membiarkan Amanda tenang. Keesokan harinya Azzar kembali diutusnya ke rumah indekosnya dan tetap bertahan di sana sampai siang. Padahal Amanda bertekad untuk mendekam di dalam kamar sepanjang hari setelah mengirim Prisilla yang menginap di kamarnya keluar.“Saya cuma ingin tenang sehari saja, Pak,” keluhnya pada Azzar begitu keluar kamar.Seperti pertama kali bertemu, Azzar menghubungi pemilik kos Amanda untuk memaksa gadis tersebut.“Maaf, Nona, ini perintah Tuan. Saya tidak bisa menolaknya,” kata Azzar sambil menundukkan kepala.Andai saja Amanda diberi kekuatan super, ia akan mengunakan sebagian kekuatan tersebut untuk menghukum William. Tiba-tiba ia memiliki ide untuk mengirimkan mimpi buruk ditidur William sebagai balasan sudah menganggunya.“Jadi apa yang harus saya lakukan sekarang?” tanya Amanda bingung.Azzar tidak menjawab dan membawa Amanda ke toko pakaian wanita. Begitu
“Kamu tidak perlu tahu tentangku!” William menegaskan hal tersebut tanpa menatap Amanda.Amanda bingung apakah yang sedang terjadi ini benar. Pernikahan yang akan dijalani dengan William memang hanya hitam di atas putih. Karena itu menurut Amanda ia harus tahu apa yang tidak dan boleh dilakukannya dalam pernikahan tersebut. Ia tidak mau masuk ke dalam singa setelah lepas dari kandang buaya.Dengan hati-hati diletakannya sendok dan garpu yang sedang digunakan. Ia tak mau karena kesal melemparkan kedua benda tersebut dan melukai calon suaminya yang tampan.“Tidak bisa begitu, kan? Aku harus tahu semua hal jika mau selalu dalam zona aman,” katanya mengemukan.William melakukan hal yang sama dengan Amanda. “Tapi aku tidak mau memberitahumu apapun.”“Kenapa?” tanya Amanda ingin tahu alasan dari penolakan tersebut.William mengaitkan jari-jarinya dan menempatkan dagu di antara itu. “Tidak ada a
Mana bunyi alarm?Tangannya mengapai-gapai ke nakas. Bukannya menemukan alarm yang sedang dicari, jari-jari Amanda malah tersentak karena serangan panas yang tajam.“Ah ….” Akhirnya desahan saja yang keluar dari mulut Amanda.Ia menyadari segera setelah melihat kanopi di atas kepalanya. Ia tidak ada di kamar kos yang berukuran 4x4 yang biasa ditempati. Entah bagaimana semalam dirinya bukan lagi gadis bebas yang tinggal di rumah kos yang harus dibayar setiap bulan. Namun, tunangan William, pemilik bisnis perhotelan yang sekarang mulai melirik ritel.“Anda sudah bangun, Nona?”Amanda merinding mendengar panggilan tersebut. Ia yang hanya anak yatim piatu yang dibesarkan panti asuhan entah memiliki takdir macam apa hingga harus dipanggil seperti itu.“Ya, sudah bangun!” serunya.“Maaf, Nona, pintunya tidak bisa dibuka, apa Anda menguncinya semalam?”Ah, benar. Amanda m
Kuburan Wyatt terletak di dekat makan Anna. Nama Wyatt terpampang jelas di sana. William sangat keberatan dengan kedatangan William ke makan Wyatt. Menurutnya tak perlu melakukan hal yang berlebihan menunjukkan rasa hormat yang tak seharusnya tak diterima Wyatt. “Usia kandunganku sekarang tiga bulan! William sangat tidak suka saat aku mengusulkan ke sini! Tapi, aku harus pergi ke sini!” Amanda bermonolog sendiri. Ia berhenti dan menoleh ke arah jalan masuk tempat ia datang. Ada Azzar di sana dan juga Inel. Ia berhasil menyuruh dua orang itu berhenti di pintu masuk. Jadi ia bisa mengatakan apa yang ingin dikatakan di sini. “Aku sama sekali tidak merasa sedih karena kematianmu! Hubungan kita tidak sampai seperti itu, bukan! Kamu tidak menyukaiku, aku juga tidak!” Ia lalu meletakan salah satu buket bunga yang dibawa di makam Wyatt dan satunya lagi di tempat Anna. “Ibu menceritakan padaku seperti apa Anna. Kami berhasil menemukan salah satu foto tua wanita yang kamu cintai itu. Dia .
