"Lantas apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa tidak pergi ke rumah sakit? Kamu mau jadi penguntit selamanya!"
"Mana mau dia menemuiku. Bukannya dulu kamu mengatakan jika aku adalah trauma terbesarnya?" bantah Aidan.
"Lalu kamu menyerah begitu saja? Aku mengatakan itu karena kupikir kamu akan ngotot. Aku tidak menyangka jika kamu malah menyerah seperti ini!"
"Apa?" Aidan jadi heran.
"Aidan, aku tahu kamu mencintai Malikha dan yang kamu lakukan dulu adalah hal buruk. Tapi kamu kan bisa mengubah dirimu menjadi lebih baik dan kembali padanya lagi. Aku ingin kamu memperjuangkan cintamu dengan cara yang baik bukan malah mundur!" balas Raphael panjang lebar. Aidan jadi terdiam dan menarik napas panjang.
"Sekarang terserah padamu, aku tidak ingin memaksamu menemui Malikha jika kamu tidak ingin."
"Aku ingin ... sangat ingin. Tapi, bagaimana caranya dia bisa menerimaku kembali?"
"Dekati dia ... tidak perlu buru-buru untuk menjalin hubunga
BULAN KE TUJUHDengan napas tersengal dan kesal, Bruce kembali ke beranda Malikha. Malikha yang jadi tak enak hanya melihat Bruce lalu menuduk dan seperti menyesal."Kenapa kamu jalan dengan dia? Kamu tahu kan dia pria yang berbahaya?" ujar Bruce sedikit menaikkan nada suaranya."Dia tidak berbuat apa pun, Bruce." Malikha membela Aidan. Bruce jadi makin uring-uringan mendengar pembelaan Malikha."Malikha, jangan lupa jika dia pernah mengurungmu di apartemennya. Dia adalah penyebab depresimu. Apa kamu sudah melupakannya, begitu mudahnya!" tanya Bruce dengan nada kesal tertahan. Malikha mulai memandang Bruce dengan tatap yang tak nyaman dan ia diam saja tak menanggapi apa pun. Hal itu membuat Bruce sadar jika ia sudah membuat Malikha jadi takut."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak bermaksud membuatmu cemas dan takut. Aku hanya sangat mengkhawatirkan keadaanmu," ujar Bruce mendekati Malikha dan berusaha memegang tangannya. Malikha memang tidak menghindar
"Apa segampang itu Vanylla jatuh cinta padamu?" tanya Aidan sarkas. Mars menggaruk tekuknya dan menyengir."Tidak, dia membenciku bertahun-tahun. Tapi dia kembali padaku, jadi kemungkinan jika Malikha kembali padamu bisa juga lebih besar!" sahut Mars membela dirinya. Aidan hanya bisa menghela napas dan menggelengkan kepalanya."Tidak semudah itu, Mars. Malikha depresi karenaku, aku harus berhati-hati. Terlebih dia memiliki Bruce yang mengikutinya seperti Doberman!" gerutu Aidan kesal. Mars terkekeh dan makin mendekatkan posisi duduknya."Apa yang terjadi?""Aku bertemu dengannya tadi. Dia bilang aku tidak seharusnya mendekati Malikha lagi.""Ah, dasar banci!" rutuk Mars spontan."Dia mengancamku jika aku berani mendekat dia tidak akan membiarkannya." Mars makin mendengus sinis."Memangnya apa yang bisa dia lakukan!" Aidan mengangkat bahunya."Kamu tidak takut padanya kan!" Mars bertanya dengan alis yang terangkat. Aidan jadi me
Usai menelepon Raphael, Malikha jadi semakin yakin dengan keputusannya berteman dengan Aidan lagi. Ia tahu akan ada banyak rintangan tapi Malikha hanya punya satu tujuan, agar bayinya tak kehilangan sosok Ayah.Malikha sudah kehilangan kedua orang tuanya. Kematian memisahkan mereka. Ia tak ingin bayinya merasakan hal yang sama dengannya. Harus tumbuh melewati masa remaja tanpa orang tua dan bertahan hidup sendiri, ia tak ingin lagi mengalaminya. Ia juga tak mau memaksa dengan mencari Aidan memintanya bertanggung jawab tapi ketika Aidan datang dengan sosoknya yang baru, Malikha tak menolak.Aidan dan Malikha sama-sama menahan diri. Dengan sikap Aidan yang malah membuat Malikha menjadi nyaman, ia jadi yakin untuk mulai melibatkan Aidan dalam kehamilannya.Sementara itu selesai Malikha menelepon, Raphael kemudian menghubungi Aidan setelahnya. Ia ingin mewanti-wanti sekaligus menasehati sahabatnya agar tak salah bertindak kali ini."Aku tahu kamu sedang mende
Aidan mencoba mencerna yang sedang ia dengar saat ini. Ingin ia mencubit dirinya tapi nanti pasti akan kelihatan konyol. Jadi dia hanya terperangah dengan mulut terbuka dan mata membesar sambil mengerjap-ngerjap berkali-kali. Aidan kehilangan kata-katanya sendiri dan berdiri seperti orang tolol di depan Malikha. Malikha yang memperhatikan jadi khawatir, apa dia baik-baik saja?"Aidan, apa kamu baik-baik saja?" tanya Malikha dengan wajah cemas. Aidan yang masih dalam mode melayang tak menginjak bumi, tersentak sejenak."Ah ... Apa?" Malikha jadi tampak kecewa. Aidan sepertinya tak menyimak pertanyaannya hampir 10 menit yang lalu. Ia jadi mengerucutkan bibirnya dan mundur sesaat"Tidak apa-apa, lupakan saja," ujar Malikha dengan senyum tak enak dan hendak berbalik. Aidan langsung panik dan menahan lengan Malikha."Ahh ... t-tunggu ... kamu mau kemana? T-Tapi tadi kan kamu bilang ... kamu ... kita ... " tanya Aidan terbata-bata sekaligus gugup setengah mati.
