Bolehkah William merasa senang melihat reaksi Amanda? Pupil gadis di depannya membesar dan tubuh Amanda bergetar. Walau gadis itu berusaha keras untuk menyembunyikan reaksi tubuhnya, William bisa melihatnya dengan jelas. Mengemaskan. Ia membatin.
Rasanya kehidupan bersama Amanda akan sangat menarik. Setiap pagi ia akan melihat wajah cantik Amanda. Kadang-kadang melihat kilatan kemarahan di mata gadis ini. Lalu bisa jadi ia akan melihat cinta. Untuk semua hal yang bisa dilakukan, William bersedia mengorbankan apapun untuk menjadikan Amanda istri kontraknya.
Amanda mendorong tubub William untuk mundur dari dirinya. Kemudian ia memeluk dirinya sendiri untuk bisa menghentikan getaran dari perasaan takut yang menjalarinya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya William mulai sedikit khawatir.
Amanda memang terlihat kuat. Namun, masalah yang tumpeng tindih menimpanya bukan sesuatu yang bisa dihadapi manusia yang waras untuk tidak terguncang.
“Jangan mencoba bersikap baik padaku!” ingat Amanda. Ia memukul tangan William yang terulur ke arahnya.
Yang ada di depannya sekarang bukanlah seorang malaikat seperti yang disangkanya pertama kali, tetapi iblis. Kenapa waktu itu Amanda bisa tertipu dan menyangka hal yang sebaliknya.
William menyeringai. Ia mengangkat tangan ke atas sebagai isyarat bahwa tak akan mencoba mendekati Amanda lagi. Sebagai gantinya, ia memilih untuk mundur. Pikir William sudah cukup membuat Amanda menyadari keberadaannya seperti saat ini. Ia tidak mau kalau gadis itu kemudian memilih kabur jika diintimidasi lebih dari ini.
Begitu William tidak terlihat lagi oleh Amanda, ia memejamkan mata dan menarik napas lega. Syukurlah semua perasaannya yang membuatnya pusing sudah berakhir. Ia ingin segera keluar dari tempat pesta yang memberinya kenangan buruk ini, tetapi Amanda sadar kalau tas jinjingnya yang dibawa tadi tertinggal di dalam.
Tidak. Aku tidak mau masuk kembali!
Amanda mulai berpikir pasti saat ini baik sekali kalau ia memiliki kemampuan telepati. Ia bisa menghubungi Prisilla hanya dengan berpikir saja.
“Harusnya aku tidak datang ke sini,” keluh Amanda pelan.
Dengan berat hati di langkahkan kaki menuju ke dalam ruangan lagi. Ia berdiri di pintu sebentar mencari keberadaan William dan Alex. Lega karena tidak menemukan salah satu atau keduanya dari yang diwaspadai Amanda melangkah mencari Prisilla. Ia menemukan temannya itu sedang mengobrol dengan asyik dengan beberapa orang.
“Ini temanku,” kata Prisilla memperkenalkan Amanda.
Mereka bulan orang-orang yang bisa bergaul dengan Prisilla. Setelah apa yang terjadi pada Amanda di masa liburannya, ia menjadi sedikit waspada. Ia tak mau Prisilla yang ramah dan baik hati menjadi murung.
“Sini!” Setelah menjauh dari kelompok orang yang berkerumun, Amanda melambai memanggil.
Prisilla keheranan, tapi ia tak bertanya apa yang terjadi. Ia mendekati Amanda segera. “Ada apa?” bisiknya di telinga Amanda.
“Aku melihat Alex.”
Mata Prisilla melotot. Ia langsung menegakkan badan dan mencari keberadaan cecungguk yang sudah membuat sahabatnya menangis. Ia tak berhasil menemukannya.
“Ke mana dia? Kamu tahu ke arah mana bajingan itu pergi?” desis Prisilla menahan amarah.