“Kenapa kamu muncul di sini lagi? Astaga!” Stefani terpekik di depan pintu. Kepala William muncul kembali. Kalau Amanda tak salah hitung itu sudah terjadi sebanyak tiga kali dengan intensitas sepuluh menit sekali. Amanda yang mengetahui perbuatan William hanya berpura-pura saja tak mendengar dan tetap fokus pada riasannya yang sedang dikerjakan. “Apa riasannya sudah selesai?” tanya William datar. “Kalau dia sudah selesai, aku akan mengantarnya ke depan pintu! Pergilah dari sini atau aku akan membawa kabur istrimu!” Ancaman keluar dari mulut Stefani. Saat wanita yang menjadi perancang busana itu menutup pintu dengan dibanting keras, ia masih saja merungut panjang pendek. “Lihat bagaimana pria menyebalkan itu menjadi posesif pada apa yang dimilikinya!” tambahnya sambil menyentak-nyentak ujung gaun Amanda sehingga semakin cantik jatuhnya. “Maafkan dia!” pinta Amanda mewakili William. “Pastikan dia membayar dua kali lipat. Biaya jasa dan permintaan maaf karena sudah menganggu!” seru
Amanda memandangi bayangannya di cermin. Tak menyangka akan bersama William semalam. Mereka berdua bahkan melupakan makan malam. Lalu pagi tadi, William bangun di sampingnya tersenyum dan mengucapkan kata “pagi” dengan senyum cerah.“Jantungku tidak akan kuat!” keluh Amanda.Mengingat bagaimana William begitu menginginkannya saja sudah membuat Amanda meledak karena senang. Benar seperti ini, kan, rasanya dicintai?” Tanya Amanda di dalam hati.Suara ketukan di pintu kamar menyentak lamunan Amanda. Ia menoleh. “Siapa?” tanyanya. Dalam hati ia menebak, Jangan-jangan itu William?Setelah selesai mandi, William bergegas pergi. Amanda sempat melihat Azzar ada di pintu tadi. Ia akan memarahi Azzar nanti saat hanya ada mereka berdua saja.“Ini Inel, Nyonya! Sarapannya mau di kamar atau di ruang makan saja?” tanya Inel.“Ruang makan saja!” seru Amanda.Ia benar
“Astaga ... Pak Azzar! Kenapa berdiri di depan pintu!” seru Amanda kaget.Ia menutup pintu dengan sangat hati-hati supaya tidak terdengar sampai ke dalam kamar mandi. Tetapi, malah hampir menabrak Azzar yang entah bagaimana telah berdiri di sana. Amanda yakin kalau saat ia masuk beberapa saat lalu, tidak ada siapapun di sana. Bahkan saat Inel pelayan yang membantu Amanda membuka pintu, masih tidak ada siapa-siapa.“Tuan William mengirimi saya pesan untuk berada di sekitar sini jika ada apa-apa!” Setelah mengatakan itu Azzar berdehem. Ia sepertinya sedikit malu dengan perintah yang diberikan padanya. Amanda jadi penasaran apa isi perintah sebenarnya. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Azzar pada Amanda.“Prisilla sebentar lagi akan datang!”Jika William bahkan menempatkan Azzar di depan pintu, maka sepertinya pembicaraan yang akan dilakukan suaminya itu begitu penting.“Jadi?” tanya
“Maafkan aku!” Esme hampir terjatuh karena membungkuk untuk minta maaf pada Amanda.Sementara itu Amanda sama sekali tidak mengerti kenapa wanita yang menjadi ibu suaminya itu minta maaf. Tetapi, Amanda berhasil menyambut tubuh Esme dan membantunya duduk dengan benar kembali.“Jangan lakukan hal yang berbahaya, Bu!” William terdengar memperingatkan dengan kesal.Di telinga Amanda walau terdengar ketus, peringatan William terdengar tulus. Suara dingin setiap kali berbicara pada ibunya yang keras didengar Amanda sudah tidak lagi ada. Ia benar-benar senang mendapati perubaha selama dirinya tak ada.“Ibu mau minum teh denganku di taman?” tanya Amanda.Ia telah banyak tidur di atas pesawat dan penerbangan yang tak sampai dua jam tersebut sama sekali tidak memberinya efek buruk seperti mabuk. Dilihatnya Esme menoleh dahulu pada William.“Tidak ....”Sebelum William selesai mengatakan penolakan
