"Aku lah yang seharusnya meminta maaf. Aku sudah menyebabkan kamu ... berbuat hal seperti itu." Aidan membalas dengan suara yang lebih kecil. Ia menarik napas dan menghela dengan berat. Semua keberanian untuk meminta maaf tak dimiliki Aidan saat ini. ia hanya bicara diluar dari rencana.
"Pernikahan tidak seharusnya menjadi permainan. Aku sudah melakukan kesalahan itu. Aku menyakitimu dan membuatmu tertekan. Maukah kamu memaafkan aku?" ujar Aidan lagi. Malikha mengangguk pelan dan tersenyum.
"Apa kamu sudah memaafkan aku? Untuk semua yang kulakukan lebih dari 12 tahun lalu, bisakah kamu memaafkannya?" ujar Malikha membalas. Aidan tertegun dan tersenyum.
"Aku sudah lama memaafkanmu. Yang kulakukan padamu jauh lebih buruk. Aku terus mengancammu seolah tak pernah memaafkanmu. Itu hanya karena aku ... terobsesi padamu, dan itu salah. Maafkan aku," gumam Aidan setengah berbisik. Tangan Aidan kemudian meraba tangan Malikha lalu menggenggamnya. Mereka akhirnya saling te
Suara derap kaki terdengar dari kejauhan. Tim penyelamat berhasil masuk ke dalam lorong itu setelah membuat liang yang cukup untuk menarik orang keluar dari terowongan tersebut. Terowongan itu bisa saja rubuh sewaktu-waktu dan mereka harus cepat menyisir terutama mencari Aidan dan Malikha.Aidan yang sempat terlelap lalu mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat menghampiri mereka. Ia bangun dan membuka mata lalu menoleh pada Malikha yang tertidur dalam pelukannya.Tangan Aidan lantas meraba senjata di sebelahnya. Ia tak tau siapa yang akan datang bisa saja para gengster itu juga ikut terjebak bersamanya. Ketika senter mengarah padanya ketika itu pula Aidan menodongkan senjatanya."KAMI TIM PENYELAMAT!" teriak salah satu petugas setelah berhenti di dekat Aidan. Aidan menurunkan senjatanya dan bernapas lega. Malikha pun terjaga dan mulai bangun dari pelukan Aidan."Kami datang untuk mengeluarkan kalian dari sini!" Aidan mengangguk dan berdiri. Ia mem
SETELAH PEMAKAMANLucy McClaine mengambil cuti beberapa hari pasca Aidan menghilang selama dua hari. Ia libur setelah ternyata bosnya malah sempat masuk berita malam akibat terlihat di lokasi perampokan memakai baju polisi SWAT. Lucy yang sempat menonton berita memang mulai curiga karena beberapa kali melihat Aidan dan Glenn terluka tanpa alasan yang jelas.Memakai pakaian kasual dan santai, Lucy duduk menghabiskan waktu yang membosankan dengan mengganti channel TV agar tak perlu mendengar berita tentang Aidan maupun Glenn. Lucy pun bangkit dari kursinya dan hendak membereskan ruang tengahnya yang tak berantakan. Bunyi bel depan kemudian mengurungkan niatnya beres-beres.Dengan langkah gontai, Lucy membuka pintu namun kemudian berhenti. Glenn mengangkat wajahnya yang semula menunduk pada Lucy di depannya."Mau apa kemari?" tanya Lucy setengah menghardik."Bukannya aku selalu kemari jika terluka?" jawab Glenn membuat Lucy kesal."Memangnya di
"Lantas apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa tidak pergi ke rumah sakit? Kamu mau jadi penguntit selamanya!""Mana mau dia menemuiku. Bukannya dulu kamu mengatakan jika aku adalah trauma terbesarnya?" bantah Aidan."Lalu kamu menyerah begitu saja? Aku mengatakan itu karena kupikir kamu akan ngotot. Aku tidak menyangka jika kamu malah menyerah seperti ini!""Apa?" Aidan jadi heran."Aidan, aku tahu kamu mencintai Malikha dan yang kamu lakukan dulu adalah hal buruk. Tapi kamu kan bisa mengubah dirimu menjadi lebih baik dan kembali padanya lagi. Aku ingin kamu memperjuangkan cintamu dengan cara yang baik bukan malah mundur!" balas Raphael panjang lebar. Aidan jadi terdiam dan menarik napas panjang."Sekarang terserah padamu, aku tidak ingin memaksamu menemui Malikha jika kamu tidak ingin.""Aku ingin ... sangat ingin. Tapi, bagaimana caranya dia bisa menerimaku kembali?""Dekati dia ... tidak perlu buru-buru untuk menjalin hubunga