“Biarkan dia. Ayo kembali, aku sudah merasa tidak enak.” Amanda memeluk dirinya sendiri lagi. Tubuhnya kembali gemetar karena mengingat pertemuan dengan dua orang yang sangat ingin dihindari.
Prisilla menyetujuinya. Ia kemudian pergi ke arah teman-teman barunya untuk pamit. Mereka sedikit keberatan, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
“Ayo!” Prisilla mengandeng Amanda pergi.
***
“Kenapa kalian menahanku? Lepas!” Alex menyentak kedua lengannya yang dipegangi.
Ia tidak kenal dengan orang-orang yang tiba-tiba mencegatnya saat akan keluar dari tempat pesta. Para pria bertubuh kekar tersebut tak sedikit pun memberi celah padanya untuk melarikan diri. Alex yakin mereka bukan bagian dari renternir yang memberinya utang dan kemudian mengancam akan melenyapkannya jika tidak segera melunasi.
“Suaramu masih tetap saja keras, ya?”
Alex menyipitkan mata ke asa suara. Awalnya ia tidak bisa melihat siapa yang sedang bicara karena tempat kemunculan orang tersebut cukup gelap. Namun, seringaian segera muncul di wajahnya.
“Wah, superhero datang. Sekarang siapa lagi yang ingin Anda selamatkan? Wanitanya sudah bersama Anda, kan?” sindir Alex.
William sama sekali tidak terpengaruh. Wajahnya yang sudah tampan semakin rupawan dengan senyum yang muncul perlahan. “Kamu benar. Hanya saja … aku tidak suka jika kamu mengusik milikku.”
Alex meludah. Mana mungkin ia percaya pada William. Ia kenal banyak pria kaya dan tidak ada satu pun yang benar-benar serius berhubungan dengan gadis seperti Amanda. Bukankah William hanya akan bermain dengan Amanda? Kenapa ia tidak boleh ikut serta?
“Sepertinya gadis itu hanya dimiliki satu malam saja. Anda tidak mungkin mengurusi setiap gadis yang berhubungan dengan Anda bukan? Apa saya salah?”
“Apa aku terlihat seperti seorang pria yang tidak bisa mengurusi milikku untukmu? Aku membayar cukup mahal, ingat itu.”
Alex mencebik. Yang dikatakan William benar. Uang yang masuk ke rekening Alex besar sekali sehingga ia melunasi utang dan masih bersisa untuk berpesta.
“Itu tidak adil untuk saya,” keluh Alex.
Jika manusia biasanya menyesal setelah berbuat kesalahan, Alex tidak begitu. Ia sama sekali tidak menyesal sudah memperlakukan Amanda sedikit kejam. Jika saja Amanda adalah gadis yang bisa diajak kerjasama ia pasti membagi hasilnya dengan seimbang. Sayang, mantan kekasihnya adalah orang kolot.
“Jika aku melihatmu sekali lagi menganggu milikku, akan kupatakan kaki dan tanganmu.”
William nyaris tak pernah main-main dengan ancamannya. Ia berjalan dan berhenti di sisi Alex, menepuk bahu pria tersebut sebagai tambahan peringatan. Sebuah mobil berhenti di depan jalan setapak, Willaim meninggalkan Alex terpaku, begitu juga dengan orang-orangnya.
“Orang kaya benar-benar menyebalkan!” desah Alex sambil bernapas lega.
Ia menyugar rambutnya dengan kesal. Kalau saja ia memiliki sepertiga saja kekayaan seperti William dan menjadi pewaris tunggal suatu perusahaan, tidak mungkin hal buruk seperti ini akan terjadi padanya.
Alex mendengar langkah kaki yang mendekatinya berhenti. Dilihatnya ada Amanda dan Prisilla berdiri tak jauh darinya.
“Wah, kita benar-benar berjodoh, ya, Amanda?” Alex merentangkan tangan menyambut kedatangan mantan kekasihnya.
Walau berdiri tegak, tubuh Amanda tak bisa berhenti bergetar. Bukan hanya karena takut, tetapi marah dan rasa dendam yang membara. Jika saja tak memiliki pengendalian diri yang baik, ia sudah sejak tadi mengambur dan menghajar Alex.