Amanda menatap awan-awan tipis yang ada di bawahnya. Beberapa saat lalu ia melihat hamparan berwarna biru yang diyakini sebagai laut. Kini ada pepohonan dan rumah-rumah yang seperti kotak korek api. Walau Amanda tidak pernah suka dengan getaran yang dirasakan saat pesawat pertama kali naik dan mendarat. Semua terbayarkan dengan apa yang dilihat sekarang.“Kamu menyukainya?” tanya William.Amanda menoleh dan mengangguk senang. Sejak tadi pipinya ia tersenyum dan rahangnya akan mencapai batasnya sebentar lagi. Ia bisa merasakan sentakan rasa ngilu pada persendian rahang. Akan tetapi, ia merasa sangat senang bisa bersama William, bergenggaman tangan, dan tak harus bersikap tak tertarik pada pria yang menjadi suaminya itu. Ia bahkan siap membayar dengan apapun yang dimiliki karena sudah melangar kontrak.“Apa lagi yang kamu sukai?” tanya William selanjutnya.Senyum Amanda tak lantas menghilang walau saat ini ia sedang berpikir. “
Mobil-mobil berhenti tepat di depan rumah sederhana terbuat dari bata merah dan belum d plester. Terasnya cukup lebar dan ada bale-bale bambu di depan sana. Dua wanita berbeda usia keluar dengan tergesa-gesa dari pintu dan tampak terkejut menatap dua mobil yang berhenti di halaman yang rapi. Satu mobil lagi parkir di tepi jalan karena tidak muat di halaman.Ketika para lelaki yang ada di dalam mobil keluar, kedua wanita yang berbeda usia tersebut mundur. Yang lebih muda melindungi wanita yang lebih tua yang berada di belakangnya.“Maaf mengagetkan kalian berdua!” kata William lekas.Begitu turun ia bergegas menghampiri kedua wanita yang berdiri dan menatap takut ke arah mobil-mobil yang datang.“Kalian siapa? Ada urusan apa kemari?”Ada getaran yang jelas-jelas didengar William tanpa usaha. Datang dengan tiga mobil sekaligus ternyata adalah pilihan yang buruk. Ia mendesah dan sekali lagi mengumamkan kata maaf.“
“Aku akan ikut untuk menjemput Amanda!” Keputusan bulat itu mendadak muncul di kepala William dan lekas disuarakan.Mata-mata yang tidak setuju milik Esme dan Azzar langsung terlihat. William sama sekali tidak peduli. Kalau ia mengutus orang lain maka akan butuh waktu untuk bisa melihat Amanda. Waktu yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat dihitung saat keberangkatan dan saat pulang.“Ada banyak yang harus kamu urus di sini, Wil!” ingat Esme.“Semuanya bisa diurus atau kalau benar-benar membutuhkanku bisa dipending! Aku akan pergi dengan mereka juga!”Azzar dan juga Esme tahu kalau William sudah mengambil keputusan maka tidak ada seorang pun yang bisa mengubahnya. Mereka berdua hanya bisa menghela napas.“Berhati-hatilah dan bawa istrimu pulang dengan selamat!” Pesan Esme pada akhirnya.Ia mengangat tangan dan seorang pelayan datang lalu mendorong kursi roda milik Esme. Mereka berdua keluar dari
“Kami berhasil membawa wanita yang disebut-sebut dokter itu, Tuan!” kata Azzar memberitahu William.William duduk dengan wajah tegang. Tetapi ia benar-benar sangat bahagia. Akhirnya setelah sebulan lebih pencarian, ia menemukan titik terang ke mana Amanda di bawa oleh Wyatt. Pantas saja tak ada kabarnya kalau Amanda disembunyikan di tempat kecil begitu.“Apa wanita itu mencoba melarikan diri?” tanya William.“Tidak, Tuan, malahan ia langsung pergi saat kami mengatakan kalau merupakan utusan Anda dan memperlihatkan foto pernikahan Anda!” kata Azzar.Ia pikir komplotan Wyatt yang kali ini lumayan bodoh. Atau ia tahu kalau Wyatt sudah tewas dan makanya berpendapat sudah tak ada gunanya membantu. Semakin lama bersama Amanda kemungkinan terciduk juga akan semakin besar.“Bawa dia kemari!” suruh William.Ia ingin mendengar wanita yang sudah menyembunyikan istrinya memohon dan meminta ampun untuk tida