Sebuah dering ponsel kemudian membuyarkan Aidan yang tengah kegirangan di mabuk cinta. Ia tengah memilah milih pakaian yang bisa ia kenakan besok. Ternyata Ternyata Mars yang menelepon."Yup!" sahut Aidan begitu sambungan telepon"Dude ... kami akan berkemah di halaman rumahmu besok malam ya!" sahut Mars setengah berteriak."APA!" balas Aidan berteriak. Ia sampai bangun dari tempat tidur dan mengernyitkan kening terkejut. Aidan pikir Mars hanya bercanda bicara padanya tadi siang."Iya, Arjoona dan lainnya sudah setuju untuk piknik di tempatmu. Jadi kami akan tiba sore dan mulai mendirikan tenda. Ajak Malikha, kami semua akan membawa istri, hehehe!" Mars terkekeh dengan santainya. Aidan menepuk jidatnya dan menghempaskan dirinya kembali ke ranjang.“Matilah aku!” gumam Aidan mematikan ponselnya dengan tawa keras Mars di baliknya.Keesokan harinya, Aidan tiba 15 menit lebih awal dari janji. Ia sudah rapi, wangi dan sangat bahagia s
Aidan menunggu dengan sabar detik-detik ia akan melihat pertumbuhan bayi miliknya di dalam kandungan Malikha. Dan penantiannya itu tak berlangsung lama. Segera setelah dokter mengusapkan gel di bagian perut bawah hamil Malikha, Aidan bisa melihat segalanya."Lihat ... itu dia," tunjuk Dokter itu memperlihatkan hasil di layar 4D pada Aidan dan Malikha. Rasanya air mata Aidan langsung menetes tak bisa terbendung saat Dokter itu kemudian ikut menyalakan suara agar detak jantungnya terdengar. Aidan sampai menutup mulut dengan telapak tangannya. Ia tak bisa menahan keharuannya. Air mata itu menetes begitu saja saat mendengar detak jantung bayinya yang begitu jelas."Bayinya sehat, lihat dia bahkan memperlihatkan gerakannya!" ujar Dokter itu lagi memindahkan alatnya agar Aidan bisa melihat lebih jelas. Aidan kehilangan kata-katanya. Seketika ia hanya bisa jadi patung memperhatikan sosok bayi yang akan lahir kurang dari 2 bulan lagi.“Aku rasa dia ingin memperlih
Aidan tak percaya yang ia dengar. Bagaimana bisa Kanishka hidup kembali. Bukankah dia sudah mati? "Dia sudah mati, Joona. Aku dan Shawn yang membunuhnya!" ujar Aidan setengah berbisik. Arjoona hanya diam dan menoleh pada Shawn lagi yang terlihat sedikit menunduk. "Yang jelas, orang-orang yang menusuk Shawn, menembak Arya dan membunuh Blue adalah orang-orang Kanishka. Tidak ada yang bisa mengendalikan orang-orang itu selain Kanishka," jawab Arjoona lalu menelan ludahnya. Aidan tampak gusar lalu menyisir rambutnya dengan rasa cemas yang luar biasa. "Kenapa ini tidak berakhir? Ini sudah hampir dua tahun dari semenjak kami menghabisi Kanishka. Mengapa dia belum mati? Tapi aku yakin sudah memastikan jika ia mati saat itu." Aidan bersikeras. Jayden yang mendengar bisik-bisik kemudian menghampiri. "Kanishka memang sudah mati. Tapi putranya belum," ujar Jayden menambahkan pada Aidan. “Kanishka punya anak lain selain Kiran?” Jayden mengatupkan bibirnya
Keesokan harinya, setelah seluruh anggota The Seven Wolves pulang dan Aidan kembali sendiri. Aidan yang masih dalam cuti panjangnya kemudian memutuskan untuk merawat tanaman di depan halaman rumahnya. Setidaknya ia bisa melepaskan penat dan kebosanan. Tak ada yang bisa dilakukannya selain mendengarkan musik sambil merawat bunga-bunga kecil yang lucu dan cantik.Tak disangka, Bruce kembali datang ke rumah Malikha dan tak sengaja melihat Aidan tengah sibuk menanam beberapa tanaman di pot-pot kecil di depan rumahnya.Setelah parkir di depan rumah Malikha, Bruce tak langsung masuk. Ia memilih menghampiri Aidan yang sedang kotor berlepotan tanah."Kamu benar-benar tak bisa diperingatkan!" hardik Bruce tanpa basa basi. Aidan mengangkat wajahnya dan sosok Bruce berdiri menghalangi matahari. Tak bisa melihat dengan baik, Aidan akhirnya berdiri dan berjalan ke arah Bruce dengan tangan memakai sarung tangan namun tetap berlepotan tanah."Apa yang kamu lakukan di si