Prisilla rupanya sudah mengantikan Amanda. Tangan sahabatnya itu sudah menempel di pipi Alex, membuat pria brengsek itu terpaku di tempat. Lalu ditariknya Amanda untuk meninggalkan tempat itu.
“Aku tidak akan lagi pergi ke pesta,” bisik Prisilla pada Amanda. “Jika bertemu dengan si brengsek itu, aku tidak tahu apakah cukup waras untuk tidak berusaha membunuhnya.”
Amanda tertawa dan memeluk Prisilla erat-erat. Senang rasanya memiliki teman seperti Prisilla.
Taman tempat ia sering bermain masih seperti dulu. Rumpun mawar tertata sangat cantik di tengah dan perdu-perdu berwarna-warni mengelilingi bagian yang berfungsi sebagai jalan setapat dan tempat bermain. Aku tidak ingin kembali. William menyugar rambutnya dengan kedua tangan. Ia enggan keluar dari mobil. Ketukan di kaca mobil membuatnya membuka mata. Ia harus keluar. Atau bisa saja diseret secara paksa nanti. “Aku senang bisa melihatmu setelah sekian lama, Nak.” Sayang sekali, William tidak merasakan hal yang sama. Ia juga tahu kalimat yang diucapkan ayah tirinya hanya di bibir saja. Jauh di dalam lubuk hati pria yang terpaksa dipanggil Ayah sejak umur lima tahun mengumpat, menyuruhnya mati setiap kali bertemu. “Aku juga begitu, Papa. Aku rindu sekali dengan rumah.” Kalimatnya begitu kontradiksi mengingat betapa ia selalu mencari alasan untuk bisa keluar dari rumah sejak umurnya sepuluh tahun. “Ibumu sudah menunggu. Ia
Kepala Amanda sakit sekali. Ia susah payah mengusir Prisilla semalam. Teman karibnya itu memaksa untuk tetap berada di kamar kosnya sampai ia menceritakan bagaimana William dan Amanda bisa bertemu. Selepas Prisilla pulang, Amanda tak lantas tidur. Pikirannya berkelana tanpa arah. Pertama-tama menyalahkan takdir pertemuannya dengan Alex. Kemudian menyalahkan dirinya yang kerasa kepala, padahal banyak orang yang sudah memperingatkannya. Selanjutnya ia mengutuk diri sendiri karena terpesona pada William. Amanda mengacak kepalanya karena frustrasi. Ia lalu merebahkan diri memandang langit-langi yang mungkin saja bisa menenangkan hatinya sedikit. “Kenapa hal seperti ini bisa terjadi? Aku punya dosa apa di masa lalu sampai dihukum seperti ini?” keluhnya sebelum menutup wajah dengan bantal. Begitu merasa sesak ia melempar benda itu ke sisi lain ranjang. Jika terus-terusan berada di rumah, Amanda tidak tahu akan sebanyak apalagi pikiran buruk datang padanya.