BULAN KE TUJUHDengan napas tersengal dan kesal, Bruce kembali ke beranda Malikha. Malikha yang jadi tak enak hanya melihat Bruce lalu menuduk dan seperti menyesal."Kenapa kamu jalan dengan dia? Kamu tahu kan dia pria yang berbahaya?" ujar Bruce sedikit menaikkan nada suaranya."Dia tidak berbuat apa pun, Bruce." Malikha membela Aidan. Bruce jadi makin uring-uringan mendengar pembelaan Malikha."Malikha, jangan lupa jika dia pernah mengurungmu di apartemennya. Dia adalah penyebab depresimu. Apa kamu sudah melupakannya, begitu mudahnya!" tanya Bruce dengan nada kesal tertahan. Malikha mulai memandang Bruce dengan tatap yang tak nyaman dan ia diam saja tak menanggapi apa pun. Hal itu membuat Bruce sadar jika ia sudah membuat Malikha jadi takut."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu cemas dan takut. Aku hanya sangat mengkhawatirkan keadaanmu," ujar Bruce mendekati Malikha dan berusaha memegang tangannya. Malikha memang tidak menghindar
"Apa segampang itu Vanylla jatuh cinta padamu?" tanya Aidan sarkas. Mars menggaruk tekuknya dan menyengir."Tidak, dia membenciku bertahun-tahun. Tapi dia kembali padaku, jadi kemungkinan jika Malikha kembali padamu bisa juga lebih besar!" sahut Mars membela dirinya. Aidan hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya."Tidak semudah itu, Mars. Malikha depresi karenaku, aku harus berhati-hati. Terlebih dia memiliki Bruce yang mengikutinya seperti Doberman!" gerutu Aidan kesal. Mars terkekeh dan makin mendekatkan posisi duduknya."Apa yang terjadi?""Aku bertemu dengannya tadi. Dia bilang aku tidak seharusnya mendekati Malikha lagi.""Ah, dasar banci!" rutuk Mars spontan."Dia mengancamku jika aku berani mendekat dia tidak akan membiarkannya." Mars makin mendengus sinis."Memangnya apa yang bisa dia lakukan!" Aidan mengangkat bahunya."Kamu tidak takut padanya kan!" Mars bertanya dengan alis yang terangkat. Aidan jadi me
Usai menelepon Raphael, Malikha jadi semakin yakin dengan keputusannya berteman dengan Aidan lagi. Ia tahu akan ada banyak rintangan tapi Malikha hanya punya satu tujuan, agar bayinya tak kehilangan sosok Ayah.Malikha sudah kehilangan kedua orang tuanya. Kematian memisahkan mereka. Ia tak ingin bayinya merasakan hal yang sama dengannya. Harus tumbuh melewati masa remaja tanpa orang tua dan bertahan hidup sendiri, ia tak ingin lagi mengalaminya. Ia juga tak mau memaksa dengan mencari Aidan memintanya bertanggung jawab tapi ketika Aidan datang dengan sosoknya yang baru, Malikha tak menolak.Aidan dan Malikha sama-sama menahan diri. Dengan sikap Aidan yang malah membuat Malikha menjadi nyaman, ia jadi yakin untuk mulai melibatkan Aidan dalam kehamilannya.Sementara itu selesai Malikha menelepon, Raphael kemudian menghubungi Aidan setelahnya. Ia ingin mewanti-wanti sekaligus menasehati sahabatnya agar tak salah bertindak kali ini."Aku tahu kamu sedang mende
Aidan mencoba mencerna yang sedang ia dengar saat ini. Ingin ia mencubit dirinya tapi nanti pasti akan kelihatan konyol. Jadi dia hanya terperangah dengan mulut terbuka dan mata membesar sambil mengerjap-ngerjap berkali-kali. Aidan kehilangan kata-katanya sendiri dan berdiri seperti orang tolol di depan Malikha. Malikha yang memperhatikan jadi khawatir, apa dia baik-baik saja?"Aidan, apa kamu baik-baik saja?" tanya Malikha dengan wajah cemas. Aidan yang masih dalam mode melayang tak menginjak bumi, tersentak sejenak."Ah ... Apa?" Malikha jadi tampak kecewa. Aidan sepertinya tak menyimak pertanyaannya hampir 10 menit yang lalu. Ia jadi mengerucutkan bibirnya dan mundur sesaat"Tidak apa-apa, lupakan saja," ujar Malikha dengan senyum tak enak dan hendak berbalik. Aidan langsung panik dan menahan lengan Malikha."Ahh ... t-tunggu ... kamu mau kemana? T-Tapi tadi kan kamu bilang ... kamu ... kita ... " tanya Aidan terbata-bata sekaligus gugup setengah mati.
Sebuah dering ponsel kemudian membuyarkan Aidan yang tengah kegirangan di mabuk cinta. Ia tengah memilah milih pakaian yang bisa ia kenakan besok. Ternyata Ternyata Mars yang menelepon."Yup!" sahut Aidan begitu sambungan telepon"Dude ... kami akan berkemah di halaman rumahmu besok malam ya!" sahut Mars setengah berteriak."APA!" balas Aidan berteriak. Ia sampai bangun dari tempat tidur dan mengernyitkan kening terkejut. Aidan pikir Mars hanya bercanda bicara padanya tadi siang."Iya, Arjoona dan lainnya sudah setuju untuk piknik di tempatmu. Jadi kami akan tiba sore dan mulai mendirikan tenda. Ajak Malikha, kami semua akan membawa istri, hehehe!" Mars terkekeh dengan santainya. Aidan menepuk jidatnya dan menghempaskan dirinya kembali ke ranjang.“Matilah aku!” gumam Aidan mematikan ponselnya dengan tawa keras Mars di baliknya.Keesokan harinya, Aidan tiba 15 menit lebih awal dari janji. Ia sudah rapi, wangi dan sangat bahagia s