Dengan marah, Arjoona masuk ke sebuah koridor yang dijaga puluhan orang gengster bersenjata tajam. Ia menembak membabi buta dan menyerang untuk membnuh. Mars, James dan Glenn juga tak kalah brutal. Bryan, Caleb, Han serta Erikkson muncul dari lorong satunya lagi dan membantu menghabisi semua anggota gangster tersebut.
Sampai di ujung lorong, Arjoona menghabisi anggota terakhir lalu menendang pintu di sebelahnya. Terlihatlah para sandera yang sudah meringkuk ketakutan karena todongan senjata.
Bryan langsung menembak lalu dibantu James menghabisi semua gangster yang tersisa di dalam ruangan itu. Sambil terengah dengan napas terakhir, Arjoona melaporkan keadaannya.
"Kami menemukan sanderanya!" Joona kemudian berbalik pada Bryan untuk menembakkan pengantar sinyal agar mereka ditemukan. Bryan mengangguk lalu mengambil sebuah alat yang ia sebut 'Spider'. Ia menembakkan Spider ke langit-langit ruangan dan alat itu menancap dan menyala. Tak lama, suara helikopter terden
Arjoona Harristian tak ayal kemudian mencari Aidan pada seluruh orang-orang yang dikeluarkan Polisi dan tim penyelamat dari terowongan bawah tanah itu. Ia memeriksa semua orang tapi tak ada tanda keberadaan Aidan sama sekali. Arjoona ikut bertanya pada Blake dan Grey sebagai orang yang terakhir bersamanya."Tuan Aidan memisahkan diri dan mengikuti beberapa perampok yang membawa sandera ke lorong di sebelah truk kontainer itu," jawab Blake pada Arjoona. Blake yang sedang diobati oleh salah satu paramedis ikut berdiri dan ingin mencari."Duduk saja biar aku yang urus," ujar Joona kemudian. Arjoona kembali pada sahabat-sahabatnya dengan wajah cemas."Aidan masih terjebak di dalam sana. Aku akan masuk dan mencarinya," ujar Arjoona pada Jayden dan Shawn. James, Mars dan Bryan datang kemudian."Joona, hari sudah malam. Bagaimana kita bisa masuk? Sebagian terowongan hancur!" sahut James menghalangi."Tapi Aidan masih menghilang.""Kita tunggu saja
"Aku lah yang seharusnya meminta maaf. Aku sudah menyebabkan kamu ... berbuat hal seperti itu." Aidan membalas dengan suara yang lebih kecil. Ia menarik napas dan menghela dengan berat. Semua keberanian untuk meminta maaf tak dimiliki Aidan saat ini. ia hanya bicara diluar dari rencana."Pernikahan tidak seharusnya menjadi permainan. Aku sudah melakukan kesalahan itu. Aku menyakitimu dan membuatmu tertekan. Maukah kamu memaafkan aku?" ujar Aidan lagi. Malikha mengangguk pelan dan tersenyum."Apa kamu sudah memaafkan aku? Untuk semua yang kulakukan lebih dari 12 tahun lalu, bisakah kamu memaafkannya?" ujar Malikha membalas. Aidan tertegun dan tersenyum."Aku sudah lama memaafkanmu. Yang kulakukan padamu jauh lebih buruk. Aku terus mengancammu seolah tak pernah memaafkanmu. Itu hanya karena aku ... terobsesi padamu, dan itu salah. Maafkan aku," gumam Aidan setengah berbisik. Tangan Aidan kemudian meraba tangan Malikha lalu menggenggamnya. Mereka akhirnya saling te
Suara derap kaki terdengar dari kejauhan. Tim penyelamat berhasil masuk ke dalam lorong itu setelah membuat liang yang cukup untuk menarik orang keluar dari terowongan tersebut. Terowongan itu bisa saja rubuh sewaktu-waktu dan mereka harus cepat menyisir terutama mencari Aidan dan Malikha.Aidan yang sempat terlelap lalu mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat menghampiri mereka. Ia bangun dan membuka mata lalu menoleh pada Malikha yang tertidur dalam pelukannya.Tangan Aidan lantas meraba senjata di sebelahnya. Ia tak tau siapa yang akan datang bisa saja para gengster itu juga ikut terjebak bersamanya. Ketika senter mengarah padanya ketika itu pula Aidan menodongkan senjatanya."KAMI TIM PENYELAMAT!" teriak salah satu petugas setelah berhenti di dekat Aidan. Aidan menurunkan senjatanya dan bernapas lega. Malikha pun terjaga dan mulai bangun dari pelukan Aidan."Kami datang untuk mengeluarkan kalian dari sini!" Aidan mengangguk dan berdiri. Ia mem