“Jadi dia menolak keponakanku?” Ayah tiri William meremas kertas yang menjadi bulatan-bulatan kecil dan menjentikannya kembali ke atas meja.Ia baru saja selesai menjamu keponakannya yang patuh dan cantik. Kembali mengatakan pada gadis berusia 23 tahun tersebut kalau anak tirinya akan menyetujui rencana pertunangan tersebut. Kini ia mendapatkan kabar yang bisa menghancurkan rencananya dengan cepat.“Dia tidak punya hubungan dengan seorang gadis bukan?” tanya Wyatt pada mata-mata yang ditempatkan di dekat William.Pemuda yang menjadi sopir pribadi William itu memberi hormat terlebih dahulu sebelum menjawab, “Saya mengantarkan seorang gadis dari hotel tempat menginap Tuan William di Bali. Gadis itu pergi dengan tergesa-gesa di pagi hari. Tuan Azzar meminta saya mengantarkan gadis itu ke bandara dengan selamat.Wyatt mendesah. Ada-ada saja yang berusaha mengagalkan rencananya. Awalnya ia ingin memanfaatkan Esme, untuk mengekang
“Bersumpahlah padaku kamu tidak akan memberitahu siapapun!”Mata Amanda lekat memandang Prisilla. Gadis itu balas menatapnya bingung. Mungkin tidak menyangka alih-alih mendengar kabar gembira, Prisilla malah diminta bersumpah.“Tunggu sebentar, sebenarnya ada apa?” Prisilla jelas tak mau begitu saja disumpah untuk sesuatu yang tidak dimengerti.Amanda mulai menimbang-nimbang untuk jujur. Jika ia ingin kepercayaan dari Prisilla, dirinya tentu juga harus mengatakan semuanya. Mana mungkin ada seseorang yang percaya tanpa pikir panjang.“Ada sesuatu yang tidak kuceritakan padamu.” Amanda memulainya. Namun, ia tetap gelisah karena merasa akan mencoreng arang ke keningnya.“Ada apa, Amanda? Jangan buat aku penasaran!” pekik Prisilla akhirnya karena Amanda tidak kunjung bicara.Amanda malah meremas-remas jemarinya. Matanya menatap gelisah dan tidak fokus di satu tempat saja. “Kamu pasti ingat pa
Mobil yang membawa Amanda melewati perbukitan dan kemudian menghamparkan pemandangan laut, berhenti di perhentian terakhir sekitar lima belas menit lalu. Karena baru pertama kali berada di tempat itu, jujur Amanda memang kebingungan apa yang harus dilakukan. Ia memang sudah mendapatkan nomor kakaknya Prisilla, tapi apa yang akan dikatakannya saat menelepon? Aku sudah sampai? Siapa memang dirinya sampai berkata seperti itu.“Sebaiknya kutunggu saja.”Diedarkan pandangan ke sekitar terminal bus kecil tersebut dan melihat beberapa warung makan yang masih buka. Barulah kini Amanda menyadari jika dirinya merasa lapar. Ia mengangkat tas kain yang berisi beberapa helai pakaian ganti menju warung bertuliskan nasi soto.“Silakan duduk, Nak, mau makan apa?” tanya seorang ibu yang memakai kebaya.Amanda memperhatikan menu yang ada di dinding yang dilengkapi dengan gambar, bukan hanya soto saja yang dihidangkan di warung kecil ini. Ad
Prisilla anak bungsu dari lima bersaudara. Rumah mereka terletak tak jauh dari pantai. Tiga kakak laki-laki Prisilla di atas Agus sudah menikah. Agus sendiri juga sudah diburu pertanyaan “Kapan nikah?” oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, kakak Prisilla tersebut tidak terlalu memikirkan dan sibuk dengan pekerjaannya sebagai satpam.“Oh … kamu di sini?”Amanda menoleh dan menemukan Agus berdiri dua meter dari kursi kayu di tepi pantai tempat ia menghabiskan waktu.“Ada sesuatu?” tanya Amanda yang langsung berdiri.Ia sudah hampir seminggu tinggal di rumah Prisilla. Keluarga temannya tersebut membiarkannya menggunakan kamar Prisilla yang kosong untuk waktu yang lama. Bahkan mereka senang dengan keberadaannya. Malahan, belakangan ia dijodohkan dengan Agus, kakak Prisilla yang belum menikah.“Tidak. Hanya Ibu memintaku untuk melihat di mana kamu berada. Prisilla mewanti-wanti kami untuk menjagamu tetap
Amanda tahu kalau tidak ada gunanya marah. Namun, ia tetap merasa dikhianati oleh Prisilla. Ia sudah benar-benar percaya pada sahabatnya itu.“Aku benar-benar minta maaf, Manda.” Prisilla terisak dan Amanda masih belum menyahuti permintaan tersebut sejak tadi.Ia mendekam diam di dalam kamar kosnya sejak datang dan belum keluar sama sekali. Didengarnya Prisilla mengetuk kembali pintu kamar kosnya. Amanda sempat mengintip sebentar tadi dan menemukan asisten pribadi William juga ada di sana. Seorang laki-laki bernama Azzar.“Pulang saja, Prisilla. Aku tidak mau bertemu denganmu hari ini atau besok. Biarkan aku sendiri dan berpikir!” seru Amanda keras dari dalam kamar.Jam menunjukan pukul 10 pagi dan semua orang di rumah kos ada di luar melakukan kegiatan mereka. Sehingga Amanda tidak khawatir berteriak-teriak dan kemungkinan menganggu seseorang.“Amanda, ini tidak baik. Kamu harus membiarkanku menemuimu. Aku bisa menjel
Hanya satu hari William membiarkan Amanda tenang. Keesokan harinya Azzar kembali diutusnya ke rumah indekosnya dan tetap bertahan di sana sampai siang. Padahal Amanda bertekad untuk mendekam di dalam kamar sepanjang hari setelah mengirim Prisilla yang menginap di kamarnya keluar.“Saya cuma ingin tenang sehari saja, Pak,” keluhnya pada Azzar begitu keluar kamar.Seperti pertama kali bertemu, Azzar menghubungi pemilik kos Amanda untuk memaksa gadis tersebut.“Maaf, Nona, ini perintah Tuan. Saya tidak bisa menolaknya,” kata Azzar sambil menundukkan kepala.Andai saja Amanda diberi kekuatan super, ia akan mengunakan sebagian kekuatan tersebut untuk menghukum William. Tiba-tiba ia memiliki ide untuk mengirimkan mimpi buruk ditidur William sebagai balasan sudah menganggunya.“Jadi apa yang harus saya lakukan sekarang?” tanya Amanda bingung.Azzar tidak menjawab dan membawa Amanda ke toko pakaian wanita. Begitu
Kuburan Wyatt terletak di dekat makan Anna. Nama Wyatt terpampang jelas di sana. William sangat keberatan dengan kedatangan William ke makan Wyatt. Menurutnya tak perlu melakukan hal yang berlebihan menunjukkan rasa hormat yang tak seharusnya tak diterima Wyatt. “Usia kandunganku sekarang tiga bulan! William sangat tidak suka saat aku mengusulkan ke sini! Tapi, aku harus pergi ke sini!” Amanda bermonolog sendiri. Ia berhenti dan menoleh ke arah jalan masuk tempat ia datang. Ada Azzar di sana dan juga Inel. Ia berhasil menyuruh dua orang itu berhenti di pintu masuk. Jadi ia bisa mengatakan apa yang ingin dikatakan di sini. “Aku sama sekali tidak merasa sedih karena kematianmu! Hubungan kita tidak sampai seperti itu, bukan! Kamu tidak menyukaiku, aku juga tidak!” Ia lalu meletakan salah satu buket bunga yang dibawa di makam Wyatt dan satunya lagi di tempat Anna. “Ibu menceritakan padaku seperti apa Anna. Kami berhasil menemukan salah satu foto tua wanita yang kamu cintai itu. Dia .