SETELAH PEMAKAMANLucy McClaine mengambil cuti beberapa hari pasca Aidan menghilang selama dua hari. Ia libur setelah ternyata bosnya malah sempat masuk berita malam akibat terlihat di lokasi perampokan memakai baju polisi SWAT. Lucy yang sempat menonton berita memang mulai curiga karena beberapa kali melihat Aidan dan Glenn terluka tanpa alasan yang jelas.Memakai pakaian kasual dan santai, Lucy duduk menghabiskan waktu yang membosankan dengan mengganti channel TV agar tak perlu mendengar berita tentang Aidan maupun Glenn. Lucy pun bangkit dari kursinya dan hendak membereskan ruang tengahnya yang tak berantakan. Bunyi bel depan kemudian mengurungkan niatnya beres-beres.Dengan langkah gontai, Lucy membuka pintu namun kemudian berhenti. Glenn mengangkat wajahnya yang semula menunduk pada Lucy di depannya."Mau apa kemari?" tanya Lucy setengah menghardik."Bukannya aku selalu kemari jika terluka?" jawab Glenn membuat Lucy kesal."Memangnya di
"Lantas apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa tidak pergi ke rumah sakit? Kamu mau jadi penguntit selamanya!""Mana mau dia menemuiku. Bukannya dulu kamu mengatakan jika aku adalah trauma terbesarnya?" bantah Aidan."Lalu kamu menyerah begitu saja? Aku mengatakan itu karena kupikir kamu akan ngotot. Aku tidak menyangka jika kamu malah menyerah seperti ini!""Apa?" Aidan jadi heran."Aidan, aku tahu kamu mencintai Malikha dan yang kamu lakukan dulu adalah hal buruk. Tapi kamu kan bisa mengubah dirimu menjadi lebih baik dan kembali padanya lagi. Aku ingin kamu memperjuangkan cintamu dengan cara yang baik bukan malah mundur!" balas Raphael panjang lebar. Aidan jadi terdiam dan menarik napas panjang."Sekarang terserah padamu, aku tidak ingin memaksamu menemui Malikha jika kamu tidak ingin.""Aku ingin ... sangat ingin. Tapi, bagaimana caranya dia bisa menerimaku kembali?""Dekati dia ... tidak perlu buru-buru untuk menjalin hubunga
BULAN KE TUJUHDengan napas tersengal dan kesal, Bruce kembali ke beranda Malikha. Malikha yang jadi tak enak hanya melihat Bruce lalu menuduk dan seperti menyesal."Kenapa kamu jalan dengan dia? Kamu tahu kan dia pria yang berbahaya?" ujar Bruce sedikit menaikkan nada suaranya."Dia tidak berbuat apa pun, Bruce." Malikha membela Aidan. Bruce jadi makin uring-uringan mendengar pembelaan Malikha."Malikha, jangan lupa jika dia pernah mengurungmu di apartemennya. Dia adalah penyebab depresimu. Apa kamu sudah melupakannya, begitu mudahnya!" tanya Bruce dengan nada kesal tertahan. Malikha mulai memandang Bruce dengan tatap yang tak nyaman dan ia diam saja tak menanggapi apa pun. Hal itu membuat Bruce sadar jika ia sudah membuat Malikha jadi takut."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu cemas dan takut. Aku hanya sangat mengkhawatirkan keadaanmu," ujar Bruce mendekati Malikha dan berusaha memegang tangannya. Malikha memang tidak menghindar
"Apa segampang itu Vanylla jatuh cinta padamu?" tanya Aidan sarkas. Mars menggaruk tekuknya dan menyengir."Tidak, dia membenciku bertahun-tahun. Tapi dia kembali padaku, jadi kemungkinan jika Malikha kembali padamu bisa juga lebih besar!" sahut Mars membela dirinya. Aidan hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya."Tidak semudah itu, Mars. Malikha depresi karenaku, aku harus berhati-hati. Terlebih dia memiliki Bruce yang mengikutinya seperti Doberman!" gerutu Aidan kesal. Mars terkekeh dan makin mendekatkan posisi duduknya."Apa yang terjadi?""Aku bertemu dengannya tadi. Dia bilang aku tidak seharusnya mendekati Malikha lagi.""Ah, dasar banci!" rutuk Mars spontan."Dia mengancamku jika aku berani mendekat dia tidak akan membiarkannya." Mars makin mendengus sinis."Memangnya apa yang bisa dia lakukan!" Aidan mengangkat bahunya."Kamu tidak takut padanya kan!" Mars bertanya dengan alis yang terangkat. Aidan jadi me
Usai menelepon Raphael, Malikha jadi semakin yakin dengan keputusannya berteman dengan Aidan lagi. Ia tahu akan ada banyak rintangan tapi Malikha hanya punya satu tujuan, agar bayinya tak kehilangan sosok Ayah.Malikha sudah kehilangan kedua orang tuanya. Kematian memisahkan mereka. Ia tak ingin bayinya merasakan hal yang sama dengannya. Harus tumbuh melewati masa remaja tanpa orang tua dan bertahan hidup sendiri, ia tak ingin lagi mengalaminya. Ia juga tak mau memaksa dengan mencari Aidan memintanya bertanggung jawab tapi ketika Aidan datang dengan sosoknya yang baru, Malikha tak menolak.Aidan dan Malikha sama-sama menahan diri. Dengan sikap Aidan yang malah membuat Malikha menjadi nyaman, ia jadi yakin untuk mulai melibatkan Aidan dalam kehamilannya.Sementara itu selesai Malikha menelepon, Raphael kemudian menghubungi Aidan setelahnya. Ia ingin mewanti-wanti sekaligus menasehati sahabatnya agar tak salah bertindak kali ini."Aku tahu kamu sedang mende
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."