“Kenapa kamu muncul di sini lagi? Astaga!” Stefani terpekik di depan pintu. Kepala William muncul kembali. Kalau Amanda tak salah hitung itu sudah terjadi sebanyak tiga kali dengan intensitas sepuluh menit sekali. Amanda yang mengetahui perbuatan William hanya berpura-pura saja tak mendengar dan tetap fokus pada riasannya yang sedang dikerjakan. “Apa riasannya sudah selesai?” tanya William datar. “Kalau dia sudah selesai, aku akan mengantarnya ke depan pintu! Pergilah dari sini atau aku akan membawa kabur istrimu!” Ancaman keluar dari mulut Stefani. Saat wanita yang menjadi perancang busana itu menutup pintu dengan dibanting keras, ia masih saja merungut panjang pendek. “Lihat bagaimana pria menyebalkan itu menjadi posesif pada apa yang dimilikinya!” tambahnya sambil menyentak-nyentak ujung gaun Amanda sehingga semakin cantik jatuhnya. “Maafkan dia!” pinta Amanda mewakili William. “Pastikan dia membayar dua kali lipat. Biaya jasa dan permintaan maaf karena sudah menganggu!” seru
Amanda memandangi bayangannya di cermin. Tak menyangka akan bersama William semalam. Mereka berdua bahkan melupakan makan malam. Lalu pagi tadi, William bangun di sampingnya tersenyum dan mengucapkan kata “pagi” dengan senyum cerah.“Jantungku tidak akan kuat!” keluh Amanda.Mengingat bagaimana William begitu menginginkannya saja sudah membuat Amanda meledak karena senang. Benar seperti ini, kan, rasanya dicintai?” Tanya Amanda di dalam hati.Suara ketukan di pintu kamar menyentak lamunan Amanda. Ia menoleh. “Siapa?” tanyanya. Dalam hati ia menebak, Jangan-jangan itu William?Setelah selesai mandi, William bergegas pergi. Amanda sempat melihat Azzar ada di pintu tadi. Ia akan memarahi Azzar nanti saat hanya ada mereka berdua saja.“Ini Inel, Nyonya! Sarapannya mau di kamar atau di ruang makan saja?” tanya Inel.“Ruang makan saja!” seru Amanda.Ia benar
“Astaga ... Pak Azzar! Kenapa berdiri di depan pintu!” seru Amanda kaget.Ia menutup pintu dengan sangat hati-hati supaya tidak terdengar sampai ke dalam kamar mandi. Tetapi, malah hampir menabrak Azzar yang entah bagaimana telah berdiri di sana. Amanda yakin kalau saat ia masuk beberapa saat lalu, tidak ada siapapun di sana. Bahkan saat Inel pelayan yang membantu Amanda membuka pintu, masih tidak ada siapa-siapa.“Tuan William mengirimi saya pesan untuk berada di sekitar sini jika ada apa-apa!” Setelah mengatakan itu Azzar berdehem. Ia sepertinya sedikit malu dengan perintah yang diberikan padanya. Amanda jadi penasaran apa isi perintah sebenarnya. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Azzar pada Amanda.“Prisilla sebentar lagi akan datang!”Jika William bahkan menempatkan Azzar di depan pintu, maka sepertinya pembicaraan yang akan dilakukan suaminya itu begitu penting.“Jadi?” tanya
“Maafkan aku!” Esme hampir terjatuh karena membungkuk untuk minta maaf pada Amanda.Sementara itu Amanda sama sekali tidak mengerti kenapa wanita yang menjadi ibu suaminya itu minta maaf. Tetapi, Amanda berhasil menyambut tubuh Esme dan membantunya duduk dengan benar kembali.“Jangan lakukan hal yang berbahaya, Bu!” William terdengar memperingatkan dengan kesal.Di telinga Amanda walau terdengar ketus, peringatan William terdengar tulus. Suara dingin setiap kali berbicara pada ibunya yang keras didengar Amanda sudah tidak lagi ada. Ia benar-benar senang mendapati perubaha selama dirinya tak ada.“Ibu mau minum teh denganku di taman?” tanya Amanda.Ia telah banyak tidur di atas pesawat dan penerbangan yang tak sampai dua jam tersebut sama sekali tidak memberinya efek buruk seperti mabuk. Dilihatnya Esme menoleh dahulu pada William.“Tidak ....”Sebelum William selesai mengatakan penolakan
Amanda menatap awan-awan tipis yang ada di bawahnya. Beberapa saat lalu ia melihat hamparan berwarna biru yang diyakini sebagai laut. Kini ada pepohonan dan rumah-rumah yang seperti kotak korek api. Walau Amanda tidak pernah suka dengan getaran yang dirasakan saat pesawat pertama kali naik dan mendarat. Semua terbayarkan dengan apa yang dilihat sekarang.“Kamu menyukainya?” tanya William.Amanda menoleh dan mengangguk senang. Sejak tadi pipinya ia tersenyum dan rahangnya akan mencapai batasnya sebentar lagi. Ia bisa merasakan sentakan rasa ngilu pada persendian rahang. Akan tetapi, ia merasa sangat senang bisa bersama William, bergenggaman tangan, dan tak harus bersikap tak tertarik pada pria yang menjadi suaminya itu. Ia bahkan siap membayar dengan apapun yang dimiliki karena sudah melangar kontrak.“Apa lagi yang kamu sukai?” tanya William selanjutnya.Senyum Amanda tak lantas menghilang walau saat ini ia sedang berpikir. “
Mobil-mobil berhenti tepat di depan rumah sederhana terbuat dari bata merah dan belum d plester. Terasnya cukup lebar dan ada bale-bale bambu di depan sana. Dua wanita berbeda usia keluar dengan tergesa-gesa dari pintu dan tampak terkejut menatap dua mobil yang berhenti di halaman yang rapi. Satu mobil lagi parkir di tepi jalan karena tidak muat di halaman.Ketika para lelaki yang ada di dalam mobil keluar, kedua wanita yang berbeda usia tersebut mundur. Yang lebih muda melindungi wanita yang lebih tua yang berada di belakangnya.“Maaf mengagetkan kalian berdua!” kata William lekas.Begitu turun ia bergegas menghampiri kedua wanita yang berdiri dan menatap takut ke arah mobil-mobil yang datang.“Kalian siapa? Ada urusan apa kemari?”Ada getaran yang jelas-jelas didengar William tanpa usaha. Datang dengan tiga mobil sekaligus ternyata adalah pilihan yang buruk. Ia mendesah dan sekali lagi mengumamkan kata maaf.“
“Aku akan ikut untuk menjemput Amanda!” Keputusan bulat itu mendadak muncul di kepala William dan lekas disuarakan.Mata-mata yang tidak setuju milik Esme dan Azzar langsung terlihat. William sama sekali tidak peduli. Kalau ia mengutus orang lain maka akan butuh waktu untuk bisa melihat Amanda. Waktu yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat dihitung saat keberangkatan dan saat pulang.“Ada banyak yang harus kamu urus di sini, Wil!” ingat Esme.“Semuanya bisa diurus atau kalau benar-benar membutuhkanku bisa dipending! Aku akan pergi dengan mereka juga!”Azzar dan juga Esme tahu kalau William sudah mengambil keputusan maka tidak ada seorang pun yang bisa mengubahnya. Mereka berdua hanya bisa menghela napas.“Berhati-hatilah dan bawa istrimu pulang dengan selamat!” Pesan Esme pada akhirnya.Ia mengangat tangan dan seorang pelayan datang lalu mendorong kursi roda milik Esme. Mereka berdua keluar dari
“Kami berhasil membawa wanita yang disebut-sebut dokter itu, Tuan!” kata Azzar memberitahu William.William duduk dengan wajah tegang. Tetapi ia benar-benar sangat bahagia. Akhirnya setelah sebulan lebih pencarian, ia menemukan titik terang ke mana Amanda di bawa oleh Wyatt. Pantas saja tak ada kabarnya kalau Amanda disembunyikan di tempat kecil begitu.“Apa wanita itu mencoba melarikan diri?” tanya William.“Tidak, Tuan, malahan ia langsung pergi saat kami mengatakan kalau merupakan utusan Anda dan memperlihatkan foto pernikahan Anda!” kata Azzar.Ia pikir komplotan Wyatt yang kali ini lumayan bodoh. Atau ia tahu kalau Wyatt sudah tewas dan makanya berpendapat sudah tak ada gunanya membantu. Semakin lama bersama Amanda kemungkinan terciduk juga akan semakin besar.“Bawa dia kemari!” suruh William.Ia ingin mendengar wanita yang sudah menyembunyikan istrinya memohon dan meminta ampun untuk tida